Interferon alfa-2b Intron-A Lamivudin Adefovir dipivoxil Hepsera Peginterferon alfa-2a Pegasys

Saat ini, di Indonesia ada 5 jenis obat yang telah disetujui direkomendasikan untuk terapi hepatitis B kronis yaitu interferon alfa- 2b, lamivudin, adefovir dipivoxil, peginterferon alfa-2a, dan entecavir analog nukleosid Suharjo dan Cahyono, 2006.

1. Interferon alfa-2b Intron-A

Interferon tidak memiliki khasiat antivirus langsung, tetapi merangsang terbentuknya berbagai macam protein efektor yang mempunyai khasiat antivirus. Salah satu kekurangan interferon adalah efek samping antara lain: gejala flu, depresi dan sakit kepala dan pemberian secara injeksi. Dosis interferon 5-10 juta MU, 3 kaliminggu selama 16 minggu.

2. Lamivudin

Lamivudin merupakan antivirus melalui efek penghambatan transkripsi selama siklus replikasi virus hepatitis B. Pemberian lamivudin 100 mghari selama 1 tahun dapat menekan HBV DNA, normalisasi ALT, serokonversi HBeAg, dan mengurangi progresi fibrosis secara bermakna dibandingkan plasebo. Namun lamivudin memicu resistensi. Dilaporkan bahwa resistensi terhadap lamivudin sebesar lebih dari 32 setelah terapi selama 1 tahun, dan menjadi 57 setelah terapi selama 3 tahun. Resiko resistensi terhadap lamivudin meningkat dengan semakin lamanya pemberian. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

3. Adefovir dipivoxil Hepsera

Adefovir merupakan analog asiklik dari deoxyadenosine monophosphate dAMP, yang telah disetujui FDA untuk digunakan sebagai antivirus terhadap hepatitis B kronik. Cara kerjanya adalah dengan menghambat amplifikasi dari cccDNA virus. Dosis yang direkomendasaikan untuk dewasa adalah 10mghari oral paling tidak selama 1 tahun. Adefovir memberikan hasil yang lebih baik secara signifikan p0,001 dalam hal respon histologi, normalisasi ALT, serokonversi HBeAg, dan penurunan kadar HBV DNA. Kelebihan adefovir dibandingkan lamivudin disamping resiko resistennya lebih kecil, adefovir juga dapat menekan YMDD mutant yang resisten terhadap lamivudin.

4. Peginterferon alfa-2a Pegasys

Peginterferon alfa-2a pegasys diberikan dalam bentuk injeksi. Untuk terapi tunggal dosisnya 180 mcg 1 kali seminggu, sedangkan untuk terapi kombinasi dosisnya 180 mcg 1 kali seminggu dalam kombinasi dengan ribavirin. Terapi biasanya dilakukan untuk 6 bulan hingga setahun. Obat ini dapat menyebabkan atau memiliki efek samping gejala seperti flu, insomnia, mudah marah, depresi, gangguan konsentrasi, dan cemas. Peginterferon dapat pula dikombinasikan dengan lamivudin. Kombinasi peginterferon dengan lamivudin akan menghasilkan serokonversi dengan HBeAg, normalisasi ALT, penurunan HBV DNA, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI dan supresi HBsAg. Peginterferon memberikan hasil lebih baik dibandingkan lamivudin.

5. Entecavir