Bahasa Hukum Indonesia LANDASAN TEORI

60 sikon situasi dan kondusi, pro dan kon pro dan kontra, kep kapten, dok dokter, prof professor.

10. Kata Slang

Kata slang adalah kata-kata non standar yang informal, yang disusun secara khas, bertenaga dan jenaka yang dipakai dalam percakapan, kata slang juga merupakan kata-kata yang tinggi atau murni. Contoh kalimat yang mengandung kata slang seperti mana tahan, eh ketemu lagi, unyu-unyu, dan cabi.

11. Kata Asing

Kata asing adalah unsur-unsur yang berasal dari bahasa asing yang masih dipertahankan bentuk aslinya karena belum menyatu dengan bahasa aslinya. Contoh kalimat yang mengandung kata asing seperti computer, cyber, internet, dan go public.

12. Kata Serapan

Kata serapan adalah kata dari bahasa asing yang telah disesuaikan dengan wujud atau struktur bahasa Indonesia. Contoh kalimat yang mengandung kata serapan seperti ekologi, ekosistem, motivasi, musik, dan energi.

F. Bahasa Hukum Indonesia

Menurut Hadikusuma 2013: 8, bahasa adalah kata-kata yang digunakan sebagai alat bagi manusia untuk menyatakan atau melukiskan sesuatu kehendak, perasaan, pikiran, pengalaman, terutama dalam hubungannya dengan manusia lain. Jika manusia menyatakan kata-kata dengan ucapan, kita sebut bahasa lisan. Jika kata-kata itu dilukiskan dalam bentuk tulisan kita PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 61 sebut bahasa tulisan. Jika kata-kata itu berbentuk lukisan, gambar atau tanda, maka kita sebut bahasa perlambang atau bahasa pertanda. Menurut Hadikusuma 2013: 2, bahasa hukum Indonesia adalah bahasa Indonesia dalam bidang hukum yang berfungsi mempunyai karakteristik tersendiri. Oleh karena itu, bahasa hukum Indonesia seharusnya memenuhi syarat dan kaidah bahasa Indonesia. Adanya bahasa hukum bertujuan untuk mewujudkan ketertiban dan mempertahankan kepentingan umum serta kepentingan pribadi dalam masyarakat Hadikusuma, 2013: 3. Bahasa hukum Indonesia masih bergaya orde lama karena bahasa hukum dipengaruhi oleh istilah-istilah terjemahan dari bahasa hukum Belanda. Masuknya pengaruh bahasa Belanda terlihat pada bahasa hukum Indonesia. Hal ini terjadi karena sebelum kemerdekaan, bahasa hukum yang digunakan adalah bahasa hukum Belanda atau terjemahan dari hukum yang dibuat dalam bahasa Belanda. Misalnya, terdapat istilah hukum Belanda yang disebut “strafbaarfeit”, ada yang menerjemahkan peristiwa pidana, ada yang menerjemahkan perbuatan pidana dan ada pula yang menerjemahkan tindak pidana, sedangkan maksud yang sebenarnya adalah peristiwa yang dapat dihukum. Kemudian ada istilah yang telah mendarah daging di kalangan hukum ialah “barangsiapa” merupakan terjemahan dari bahasa hukum Belanda “Hij die”. Istilah “Hij die” bukan berarti “barang kepunyaan siapa”, tetapi artinya “dia yang berbuat atau dia yang melakukan” atau “siapapun yang melakukan” Hadikusuma, 2013:4. 62 Menurut Anton M. Moeliono dalam Hadikusuma, 2013: 8, ciri-ciri ragam bahasa perundang-undangan adalah sebagai berikut: 1. Lugas dan eksak karena menghindari kesamaran dan ketaksaan; 2. Objektif dan menekan prasangka pribadi; 3. Memberikan definisi yang cermat tentang nama, sifat, kategori yang diselidikinya untuk menghindari kesimpangsiuran; 4. Tidak beremosi dan menjauhkan taksiran yang bersensasi; 5. Cenderung membakukan makna dan kata-katanya, ungkapannya dan gaya paparannya berdasarkan konvensi; 6. Tidak dogmatis atau fanatik; 7. Bercorak hemat, hanya kata yang diperlukan dalam penggunaannya; 8. Bentuk, makna, dan fungsinya lebih mantap dan stabil. Praktisi hukum Todung Mulya Lubis mengatakan bahwa kesulitan untuk mengerti bahasa hukum adalah karena bahasa hukum itu bersifat eksoteris. Eksoteris maksudnya adalah hanya dapat dimengerti oleh mereka yang membuatnya saja. Berikut ini akan dipaparkan kalimat dan paragraf dalam bahasa hukum Indonesia. 1. Kalimat dalam Bahasa Hukum Indonesia Menurut Matanggui 2013: 105-106, bahasa hukum tidak mempunyai kaidah khusus mengenai berapa seharusnya jumlah maksimum kata dalam sebuah kalimat. Jika ditetapkan jumlahnya justru menyulitkan pengguna PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 63 bahasa, termasuk perumus perundang-undangan. Sedangkan menurut Hadikusuma 2013: 5, bahasa hukum mempunyai sifat-sifat khusus yang tidak mudah dipahami oleh masyarakat. Kekhususan tersebut menyimpang dari ketentuan-ketentuan yang umum dalam bahasa Indonesia. Misalnya, seperti yang dikemukakan oleh Soerjono Soekanto dalam Hadikusuma, 2013, 5, apabila ada kalimat yang berbunyi “Badu memukul Tatang”, maka menurut ketentuan ilmu bahasa, “Badu” adalah subjek, “memukul” adalah predikat, dan “Tatang” adalah objek dari kalimat tersebut. Sedangkan dalam ilmu hukum, “Tatang” tidak mungkin menjadi objek, tetapi ia adalah subjek hukum. “Tatang” merupakan subjek hukum karena ia adalah manusia. Di dalam ilmu hukum hanyalah benda yang akan menjadi objek hukum. Harkrisnowo 2011: 17 mengatakan bahwa karakteristik kalimat dalam bahasa hukum Indonesia adalah penggunaan kalimat yang terlalu panjang dengan anak kalimat dan sukar dimengerti sehingga tidak mencerminkan bahasa yang bersifat keilmuan. Kalimat bahasa hukum Indonesia menempatkan kedudukannya dalam dunia tersendiri, seakan terlepas dari dunia bahasa Indonesia pada umumnya. Sebuah peraturan perundang-undangan terdiri dari beberapa pasal dan ayat. Pada penelitian ini, ayat termasuk dalam kalimat karena pada awal penulisan diawali dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik. Berikut contoh dari sebuah ayat, Standar Proses Pendidikan Dasar 64 dan Menengah selanjutnya disebut Standar Proses merupakan kriteria mengenai pelaksanaan pembelajaran pada satuan pendidikan dasar dan menengah untuk mencapai kompetensi lulusan. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Ayat 1 2. Paragraf dalam Bahasa Hukum Indonesia Pengertian pasal dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi keempat 2008 adalah bagian dari bab dalam undang-undang. Sebuah pasal terdiri dari beberapa ayat yang mempunyai kesatuan makna dalam keseluruhan Peraturan perundang-undangan. Jadi, pasal dalam penelitian ini termasuk dalam paragraf. Berikut contoh dari sebuah pasal. Pasal 1 1 Kerangka dasar kurikulum Sekolah Menengah AtasMadrasah Aliyah merupakan landasan filosofis, sosiologis, psikopedagogis, dan yuridis yang berfungsi sebagai acuan pengembangan struktur kurikulum pada tingkat nasional dan pengembangan muatan lokal pada tingkat daerah serta pedoman pengembangan kurikulum pada Sekolah Menengah AtasMadrasah Aliyah. 2 Struktur Kurikulum Sekolah Menengah AtasMadrasah Aliyah merupakan pengorganisasian kompetensi inti, matapelajaran, beban belajar, dan kompetensi dasar pada setiap Sekolah Menengah AtasMadrasah Aliyah. 3 Kerangka dasar dan struktur kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari peraturan menteri ini. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 69 Tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Ayat 1 65 Pada pasal yang telah disajikan di atas, dapat dilihat bahwa satu pasal terdiri dari beberapa ayat yang bertugas menjelaskan pasal 1. Pasal 1 di atas membicarakan tentang definisi Kerangka dasar kurikulum Sekolah Menengah AtasMadrasah Aliyah dan Struktur Kurikulum Sekolah Menengah AtasMadrasah Aliyah. Kalimat topik pada paragraf di atas adalah 1 Kerangka dasar kurikulum Sekolah Menengah AtasMadrasah Aliyah merupakan landasan filosofis, sosiologis, psikopedagogis, dan yuridis yang berfungsi sebagai acuan pengembangan struktur kurikulum pada tingkat nasional dan pengembangan muatan lokal pada tingkat daerah serta pedoman pengembangan kurikulum pada Sekolah Menengah AtasMadrasah Aliyah dan 2 Struktur Kurikulum Sekolah Menengah AtasMadrasah Aliyah merupakan pengorganisasian kompetensi inti, matapelajaran, beban belajar, dan kompetensi dasar pada setiap Sekolah Menengah AtasMadrasah Aliyah. Kalimat pengembang pada paragraf di atas adalah 3 Kerangka dasar dan struktur kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari peraturan menteri ini. Setelah memaparkan contoh tersebut, dapat disimpulkan bahwa pada penelitian ini pasal termasuk paragraf. Heri Sabto Widodo selaku Ketua Ikatan Notaris Indonesia Kabupaten Bantul mengatakan bahwa peraturan menteri cenderung menggunakan pola pengembangan paragraf definisi dan pemerincian. Tujuan penggunaan pola pengembangan paragraf definisi adalah untuk mengumumkan dan mengartikan sesuatu yang ingin ditulis oleh pembuat hukum dalam membuat peraturan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 66 menteri. Sedangkan tujuan penggunaan pola pengembangan paragraf pemerincian adalah untuk memperinci item-item hukum dengan jelas sehingga masyarakat yang membacanya dapat memahaminya dengan baik dan masyarakat tidak mempunyai perbedaan persepsi. Beliau juga mengatakan tidak ada waktu khusus dalam menuliskan sebuah peraturan menteri dengan pola pengembangan paragraf definisi dan pemerincian. Jika peraturan menteri membutuhkan sebuah definisi, maka pembuat hukum akan memberikan definisi-definisi tentang item-item hukum yang akan ditulis. Tetapi, jika peraturan menteri tidak membutuhkan sebuah definisi maka pembuat hukum hanya menggunakan pola pengembangan paragraf pemerincian dalam lampiran Transkrip dan Coding Hasil Wawancara dengan Praktisi Hukum, PH13.

G. Kerangka Berpikir