Kerangka Pemikiran Teoritis KERANGKA PEMIKIRAN

15

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.1 Hubungan Struktur Biaya Produksi dengan Harga Jual

Biaya adalah semua beban yang harus ditanggung untuk menyediakan barang agar siap digunakan oleh konsumen. Biaya dalam arti luas adalah pengorbanan yg dilakukan untuk memperoleh suatu barang ataupun jasa yang diukur dengan nilai uang, baik itu pengeluaran berupa uang, melalui tukar menukar atau melalui pemberian jasa. Komposisi biaya yang terjadi pada suatu usaha disebut struktur biaya Rony H 1990; Sudarsono 1995. Secara umum pengertian produksi adalah kegiatan suatu organisasiperusahaan untuk memproses dan mengubah bahan baku raw material menjadi barang jadi finished goods melalui penggunaan tenaga kerja dan fasilitas produksi lainnya. Sukirno 2009 menjelaskan bahwa biaya produksi merupakan semua biaya yang dibebankan kepada perusahaan untuk memperoleh faktor-faktor produksi dan membeli bahan baku yang akan digunakan untuk menciptakan barang-barang yang diproduksi oleh perusahaan tersebut. Menurut Rosyidi S 2009, biaya produksi adalah biaya yang dibebankan kepada pengusaha untuk dapat menghasilkan output. Dalam penelitian ini, biaya produksi dapat diartikan sebagai biaya yang dibebankan kepada PT KSS untuk dapat menghasilkan berbagai sayuran hidroponik dari proses awal penanaman, pemeliharaan, panen, pasca panen hingga sayuran hidroponik tersebut dipasarkan. Biaya produksi merupakan nilai semua faktor produksi yang digunakan untuk menghasilkan output. Biaya produksi setiap output tergantung pada dua hal yaitu sebagai berikut. 1 Berapa besar biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk mendapatkan input, yakni harga input yang digunakan. 2 Efisiensi perusahaan atau produsen yang bersangkutan dalam menggunakan inputnya. Dua perusahaan yang memiliki input persis sama, tetapi yang satu bekerja dengan lebih efisien dari yang lain, maka tentunya perusahaan yang dapat bekerja dengan lebih efisien dapat menghasilkan output lebih banyak dan biaya per satuan output menjadi lebih murah. 16 Berdasarkan teori biaya, biaya produksi dianalisa dalam kerangka waktu yang berbeda yaitu dalam jangka pendek dan jangka panjang. Dalam jangka pendek terdapat biaya tetap dan biaya variabel, sedangkan dalam jangka panjang semua biaya adalah variabel seperti halnya semua faktor juga variabel dalam jangka waktu panjang ini. Biaya tetap merupakan biaya yang jumlahnya tidak tergantung atas besar kecilnya kuantitas produksi yang dihasilkan. Contoh dari biaya tetap yaitu gaji tenaga kerja administratif, penyusutan mesin-mesin, gedung dan peralatan lain. Biaya variabel merupakan biaya yang jumlahnya berubah-ubah sesuai dengan perubahan kuantitas produksi yang dihasilkan. Semakin besar kuantitas produksi, makin besar pula jumlah biaya variabel. Contoh biaya variabel antara lain adalah biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, nutrisi. Biaya ini mempunyai hubungan langsung dengan kuantitas produksi. Biaya tetap dan biaya variabel dapat dirumuskan ke dalam bentuk kurva, yang dapat dilihat pada Gambar 1. Rp Rp TFC TVC TVC TFC 0 Q 0 Q Keterangan : TFC : Biaya Tetap Total Total Fixed Cost TVC : Biaya Variabel Total Total Variable Cost Q : Output yang dihasilkan Gambar 1. Kurva Biaya Tetap Total dan Biaya Variabel Total Selain biaya tetap dan biaya variabel secara total, terdapat juga biaya rata- rata. Biaya tetap rata-rata merupakan biaya tetap per satuan produk yang dapat diperoleh dengan cara membagi biaya tetap total dengan kuantitas produksi. Biaya variabel rata-rata merupakan biaya variabel per satuan produk yang dapat diperoleh dengan membagi biaya variabel total dengan kuantitas produksinya. Jika output yang dihasilkan oleh suatu perusahaan bertambah, maka bertambah 17 pula biaya produksinya. Bertambahnya biaya total untuk setiap pertambahan satu satuan output disebut biaya marginal. Hal yang dipelajari dalam penelitian ini adalah hubungan struktur biaya dengan harga jual produk. Biaya produksi yang dibutuhkan dalam usaha sayuran hidroponik cukup tinggi. Sementara itu, penjualan sayuran hidroponik juga sangat dipengaruhi oleh harga jualnya. Harga jual sayuran hidroponik lebih mahal bila dibandingkan dengan sayuran konvensional. Secara teoritik dapat dijelaskan pada Gambar 2. P Biaya per unit Biaya per unit S P H D 0 Q Q K Q Q H Q Pasar Konvensional Hidroponik Keterangan : S : Penawaran Supply sayuran D : Permintaan Demand sayuran Q : Jumlah produksi unit P H : Harga jual sayuran hidroponik Rp P K : Harga jual sayuran konvensionalharga di pasaran Rp MC : Biaya Marjinal Marginal Cost ATC : Biaya Total Rata-rata Average Total Cost AVC : Biaya Variabel Rata-rata Average Variable Cost Gambar 2. Hubungan Antara Kurva Biaya dengan Harga Jual Berdasarkan Gambar 2 diperlihatkan hubungan kurva biaya dengan harga jual. Harga sayuran hidroponik P H dan harga sayuran konvensional P K diperoleh dari harga keseimbangan pasar dari pasar yang berbeda yaitu sayuran konvensional dari pasar tradisional dan sayuran hidroponik dari pasar modern. Pada kurva tersebut diasumsikan bagaimana struktur biaya perusahaan secara individu. Kurva biaya dengan harga dapat menggambarkan berapa besarnya harga jual untuk dapat menutupi biaya yang dikeluarkan. Selain itu, kurva tersebut juga dapat memperlihatkan jumlah yang harus diproduksi Q untuk dapat menutupi MC AVC P K MC ATC AVC ATC 18 biaya yang dikeluarkan. Pada kurva di Gambar 2, diasumsikan bahwa biaya variabel AVC pada sayuran hidroponik dan konvensional sama besar. Pada hidroponik memerlukan biaya investasi yang besar sehingga biaya tetap yang dihitung juga semakin besar dikarenakan adanya perhitungan penyusutan. Oleh karena itu, biaya total rata-rata ATC pada hidroponik jauh lebih tinggi dibandingkan pada usaha sayuran konvensional ATC H ATC K . Untuk dapat menutupi biaya yang tinggi, maka sayuran hidroponik harus dapat memiliki harga jual premium atau harga jual yang jauh lebih tinggi dari harga pasar P H P K . Apabila sayuran hidroponik dijual dengan harga sayuran konvensional maka tingginya biaya tidak dapat tertutupi. Usaha sayuran hidroponik tersebut hanya mampu menutupi biaya variabel AVC saja sedangkan biaya tetap AFC tidak dapat tertutupi. Biaya tetap dalam usaha sayuran hidroponik merupakan biaya penyusutan greenhouse, instalasi irigasi, sarana penunjang lainnya serta biaya tenaga kerja tetap. Oleh karena itu, dalam jangka pendek perusahaan masih dapat berjalan namun dalam jangka panjang perusahaan tidak dapat melakukan reinvestasi sehingga lama kelamaan perusahaan harus menutup usahanya. Selain harga jual yang tinggi, jumlah produksi sayuran hidroponik juga harus lebih tinggi dibandingkan dengan sayuran konvensional Q H Q K . Jumlah produksi yang tinggi pada hidroponik dapat menutupi tingginya biaya sehingga produktivitas sayuran hidroponik juga harus lebih tinggi dibandingkan sayuran konvensional. Oleh karena itu, pada usaha sayuran hidroponik yang membutuhkan biaya yang besar harus dapat memproduksi sayuran hidroponik lebih banyak dan harga jual sayuran hidroponik harus memiliki harga premium yang lebih tinggi dari harga pasar. Walaupun sayuran hidroponik yang diproduksi oleh perusahaan merupakan jenis sayuran yang sama dengan konvensional, harga jual dan produktivitas sayuran hidroponik harus tetap tinggi agar dapat menguntungkan.

3.1.2 Analisis Keuntungan dan Efisiensi Usaha Sayuran Hidroponik

Keuntungan merupakan selisih dari total penerimaan dengan total biaya. Penerimaan didefinisikan sebagai nilai yang diterima dari penjualan produk, yaitu hasil kali jumlah produksi total dan harga jual satuan. Biaya didefinisikan sebagai jumlah yang dibayarkan atau dikeluarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi 19 usahatani yaitu berupa nilai penggunaan sarana produksi, upah dan lain-lain yang dikeluarkan selama proses produksi Soekartawi; Dillon JL; Hardaker JB; Soeharjo A 2011. Total biaya tersebut dapat dihitung dengan menjumlahkan biaya tetap dan biaya variabel. Analisis keuntungan usaha mempunyai dua tujuan yaitu untuk menggambarkan keadaan sekarang dari suatu usahatani dan untuk menggambarkan keadaan yang akan datang dari suatu perencanaan dan tindakan. Analisis keuntungan usaha memberikan bantuan untuk mengukur apakah kegiatan usahatani yang dijalankan pada saat ini berhasil atau tidak. Dalam analisis keuntungan, penting untuk mengetahui biaya yang dikeluarkan serta harga jual yang digunakan oleh perusahaan. Harga jual dalam hal ini adalah nilai yang diperoleh perusahaan pada produk yang dipasarkannya. Misal pada penelitian ini, harga jual yang digunakan berarti harga tiap komoditas sayuran hidroponik yang dijual kepada konsumen maupun distributor seperti supermarket dan hypermart. Biaya yang dirinci terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap seperti biaya penyusutan greenhouse, instalasi irigasi, peralatan dan sarana penunjang lainnya, sedangkan biaya variabel seperti biaya pembelian benih, nutrisi, media tanam, dan lain sebagainya. Keuntungan = penerimaan total – biaya total π = TR – TC π = TR – TVC – TFC π = PQ – QAVC – TFC Keterangan : TR = total penerimaan usaha sayuran hidroponik PT KSS TC = total biaya usaha sayuran hidroponik PT KSS Untuk mengukur apakah usaha yang dijalankan efisien dan menguntungkan, maka dilakukan dengan mengukur efisiensinya. Efisien berarti perusahaan dapat memanfaatkan sumberdaya yang dimiliki untuk menghasilkan output yang melebihi input. Menurut Mubyarto 1989, efisiensi dalam produksi yaitu banyaknya hasil produksi fisik yang dapat diperoleh dari satu kesatuan faktor produksi input. Dengan kata lain, efisiensi produksi merupakan perbandingan output dan input, yaitu berkaitan dengan tercapainya output maksimum dengan sejumlah input tertentu atau tercapainya output tertentu dengan input yang minimum. 20 Salah satu cara untuk mengukur efisiensi usaha yaitu dengan mengukur imbangan penerimaan dan biaya dengan menggunakan analisis RC rasio. Analisis RC rasio dapat digunakan untuk mengetahui seberapa jauh setiap nilai rupiah biaya yang dikeluarkan dapat memberikan sejumlah nilai penerimaan sebagai manfaatnya. Penerimaan yang besar tidak selalu menunjukkan efisiensi yang tinggi, karena bisa saja biaya yang dikeluarkan juga tinggi. Misalkan dua komoditas sayuran hidroponik contohnya bayam dan caysim memperoleh keuntungan yang sama besar, bukan berarti kedua komoditas tersebut sama-sama efisien dan menguntungkan, harus dilihat bagaimana imbangan penerimaan dan biaya yang dikeluarkan dengan analisis RC rasio. Nilai yang didapat dari hasil analisis RC rasio tidak memiliki satuan. Nilai dari RC rasio yang dapat dijadikan tolak ukur efisiensi yang memiliki arti sebagai berikut. 1 RC rasio 1, menunjukkan bahwa setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan dalam suatu usaha akan menghasilkan penerimaan yang lebih besar dari satu. Jadi dapat dikatakan usaha tersebut lebih efisien. 2 RC rasio 1, menunjukkan bahwa setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan dalam suatu usaha akan menghasilkan penerimaan yang lebih kecil dari satu. Jadi dapat dikatakan usaha tersebut tidak efisien. 3 RC rasio = 1, menunjukkan bahwa setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan dalam suatu usaha akan menghasilkan penerimaan sama dengan satu. Jadi penerimaan yang diperoleh sama dengan biaya yang dikeluarkan, dan dapat dikatakan efisien. Efisiensi suatu usaha bergantung pada penggunaan input secara optimal untuk menghasilkan output yang maksimal. Pada penelitian ini, pengukuran tingkat efisiensi usaha dapat dilihat dari struktur biaya pada masing-masing komoditas sayuran hidroponik yang diusahakan serta penerimaan yang diperoleh.

3.1.3 Analisis Titik Impas Usaha Sayuran Hidroponik

Titik impas dianalisis untuk mengetahui jumlah minimum sayuran hidroponik yang harus dijual oleh PT KSS sesuai dengan besarnya biaya. Titik impas merupakan suatu cara untuk mengetahui volume penjualan minimum agar suatu usaha tidak mengalami kerugian, tetapi juga belum mendapatkan laba. Titik impas Break Even Point adalah titik pulang pokok dimana total revenue TR = 21 total cost TC, pada kondisi tersebut perusahaan tidak mengalami untung atau rugi. Jika kondisi suatu perusahaan berada di bawah break even point, maka perusahaan tersebut masih mengalami kerugian tetapi perusahaan tersebut masih mampu menutupi biaya operasional perusahaan. Pada perhitungan titik impas terdapat beberapa asumsi pokok, yaitu sebagai berikut. 1 Biaya harus dikelompokkan menjadi dua yaitu biaya variabel dan biaya tetap. 2 Jumlah yang diproduksi sama dengan jumlah yang dijual. Jadi, tidak terdapat persediaan atau sisa produk. 3 Harga jual per unit tetap walaupun volume penjualan meningkat dan tidak ada diskon penjualan. Untuk menentukan titik impas, terlebih dahulu biaya-biaya dikelompokkan menjadi biaya tetap fixed cost dan biaya variabel variable cost. Perhitungan titik impas BEP dapat dilakukan dengan rumus sebagai berikut: BEP unit = Total Biaya Tetap Harga jual per unit – Biaya variabel per unit Penentuan titik impas juga bisa dilakukan dengan pendekatan grafis, dimana titik impas merupakan pertemuan antara garis biaya dan garis pendapatan penjualan. Titik pertemuan antara garis biaya dan garis penerimaan tersebut merupakan titik impas break even. Untuk dapat menentukan titik impas, harus dibuat grafik dengan sumbu datar menunjukkan volume penjualan, sedangkan sumbu tegak menunjukkan biaya dan pendapatan penjualan. Grafik titik impas, laba, dan penjualan dapat dilihat pada Gambar 3. BEP 1 B A Q BEP1 TFC TVC TC TR 1 Pendapatan, Biaya Volume Penjualan TR 2 BEP 2 Q BEP2 22 Keterangan : TR : Penerimaan Total Rp TC : Biaya Total Rp TVC : Biaya variabel total Rp TFC : Biaya tetap total Rp Daerah A : Daerah laba atau untung, TR TC Daerah B : Daerah rugi, TR TC Q BEP : Volume penjualan pada saat titik impas Pada Gambar 3, dapat dilihat dimana titik impas merupakan perpotongan dari garis penerimaan total TR dan biaya total TC, saat volume penjualan sebesar Q dan memperoleh pendapatan sebesar P. Jika keadaan pada garis penerimaan total ada di bawah garis biaya total atau produksi Q mengalami penurunan, maka menunjukkan kerugian daerah B. Jika garis penerimaan total ada di atas garis biaya total atau jumlah produksi Q meningkat, maka perusahaan akan memperoleh laba atau untung daerah A. Pada PT KSS, apabila harga jual dan jumlah produksi sayuran hidroponik lebih tinggi maka penerimaan TR yang diperoleh meningkat sehingga kurva TR bergeser ke arah kiri atas TR 1 ke TR 2 dan menyebabkan daerah A lebih besar sehingga keuntungan yang diperoleh semakin tinggi. Perusahaan juga memiliki Q BEP yang semakin sedikit dari Q BEP1 ke Q BEP2 sehingga jumlah sayuran hidroponik yang harus dijual untuk dapat menutupi biaya menjadi lebih sedikit. Sebaliknya dari segi biaya yang dikeluarkan, apabila biaya yang dikeluarkan semakin besar maka akan menyebabkan kurva TC bergeser ke kiri atas sehingga daerah A lebih kecil dan keuntungan yang diperoleh lebih sedikit. Perusahaan juga harus memproduksi dan menjual sayuran hidroponik lebih banyak untuk dapat menutupi biaya yang dikeluarkan. Volume penjualan pada saat titik impas Q BEP semakin besar jumlahnya.

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional