21 sesuai dengan kadar ketaatannya terhadap agama. Ini sejalan dengan pernyataan
Kibuuka 2005 yang menyatakan bahwa religiusitas merupakan perasaan spiritual yang berkaitan dengan model perilaku sosial dan individual, yang
membantu seseorang mengorganisasikan kehidupan sehari-harinya. Gladding, Lewis dan Adkins mengemukakan bahwa religiusitas merupakan
tujuan dan intensitas keyakinan religius seseorang, termasuk keyakinan akan adanya Tuhan, hubungan antara keyakinan dan tindakan personal, usaha religius,
dan konsistensi antara keyakinan dan tindakan dalam istilah ”orang religius” pada umumnya. Individu yang religiusitasnya tinggi cenderung lebih berorientasi
internal, melihat tujuan akhir dari kehidupan mereka. Glover, 1997. Religiusitas juga merupakan sumber standar moral yang penting untuk mengarahkan usaha-
usaha kontrol diri seseorang Geyer Baumeister, 2005. Berdasarkan uraian beberapa tokoh mengenai pengertian religiusitas, maka
dapat diambil kesimpulan bahwa religiusitas adalah sistem yang berdimensi banyak, perasaan spiritual, dan keyakinan religius yang mendorong seseorang
untuk bertingkah laku sesuai dengan kadar ketaatannya terhadap agama dan membantunya mengorganisasikan kehidupan sehari-harinya.
2. Dimensi Religiusitas
Keberagamaan atau religiusitas diwujudkan dalam berbagai sisi kehidupan manusia. Aktivitas beragama bukan hanya terjadi ketika seseorang melakukan
perilaku ritual beribadah, tapi juga ketika melakukan aktivitas lain yang didorong oleh kekuatan akhir, bukan hanya yang berkaitan dengan aktivitas yang
tampak dan dapat dilihat mata, tapi juga aktivitas yang tak tampak dan terjadi
Universitas Sumatera Utara
22 dalam hati seseorang. Berdasarkan hal tersebut, keberagamaan seseorang akan
meliputi berbagai macam sisi atau dimensi Ancok Suroso, 1994. Glock dan Stark menyatakan bahwa ada lima dimensi religiusitas, yaitu :
a. Dimensi keyakinan ideologis.
Dimensi ini berisi pengharapan-pengharapan dimana orang religius berpegang teguh pada pandangan teologis tertentu dan mengakui kebenaran doktrin-
doktrin tersebut. b.
Dimensi peribadatan atau praktik agama ritualistik. Dimensi ini mencakup perilaku pemujaan, ketaatan, dan hal-hal yang
dilakukan orang untuk menunjukkan komitmen terhadap agama yang dianutnya.
Praktik-praktik keagamaan ini terdiri dari dua kelas penting, yaitu : 1
Ritual, mengacu kepada seperangkat ritus, tindakan keagamaan formal dan praktik-praktik suci yang semua mengharapkan para pemeluk
melaksanakannya. 2
Ketaatan. Apabila aspek ritual dari komitmen sangat formal dan khas publik, semua agama yang dikenal juga mempunyai seperangkat tindakan
persembahan dan kontemplasi personal yang relatif spontan, informal, dan khas pribadi.
c. Dimensi pengalaman atau penghayatan eksperiensial.
Dimensi ini berisikan dan memperhatikan fakta bahwa semua agama mengandung pengharapan-pengharapan tertentu, meski tidak tepat jika
dikatakan bahwa seseorang yang beragama dengan baik pada suatu waktu
Universitas Sumatera Utara
23 akan mencapai pengetahuan subyektif dan langsung mengenai kenyataan
terakhir kenyataan terakhir bahwa ia akan mencapai suatu kontak dengan kekuatan supernatural. Dimensi ini berkaitan dengan pengalaman
keagamaaan, perasaan-perasaan, persepsi-persepsi, dan sensasi-sensasi yang dialami seseorang atau didefinisikan oleh suatu kelompok keagamaan atau
suatu masyarakat yang melihat komunikasi, walaupun kecil, dalam suatu esensi ketuhanan, yaitu dengan Tuhan, kenyataan terakhir, dengan otoritas
transendental. d.
Dimensi pengetahuan agama intelektual. Dimensi ini mengacu kepada harapan bahwa orang-orang yang beragama
paling tidak memiliki sejumlah minimal pengetahuan mengenai dasar-dasar keyakinan, ritus-ritus, kitab suci, dan tradisi-tradisi.
e. Dimensi pengamalan konsekuensial.
Dimensi ini mengacu pada identifikasi akibat-akibat keyakinan keagamaan, praktik, pengalaman, dan pengetahuan seseorang dari hari ke hari. Istilah
”kerja” dalam pengertian teologis digunakan di sini. Walaupun agama banyak menggariskan bagaimana pemeluknya seharusnya berpikir dan bertindak
dalam kehidupan sehari-hari, tidak sepenuhnya jelas sebatas mana konsekuensi-konsekuensi agama merupakan bagian dari komitmen keagamaan
atau semata-mata berasal dari agama Ancok Suroso, 1994. Ancok dan Suroso 1994 menyatakan bahwa rumusan Glock dan Stark yang
membagi religiusitas menjadi lima dimensi dalam tingkat tertentu memiliki kesesuaian dengan Islam, diantaranya :
Universitas Sumatera Utara
24 a.
Dimensi keyakinan dapat disejajarkan dengan akidah. Dimensi keyakinan atau akidah Islam menunjuk pada seberapa tingkat
keyakinan seorang muslim terhadap kebenaran ajaran agamanya, terutama terhadap ajaran-ajaran yang bersifat fundamental dan dogmatik. Di dalam
keberislaman, isi dimensi ini menyangkut keyakinan tentang Allah, para malaikat, Rasul, kitab-kitab Allah, surga dan neraka, serta qadha dan qadar.
b. Dimensi peribadatan atau praktik agama disejajarkan dengan syariah.
Dimensi peribadatan praktik agama atau syariah menunjuk pada seberapa tingkat kepatuhan seorang muslim dalam mengerjakan kegiatan-kegiatan ritual
sebagaimana disuruh dan dianjurkan oleh agamanya. Dalam keberislaman, dimensi praktik agama menyangkut pelaksanaan shalat, puasa, zakat, haji,
membaca Al-Qur’an, doa, zikir, ibadah kurban, iktikaf di mesjid di bulan puasa, dan sebagainya.
c. Dimensi pengalaman atau penghayatan disejajarkan dengan ihsan.
Dimensi pengalaman atau penghayatan atau ihsan menunjuk pada seberapa jauh tingkat seorang muslim dalam merasakan dan mengalami perasaan-
perasaan dan pengalaman-pengalaman religius. Dalam keberislaman, dimensi ini terwujud dalam perasaan dekat atau akrab dengan Allah, perasaan doa-
doanya sering terkabul, perasaan tenteram dan bahagia karena menuhankan Allah, perasaan bertawakkal pasrah diri secara positif kepada Allah,
perasaan khusuk ketika melaksanakan shalat atau berdoa, perasaan tergetar ketika mendengar adzan atau ayat-ayat Al-Qur’an, perasaan bersyukur kepada
Allah, perasaan mendapat pertolongan atau peringatan dari Allah.
Universitas Sumatera Utara
25 d.
Dimensi pengetahuan agama disejajarkan dengan ilmu. Dimensi pengetahuan agama atau ilmu menunjuk pada seberapa tingkat
pengetahuan dan pemahaman seorang muslim terhadap ajaran-ajaran agamanya, terutama mengenai ajaran-ajaran pokok dari agamanya,
sebagaimana termuat dalam kitab sucinya. Dalam keberislaman, dimensi ini menyangkut pengetahuan tentang isi Al-Qur’an, pokok-pokok ajaran yang
harus diimani dan dilaksanakan rukun iman dan rukun Islam, hukum-hukum Islam, sejaran Islam, dan sebagainya.
e. Dimensi pengamalan disejajarkan dengan akhlak.
Dimensi pengamalan atau akhlak menunjuk pada seberapa tingkatan seorang muslim berperilaku dimotivasi oleh ajaran-ajaran agamanya, yaitu bagaimana
individu berelasi dengan dunianya, terutama dengan manusia lain. Dalam keberislaman, dimensi ini meliputi perilaku suka menolong, bekerja sama,
berderma, menyejahterakan dan menumbuhkembangkan orang lain, menegakkan keadilan dan kebenaran, berlaku jujur, memaafkan, menjaga
lingkungan hidup, menjaga amanat, tidak mencuri, tidak korupsi, tidak menipu, tidak berjudi, tidak meminum-minuman yang memabukkan,
mematuhi norma-norma Islam dalam perilaku seksual, berjuang untuk hidup sukses menurut ukuran Islam, dan sebagainya.
Dari penjelasan teori yang ada, dapat disimpulkan bahwa konsep religiusitas versi Glock dan Stark melihat keberagamaan atau religiusitas bukan hanya dari
satu atau dua dimensi, tapi mencoba memperhatikan segala dimensi. Untuk memahami Islam dan umat Islam, konsep yang tepat adalah konsep yang mampu
Universitas Sumatera Utara
26 memahami adanya beragam dimensi dalam berislam, sebagaimana yang
dijelaskan dalam Q.S. Al-Baqarah [2] : 208, yang artinya : “Hai orang-orang yang beriman masuklah kamu ke dalam Islam secara
keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syeitan. Sesungguhnya syeitan itu musuh nyata bagimu” Albaqarah :208.
Islam menyuruh umatnya untuk beragama secara menyeluruh, tidak hanya pada satu aspek saja melainkan terjalin secara harmonis dan berkesinambungan.
Islam sebagai suatu sistem yang menyeluruh terdiri dari beberapa aspek atau dimensi. Setiap muslim baik dalam berfikir, bersikap maupun bertindak harus
didasarkan pada Islam. Berdasarkan pertimbangan itulah, peneliti menggunakan kelima dimensi di atas dalam pengukuran religiusitas.
3. Perkembangan religiusitas