Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan
Dunia dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan.
2. Bahan hukum sekunder, seperti buku-buku teks yang ditulis oleh para ahli
hukum, jurnal-jurnal hukum, pendapat para sarjana hukum dan hasil simposium yang berkaitan dengan hukum.
3. Bahan hukum tersier, seperti bahan hukum yang memberikan petunjuk atau
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus hukum, encyclopedia hukum, surat kabar dan majalah yang memuat
tentang topik yang relevan dalam penulisan tesis ini.
69
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang dipergunakan untuk pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan studi dokumen yaitu dilakukan dengan menginventarisir
berbagai bahan hukum baik bahan hukum primer, sekunder dan tertier melalui penelusuran kepustakaan library research.
4. Analisis Data
Analisis data dalam penelitian tesis ini dilakukan dalam rangkaian aktivitas yang dimulai dari pengumpulan data sampai dengan penarikan kesimpulan. Metode
69
Johnny Ibrahim, Teori dan Penelitian Hukum Normatif, Surabaya : Bayu Media Publishing, 2005, hlm. 294.
Universitas Sumatera Utara
analisis dilakukan dengan metode analisis kualitatif yang difokuskan pada kedalaman analisis antar konsep yang dipergunakan atau ditemukan dalam penelitian.
Secara umum rangkaian kegiatan analisis dapat diuraikan sebagai berikut : 1.
Menginventarisasi dan memilah bahan hukum yang relevan dengan topik penelitian.
2. Menemukan norma-norma hukum atau asas-asas hukum dalam konsep-
konsep hukum yang terdapat dalam bahan hukum yang dipergunakan. 3.
Mensistematisasikan konsep-konsep hukum dalam kategori yang lebih umum. 4.
Menganalisis dan mendeskripsikan hubungan antara kategori-kategori yang diperoleh dalam penelitian.
5. Menarik kesimpulan sebagai jawaban atas rumusan masalah.
H. Jadwal Rencana Penelitian
Penelitian ini direncanakan dapat diselesaikan dalam jangka waktu 6 enam bulan, yakni dimulai dari bulan Maret sampai dengan Oktober 2009. Pengumpulan
data awal dimulai sejak bulan Maret 2009, dan perumusan proposal hingga seminar hasil diselesaikan dari bulan Maret sampai dengan bulan Oktober 2009.
Universitas Sumatera Utara
BAB II KEDUDUKAN TARIF DALAM KEBIJAKAN PERDAGANGAN
INTERNASIONAL MENURUT KETENTUAN WTO DAN AFTA
A. Kedudukan Tarif Dalam Kebijakan Perdagangan Internasional Menurut
Ketentuan WTO
1. Pengertian dan Jenis-Jenis Tarif
Tarif adalah klasifikasi barang dan pembebanan bea masuk atau bea keluar
70
sedangkan bea masuk adalah pungutan negara dikenakan terhadap barang yang diimpor.
71
Kegiatan lalu lintas barang impor atau ekspor dapat dijadikan alasan bagi suatu negara untuk memungut bea dan pajak untuk kepentingan kas negara. Di
Indonesia tugas untuk memungut dan mengamankan penerimaan negara dari sektor impor atau ekspor menjadi tugas dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai . Terdapat 2
dua cara didalam pemungutan bea masuk, yang didasarkan pada :
72
a. tarif advalorum , dimana besarnya bea didasarkan pada prosentase tarif
tertentu dari harga barang ; dan b.
tarif spesifik , dimana besarnya bea didasarkan pada tarif per satuan barang.
Sebagian besar barang impor di Indonesia dikenakan bea masuk berdasarkan tarif advalorum. Hanya sebagian kecil barang impor yang dikenakan tarif spesifik
70
Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, Pasal 1 ayat 15.
71
Ibid. Pasal 1 ayat 21.
72
Pusat Pendidikan Dan Latihan Bea Dan Cukai Badan Pendidikan Dan Pelatihan Keuangan Departemen Keuangan Republik Indonesia, Undang-Undang Kepabeanan, Jakarta : 2007, hlm. 62.
Universitas Sumatera Utara
yaitu beras dan gula. Untuk memudahkan penetapan tarif atas barang impor , barang harus diklasifikasi dalam satu sistem klaisfikasi barang , dimana jenis barang yang
ada di dunia ini disusun dan dikelompokkan secara sistematis dengan secara sistematis dengan tujuan untuk mempermudah penarifan perdagangan. Terdapat bea
masuk lain selain dari bea masuk yang biasa dikenakan terhadap barang impor yaitu :
a. Bea Masuk Anti dumping
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 1996 Tentang Bea Masuk Antidumping dan Bea Masuk Imbalan, Bea Masuk Antidumping
adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap Barang Dumping yang menyebabkan Kerugian. Bea Masuk Antidumping dikenakan terhadap barang impor
dalam hal : 1.
harga ekspor dari barang tersebut lebih rendah dari nilai normalnya; dan 2.
impor barang tersebut : a.
menyebabkan kerugian terhadap industri dalam negeri yang memproduksi barang sejenis dengan barang tersebut;
73
b. ancaman terjadinya kerugian terhadap industri dalam negeri yang
memproduksi barang sejenis dengan barang tersebut; c.
menghalangi pengembangan industri barang sejenis di dalam negeri.
b. Bea Masuk Imbalan
Bea Masuk Imbalan adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap Barang Mengandung Subsidi yang menyebabkan Kerugian. Bea Masuk Imbalan, dalam hal:
Universitas Sumatera Utara
1. barang tersebut diberikan Subsidi di negara pengekspor; dan
74
2. impor barang tersebut menyebabkan Kerugian.
75
c. Bea Masuk Tindakan Pengamanan safeguard
Bea masuk tindakan pengamanan
76
dapat dikenakan terhadap barang impor dalam hal terdapat lonjakan barang impor baik secara absolut maupun relatif terhadap
barang produksi dalam negeri yang sejenis atau barang yang secara langsung bersaing, dan lonjakan barang impor tersebut:
1. menyebabkan kerugian serius terhadap industri dalam negeri yang
memproduksi barang sejenis dengan barang tersebut danatau barang yang secara langsung bersaing; atau
2. mengancam terjadinya kerugian serius terhadap industri dalam negeri yang
memproduksi barang sejenis danatau barang yang secara langsung bersaing.
77
74
Yang dimaksud dengan subsidi adalah : i.setiap bantuan keuangan yang diberikan oleh pemerintah atau badan-badan Pemerintah baik langsung maupun tidak langsung kepada perusahaan,
industri, kelompok industri, atau eksportir; atau ii setiap bentuk dukungan terhadap pendapatan atau harga yang diberikan secara langsung atau tidak langsung untuk meningkatkan Ekspor atau
menurunkan Impor dari atau ke negara yang bersangkutan.
75
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 1996 Tentang Bea Masuk Antidumping dan Bea Masuk Imbalan Pasal 3. Kerugian adalah : i kerugian Industri Dalam Negeri
yang memproduksi Barang Sejenis; ii ancaman terjadinya Kerugian Industri Dalam Negeri yang memproduksi Barang Sejenis; atau iii terhalangnya pengembangan industri Barang Sejenis di dalam
negeri.
76
Penjelasan pasal 23 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Undang- undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, Dalam hal tindakan pengamanan telah ditetapkan
dalam bentuk kuota pembatasan impor, maka bea masuk tindakan pengamanan tidak harus dikenakan. Yang dimaksud dengan kerugian serius adalah kerugian nyata yang diderita oleh industri
dalam negeri. Kerugian tersebut harus didasarkan pada shall be based on fakta-fakta bukan didasarkan pada tuduhan, dugaan, atau perkiraan.
77
Pasal 23 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan.
Universitas Sumatera Utara
d. Bea masuk pembalasan
Bea masuk pembalasan dikenakan terhadap barang impor yang berasal dari negara yang memperlakukan barang ekspor Indonesia secara diskriminatif. yaitu
perlakuan tidak wajar misalnya pembatasan, larangan atau pengenaan tambahan bea masuk.
78
Bea Masuk Antidumping dan Bea Masuk Imbalan dapat dikenakan secara bersamaan dalam hal terhadap importasi barang yang bersangkutan hanya dikenakan
salah satu yang tertinggi diantara Bea Masuk Antidumping atau Bea Masuk Imbalan.
79
2. Kegunaan Tarif