4 wilayah Pangandaran merupakan lokasi permukiman padat dan penginapan yang
diselingi dengan rumah-rumah makan dan pasar wisata. Kondisi ini menyebabkan banyaknya korban jiwa ketika tsunami menerjang kawasan ini.
Pemodelan spasial yang didukung oleh teknologi penginderaan jauh dan sistem informasi geografis SIG dapat dilakukan untuk mendapatkan informasi
tentang tingkat kerawanan kerusakan akibat tsunami. Informasi tersebut akan menjadi informasi penting dalam menyusun strategi pengelolaan kawasan pantai
guna meminimalkan kerusakan yang dapat terjadi.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah membangun model spasial kerawanan kerusakan akibat tsunami guna mendukung upaya rehabilitasi dan pencegahan
kerusakan yang mungkin terjadi akibat tsunami. Tujuan khusus yang dicapai adalah :
1. Membangun model spasial potensi genangan tsunami. 2. Mengidentifikasi faktor biofisik yang berperan dalam kerusakan akibat
tsunami. 3. Membangun tingkat kerawanan kerusakan akibat tsunami.
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai lokasi rawan kerusakan akibat tsunami, sehingga masyarakat dapat mewaspadai daerah
mana saja yang rawan rusak akibat tsunami dan melakukan upaya perlindungan untuk meminimalkan kerusakan yang dapat terjadi jika tsunami datang lagi.
Penelitian ini juga diharapkan dapat memberi masukan bagi perencanaan umum pemegang kebijakan dan pihak terkait di dalamnya untuk mempertimbangkan
karakteristik kawasan pantai.
5
1.5. Kerangka Pemikiran
Kawasan pantai Indonesia rawan terhadap bencana alam seperti gempa bumi dan tsunami. Kerusakan juga terjadi karena perbuatan manusia seperti
pemanfaatan yang melebihi kemampuan dan alih fungsi lahan yang tidak memperhatikan karakteristiknya. Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana menyebutkan bahwa rawan bencana adalah kondisi atau karakteristik geologis, biologis, hidrologis, klimatologis, geografis, sosial,
budaya, politik, ekonomi, dan teknologi pada suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan mencegah, meredam, mencapai kesiapan,
dan mengurangi kemampuan untuk menanggapi dampak buruk bahaya tertentu. Penetapan jalur hijau di tepi pantai guna melindungi pantai dari berbagai
gangguan tidak berjalan dengan baik. Hal ini menyebabkan pantai tidak memiliki pelindung ketika bencana datang. Kawasan pantai yang padat dengan
permukiman dan kawasan budidaya menyebabkan kerugian yang sangat besar dari segi material dan jiwa ketika bencana terjadi.
Pantai yang tidak memiliki sabuk pengaman alami green belt menjadikan energi hantaman dengan leluasa menerobos jauh ke daratan. Hal ini seperti terjadi
di Nanggroe Aceh Darussalam NAD tahun 2004 dimana gelombang tsunami setinggi 5 sampai 12 meter terus masuk hingga sejauh 5 km dari pantai
Diposaptono dan Budiman 2008. Apabila tidak ada penghadang yang kokoh, gelombang laut dapat
memperluas wilayah „korban‟. Bangunan beton konkrit tidak cukup dan biayanya sangat mahal. Jajaran pohon yang cukup banyak dan berlapis-lapis cukup kokoh
memecah gelombang sehingga memperlemah daya dorongnya Sudarmono 2005. Tingkat kerusakan akibat tsunami dapat dilihat dari kerusakan fisik pantai
dan kerugian jiwa dan material. Masyarakat perlu tahu daerah mana saja yang rawan tsunami dan rawan rusak akibat tsunami. Informasi mengenai daerah
rawan tsunami menjadi informasi awal bagi pemetaan kawasan rawan kerusakan akibat tsunami. Tingkat kerawanan kerusakan dapat menjadi informasi bagi
penataan dan perencanaan umum kawasan pantai, khususnya bagi upaya rehabilitasi kawasan agar kegiatan tersebut dapat terlaksana dengan baik dan
mendapat dukungan semua pihak.
6 Gambar 1. Kerangka penelitian
1.6. Kebaruan Novelty Penelitian