Setelah flakon diisi sampel dan dikeringkan, ditambahkan + 3 ml ALB dan satu tetes ragi sebagai makanan yang kemudian divortex untuk mencampur
sampel dengan ALB, sehingga sampel uji akan terdistribusi merata dalam ALB. Dari flakon-flakon tersebut masing-masing secara acak dimasukkan larva artemia
sebanyak 10 ekor menggunakan pipet tetes dengan latar belakang terang Mudjiman, 1991. Setelah itu ditambahkan 2 ml ALB ke dalam flakon sehingga
didapatkan volume ALB di dalam flakon sebesar 5 ml. Meyer et al., 1982 memaparkan konsentrasi ragi yang digunakan adalah 3 mg ragi dalam 5 ml ALB.
Dengan makanan tersebut maka dapat dicegah kemungkinan larva artemia mati karena kekurangan makanan. Artemia merupakan filter feeder penyaring
makanan dan menelan apa saja yang berukuran kecil. Artemia tidak bisa membedakan antara makanan dan bukan makanan maka pemberian makanan
perlu diukur konsentrasinya untuk menghindari terjadinya penumpukan makanan dalam flakon. Apabila jumlah makanan yang diberikan berlebihan maka jumlah
yang ditelan juga lebih banyak. Hal tersebut dapat menyebabkan sisa makanan yang belum dicerna dengan sempurna akan didesak oleh makanan baru yang terus
menerus masuk dalam jumlah banyak, sehingga makanan tersebut keluar lagi dalam keadaan belum tercerna dengan baik Mudjiman, 1991.
Setelah 24 jam, larva yang hidup dihitung. Setelah perhitungan didapatkan kematian pada masing-masing konsentrasi perlakuan dan kontrol.
Kontrol digunakan untuk mengoreksi kematian larva yang bukan disebabkan oleh pengaruh fraksi daun tumbuhan tembelekan.
Tabel
III. Persentase kematian larva artemia akibat pemberian fraksi
ekstrak etanol daun tumbuhan tembelekan
fraksi 2 fraksi 3
fraksi 4
Konsentrasi µgml
Persentase kematian
Konsentrasi µgml
Persentase kematian
Konsentrasi µgml
Persentase kematian
100 20
5 17,39
10 25
178
33,33 10,5
34,78
32
40
316,84 39,13
22,05 47,83
102,4 51,06
563,97 53,33
43,3 61,70
327,7 57,77
1003,87 62,22
97,2 81,25
1048,6 76,59
Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan metode analisis probit untuk menentukan nilai LC
50.
Pada analisis probit, konsentrasi sampel ditransformasikan ke dalam bentuk logaritma sebagai variabel tetap nilai x
sedangkan nilai probit dari persentase kematian ditetapkan menjadi variabel tergantung nilai y. Dari data tersebut diperoleh persamaan garis regresi linier.
Data dianalisis dengan analisis probit menggunakan program SPSS 10.00. Untuk F
2
, setelah dianalisis dengan analisis probit diperoleh persamaan garis linier adalah y = 1,11990x – 3,02990. Diperoleh suatu tabel yang
mencantumkan nilai LC
50
yang dihasilkan yaitu 508 μgml dengan kisaran batas
bawah sebesar 399 μgml dan kisaran batas atas sebesar 698 μgml lampiran 10.
Untuk F
3
, setelah dianalisis dengan analisis probit diperoleh persamaan garis linier adalah y = 1,34949x – 1,84601. Diperoleh suatu tabel yang mencantumkan
nilai LC
50
yang dihasilkan yaitu 23 μgml dengan kisaran batas bawah sebesar 19
μgml dan kisaran batas atas sebesar 29 μgml lampiran 11. Untuk F
4
, setelah dianalisis dengan analisis probit diperoleh persamaan garis linier adalah y =
0,63690x – 1,27778. Diperoleh suatu tabel yang mencantumkan nilai LC
50
yang dihasilkan yaitu 101
μgml dengan kisaran batas bawah sebesar 66 μgml dan kisaran batas atas sebesar 155
μgml lampiran 12. Kurva hubungan antara nilai probit dengan log konsentrasi tiap fraksi dapat dilihat pada gambar 7 untuk F
2
, gambar 8 untuk F
3
, gambar 9 untuk F
4
. Berdasarkan kurva yang dihasilkan, maka terdapat korelasi yang
diharapkan antara konsentrasi dengan respon. Semakin besar konsentrasi yang diberikan maka banyaknya hewan uji yang mati pun semakin banyak. Hal tersebut
nampak dari nilai probit yang meningkat seiring meningkatnya log konsentrasi serta nilai koefisien korelasi yang mendekati 1 r = 0,99227 untuk F
2
; r = 0,99624 untuk F
3
; r = 0,98666 untuk F
4
.
Probit Transformed Responses
Log of KONS
3,2 3,0
2,8 2,6
2,4 2,2
2,0 1,8
P robit
,4 ,2
0,0 -,2
-,4 -,6
-,8 -1,0
Rsq = 0,9846
Gambar 7. Kurva hubungan nilai probit versus log konsentrasi F
2
Probit Transformed Responses
Log of KONS
2,0 1,8
1,6 1,4
1,2 1,0
,8 ,6
Pr o
b it
1,0 ,5
0,0 -,5
-1,0 Rsq = 0,9925
Gambar 8. Kurva hubungan nilai probit versus log konsentrasi F
3
Probit Transformed Responses
Log of KONS
3,5 3,0
2,5 2,0
1,5 1,0
,5
P robi
t
,8 ,6
,4 ,2
0,0 -,2
-,4 -,6
-,8 Rsq = 0,9735
Gambar 9. Kurva hubungan nilai probit versus log konsentrasi F
4
Konsentrasi fraksi daun tumbuhan tembelekan dimana dapat membunuh 50 hewan uji LC
50
juga dapat diketahui dengan menggunakan kurva di atas, yaitu dengan menarik garis lurus pada probit 0,0 ke arah kanan sampai pada garis,
lalu ditarik garis ke arah bawah, sehingga didapatkan log konsentrasi yang kemudian dapat diketahui konsentrasi dari fraksi aktif. Gambar di atas juga dapat
digunakan untuk menentukan nilai Rsq yang merupakan koefisien determinasi yang mengukur tingkat ketepatan dari regresi linier sederhana, yaitu merupakan
presentase sumbangan X terhadap variasi Y. Setelah dilakukan analisis, untuk F
2
didapatkan nilai Rsq sebesar 0,9846 yang berarti bahwa persentase sumbangan X yaitu konsentrasi F
2
daun tumbuhan tembelekan terhadap variasi Y yaitu respon jumlah kematian artemia sebesar 98,46. Untuk F
3
didapatkan nilai Rsq sebesar 0,9925 yang berarti bahwa persentase sumbangan X yaitu konsentrasi F
3
daun tumbuhan tembelekan terhadap variasi Y yaitu respon jumlah kematian artemia
sebesar 99,25. Sedangkan untuk F
4
didapatkan nilai Rsq sebesar 0,9735 yang berarti bahwa persentase sumbangan X yaitu konsentrasi F
4
daun tumbuhan tembelekan terhadap variasi Y yaitu respon jumlah kematian artemia sebesar
97,35. Nilai Rsq juga dapat untuk menghitung nilai R yaitu akar dari Rsq. Nilai
R didapatkan dari penelitian ini sebesar 0,9923 untuk F
2
sedangkan untuk F
3
sebesar 0,9962 dan untuk F
4
sebesar 0,9867. Nilai R merupakan koefisien korelasi dalam hubungan dua variabel X dan Y yang mengukur kuatnya hubungan antara
X dan Y. Dari tabel nilai R, dengan taraf kepercayaan 95 pada derajad bebas 3 dapat dilihat nilai R sebesar 0,878 sehingga didapatkan nilai R penelitian lebih
besar daripada nilai R tabel. Hal ini menunjukkan hubungan korelasi yang linier antara konsentrasi dengan nilai probit. Meningkatnya konsentrasi diikuti dengan
meningkatnya nilai probit respon. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua fraksi mempunyai nilai
LC
50
1000 μgml, yang berarti bahwa semua fraksi tersebut bersifat toksik.
Untuk F
3
, mempunyai nilai LC
50
yang paling kecil yaitu 23 μgml. Semakin besar
nilai LC
50
berarti toksisitasnya semakin kecil, dan sebaliknya semakin kecil nilai PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
LC
50
berarti toksisitasnya semakin besar. Merujuk hasil tersebut maka fraksi yang memiliki efek toksik paling besar adalah F
3
, sehingga kemungkinan besar F
3
memiliki aktivitas sitotoksik paling besar. Setelah diperoleh fraksi paling toksik, maka dilakukan pengamatan
profil bercak tsb dengan KLT. Profil yang diperoleh berupa Rf dan warna bercak yang terbentuk setelah disemprot pereaksi vanilin-asam sulfat.
H. Uji KLT fraksi toksik daun tumbuhan tembelekan
Uji KLT dilakukan pada fraksi toksik daun tumbuhan tembelekan terhadap larva artemia dengan tujuan untuk mengetahui profil bercak yang
terdapat dalam fraksi tersebut. Fraksi daun tumbuhan tembelekan yang dilihat profilnya adalah F
2
, F
3
, F
4
. Uji KLT ini dilakukan dengan fase diam dan fase gerak yang sesuai
sehingga akan memberikan bercak yang akan dideteksi dengan sinar tampak, sinar UV dan pereaksi-pereaksi semprot yang spesifik. Untuk senyawa terpenoid
digunakan deteksi dengan vanilin-asam sulfat. Daun tumbuhan tembelekan mengandung senyawa golongan terpenoid. Salah satu senyawa utama yang
terdapat pada tumbuhan tembelekan adalah Lantadene. Lantadene termasuk dalam golongan pentasiklik triterpene Duke, 2001.
Fraksi yang akan ditotolkan dilarutkan dalam etanol. Larutan fraksi
tersebut kemudian ditotolkan pada fase diam yang akan digunakan. Sebenarnya banyaknya totolan tergantung penampakannya di sinar UV 254 nm dan sinar UV
365 nm, artinya totolan dihentikan jika bercaknya sudah terlihat jelas di bawah PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
sinar UV 254 nm dan sinar UV 365 nm. Namun KLT yang dilakukan dalam penelitian ini merupakan KLT semikuantitatif karena penotolan dilakukan dengan
mengetahui jumlah larutan dan konsentrasi sampel yang ditotolkan. Larutan yang ditotolkan merupakan larutan A yang mempunyai konsentrasi 10
μgμl, ditotolkan sebanyak 3 totolan dengan menggunakan pipet 5
μl, sehingga dalam tiap kali totolan ditotolkan 150
μg fraksi. Hal ini dimaksudkan untuk menyamakan perlakuan terhadap semua fraksi toksik yang selanjutnya digunakan untuk
menduga konsentrasi bercak senyawa yang kemungkinan memiliki peran besar terhadap kematian larva artemia. Asumsi bercak senyawa yang memiliki
konsentrasi tinggi dapat ditunjukkan dengan ketebalan dan lebar bercak serta intensitas warna pada plat KLT. Semakin tebal dan semakin lebar bercak serta
semakin jelas intensitas warna yang terjadi menandakan bahwa pada bercak tersebut mempunyai massa senyawa yang besar. Profil bercak dari tiap fraksi
toksik dapat dilihat pada gambar 10. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Gambar 10. Kromatogram tiga fraksi toksik daun tumbuhan tembelekan
Keterangan : Fase diam : silika gel GF
254
Fase gerak : toluen : etil asetat 85:15 vv Deteksi : vanilin-asam sulfat
Pada F
2
, bercak yang memiliki ketebalan dan lebar yang besar ditunjukkan pada bercak nomor 6 Rf 0,55 dan 8 Rf 0,85. Pada F
3
ditunjukkan pada bercak nomor 2 Rf 0,3 sedangkan pada F
4
ditunjukkan pada bercak nomor 1 Rf 0,14 Lampiran 13. Melihat hal ini dapat dikatakan bercak-bercak pada
tiap fraksi tersebut memiliki konsentrasi yang lebih besar dibandingkan bercak yang lain dalam KLT atau dapat dikatakan bercak tersebut merupakan bercak
dominan. Apabila melihat kepolarannya, maka berdasarkan dari sistem KLT yang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
digunakan pada F
1
terdapat senyawa-senyawa yang relatif non polar sedangkan pada F
3
terdapat senyawa-senyawa semi non polar dan pada F
4
terdapat senyawa- senyawa yang relatif lebih polar.
Tabel IV. Data kromatogram tiga fraksi toksik
deteksi
senyawa uji bercak no
Rf Vanilin-as.sulfat
1 0,30 ungu
2
0,39 hijau kuning
3 0,43 hijau
4
0,47 ungu
5
0,51 hijau kuning
6 0,55 hijau
tua
7
0,64 ungu
Fraksi 2
8
0,85 ungu
1
0,25 ungu biru
2 0,30 ungu
hijau
3
0,39 hijau kuning
4 0,43 hijau
5 0,47 ungu
6
0,51 hijau kuning
Fraksi 3
7 0,55 hijau
tua
1
0,14 ungu
2
0,20 ungu biru
3
0,25 ungu biru
4 0,30 ungu
Fraksi 4 5
0,51 hijau kuning
Untuk senyawa terpenoid, akan menghasilkan warna abu-abu, merah violet atau ungu Wagner, Brady, and Zgainski, 1984. Profil ketiga fraksi
terdapat bercak yang mempunyai warna ungu atau keunguan. Pada F
2
bercak nomor 1 Rf 0,3, 4 Rf 0,47, 7 Rf 0, 64, 8 0,85; kemudian pada F
3
bercak nomor 1 Rf 0,25, 2 Rf 0,3, 5 Rf 0,47; dan pada F
4
bercak nomor 1 Rf 0,14, 2 Rf 0,20, 3 Rf 0,25, 4 Rf 0,3 mengandung warna ungu. Melihat profil dari
ketiga fraksi diduga semua fraksi mengandung senyawa terpenoid. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI