Pemberian Skor pada masing-masing kelas faktor Pemodelan Spasial Kerawanan Kerusakan akibat Tsunami

21 Hasil klasifikasi citra dikelaskan kedalam kelas kerapatan vegetasi. Kerapatan vegetasi dibagi kedalam tiga kelas, yaitu “Kerapatan Tinggi”, “Kerapatan Sedang”, dan “Kerapatan Rendah”. Pembagian kelas tersebut didapat dengan membagi rentang nilai NDVI kedalam tiga kelas.

3.3.2.6. Kelas Tutupan Lahan

Informasi tutupan lahan diperoleh dari peta tutupan lahan Badan Planologi tahun 2006. Kelas tutupan lahan yang ada di wilayah pantai Ciamis adalah Hutan Lahan Kering Sekunder, SemakBelukar, Perkebunan, Tanah Terbuka, Hutan Mangrove Sekunder, Hutan Rawa Sekunder, SemakBelukar Rawa, Pertanian Lahan Kering dengan Semak, Pertanian Lahan Kering Bercampur Semak, Sawah, Tambak, Tubuh Air dan Permukiman. Peta tersebut dikelaskan kembali dengan mengelompokkan kelas kedalam kelas lebih umum. Vegetasi mempunyai tingkat reduksi tertentu saat terkena gelombang tsunami di suatu daerah. Dalam kaitannya dengan kepekaan terhadap tsunami, hutan dikategorikan sebagai jenis vegetasi yang sangat tidak peka diikuti oleh semak belukar, dan kebun. Ladang agak peka terhadap tsunami diikuti oleh rumput yang peka terhadap tsunami, sedangkan sawah sangat peka dan rawa sangat peka sekali. Pasir pantai juga dikatakan sangat peka terhadap tsunami Diposaptono dan Budiman 2008. Melalui penelitian ini ingin diketahui bagaimana faktor biofisik kawasan pantai Ciamis berperan dalam kerusakan akibat tsunami sehingga diketahui bagaimana hubungan masing-masing faktor dengan kerusakan akibat tsunami. Kajian faktor biofisik yang berperan dalam kerusakan akibat tsunami akan memberikan informasi mengenai faktor mana saja yang berpengaruh dalam kerusakan akibat tsunami khususnya di kawasan pantai Ciamis. Informasi ini sangat penting bagi pemodelan spasial kerawanan kerusakan akibat tsunami yang nantinya berguna bagi upaya perlindungan wilayah dan rehabilitasi kawasan pantai.

3.3.3. Pemberian Skor pada masing-masing kelas faktor

Proporsi luas genangan pada masing-masing kelas dalam faktor biofisik dikaji hubungannya dengan masing-masing faktor. Faktor yang digunakan dalam 22 analisis adalah kelas bentuk pantai, kelas jarak dari pantai, kelas ketinggian, kelas kemiringan lereng, kelas tutupan lahan dan kelas kerapatan vegetasi. Data tingkat kerusakan akibat tsunami hanya mewakili satu tempat untuk setiap kecamatan sehingga data yang digunakan adalah data inundasi yang diambil dari peta genangan yang dibuat secara spasial. Pola kecenderungan dilihat untuk mengetahui hubungan proporsi genangan dengan masing-masing faktor biofisik yang dikaji. Skoring diberikan menggunakan peringkat berdasarkan analisis tersebut kemudian dilakukan standarisasi skor dengan menyamakan skala rescalling dari 10 hingga 100. Dimana rumus skor tersebut Jaya et al. 2007 adalah: Skor lama – Skor minimal 90 +10 Skor maksimal – Skor minimal

3.3.4. Pemodelan Spasial Kerawanan Kerusakan akibat Tsunami

Daerah rawan kerusakan merupakan daerah yang berpotensi tergenangi air limpasan gelombang tsunami. Kecepatan tsunami yang sangat tinggi menjadikan air limpasan tsunami bersifat merusak sehingga tingkat kerawanan kerusakan akibat tsunami pada penelitian ini diwakili oleh proporsi genangan akibat tsunami. Kajian faktor yang berpengaruh dalam menentukan tingkat kerusakan akibat tsunami menjadi dasar pembuatan kelas kerawanan kerusakan akibat tsunami. Pengambilan contoh dilakukan untuk membangun model karena cakupan wilayah yang besar yaitu hampir 23.000 ha dengan garis pantai 91 km. Wilayah dibagi kedalam grid-grid dengan jarak masing-masing 2 km menggunakan perangkat lunak IHMB sehingga didapat 65 titik contoh Gambar 4. Masing-masing titik contoh memiliki informasi skor masing-masing kelas faktor dan proporsi genangan. Skor baru = 23 Gambar 4. Titik-titik contoh bagi analisis regresi Karakteristik biofisik yang telah diberi skor dihubungkan dengan proporsi genangan untuk membangun model. Regresi Stepwise dilakukan untuk mendapatkan model terbaik dari sebuah analisis regresi. Regresi ini akan memasukkan variabel yang memiliki korelasi tinggi dan signifikan terhadap nilai y dan menyisihkan variabel yang tidak signifikan. Proses ini berlangsung terus menerus hingga tidak ada lagi variabel yang ditambahkan atau dihilangkan. Persentase besarnya variabilitas dalam data yang dijelaskan oleh model regresi ditunjukkan oleh koefisien determinasi R 2 yang merupakan besaran yang mengukur ketepatan garis regresi. Nilai berkisar dari 0 hingga 100. Semakin besar nilai menandakan semakin erat hubungan antara x dan y. Persamaan yang menghubungkan faktor biofisik dengan proporsi genangan akibat tsunami diolah secara spasial untuk menghasilkan model kerawanan kerusakan akibat tsunami. Model tersebut menunjukkan wilayah pantai dengan tingkat kerawanan yang berbeda. Model dibagi kedalam 3 kelas kerawanan yaitu Sangat Rawan, Rawan, dan Tidak Rawan. Pembagian kelas berdasarkan pembagian total bobot kedalam tiga selang nilai. Metode pembuatan peta kerawanan kerusakan akibat tsunami dapat diihat pada Gambar 5. Validasi dilakukan untuk mengetahui kedekatan model dengan kenyataan yang terjadi setelah tsunami. Model kerawanan yang dihasilkan dikaji dengan data kejadian tsunami yang tercatat yaitu jarak genangan tahun 2006 yang dicatat 24 BMG dan data genangan berdasarkan ketinggian tempat yang dihasilkan pada penelitian ini. Daerah genangan dibagi kedalam grid-grid yang kemudian ditampalkan dengan peta kerawanan kerusakan akibat tsunami. Untuk wilayah genangan pada tinggi gelombang 7,5 m grid dibuat berjarak 500 m dan didapat 177 grid. Wilayah genangan dari gelombang 15 m dan 30 m dibagi kedalam grid berjarak 1 km sehingga masing-masing terbagi kedalam 202 dan 241 grid. Ketika ditampalkan dengan peta kerawanan kerusakan akibat tsunami, grid-grid tersebut memberikan informasi tingkat kerawanan. Peta yang menunjukkan tingkat kerawanan kerusakan akibat tsunami dapat memberi informasi yang bermanfaat bagi masyarakat dan pemegang kebijakan untuk membuat perencanaan dan penataan kawasan pantai yang dapat melindungi wilayah dari resiko kerusakan akibat tsunami. 25 Gambar 5. Metode pembuatan peta kerawanan kerusakan akibat tsunami Pengambilan titik contoh analisis regresi Peta dengan pembobotan Layer Jarak pantai Skor Jarak pantai MULAI Persiapan peta faktor pembangun model SELESAI Layer Bentuk pantai Layer tutupan lahan Layer Kemiringan Layer Ketinggian Peta inundasi Kalkulasi skor Skor Bentuk pantai Skor kerapatan vegetasi Skor Kemiringan Pertampalan Peta gabungan Pengkelasan Peta kerawanan kerusakan akibat tsunami Pertampalan validasi Tingkat akurasi Skor Ketinggian Layer Kerapatan vegetasi Skor tutupan lahan 26 IV. KARAKTERISTIK BIOFISIK DAN TSUNAMI PADA LOKASI PENELITIAN

4.1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di daerah pantai selatan Jawa Barat khususnya Kabupaten Ciamis. Wilayah tersebut merupakan areal yang terkena dampak gelombang tsunami dan gempa tektonik. Gempa bumi yang diikuti tsunami terjadi pada hari Senin 17 Juli 2006 jam 15:19:22 WIB dengan pusat 9,46 o LS – 107,19 o BT, kedalaman 33 km dan kekuatan 6,8 Skala Richter. Pusat gempa bumi di Samudera Hindia 280 km selatan Bandung atau 255 km barat daya Pangandaran. Dampak tsunami dialami oleh kawasan pantai selatan Jawa Barat, Cilacap dan Yogyakarta menelan korban jiwa lebih dari 378 orang meninggal, 272 orang luka-luka, 77 orang menghilang. Kerugian pada perumahan 842 rumah hancur, 92 rumah rusak, 62 bangunan hotel dan penginapan hancur, 5 kantor hancur. Sarana transportasi 56 mobil hancur, 97 motor hancur, 190 kapal boat rusak dan 29 becak tradisional hancur. Total kerugian akibat bencana tsunami ini berkisar lebih dari pada 70 milyar rupiah Pribadi et al. 2006. Wilayah pantai Ciamis mencakup 6 kecamatan, yaitu Kecamatan Kalipucang, Kecamatan Pangandaran, Kecamatan Sidamulih, Kecamatan Parigi, Kecamatan Cijulang dan Kecamatan Cimerak. Fokus penelitian diberikan kepada desa pantai yaitu desa-desa di pantai Ciamis yang wilayahnya memiliki batas dengan pantai. Di sepanjang pantai Ciamis terdapat 19 desa, yaitu desa Putrapinggan, Emplak, Bagolo, Babakan, Pananjung, Pangandaran, Sidomulyo, Sukaresik, Cikembulan, Karangjaladri, Ciliang, Cibenda, Katukaras, Cijulang, Kondangjajar, Kertamukti, Legokjawa, Masawah, dan desa Limusgede Gambar 6.