Pembuatan Air Laut Buatan ALB Penetasan Telur Artemia

sangat mungkin digunakan untuk mendeteksi senyawa yang memiliki aktivitas biologis terhadap mamalia misalnya senyawa yang memiliki aktivitas sitotoksisitas karena memiliki kesamaan dengan sistem enzim pada mamalia. Beberapa sistem tersebut antara lain tipe DNA-dependent RNA polimerase, dan ouabaine sensitive Na + and K + dependent ATPase Solis et al., 1993, sehingga jika suatu senyawa antikanker berefek toksik terhadap larva artemia maka senyawa antikanker tersebut dapat digunakan pada mamalia. Penelitian ini menggunakan larva artemia yang berumur 48 jam. Tzong Jiann 1987 mengungkapkan bahwa pada umur ini sifat selnya masih lunak dan peka sehingga hanya dibutuhkan konsentrasi sampel yang kecil untuk menimbulkan efek toksik yang diinginkan pada percobaan. Sifat sel yang masih lunak pada kulit artemia diasumsikan sebagai membran semipermiabel pada sel mamalia. Sampel yang diujikan diharapkan masuk ke dalam tubuh artemia melalui difusi pasif karena perbedaan gradien kadar yang kemudian diharapkan sampel tersebut memberikan efek toksik pada artemia. Membran semi permiabel terdiri atas lapisan lipid-air-lipid maka senyawa yang bersifat nonpolar terpenoid akan lebih mudah masuk ke dalam sel. Sampel tiap fraksi dilarutkan dalam etanol, dengan mikropipet larutan sampel diambil dan dimasukkan ke dalam flakon sesuai konsentrasi yang digunakan. Sebelum dibuat seri konsentrasi, masing-masing sampel fraksi dilakukan orientasi kadar terlebih dahulu yaitu 10, 100, 1000 μgml Meyer et al., 1982. Dalam pembuatan seri konsentrasi, dibuat konsentrasi tinggi yang dapat membunuh semua atau hampir semua hewan uji, dan konsentrasi rendah yang hanya mematikan kurang dari separuh hewan uji. Setelah pengujian dengan kadar orientasi, didapatkan jumlah larva yang mati, yang kemudian digunakan untuk menghitung persentase kematian larva tersebut lampiran 9. Dari data persentase kematian ini diambil konsentrasi yang memberikan harga persentase kematian larva antara 20-80 sebagai konsentrasi terendah dan konsentrasi tertinggi. Digunakan persentase kematian larva antara 20-80 karena dengan persentase kematian tersebut sudah dapat memberikan kurva yang lebih linier, sehingga LC 50 yang didapatkan pada uji BST ini lebih dapat menggambarkan hasil yang sebenarnya. Selanjutnya untuk mendapatkan lima seri konsentrasi dengan kelipatan yang sama, yang merupakan syarat probit dapat dihitung dengan rumus F lampiran 9. Seri konsentrasi didapatkan dari orientasi kadar dengan masing- masing konsentrasi fraksi yaitu F 2 100; 178; 316,84; 563,97; 1003,87 μgml, F 3 5; 10,5; 22,05; 43,3; 97,2 μgml, F 4 10; 32; 102,4; 327,7; 1048,6 μgml. Pelarut diuapkan pada suhu kamar dengan cara diangin-anginkan sampai tidak berbau lagi. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah efek yang tidak dikehendaki dari pelarut. Jadi diharapkan kematian larva yang timbul hanya disebabkan oleh sampel yang dimasukkan. Karena itu dalam penelitian ini diperlukan kontrol negatif. Kontrol dibuat dengan cara yang sama, tetapi hanya menggunakan pelarut sampel fraksi saja. Kontrol dipakai untuk mengkoreksi kemungkinan timbulnya efek pelarut yang tidak dikehendaki yaitu penguapan belum sempurna dan faktor-faktor lain dari pelarut yang berpengaruh. Apabila dalam pengamatan terhadap kontrol ditemukan larva artemia yang mati, maka persen kematian ditentukan dengan rumus Abbot’s. Setelah flakon diisi sampel dan dikeringkan, ditambahkan + 3 ml ALB dan satu tetes ragi sebagai makanan yang kemudian divortex untuk mencampur sampel dengan ALB, sehingga sampel uji akan terdistribusi merata dalam ALB. Dari flakon-flakon tersebut masing-masing secara acak dimasukkan larva artemia sebanyak 10 ekor menggunakan pipet tetes dengan latar belakang terang Mudjiman, 1991. Setelah itu ditambahkan 2 ml ALB ke dalam flakon sehingga didapatkan volume ALB di dalam flakon sebesar 5 ml. Meyer et al., 1982 memaparkan konsentrasi ragi yang digunakan adalah 3 mg ragi dalam 5 ml ALB. Dengan makanan tersebut maka dapat dicegah kemungkinan larva artemia mati karena kekurangan makanan. Artemia merupakan filter feeder penyaring makanan dan menelan apa saja yang berukuran kecil. Artemia tidak bisa membedakan antara makanan dan bukan makanan maka pemberian makanan perlu diukur konsentrasinya untuk menghindari terjadinya penumpukan makanan dalam flakon. Apabila jumlah makanan yang diberikan berlebihan maka jumlah yang ditelan juga lebih banyak. Hal tersebut dapat menyebabkan sisa makanan yang belum dicerna dengan sempurna akan didesak oleh makanan baru yang terus menerus masuk dalam jumlah banyak, sehingga makanan tersebut keluar lagi dalam keadaan belum tercerna dengan baik Mudjiman, 1991. Setelah 24 jam, larva yang hidup dihitung. Setelah perhitungan didapatkan kematian pada masing-masing konsentrasi perlakuan dan kontrol. Kontrol digunakan untuk mengoreksi kematian larva yang bukan disebabkan oleh pengaruh fraksi daun tumbuhan tembelekan.