mengandung makanan cadangan. Oleh karena itu mereka masih belum perlu makan
.
Sekitar 24 jam setelah menetas, burayak akan berubah menjadi instar II. Pada tingkatan instar II, larva sudah mulai mempunyai mulut, saluran
pencernaan dan dubur. Oleh karena itu mereka mulai mencari makanan. Bersamaan dengan itu, cadangan makanannya juga sudah mulai habis.
Pengumpulan makanannya mereka lakukan dengan menggerak-gerakkan antena II nya. Selain untuk mengumpulkan makanan, antena II tersebut juga berguna untuk
bergerak.
1. Lingkungan hidup artemia
Artemia tidak dapat bertahan hidup pada suhu kurang dari 6
o
C atau
lebih dari 35
o
C, tetapi hal ini sangat tergantung pada ras dan kebiasaan tempat hidup. Dengan demikian pertumbuhan artemia yang baik berkisar pada suhu
antara 25-30
o
C Mudjiman, 1989. Daya tahan artemia terhadap perubahan kandungan ion-ion kimia
dalam air ternyata juga sangat tinggi. Apabila kandungan ion natrium dibandingkan dengan ion kalium di dalam air laut alami adalah 28, maka artemia
masih dapat bertahan pada perbandingan antara 8-173 Mudjiman, 1989. Perkembangan artemia yang baik membutuhkan kadar garam yang
tinggi sebab pada kadar garam yang tinggi itu musuh-musuhnya sudah tidak dapat hidup lagi, sehingga artemia akan dapat aman tanpa gangguan. Untuk
pertumbuhan telur, ternyata dibutuhkan air yang kadar garamnya lebih rendah dari PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
pada suatu batas tertentu. Batas ini berlainan untuk setiap jenis artemia Mudjiman,1989.
Artemia dapat hidup dan menyesuaikan diri pada tempat yang kadar oksigennya rendah maupun yang mengalami kejenuhan oksigen. Pengaruh pH
terhadap kehidupan artemia muda dan dewasa belum jelas namun berpengaruh terhadap penetasan telur. Apabila pH untuk penetasan kurang dari 8, maka
efisiensi penetasan akan menurun Mudjiman, 1989.
2. Penggunaan artemia pada metode BST
Artemia adalah hewan coba yang digunakan untuk praskrining aktivitas antikanker di National Cancer Institude NCI, Amerika Serikat Meyer
et al., 1982. Metode ini sering digunakan untuk skrining awal terhadap senyawa aktif yang terdapat di dalam ekstrak tanaman karena murah, cepat, mudah tidak
memerlukan kondisi aseptis, dan dapat dipercaya Meyer et al., 1982. Artemia secara luas telah digunakan untuk pengujian aktivitas farmakologi ekstrak suatu
tanaman. Lebih dari itu, uji larva udang ini juga dapat digunakan untuk skrining awal terhadap senyawa-senyawa yang diduga berkhasiat sebagai antitumor karena
uji ini seringkali mempunyai korelasi yang positif dengan potensinya sebagai antitumor Anderson, Goets, and Mc Laughin, 1991.
Penggunaan artemia ini memang tidak spesifik untuk antitumor maupun fisiologis aktif tertentu, namun beberapa penelitian terdahulu
menunjukkan adanya korelasi yang signifikan terhadap beberapa bahan, baik berupa ekstrak tanaman, atas aksinya sebagai antitumor secara lebih cepat
dibandingkan dengan prosedur pemeriksaan sitotoksisitas yang umum, misalnya PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI