Uji KLT fraksi toksik daun tumbuhan tembelekan

digunakan pada F 1 terdapat senyawa-senyawa yang relatif non polar sedangkan pada F 3 terdapat senyawa-senyawa semi non polar dan pada F 4 terdapat senyawa- senyawa yang relatif lebih polar. Tabel IV. Data kromatogram tiga fraksi toksik deteksi senyawa uji bercak no Rf Vanilin-as.sulfat 1 0,30 ungu 2 0,39 hijau kuning 3 0,43 hijau 4 0,47 ungu 5 0,51 hijau kuning 6 0,55 hijau tua 7 0,64 ungu Fraksi 2 8 0,85 ungu 1 0,25 ungu biru 2 0,30 ungu hijau 3 0,39 hijau kuning 4 0,43 hijau 5 0,47 ungu 6 0,51 hijau kuning Fraksi 3 7 0,55 hijau tua 1 0,14 ungu 2 0,20 ungu biru 3 0,25 ungu biru 4 0,30 ungu Fraksi 4 5 0,51 hijau kuning Untuk senyawa terpenoid, akan menghasilkan warna abu-abu, merah violet atau ungu Wagner, Brady, and Zgainski, 1984. Profil ketiga fraksi terdapat bercak yang mempunyai warna ungu atau keunguan. Pada F 2 bercak nomor 1 Rf 0,3, 4 Rf 0,47, 7 Rf 0, 64, 8 0,85; kemudian pada F 3 bercak nomor 1 Rf 0,25, 2 Rf 0,3, 5 Rf 0,47; dan pada F 4 bercak nomor 1 Rf 0,14, 2 Rf 0,20, 3 Rf 0,25, 4 Rf 0,3 mengandung warna ungu. Melihat profil dari ketiga fraksi diduga semua fraksi mengandung senyawa terpenoid. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Fakta menunjukkan F 2 memiliki LC 50 sebesar 508 μgml, F 3 memiliki LC 50 sebesar 23 μgml, dan F 4 memiliki LC 50 sebesar 101 μgml. Berturut-turut, fraksi yang memiliki aktivitas paling toksik terhadap artemia adalah F 3 kemudian F 4 dan terakhir F 2 . Fakta pada kromatogram Gambar 11 menunjukkan sebagian besar profil bercak pada F 3 juga terdapat pada F 2 . Gambar 11. Potongan atas gambar 10, Kromatogram fraksi toksik daun tumbuhan tembelekan. Keterangan : Fase diam : silika gel GF 254 Fase gerak : toluen : etil asetat 85:15 vv Deteksi : vanilin-asam sulfat Bercak nomor 2,3,4,5,6 pada F 2 memiliki kesamaan bercak dengan F 3 pada bercak nomor 3,4,5,6,7 Gambar 11. Merujuk pada data bahwa LC 50 dari F 2 lebih besar daripada F 3 maka dapat dikatakan bahwa bercak pada F 3 yang memiliki kesamaan bercak dengan F 2 kemungkinan bukan yang menyebabkan kematian larva artemia. Bercak-bercak tersebut kemungkinan bukan yang memberikan efek yang paling toksik. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Data pada F 4 menunjukkan terdapat bercak nomor 3 yang mempunyai kesamaan bercak dengan bercak nomor 1 pada F 3 gambar 12. Data juga menunjukkan nilai LC 50 pada F 4 juga lebih besar daripada nilai LC 50 pada F 3 . Gambar 12. Potongan bawah Gambar 14, Kromatogram fraksi toksik daun tumbuhan tembelekan. Keterangan : Fase diam : silika gel GF 254 Fase gerak : toluen : etil asetat 85:15 vv Deteksi : vanilin-asam sulfat Efek toksik dari F 4 lebih kecil daripada F 3 maka dapat dikatakan bahwa bercak nomor 1, 2, 3 yang terdapat pada F 4 dan bercak nomor 1 pada F 3 kemungkinan tidak menyebabkan kematian pada larva artemia. Terdapat profil bercak yang mempunyai kesamaan pada ketiga fraksi toksik yaitu bercak nomor 1 pada F 2 , bercak nomor 2 pada F 3 , dan bercak nomor 4 pada F 4 yang sama-sama mempunyai Rf 0,3 Gambar 13. Dugaan bercak yang berperan dalam membunuh Artemia mengarah kepada bercak dengan Rf 0,3 tersebut. Profil bercak dapat dilihat bahwa bercak tersebut pada F 3 sangat tebal, kemudian pada F 4 agak tebal, dan pada F 2 tipis. Dugaan didasarkan pada konsentrasi bercak dimana pada bercak F 3 terlihat sangat tebal yang artinya PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI mempunyai konsentrasi lebih tinggi sehingga dapat membunuh larva artemia lebih banyak dibandingkan F 2 dan F 4 . Gambar 13. Potongan tengah gambar 10, Kromatogram fraksi toksik daun tumbuhan tembelekan. Keterangan : Fase diam : silika gel GF 254 Fase gerak : toluen : etil asetat 85:15 vv Deteksi : vanilin-asam sulfat Penelitian ini memang belum bisa membuktikan dengan pasti bahwa profil bercak dengan Rf 0,3 tersebut merupakan bercak yang menyebabkan kematian larva artemia. Profil bercak KLT yang diduga menyebabkan larva artemia pada F 3 terlihat menumpuk Gambar 13. Dapat dilihat bercak terdiri dari 2 warna yaitu warna ungu bercak atas dan warna hijau bercak bawah. Untuk memperoleh profil bercak yang lebih jelas maka dilakukan pemisahan dengan Kromatografi Lapis Tipis Preparatif KLTP. Penggunaan KLTP dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mengisolasi dan memperoleh bercak yang menumpuk. Bercak yang telah diperoleh tersebut kemudian dieluasi dengan sistem KLT yang berbeda dengan maksud agar didapatkan suatu profil bercak yang jelas. Untuk kontrol PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI bahwa bercak yang diperoleh merupakan bercak yang diinginkan maka dilakukan eluasi dengan sistem KLT yang sama dengan sistem KLT profil fraksi. Fase gerak toluen etil asetat dengan perbandingan 85:15 vv. Ternyata bercak yang diperoleh terkontaminasi dengan bercak nomor 1 dari F 3 . Data yang diperoleh menunjukkan pada KLT kontrol terdapat 3 bercak, bercak nomor 1 terpisah sedangkan bercak nomor 2 dan 3 menumpuk Gambar 14 . Gambar 14. Foto kromatogram kontrol KLTP. A deteksi UV 365 nm, B deteksi vanilin-asam sulfat. Keterangan : Fase diam : silika gel GF 254 Fase gerak : toluen : etil asetat 85:15 vv Sistem KLTP yang digunakan dirubah pada perbandingan fase geraknya yang sebelumnya 85:15 vv menjadi 97:3 vv. Fase gerak yang digunakan menjadi bersifat lebih non-polar sehingga bercak nomor 3 akan mempunyai nilai Rf yang lebih besar dibandingkan bercak yang bernomor 2. Gambar 15. Foto kromatogram KLTP bercak Rf 0,3 dari fraksi toksik. Keterangan : Fase diam : silika gel GF 254 Fase gerak : toluen : etil asetat 93:7 vv Deteksi : kiri UV 365 nm, kanan vanilin-asam sulfat Tabel V. Data kromatogram gambar 15 deteksi Senyawa uji bercak no Rf Vanilin- as.sulfat Bercak 1 0,07 ungu RF 0,3 2 0,09 hijau dari 3 0,14 ungu Terbukti bercak nomor 3 KLTP mempunyai Rf 0,14 sedangkan bercak nomor 2 mempunyai Rf 0,09 gambar 15. Hal ini disebabkan bercak nomor 3 mempunyai sifat relatif lebih non-polar dibanding dengan bercak nomor 2. Deteksi warna dengan menggunakan pereaksi vanillin-asam sulfat menunjukkan bercak nomor 3 pada KLTP berwarna ungu. Dugaan senyawa mengarah pada golongan terpenoid. Bercak yang diduga menyebabkan kematian larva artemia salah satunya diduga merupakan golongan terpenoid Senyawa terpenoid yang diduga menyebabkan kematian sel dalam daun tumbuhan tembelekan adalah pentasiklik triterpenoid. Mekanisme senyawa tersebut dalam membunuh sel belum diketahui secara rinci dan mendetail. Namun telah diketahui bahwa pentasiklik triterpenoid dapat menghambat enzim topoisomerase I dan II Lee et al., 1991. Topoisomerase merupakan enzim yang memegang peranan penting dalam transkripsi dan replikasi DNA. Beberapa fungsi enzim ini adalah untuk menguraikan untaian DNA dan untuk memasangkan DNA dengan pasangannya selama replikasi. Mekanisme kerja pentasiklik triterpenoid dalam menghambat replikasi DNA belum dapat dijelaskan secara lebih terperinci dan pasti, namun setidaknya dapat melalui dua cara yaitu dengan berikatan dengan DNA menggantikan kedudukan enzim topoisomerase, sehingga DNA tidak dapat bereplikasi atau dapat juga dengan berikatan dengan topoisomerase sehingga topoisomerase tidak dapat berikatan dengan DNA dan DNA tidak dapat bereplikasi. Jika DNA tidak terbentuk maka sel-sel tersebut akan mati. Selain itu, senyawa ini juga dapat menghambat enzim yang mengkatalis sintesis RNA, yaitu PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI menghambat RNA polymerase. Jika enzim ini dihambat, DNA dan protein juga tidak akan terbentuk sehingga menyebabkan kematian sel. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, F 3 merupakan fraksi yang paling toksik. Profil bercak yang diduga bertanggungjawab terhadap kematian larva artemia adalah golongan terpenoid dengan Rf 0,3. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Fraksi 2 LC 50 508 μgml, fraksi 3 LC 50 23 μgml dan fraksi 4 LC 50 101 μgml; fraksi 3 yang paling toksik. 2. Profil bercak yang diduga bertanggungjawab terhadap kematian larva artemia adalah golongan terpenoid dengn Rf sebesar 0,3.

B. Saran

1. Penelitian lebih lanjut yang harus dilakukan adalah isolasi bercak dengan Rf 0,3 dari fraksi toksik pada penelitian ini untuk membuktikan dugaan bahwa bercak tersebut sungguh memberikan efek toksik pada larva artemia. 2. Penelitian berikutnya yang harus dilakukan adalah identifikasi senyawa yang bertanggungjawab terhadap kematian artemia.

C. Keterbatasan Penelitian

1. Proses fraksinasi dalam penelitian ini dihentikan saat sudah diperoleh fraksinat yang sesuai dengan profil KLT orientasi. Seharusnya, proses fraksinasi dilakukan sampai semua senyawa habis terfraksinasi. 2. Pengujian fraksi tidak dilakukan semua. Seharusnya, semua fraksi diujikan semua. 3. Ekstraksi dan fraksinasi hanya dilakukan satu kali. Seharusnya, dilakukan replikasi. 65 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI DAFTAR PUSTAKA Aida, 1990, Usaha Isolasi dan Identifikasi Komponen Kimia Daun Tembelekan asal Tamalanrea Ujung Pandang, Skripsi Anderson, J.E., Goets, C.M., and Mc Laughin, J.L., 1991, A Blind Comparison of simple Benzh-top Bioassay and Human Tumor Cell Cytotoxicities as Antitumor Prescreens, Phytochemical Analysis, Volume 2, 107-111 Anonim, 1986, Sediaan Galenik, 4-5,16-20, Depkes RI, Jakarta Asteria, W.I.S., 2006, Uji Potensi Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Tembelekan terhadap Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan Escherichia coli ATCC 35218, Skripsi, Fakultas Farmasi USD, Yogyakarta. Asterina, R., 1994, Pemeriksaan Flavonoid dan Verbakosid Daun Tembelekan, Skripsi, ITB, Bandung Backer,C.A., Bakhuizen Van den Brink, R.C., 1963, Flora of Java, Vol I hal 3-6, 29- 34, N.V.P. Noordoff, Groningen, The Netherlands Backer,C.A., Bakhuizen Van den Brink, R.C., 1965, Flora of Java, Vol II hal 594- 597, N.V.P. Noordoff, Groningen, The Netherlands Coll, J.C., Bowden, B.F., 1986, The Application of Vaccum Liquid Chromatography to the Separation of Terpene Mixtures, 934-936, James Cook University of North Queensland, Queensland, Australia. Dalimartha, S., 1999, Atlas Tumbuhan Obat Indonesia jilid I, 154-157, Trubus Agriwidya, Ungaran Dalimartha, S., 2002, Ramuan Tradisional Untuk Pengobatan Kanker, 1-4, Penebar Swadaya, Jakarta Donatus, I.A., 1990, Toksikologi Pangan, edisi I, 247-248, PAU Pangan dan Gizi UGM, Yogyakarta Duke, J.A., 2001, Handbook of Phytochemical constituent of Gras Herbs and Other Economic Plants, CRC Press, 325, London, USA. Duke, J.A., 1992, Handbook of phytochemical constituents of GRAS herbs and other economic plants. Boca Raton, FL. CRC Press. http:www.ars- grin.govduke, diakses pada tanggal 2 februari 2007 Evans, WC., Trease, 2002, Pharmacognosy 15 th edition, 113-114,394-406, W.B. Saunders, New York 66 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Gritter, R.Y., Babbit, J.M., and Schwartng, A.E., 1991, Pengantar Kromatografi, edisi II, Diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata, 107-115, Penerbit ITB, Bandung. Heinrich, M., Barnes, J., Gibbons, S., Williamson, EM., 2004, Fundamental of Pharmacognosy and Phytotherapy, 75-77,85-89, Churchil Livingstone, Philadelphia Hembing, W., 2000, Ensiklopedi Milenium Tumbuhan Berkhasiat Indonesia, 159- 163, Prestasi Insan Indonesia, Jakarta Katzung, B.G., 1987, Basic and Clinical Pharmakology, 3 rd Edition, Diterjemahkan oleh Petrus Andrianto, 858, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Loomis,T.A., 1978, Essential of Toxicology, Edisi III, diterjemahkan oleh Imono Argo Donatus, 228-233, IKIP Semarang, Semarang Markham, K.R., 1988, Cara Mengidentifikasi Flavonoid , diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata, 20-34, Penerbit ITB, Bandung Meyer B.N., Ferrigni N.R., Putnama J.E., Jacobsen L.B., Nichols D.E., and McLaughlin J.L., 1982, Brine Shrimp: A convenient General Bioassay for Active Plant Constituents, Planta Medica, 45,31-34 Mudjiman, A., 1989, Udang Renik Air Asin Artemia salina, 15-18, Penerbit Bhatara Karya Aksara, Jakarta Mudjiman, A., 1991, Makanan Ikan, 72-88, Penebar Swadaya, Jakarta Mursyidi, A.,1990, Analisis Metabolit Sekunder, 171-175, UGM Press,Yogyakarta Nafrialdi Gan, 1995, Antikanker cit Ganiswara, Farmakologi dan Terapi, 686, Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta Negara, A., 2003, Penggunaan Analisis Probit untuk Pendugaan Tingkat Kepekaan Populasi Spodoptera Exigua terhadap Deltametrin di Daerah Istimewa Yogyakarta, 4, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Sulawesi Tengah Peter J.H. and Amala R., 1998, Laboratory Handbook for the Fractionation of Natural Extracts, 39,118-119, Thomson , London. Rana, V.S., Prasad, D., Blazquez, M.A., 2005, Chemical Composition of the Leaf Oil of Lantana camara, http:www.findarticles.comparticlesmi_qa409is_200503ai_n13505544 . Diakses pada 20 Februari 2006. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Robbers, JE., Speedie, MK., Tyler, VE., 1996, Pharmacognosy Pharmacognotechnology, 89-90, 138-170, LeaFebiger, USA Robinson T., 1991, The Organic Constituent of Higher Plants, diterjemahkan oleh Kosasih Padwawinata dan Iwang Soediro, 115, ITB Press, Bandung Samuelsson, G., 1999, Drugs of Natural Origin, 4 th revised edition, 22, Kristianstads Boktryckeri AB, Kristianstad, Sweden. Sharma O.M.P., Sharma P.D., 1989, Natural products of the Lantana plant- the present and prospects, Journal of Scientific Industrial Research 48:471-478 Skoog, D.A., 1985, Principles of Instrument Analysis, 3 rd Edition, 802, Saunders College Publishing. Soelastru, 1986, Penelitian Farmakognosi dan Kandungan Kimia dari daun Lantana camara , Skripsi, FF Unair, Surabaya Solis P.N., Wright, C.W., Anderson M.M., Gupta M.F., Philipson J.D., 1993, A Microwell Cytotoxicity Assay using Artemia salina Brine Shrimp, Planta Medica, 59,250-252 Stahl, 1985, Drug Analysis by Chromatography and Microscopy, diterjemahkan oleh Kosasih Padwawinata dan Iwang Soediro, 3-17, ITB Press, Bandung Sugianti, N., 2007, Brine Shrimp Lethality Test Ekstrak Etanol Daun Tumbuhan Tembelekan Lantana camara L Beserta Profil Kromatografi Lapis Tipisnya., Skripsi, Fakultas Farmasi USD, Yogyakarta. Tyler,VE., Brady, LR., Robbers, JE., 1988, Pharmacognosy 9 th edition ,443-444, LeaFebiger, Philadelphia Tzong, S,C., and Jiann, C.C., 1987, Acute Toxicity of Ammonia to Larvae of the Tiger Prawn, Pneus Monodon, in Aqua Culture, volume 66, 247-253, Elsevier Sciens Publisher B. V., Amsterdam. Wagner, H., Brady, S., dan Zgainski, E. M., 1984, Plant Drug Analysis A Thin Layer Chromatography Atlas, 164, 226, Springer-Verlag, Berlin PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI