Secara Teoritis Kerangka Teori

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui dan menganalisis kedudukan tarif dalam kebijakan perdagangan internasional menurut ketentuan WTO dan AFTA; 2. Untuk mengetahui dan menganalisis kebijakan Pemerintah Indonesia sehubungan dengan harmonisasi tarif di lingkungan AFTA; 3. Untuk mengetahui dan menganalisis peran dan kedudukan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dalam Penetapan dan penunjukan tarif bea masuk;

D. Manfaat Penelitian

1. Secara Teoritis

Manfaat penelitian ini adalah sebagai bahan atau data informasi di di bidang ilmu hukum, khususnya di bidang hukum perdagangan internasional bagi kalangan akademisi, untuk mengetahui dinamika perkembangan perdagangan bebas free trade atau liberalisasi perdagangan trade liberalization, khususnya harmonisasi tarif bea masuk dalam perdagangan bebas regional.

2. Secara Praktis

Secara praktis, pembahasan dalam tesis ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi kalangan praktisi, pemerintah, DPR dan pelaku dalam dunia bisnis yang melakukan kegiatan di bidang perdagangan internasional khususnya perdagangan bebas regional antara negara-negara ASEAN.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan oleh peneliti dan tenaga administrasi di Sekretariat Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara bahwa terdapat sejumlah tesis yang menganalisis topik yang terkait dengan perdagangan internasional dalam konteks multilateral maupun regional, antara lain : a. Penerapan Ketentuan Country of Origin Making Di Bea dan Cukai Medan, ditulis oleh Supratignya; b. Eksistensi dan Harmonisasi Kebijakan Pengamanan Perdagangan Safeguard Indonesia, ditulis oleh Ramziati. Tetapi penelitian tentang Ketentuan Harmonisasi Tarif Bea Masuk Dalam Rangka Menghadapi Perdagangan Bebas Regional Ditinjau dari Sudut Kepabeanan dilakukan dengan pendekatan dan perumusan masalah yang berbeda dengan beberapa tulisan terdahulu. Oleh sebab itu penelitian ini adalah “asli”, karena sesuai dengan asas-asas keilmuan yakni : jujur, rasional, objektif dan terbukatrasnsparan. Sehingga penelitian ini dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya secara ilmiah dan terbuka atas masukan dan kritikan, serta saran-saran yang bersifat membangun.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Dalam sejarah perdagangan internasional yaitu pada Era Merkantilisme Thomas Mun dalam bukunya yang berjudul England’s Treasure by Foreign berpendapat bahwa untuk meningkatkan kekayaan negara, cara yang biasa dilakukan adalah lewat perdagangan dan karena itu pedoman yang harus dipegang teguh oleh suatu negara adalah mengusahakan agar nilai ekspor ke luar negeri harus lebih besar dibandingkan dengan yang diimpor oleh negara itu. Pada Era Klasik ketika Adam Universitas Sumatera Utara Smith mengeluarkan bukunya yang berjudul An Inquiry into Nature and Causes of the Wealth of Nations, yang biasa disingkat dengan Wealth of Nations, berpendapat bahwa jika suatu Negara menghendaki adanya persaingan, perdagangan bebas dan spesialisasi di dalam negeri, maka hal yang sama juga dikehendaki dalam hubungan antar bangsa. Karena hal itu ia mengusulkan bahwa sebaiknya semua negara lebih baik berspesialisasi dalam komoditi-komoditi di mana ia mempunyai keunggulan yang absolut dan mengimpor saja komoditi-komoditi lainnya. Sedangkan David Ricardo dalam bukunya The Principles of Political Economy and Taxation 1817, 35 menekankan bahwa perdagangan internasional dapat saling menguntungkan jika salah satu negara tidak usah memiliki keunggulan absolut atas suatu komoditi seperti yang diungkapkan oleh Adam Smith, namun cukup memiliki keunggulan komparatif di mana harga untuk suatu komoditi di negara yang satu dengan yang lainnya relatif berbeda. 36 Konsep perdagangan bebas saat ini tidak terlepas dari pemikiran pada era klasik tersebut, dimana GATT selalu mengupayakan terciptanya perdagangan bebas dunia. Prinsip suatu sistem perdagangan bebas dunia yang didasarkan pada ketentuan- ketentuan yang disepakati bersama ini tidak terlepas dari suatu konsep yang disebut dengan keunggulan komperatif comparative advantage. Prinsip-prinsip hukum dalam GATT menginginkan perlakuan sama atas setiap produk impor maupun produk domestik. Tujuan utamanya adalah agar terciptanya perdagangan bebas yang 35 Wahyu Pratomo, op.cit., hlm.18. 36 Andreas Limongan, Perdagangan Internasional dan ngunanKemiskinan http:www.library.ohiou.eduindopubs200105240015.html Diakses 30 Maret 2009 Universitas Sumatera Utara teratur dan berdasarkan norma-norma hukum GATT. Masalah perdagangan antarnegera dihadapkan pada dua kepentingan yaitu kepentingan nasional dan kepentingan internasional. GATT berusaha untuk berkompromi antara kepentingan tersebut melalui peraturan dan pencantuman skedul tarif GATT. 37 GATT berupaya menghilangkan hambatan perdagangan internasional dengan menghilangkan hambatan berupa tarif ataupun non-tarif. Perdagangan bebas saat ini juga dilakukan melalui pengahapusan hambatan tarif dan non-tarif, tetapi GATT pada dasarnya melegalkan tarif sebagai satu-satunya instrumen bagi sebuah negara untuk melindungi industri dalam negerinya. Ada beberapa alasan penggunaan instrumen tarif dalam perdagangan internasional yakni : a. Tarif bisa menjadi alat yang digunakan oleh suatu negara ketika harus membalas praktek perdagangan tidak adil yang dilakukan oleh negara anggota lainnya, walaupun sebenarnya, tarif memberikan proteksi yang kecil. b. Tarif merupakan instrumen lebih mudah dan dapat diubah sewaktu-waktu dibandingkan dengan instrumen non-tarif. Tarif yang berbeda-beda pada setiap negara dalam perdagangan internasional akan menimbulkan distorsi pasar dan pasar tersebut juga menjadi tidak dapat di prediksi. Dalam praktek perdagangan internasional saat ini distorsi tersebut dapat berupa subsidi produksi, tarif, kuota tarif dan sebagainya. 38 Untuk menghindari 37 Syahmin A.K., Aspek-Aspek Hukum Perdagangan Internasional dalam GATT dan WTO, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2006, hlm, 50. 38 Executive Summary, Current State Play in WTO, Jakarta : Departemen Luar Negeri Republik Indonesia, 2009. hlm.3. Universitas Sumatera Utara distorsi dan hambatan-hambatan dalam perdagangan internasional tersebut setidak- tidaknya ada bebarapa faktor yang perlu di perhatikan dalam pembaharuan hukum menuju ekonomi perdagangan internasional. Menurut Burg’s mengenai hukum dan pembangunan ekonomi terdapat beberapa unsur yang harus dikembangkan supaya tidak menghambat ekonomi yaitu apakah hukum mampu menciptakan stability, predictability dan fairness. Dua hal yang pertama adalah prasyarat bagi sistem ekonomi apa saja untuk berfungsi. Termasuk dalam fungsi stabilitas stability adalah potensi hukum menyeimbangkan dan mengakomodasi kepentingan-kepentingan yang saling bersaing. Kebutuhan fungsi hukum untuk dapat meramalkan predictability akibat dari suatu langkah-langkah yang diambil khususnya penting bagi negeri yang sebagian besar rakyatnya untuk pertama kali memasuki hubungan-hubungan ekonomi melampaui lingkungan sosial yang tradisional. Aspek keadilan fairness, seperti perlakuan yang sama dan standar pola tingkah laku Pemerintah adalah perlu untuk menjaga mekanisme pasar dan mencegah birokrasi yang berlebihan. 39 Hal yang sama juga diungkapkan J.D. Ny Hart bahwa konsep dasar pembangunan ekonomi yaitu hukum harus dapat membuat prediksi predictability, yaitu apakah hukum itu dapat memberikan jaminan dan kepastian hukum bagi pelaku dalam memprediksi kegiatan apa yang dilakukan untuk proyeksi pengembangan ekonomi. 40 Seperti halnya tarif, GATT juga mensyaratkan negara-negara anggotanya untuk menerapkan prinsip 39 Erman Rajagukguk, Hukum Ekonomi Indonesia Memperkuat Persatuan Nasional, Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Dan Memperluas Kesejahteraan Sosial, Jakarta : Universitas Indonesia, hlm. 7. 40 Bismar Nasution, Reformasi Hukum Dalam Rangka Era Globalisasi Ekonomi, Medan : Sekolah Pasca Sarjan Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara, 2008, hlm. 3. Universitas Sumatera Utara transparansi. Prinsip ini pula yang menjadi kunci bagi prasyarat perdagangan yang pasti predictable. Untuk mengakomodasi kepentingan-kepentingan yang bersaing dalam perdagangan internasional dan bagi negara berkembang yang masih berada dalam tahap awal pembangunan ekonominya dalam memasuki hubungan-hubungan perdagangan internasional dan agar dapat meramalkan langkah-langkah yang diambil dapat memperhatikan prinsip-prinsip GATT yaitu prinsip Most Favoured Nation, National Treatment dan Reciprocity dimana semua negara diperlakukan atas dasar yang sama dan semua negara menikmati keuntungan dari suatu kebijaksanaan perdagangan. Negara yang sedang berkembang juga memperoleh perlakuan yang sama dengan adanya “perlakuan khusus dan berbeda” special and diffrential treatment-SD, dimana negara-negara maju juga tidak akan meminta balasan dalam perundingan penurunan atau penghilangan tarif dan rintangan-rintangan lain terhadap perdangan negara-negara berkembang. John Rawls dalam A Theory of Justice, juga mengkonsepkan keadilan sebagai fairness dimana setiap negara berkembang yang berkehendak untuk mengembangkan kepentingan-kepentingannya dalam perdagangan internasional hendaknya juga memperoleh suatu kedudukan yang sama pada saat akan memulainya dan itu merupakan syarat yang fundamental bagi negara berkembang untuk memasuki perdagangan internasional. 41 41 Eman Suparman, Perjanjian Internasional Sebagai Model Hukum Bagi Pengaturan Masyarakat Global, Menuju Konvensi ASEAN Sebagai Upaya Harmonisasi Hukum, Bandung : Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, 2000, Hlm. 30. Universitas Sumatera Utara GATT dalam pasal XXIV mengakui adanya integrasi yang erat dalam bidang ekonomi melalui perdagangan yang lebih bebas. Bentuk pengelompokan dalam pasal XXIV tersebut dapat berupa custom union dan free trade area. Dalam free trade area, sekelompok negara setuju untuk menghapus tarif diantara mereka namun tetap mempertahankan tarif mereka masing-masing terhadap impor dari negara-negara di luar FTA. Agar negara anggota FTA dapat memprediksi langkah-langkah yang diambilnya dalam menghadapi perdagangan bebas maka mekanisme penurunan tarif dilakukan melalui penerapan common effective preferential tariff CEPT dan atas dasar prinsip MFN. Dalam penyusunan pengaturan domestik negara anggota didorong untuk merujuk standar harmonisasi internasional. Penomoran tarif akan diseragamkan diharmonisasikan demikian juga dengan prosedur sistem penilaian dan kepabeanan. 42 Harmonisasi hukum dapat juga digambarkan sebagai suatu upaya yang dilaksanakan dengan proses untuk membuat hukum nasional dari negara-negara anggota ASEAN mempunyai prinsip atau pun pengaturan yang sama tentang masalah yang serupa di masing-masing jurisdiksinya. Harmonisasi dalam bidang hukum merupakan salah satu tujuan penting dalam menyelenggarakan hubungan-hubungan hukum. Terlebih lagi kawasan ASEAN telah bersepakat membentuk AFTA sebagai kawasan perniagaan negara-negara di Asia Tenggara. Kerjasama bidang hukum yang berujung pada adanya harmonisasi itu penting agar hubungan-hubungan hukum yang 42 Huala Adolf, Hukum Ekonomi Internasional, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2005, hlm. 137. Universitas Sumatera Utara diatur oleh satu negara akan sejalan atau tidak begitu berbeda dalam penerapannya dengan ketentuan yang berlaku di negara lain. 43 Harmonisasi adalah proses membawa dua atau lebih standar, peraturan teknis dan prosedur kesesuaian conformity assessment procedures kedalam kesesuaian satu sama lain. Harmonisasi tersebut dapat terjadi dalam dua konteks sebagai berikut : 1. Secara bilateral atau multilateral diantara negara-negara yang berbeda, dan 2. Antara negara-negara dengan organisasi-organisasi yang menetapkan standar internasional. 44 Secara historis tujuan utama harmonisasi adalah untuk integrasi ekonomi dan pengurangan hambatan-hambatan perdagangan. Secara teoritis, harmonisasi standar dan prosedur akan meningkatkan akses pasar, mengurangi biaya, meningkatkan produktivitas melalui spesialisasi atas dasar keuntungan komparatif dan menaikkan pertumbuhan secara keseluruhan. 45 Pada dasarnya ada dua macam harmonisasi, yaitu harmonisasi penuh full harmonization dan model kesetaraan equivalence model. Berdasarkan harmonisasi penuh, dua negara atau lebih menyetujui untuk mengadopsi standar yang sama. Negara-negara dapat menyamakan standarnya dalam satu dari tiga cara sebagai berikut : 1. harmonisasi yang mengikat upward harmonization, dimana negara dengan standar yang lebih rendah memperketat standarnya untuk menyamakan standar yang lebih tinggi ; 2 harmonisasi menurun downward harmonization, 43 Eman Suparman, op.cit, hlm. 30. 44 Alexander M. Donahue, “ Equivalence : Not Quite Close Enough for the International Harmonization of Environmental Standards” Environmental Law, Vol. 30 : 2000, hal. 367. 45 Alberto Bernabe – Riefkohl, “To Dream the Impossible Dream : Globalization and Harmonization of Environmental Laws, “ Notrh Carolina Journal of International Law and Commercial Regulation, Vol. 20 : 1995, hal. 211. Universitas Sumatera Utara dimana negara dengan standar yang lebih tinggi menurunkan standarnya untuk menyamakan dengan standar yang lebih rendah ; 3 harmonisasi kompromi compromise harmonization, dimana dua negara atau lebih memperundingkan standar baru pada tingkat menengah. 46 Model harmonisasi yang kedua adalah model kesetaraan, yang juga disebut convergence, approximation, or less-than-full harmonization. Berdasarkan model kesetaraan ini, suatu negara menyetujui untuk menerima standar negara lain yang berbeda karena setara dengan standar yang dimiliknya, tanpa sebenarnya menyamakan standar. Ketika dua negara atau lebih setuju untuk menerima standar masing-masing negara lain sebagai kesetaraan, maka mutual recognition agreement MRA terbentuk. Setara dalam hal ini tidak berarti sama. Negara pada intinya menyatakan bahwa standar dan sistim pengaturan negara lain sangat dekat dengan standar yang dimilikinya sehingga mempercayakan perlindungan warga negaranya dalam hal tersebut kepada negara lain. 47 Konsekuensi logis atas keikutsertaan Indonesia dalam meratifikasi GATT Agreement maupun AFTA, APEC, dan lain-lain, memberikan kewenangan yang semakin besar Kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebagai institusi Pemerintah untuk dapat memainkan perannya sesuai dengan lingkup tugas dan fungsi yang diemban, dimana kewenangan yang semakin besar ini pada dasarnya adalah keinginan dari para pengguna jasa internasional. Untuk mengantisipasi berbagai 46 Alexander M. Donahue, op.cit, hal. 369. 47 Ibid., hal. 370. Universitas Sumatera Utara prakarsa bilateral, regional, dan multilateral di bidang perdagangan yang semakin diwarnai oleh arus liberalisasi dan globalisasi perdagangan dan investasi, Pemerintah Indonesia melalui kebijaksanaanya telah mengesahkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang kepabeanan yang diharapkan mampu menghadapi tantangan-tantangan di era perdagangan bebas saat ini. 48

2. Kerangka Konsepsi