44
4.7. Kerapatan Vegetasi
Nilai NDVI dikelaskan kedalam kelas kerapatan vegetasi. Kerapatan vegetasi dibagi kedalam tiga kelas, yaitu “Kerapatan Tinggi”, “Kerapatan
Sedang”, dan “Kerapatan Rendah”. Gambar 21 menunjukkan kerapatan vegetasi
wilayah pantai Ciamis.
Gambar 21. Persentase kelas kerapatan vegetasi wilayah pantai Ciamis Kerapatan vegetasi wilayah pantai didominasi oleh kelas kerapatan rendah
jarang dan sedang, hanya wilayah tanjung Pangandaran yang didominasi oleh vegetasi rapat yang merupakan kawasan taman wisata alam. Sepanjang pantai
umumnya lahan pasir kosong, lahan kosong ditumbuhi rerumputan, lahan kosong ditumbuhi beberapa pohon kelapa, ketapang dan waru, lahan kosong dengan
pandan dan rumput Gambar 22 a, b, c dan d. Di belakang pantai wilayah Pangandaran merupakan lokasi permukiman dan penginapan yang diselingi
dengan rumah-rumah makan dan pasar wisata Gambar 22 e. Peta kerapatan vegetasi wilayah ini dapat dilihat pada Gambar 23.
45 a
b
c d
e f
Gambar 22. Penutupan lahan di pinggir pantai Kabupaten Ciamis Untuk kawasan lain di pantai Kabupaten Ciamis juga ditandai dengan pantai
pasir, lahan kosong dengan rerumputan dan diselingi pohon kelapa, waru, ketapang dan pandan. Wilayah pantai juga menjadi tempat berlabuh perahu-
perahu pencari ikan di laut. Sebagian wilayah pantai juga dimanfaatkan sebagai kebun rakyat terutama kebun kelapa yang dikelola oleh masyarakat sekitar
Gambar 22 f. Di belakangnya juga merupakan kawasan permukiman. Lebih jauh ke daratan masyarakat bercocok tanam padi diselingi dengan tanaman kelapa serta
kebun campuran.
46 Gambar 23. Kerapatan vegetasi pantai Ciamis
47
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. POTENSI KERAWANAN KERUSAKAN AKIBAT TSUNAMI
Saat ini gempa bumi terjadi rata-rata 15 kali sehari di seluruh wilayah Indonesia. Sering terjadinya gempa bumi menyebabkan tsunami juga sering
melanda wilayah Indonesia. Sejak tahun 1600 hingga sekarang telah terjadi 109 tsunami di Indonesia. Bahkan dalam lima belas tahun terakhir tsunami terjadi rata-
rata sekali dalam dua tahun. Perulangan terjadinya tsunami di setiap tempat berlangsung dalam jangka waktu
yang panjang. Penelitian geologi mengungkapkan di Pangandaran gelombang tsunami pernah melanda wilayah ini
setidaknya empat kali dalam 400 tahun terakhir sebelum tahun 2006. Tsunami sebelumnya terjadi sekitar tahun 1921 Yulianto et al. 2008
Tsunami merupakan gelombang laut dengan periode panjang yang ditimbulkan gangguan impulsif yang terjadi pada medium laut seperti adanya
gempa bumi tektonik di laut. Di lokasi pembentukan tsunami tinggi gelombang diperkirakan sekitar 0,5 m sampai 3 m dan panjang gelombangnya lebih dari
puluhan kilometer. Selama penjalaran dari tengah laut menuju pantai, kecepatan semakin berkurang karena gesekan dengan dasar laut yang semakin dangkal
sehingga tinggi gelombang di pantai menjadi semakin besar karena adanya penumpukan masa air Diposaptono dan Budiman 2008.
Di laut yang dalam, tsunami memiliki tinggi gelombang hanya dalam hitungan puluhan sentimeter sementara kecepatan rambat gelombangnya bisa
mencapai ratusan kilometer per jam. Gelombang melewati perairan dangkal, kecepatan rambat gelombangnya berkurang sedangkan tinggi gelombangnya akan
bertambah besar. Inilah alasan mengapa gelombang tsunami terlihat semakin tinggi ketika mendekati daratan Yulianto et al. 2008.
Gelombang tsunami melimpas memasuki daratan melewati semua benda yang ada di pantai dan daratan hingga kecepatannya berkurang dan air kembali ke
laut. Tinggi gelombang run up saat mencapai pantai akan mempengaruhi distribusi dan jarak genangan ke arah daratan.
Distribusi luas dan tinggi genangan secara spasial dapat diperoleh dengan analisis kontur wilayah pesisir Diposaptono dan Budiman 2008. Gelombang
48 tsunami akan memasuki daratan dan menggenangi daerah yang dilewatinya.
Daerah yang dilewati dan digenangi air berpotensi mengalami kerusakan. Kedatangan tsunami yang begitu cepat sangat tidak memungkinkan
penduduk di daerah pesisir pantai untuk meloloskan diri. Perkiraan tentang daerah penggenangan tsunami tsunami inundation area diperlukan untuk
merancang daerah permukiman yang aman bagi penduduk Sutowijoyo 2005. Perencanaan darurat untuk pendugaan inundasi bahaya tsunami dan
pengaruh sekunder dari erosi dan longsor memerlukan pemetaan yang dapat membantu mengidentifikasi areal pantai yang berpotensi rawan Theilen-Willige
2008. Chittibabu dan Baskaran 2009 melakukan studi mengenai areal paling rawan terhadap inundasi tsunami dan memberikan demarkasi tempat-tempat yang
cocok untuk rehabilitasi. Penelitian ini memberi gambaran lokasi mana yang mungkin digenangi oleh
air gelombang tsunami dengan beberapa kemungkinan tinggi gelombang yang berbeda. Informasi mengenai kemungkinan penggenangan di suatu lokasi
diharapkan dapat menjadi masukan bagi masyarakat dan Pemerintah untuk waspada terhadap bahaya tsunami dan bekerja sama untuk melakukan upaya
pencegahan kerusakan seperti rehabilitasi pantai dan pembuatan rute evakuasi bagi areal rawan genangan.
Tinggi tsunami Jawa Barat 2006 bervariasi antara 2-8 m. Tsunami dengan ketinggian lebih dari 6 m teramati di Kecamatan Cikalong Kabupaten
Tasikmalaya, Kecamatan Pangandaran Kabupaten Ciamis dan Kecamatan Binangun Kabupaten Cilacap Diposaptono dan Budiman 2008. Catatan BMG
Pribadi et al. 2006 menyebutkan tsunami di bagian barat Pangandaran yang merupakan lekukan dan tanjung mencapai ketinggian 7 m dan masuk ke dalam
sejauh 500 m. Peta genangan dengan ketinggian 7,5 m mendekati data tersebut Gambar 24.
49 Gambar 24. Wilayah yang tergenangi gelombang tsunami setinggi 7,5 m
50 Gambar 25. Jarak genangan yang melimpas ke daratan saat tinggi
gelombang tsunami 7,5 m Titik-titik contoh diambil untuk mengetahui jarak genangan yang dapat
terjadi ketika gelombang tsunami setinggi 7,5 m memasuki daratan. Wilayah yang tergenangi air setinggi 7,5 m menunjukkan jarak genangan yang berbeda-
beda Gambar 25. Hampir semua di bawah 600 m namun ada yang berjarak lebih dari 1 km dari pantai. Sebagian besar genangan air masuk sejauh kurang
dari 200 m dari pantai. Gambar 26 menunjukkan wilayah dengan ketinggian hingga 15 m yang
terendam air tsunami. Sebagian besar berada di desa pantai dari Kecamatan Pangandaran, Sidamulih, Parigi dan Cijulang dan sebagian kecil wilayah
kecamatan Cimerak dan Kalipucang. Variasi ketinggian tempat dapat terlihat di semua tempat mulai dari 0 hingga 15 m. Wilayah Cimerak dan Kalipucang
didominasi oleh ketinggian tempat lebih dari 15 m, sehingga sebagian besar
wilayahnya tidak mengalami genangan.
51 Gambar 26. Wilayah yang tergenangi gelombang tsunami setinggi 15 m
52 Gambar 27. Jarak genangan yang melimpas ke daratan saat tinggi
gelombang tsunami 15 m Gelombang setinggi 15 m melimpas lebih jauh ke darat melewati wilayah
dengan ketinggian lebih rendah. Cakupan wilayahnya lebih luas dibandingkan dengan tinggi air 7,5 m. Jarak genangan ada yang mencapai 4,5 km dari pantai.
Sebagian melewati daratan hingga 500 m dari pantai dan sebagian lain melebihi 500 m hingga 4 km Gambar 27.
Sebagian besar wilayah dengan ketinggian hingga 30 m berada di desa pantai dari Kecamatan Pangandaran, Sidamulih, Parigi dan Cijulang dan sebagian
kecil wilayah kecamatan Cimerak dan Kalipucang. Variasi ketinggian tempat terlihat di semua tempat dimulai dari wilayah yang rendah di tepi pantai hingga
semakin tinggi ke arah daratan. Gelombang setinggi 30 m melimpas melewati areal dengan ketinggian di bawahnya Gambar 28. Titik-titik contoh genangan
30 m dapat dilihat pada Gambar 29. Jarak genangan ada yang mencapai 5 km dari pantai. Hanya sedikit yang berjarak kurang dari 500 m. Sebagian besar melewati
daratan lebih dari 1 km dari pantai.
53 Gambar 28. Wilayah yang tergenangi gelombang tsunami setinggi 30 m
54 Gambar 29. Jarak genangan yang melimpas ke daratan saat tinggi
gelombang tsunami 30 m
Gambar 30. Perbandingan persentase wilayah desa pantai yang tergenangi gelombang tsunami dengan tinggi gelombang berbeda
Tinggi gelombang m wilayah tergenang
55 Semakin tinggi gelombang tsunami yang datang maka semakin luas areal
yang tergenangi. Perbedaan tinggi gelombang pada penelitian ini menunjukkan perbedaan luas areal tergenangi yang dipengaruhi oleh variasi ketinggian
tempatnya. Tinggi gelombang 7,5 m menggenangi 4 dari seluruh wilayah desa pantai
Ciamis. Saat gelombang setinggi 15 m memasuki daratan, 36 wilayah tergenang. Gelombang setinggi 30 m menggenangi 57 wilayah desa pantai
Gambar 30. Ketika gelombang setinggi 30 m, hampir semua wilayah desa di Kecamatan
Pangandaran, Sidamulih, Parigi dan Cijulang tergenang air. Hanya sedikit wilayah tanjung di Pangandaran yang terpengaruh gelombang yaitu yang berada
di lekukan.
Gambar 31. Perbandingan luas tutupan lahan yang terkena limpasan gelombang tsunami
m
56 Tabel 5. Persentase luas tutupan lahan yang terkena limpasan gelombang tsunami
Tutupan Lahan luas pada tinggi
gelombang berbeda 7.5 m
15 m 30 m
Tambak 1
0.2 0.1
Tubuh air 10.1
2.5 1.7
Tanah terbuka 26.6
5 3.6
Perkebunan 5.7
4.7 SemakBelukar
4.1 2.6
5.2 Permukiman
22.8 11.2
8.4 Hutan
5.8 13.2
14.6 Sawah
3.8 30.7
26.4 Pertanian lahan kering
25.7 29
35.3 Gambar 31 dan Tabel 5 menjelaskan luasan areal per tutupan lahan yang
tergenang air akibat tsunami. Saat wilayah tergenangi air setinggi 7,5 m, wilayah yang banyak terkena genangan adalah pertanian lahan kering dan permukiman
serta tanah terbuka. Hal ini berkaitan dengan banyaknya permukiman dan areal budidaya yang dekat dengan pantai serta lahan pasir tepi pantai yang kosong.
Cakupan wilayah yang lebih luas yang digenangi gelombang setinggi 15 m menyebabkan semakin luas wilayah permukiman dan budidaya yang terpengaruh.
Sawah dan hutan yang berada lebih ke darat semakin banyak yang terkena air limpasan tsunami. Begitu pula saat gelombang 30 m melimpas ke daratan. Air
limpasan menggenangi lebih luas semua tutupan lahan yang ada. Penelitian ini menghasilkan kemungkinan genangan air hanya berdasarkan
ketinggian tempat tidak melihat faktor-faktor lain yang menjadi karakteristik wilayah selain faktor ketinggian. Gelombang akan melimpas ke wilayah yang
lebih rendah. Faktor-faktor yang berada di wilayah tersebut akan menjadi penentu saat gelombang melewatinya yang berpengaruh kepada jarak genangan dari
pantai. Kemungkinan wilayah yang tergenangi air gelombang setinggi 7,5 m
menunjukkan bahwa sedikit saja wilayah desa di Kecamatan Kalipucang dan Cimerak yang tergenangi karena sebagian besar wilayahnya adalah dataran tinggi.
Wilayah permukiman pantai Pangandaran, Parigi, Sidamulih dan Cijulang terkena imbas gelombang tsunami. Begitu pula daerah sawah dan pertanian lahan kering
serta tutupan lahan sepanjang pantai lainnya.
57 Gelombang naik ke daratan dengan kecepatan menjadi sekitar 25
– 200 kmjam. Kecepatan ini bisa menghancurkan kehidupan di daerah pantai dan
menggenangi dataran rendah Diposaptono dan Budiman 2008. Ketika tsunami memasuki perairan yang lebih dangkal, ketinggian gelombangnya meningkat dan
kecepatannya menurun drastis, meski demikian energinya masih sangat kuat untuk menghanyutkan segala benda yang dilaluinya Sutowijoyo 2005.
Lebih lanjut Sutowijoyo 2005 menyatakan bahwa arus tsunami dengan ketinggian 70 cm masih cukup kuat untuk menyeret dan menghanyutkan orang.
Ketika tsunami melanda pantai selatan Jawa Barat tahun 2006 terbukti banyak kerusakan dan korban jiwa khususnya di wilayah Pangandaran dengan tinggi
gelombang 7 m. Dengan ketinggian gelombang 7,5 m, 15 m dan 30 m tentu akan memberikan pengaruh yang sangat besar bagi terjadinya kerusakan dan korban
jiwa. Imamura 1942 dalam Diposaptono dan Budiman 2008 menyusun
korelasi antara skala relatif tsunami m berdasar data historis dengan tinggi gelombang dan panjang pantai yang terkena dampak. Pada tahun 1958 Iida
menambahkan informasi m=-1. Dikatakan bahwa m=-1 diberikan pada tsunami kecil dengan tinggi 50 cm di daerah pantai, m=0 untuk tsunami setinggi 1 m dan
tidak menimbulkan kerusakan. Untuk m=1 ditujukan bagi tsunami dengan tinggi sampai 2 m yang menimbulkan kerusakan rumah sepanjang pantai dan terseretnya
kapal-kapal ke pantai. m=2 untuk tsunami dengan tinggi gelombang antara 4-6 m dan menghancurkan rumah dan menimbulkan korban jiwa.
Untuk tinggi gelombang 15 m masuk kedalam m=3 yaitu ditujukan untuk tsunami dengan ketinggian 10-20 m dan menimbulkan kerusakan di daerah pantai
sepanjang 400 km. Gelombang dengan tinggi 30 m tentunya akan menimbulkan kerusakan dan korban jiwa lebih besar lagi. Untuk tsunami dengan ketinggian
30 m dinyatakan sebagai m=4 dan menimbulkan kerusakan besar di daerah pantai sepanjang 500 km.
Shuto 1998 dalam Diposaptono dan Budiman 2008 membuat klasifikasi fenomena tsunami dan tingkat kerusakan. Intensitas tsunami M 3 dengan tinggi
tsunami 8 m dan di atasnya menyebabkan rumah hancur, kapal ikan rusak dan
58 hutan pantai rusakroboh. Ketika gelombang tsunami mencapai lebih dari 8 m,
hutan tidak efektif meredam energi tsunami. Tinggi gelombang tsunami yang mencapai pantai akan menimbulkan
kerusakan yang berbeda. Gelombang ini akan terus bergerak dengan kecepatan tinggi menghantam daratan dan melewati daerah yang berada di bawahnya.
Ketinggian tempat dapat menjadi masukan awal untuk mengetahui potensi daerah genangan dari gelombang tsunami. Potensi genangan merupakan informasi
penting bagi kemungkinan kerusakan wilayah akibat tsunami. Hal ini erat kaitannya dengan upaya perlindungan wilayah dari kemungkinan tsunami dan
upaya rehabilitasi wilayah tersebut.
5.2. Faktor Biofisik yang Berperan dalam Kerusakan Akibat Tsunami