d. Bea masuk pembalasan
Bea masuk pembalasan dikenakan terhadap barang impor yang berasal dari negara yang memperlakukan barang ekspor Indonesia secara diskriminatif. yaitu
perlakuan tidak wajar misalnya pembatasan, larangan atau pengenaan tambahan bea masuk.
78
Bea Masuk Antidumping dan Bea Masuk Imbalan dapat dikenakan secara bersamaan dalam hal terhadap importasi barang yang bersangkutan hanya dikenakan
salah satu yang tertinggi diantara Bea Masuk Antidumping atau Bea Masuk Imbalan.
79
2. Kegunaan Tarif
Yang dimaksud dengan tarif tidak lain dari suatu pajak yang tarik oleh pemerintah atas barang-barang impor yang menyebabkan menjadi semakin tingginya
harga barang tersebut di pasar domestik. Tarif impor mempunyai beberapa fungsi yaitu :
80
a. Tarif sebagai pajak
Tarif bagi suatu barang impor merupakan pungutan oleh negara yang hasil dari pungutan tersebut masuk menjadi kas negara. Dengan demikian, pada
hakikatnya, tarif merupakan suatu pajak, yakni yang disebut dengan pajak barang impor. Meskipun penghasilan pajak dari pengenaan tarif barang impor ini tidak
begitu signifikan jumlahnya, tetapi bagi negara-negara berkembang, penerimaan dari
78
Ibid. Pasal 23 C.
79
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 1996 Tentang Bea Masuk Antidumping dan Bea Masuk Imbalan, Pasal 5.
80
Munir Fuady, Hukum Dagang Internasional Aspek Hukum dari WTO, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2004, hlm.69.
Universitas Sumatera Utara
hasil pungutan tarif impor ini cukup berarti yang pada gilirannya pendapatan hasil pungutan tarif tersebut oleh pemerintah akan digunakan untuk kepentingan seluruh
masyarakat. b.
Tarif untuk melindungi produk domestik
Tarif mempunyai efek terhadap perlindungan produk-produk domestik, sebab dengan diterapkannya tarif bagi barang impor maka harga barang impor tersebut
menjadi tinggi sehingga produk dalam negeri dapat bersaing dangan barang-barang impor tersebut.
c. Tarif untuk membalas negara pengekspor yang memproteksi produk
yang diekspor
Produk impor dapat menjadi murah karena adanya unsur-unsur proteksi dari pemerintah di negara-negara asalnya terhadap proses pengadaan dan produksi barang
tersebut. Hal ini tentu saja menjadi tidak fair bagi produsen domestik di negara yang mengimpor barang bersebut. Sebagai jalan keluarnya negara pengimpor melakukan
pembalasan dengan mengenakan tarif yang tinggi terhadap barang tersebut sehingga pasar harga barang tersebut menjadi tinggi, yang dapat menghilangkan pengaruh dari
subsidi tersebut.
81
Tarif dalam ketentuan GATT juga mensyaratkan negara-negara anggotanya untuk menerapkan prinsip trasparansi. Prinsip ini pula yang menjadi kunci bagi
prasyarat perdagangan yang pasti predictable. Prinsip transparansi ini mesyaratkan keterbukaan atau transparansi hukum atau perundang-undangan nasional dan praktik
81
Munir Fuady,op.cit., hlm. 74.
Universitas Sumatera Utara
perdagangan suatu negara. Cukup banyak aturan dalam perjanjian WTO memuat prinsip transparansi yang mensyaratkan negara-negara anggotanya untuk
mengumumkan pada lingkup nasional dengan menerbitkan pada lembaran-lembaran resmi negara atau dengan cara memberitahukannya secara formal kepada WTO.
82
d. Tarif sebagai redistribusi yang terselubung
Tarif dapat dipandang sebagai suatu redistribusi pendapatan terselubung jika suatu produsen dalam negeri disubsidi dengan tujuan agar pihak produsen dalam
negeri bisa mendapat redistribusi pendapat yang baik. Hal ini dilakukan oleh karena akibat yang ditimbulkan dari tarif sebagai redistribusi yang terselubung tidak sebesar
akibat dari menaikkan tarif barang sejenis yang berasal dari impor walaupun tujuannya tetap sama.
Dalam pembukaan perjanjian GATT maupun Artikel XXVIII memberikan kesempatan untuk melakukan penurunan tarif dan masing-masing negara
mengikatkan diri untuk memberikan konsesi tarif berdasarkan negosiasi tarif secara multilateral. Apabila berdasarkan hasil negosiasi tersebut telah dilakukan konsesi
tertentu atas tarif impor maka tarif produk yang telah menjadi komitmen suatu negara anggota tidak boleh melebihi level tarif yang menjadi komitmennya. Dalam hal
negara importir mengenakan tarif lebih besar dari level tarif yang menjadi komitmennya maka patner dangang yang melakukan ekspor ke negara tersebut
berhak memperoleh kompesasi. Apabila kompensasi tidak diperoleh maka negara anggota yang dirugikan dapat melakukan pembalasan retalisasi dengan menaikkan
82
Huala Adolf, Hukum Perdagangan Internasional, loc.cit., hlm.116.
Universitas Sumatera Utara
tarif atas barang-barang tertentu yang menjadi kepentingan eksportir. Meskipun GATT tidak melarang penggunaan tarif sebagai satu bentuk beban biaya yang dapat
dikenakan kepada importir namun secara tegas disebutkan bahwa tidak diperkenankan terjadinya diskriminasi pengenaan tarif dalam negeri Artikel III
83
dan bahkan melarang pengenaan tarif yang berlebihan terkait dengan prosedur pabean Artikel VII
84
.
85
3. Kedudukan Tarif dalam Kebijakan Perdagangan Internasional