menghilangnya HBsAg, namun sampai saat ini keberhasilannya hanya berkisar 1-5, sehingga sasaran tersebut tidak digunakan Suharjo dan
Cahyono, 2006. c.
strategi terapi Strategi terapi pada pasien hepatitis B meliputi terapi farmakologis dan
terapi non-farmakologis.
1. terapi farmakologis
Terapi farmakologi untuk hepatitis B bertujuan untuk mengeliminasi secara bermakna replikasi virus hepatitis B HBV dan mencegah progresi
penyakit hati menjadi sirosis yang berpotensi menjadi gagal hati dan mencegah karsinoma hepatoseluler Suharjo dan Cahyono, 2006. Hal ini
yang harus menjadi perhatian dokter dalam meresepkan memilih obat yang rasional artinya: mempertimbangkan keamanan jangka panjang,
efikasi, dan biaya agar tujuan terapi dapat tercapai, efek samping dapat dihindari, serta pasien tetap dapat melanjutkan pengobatan sesuai dengan
target yang diharapkan. Prinsip umum pemilihan obat pada pasien hepatitis B adalah:
a. sedapat mungkin dipilih obat yang eliminasinya terutama melalui ekskresi ginjal.
b. hindarkan penggunaan: obat-obat yang mendepresi susunan syaraf pusat terutama morfin, diuretik tiazid dan diuretik kuat, obat-obat
yang menyebabkan konstipasi, antikoagulan oral, dan obat-obat hepatotoksik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
c. gunakan dosis yang lebih rendah dari normal, terutama obat-obat yang eliminasi utamanya melalui metabolisme hati.
Tabel II. Rekomendasi The American Association For The Study of Liver Disease untuk terapi farmakologi untuk hepatitis B kronik
Suharjo dan Cahyono, 2006.
HBeAg HBV DNA
10
5
copiesml ALT
Strategi Pengobatan
+ +
≤ 2 x BANN
Efikasi terhadap terapi rendah Observasi, terapi bila ALT meningkat.
+ +
2 x BANN Mulai terapi dengan: interferon alfa,
lamivudin, atau adefovir. End point terapi: serokonversi HBeAg dan
timbulnya anti HBe. Durasi terapi:
♦ Interferon selama 16 minggu
♦ Lamivudin minimal 1 tahun, lanjutkan 3-
6 bulan setelah terjadi serokonversi HBeAg.
♦ Adefovir minimal 1 tahun.
Bila tidak memberikan respon atau ada kontraindikasi, interferon diganti lamivudin
atau adefovir. Bila resisten terhadap lamivudin,berikan
adefovir.
- +
2 x BANN Mulai terapi dengan: interferon alfa,
lamivudin, atau adefovir. Interveron atau adefovir dipilih mengingat kebutuhan
perlunya terapi jangka panjang. End point terapi: normalisasi kadar ALT dan
HBV DNA pemeriksaan PCR tidak terdeteksi.
Durasi terapi:
♦ Interferon selama 1 tahun.
♦ Lamivudin selama 1 tahun.
♦ Adefovir selama 1 tahun.
Bila tidak memberikan respon atau ada kontraindikasi interferon diganti lamivudin
atau adefovir. Bila resisten terhadap lamivudin, berikan
adefovir.
- -
≤ 2 x BANN
Tidak perlu terapi ±
+ Sirosis hati
Terkompensasi: lamivudin atau adefovir Dekompensasi: lamivudin atau adefovir,
interferon kontraindikasi, transplantasi hati. ±
- Sirosis hati
Terkompensasi: observasi Dekompensasi: rujuk ke pusat transplantasi
hati. BANN: Batas Atas Nilai Normal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Saat ini, di Indonesia ada 5 jenis obat yang telah disetujui direkomendasikan untuk terapi hepatitis B kronis yaitu interferon alfa-
2b, lamivudin, adefovir dipivoxil, peginterferon alfa-2a, dan entecavir analog nukleosid Suharjo dan Cahyono, 2006.
1. Interferon alfa-2b Intron-A