Latar Belakang Prof. Dr. Suhaidi, S.H., M.H 4. Prof. Dr. Sunarmi S.H., M.Hum

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Liberalisasi perdagangan sudah merupakan fenomena dunia yang nyaris tidak dapat dihindari oleh semua negara sebagai anggota masyarakat internasional. Manakala ekonomi menjadi terintegrasi, harmonisasi hukum mengikutinya. Terbentuknya WTO World Trade Organization telah didahului oleh terbentuknya blok-blok ekonomi regional seperti Masyarakat Eropah, NAFTA, AFTA dan APEC. Tidak ada kontradiksi antara regionalisasi dan globalisasi perdagangan. Sebaliknya integrasi ekonomi global mengharuskan terciptanya blok-blok perdagangan baru. Perdagangan dengan WTO dan kerjasamanya ekonomi regional berarti mengembangkan institusi yang demokratis, memperbaharui mekanisme pasar, dan memfungsikan sistim hukum. Bagaimanapun juga karakteristik dan hambatannya, globalisasi ekonomi menimbulkan akibat yang besar sekali pada bidang hukum. Globalisasi hukum tersebut tidak hanya didasarkan kesepakatan internasional antar bangsa, tetapi juga pemahaman tradisi hukum dan budaya antara barat dan timur. 1 Sejarah perdagangan bebas internasional menunjukkan bahwa perdagangan internasional merupakan perdagangan yang fokus dalam pengembangan pasar 1 H.S. Kartadjoemena, Substansi Perjanjian GATTWTO dan Mekanisme Penyelesaian Sengketa: Sistem, Kelembagaan, Prosedur Implementasi, Dan Kepentingan Negara Berkembang, Jakarta : UI Press, 2000, hlm. 1. Universitas Sumatera Utara terbuka. 2 Disadari bahwa perdagangan bebas akan membawa manfaat 3 yang lebih besar maka tuntutan untuk meliberalisasi perdagangan dunia semakin marak dilakukan oleh sejumlah negara dalam berbagai forum perundingan perdagangan. Pihak yang mendukung globalisasi perdagangan berpendapat bahwa globalisasi dapat menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi yang selanjutnya akan meningkatkan pendapatan dan mengurangi kemiskinan. Globalisasi perdagangan juga pada dasarnya memberikan peluang bagi semua negara memperoleh manfaat berupa akses pasar yang semakin terbuka guna meningkatkan nilai dan volume perdagangan internasional, pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan masyarakat. 4 Upaya untuk meliberalisasikan perdagangan dunia yang lebih konseptual dan formal baru mendapat perhatian yang serius setelah berakhirnya Perang Dunia Ke-II dengan pembentukan General Agreement on Tariff and Trade GATT pada tahun 1947 yang diikuti dengan berbagai putaran perundingan dalam kerangka GATT dan putaran perundingan Uruguay Round yang berhasil membentuk World Trade Organization WTO. Pendirian WTO ini dimaksudkan antara lain untuk membangun 2 Sejarah Perdagangan Bebas, http:www.wikipedia.com diakses pada 02 April 2009. 3 Terdapat lima manfaat dibukanya liberalisasi perdangan. Pertama, akses pasar lebih luas sehingga memungkinkan diperoleh efisiensi karena liberalisasi perdagangan cenderung menciptakan pusat-pusat produksi baru yang menjadi lokasi berbagai kegiatan industri yang saling menunjang sehingga biaya produksi dapat diturunkan. Kedua, iklim usaha menjadi lebih kompetitif sehingga mengurangi kegiatan yang bersifat rent seeking dan mendorong pengusaha untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi, bukan bagaiman mengharapkan mendapat fasilitas dari pemerintah. Ketiga, arus perdangan dan investasi yang lebih bebas mempermudah proses alih teknologi untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi. Keempat, perdangan yang lebih bebas memberikan signal harga yang “benar”sehingga meningkatkan efisiensi investasi. Kelima, dalam perdagangan yang lebih bebas kesejahteraan konsumen meningkat karena terbuka pilihan-pilihan baru. Namun untuk dapat berjalan dengan lancar, suatu pasar yang kompetitif perlu dukungan perundang-undangan yang mengatur persaingan usaha yang sehat dan melarang praktek monopoli. 4 Harum Setiawati dan Gavriyuni Amier, Kerjasama Perdagangan Multilateral, Jakarta : Elexmedia Komputindo, 2007, hlm. 143. Universitas Sumatera Utara sistem perdagangan multilateral yang terintegrasi, viable dan bertahan lama. 5 Indonesia sendiri telah meratifikasi Agreement Establishing WTO beserta ketentuan- ketentuannya melalui Undang-undang Nomor 7 tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia. 6 Pada dasarnya pertimbangan keuntungan ekonomi dari penurunan tarif dan perluasan akses pasar merupakan pertimbangan utama bagi Indonesia menandatangani hasil kesepakan Uruguay Round. Sistem perdagangan bebas dengan perlindungan tarif dalam kalkulasi ekonomis akan menguntungkan bagi Indonesia. Negara-negara industri maju berdasarkan kesepakatan GATT harus menurunkan tingkat tarif mereka pada kisaran 0-5 , sedangkan Indonesia di sektor industri tidak perlu melakukan hal yang demikian. Bahwa Indonesia mendapatkan komitmen apabila diperlukan untuk meningkatkan lagi bea masuk sampai 40 . Padahal dalam sektor industri, tarif yang dikenakan Indonesia jauh lebih rendah dari itu. Hal ini berarti bahwa Indonesia tidak perlu menurunkan proteksi tarif terhadap 5 Susanti Aryaji, Latar Belakang Kerjasama Perdagangan Internasional, Jakarta : Elexmedia Komputindo, 2007, hlm. 1. Bandingkan dengan tujuan WTO berdasarkan Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia yaitu untuk membentuk suatu sistem perdagangan multilateral yang terpadu, lebih bergairah dan bertahan lama meliputi Persetujuan Umum tentang Tarif dan Perdagangan, hasil-hasil dari upaya liberalisasi perdagangan sebelumnya, dan semua hasil Putaran Uruguay dari Perundingan Perdagangan Multilateral, Organisasi Perdagangan Dunia memberikan kerangka kelembagaan umum bagi pelaksanaan hubungan perdagangan diantara anggota-anggotanya dalam hal-hal yang berhubungan dengan persetujuanpersetujuan dan instrumen-instrumen hukum. 6 Bismar Nasution, Hukum Kegiatan Ekonomi I, Peraturan Tentang Jasa di Bidang Keuangan Bank dan Non Bank Pasca GATT-GATT’sWTO Dalam Kaitannya Dengan Ketentuan Perdagangan di Indonesia, Bandung : Books Terrace Library, 2007, hlm. 42. Universitas Sumatera Utara industri dalam negeri, atau dengan kata lain proteksi tarif sektor industri tetap berlangsung sebagaimana adanya saat ini. 7 GATT selalu mengupayakan terciptanya perdagangan bebas dunia. Prinsip suatu sistem perdagangan bebas dunia yang didasarkan pada ketentuan-ketentuan yang disepakati bersama ini cukup beralasan. Latar belakang prinsip ini tidak terlepas dari suatu konsep yang disebut dengan keunggulan komperatif comparative advantage seperti dikemukakan David Ricardo. Dengan kata lain, kebijakan perdagangan bebas yang melancarkan arus barang, jasa, dan produksi mau tidak mau harus mengandalkan produk yang mutu dan harganya bersaing. 8 Pada dasarnya tujuan pendirian GATT adalah menciptakan sistem perdagangan liberal dan terbuka sehingga dunia bisnis dari masing-masing negara anggota dapat bersaing secara adil fair dan tanpa distorsi dan menjadikan perdagangan bebas sebagai landasan perdagangan internasional untuk mencapai pertumbuhan ekonomi, pembangunan dan kesejahteraan manusia. 9 GATT hanya memperkenankan tindakan proteksi terhadap industri domestik melalui tarif menaikkan tingkat tarif bea masuk dan tidak melalui upaya-upaya perdagangan lainnya non-tariff commercial measures. 10 Hal lain yang 7 Mahmul Siregar, Perdagangan Internasional dan Penanaman Modal, Studi Kesiapan Indonesia Dalam Perjanjian Investasi Multilateral, Medan : Universitas Sumatera Utara Sekolah Pascasarjana, 2008, hlm. 304. 8 Huala Adolf dan A. Chandrawulan, Masalah-Masalah Hukum Dalam Perdagangan Internasional, Jakarta : RajaGrafindo Persada, 1994, hlm. 12. 9 Bismar Nasution, Hukum Kegiatan Ekonomi I, Era Globalisasi Hukum dan Ekonomi,, Bandung : Books Terrace Library, 2007, hlm. 42. 10 Non-Tariff Measures Tindakan Non-Tarif adalah bertujuan untuk mengurangi atau menghapus berbagai hambatan perdagangan yang bersifat non-tarif, dengan tetap memperhatikan komitmen untuk mengurangi sebanyak mungkin hambatan perdagangan sejenis Standstill and Rollback Principles. Universitas Sumatera Utara menjadi ketentuan dasar GATT adalah larangan restriksi kuantitatif quantitative restriction 11 yang merupakan rintangan terbesar terhadap GATT. 12 GATT pada dasarnya mengakui bahwa sebuah negara mempunyai hak untuk melindungi industri dalam negerinya dengan alasan-alasan tertentu, namun satu- satunya cara yang diperbolehkan adalah dengan tarif. Hambatan-hambatan selain tarif diusahakan sejauh mungkin diubah menjadi tarif, walaupun akan membuat tingkat tarif meninggi tariffication. Pada periode 1950-1973 pengurangan tarif berlangsung secara positif. Pengurangan ini memacu tingkat produksi dan perdagangan dunia yang pada mulanya tersendat-sendat mulai bergerak cepat. Kompetisi dan efesiensi produksi terjadi yang pada akhirnya menguntungkan masyarakat dunia dengan banyaknya pilihan barang yang murah dan berkualitas. GATT mengharapkan tarif menjadi satu-satunya alat yang digunakan oleh negara-negara anggotanya dalam melindungi industri dalam negerinya dari persaingan dengan industri luar negeri karena beberapa alasan: a. Tarif adalah mekanisme yang “kelihatan”, langsung mempengaruhi harga produk impor yang dipasarkan di pasar domestik; b. Tarif tidak memerlukan anggaran dari negara, sehingga intervensi negara dalam perekonomian bisa diminimalisir, sebuah dogma kaum liberal, dan anggaran negara bisa disalurkan pada bidang lain yang lebih diperlukan. 11 Restriksi Kuantitatif quantitative restriction misalnya adalah penetapan kuota impor atau ekspor, restriksi penggunaan lisensi impor atau ekspor, pengawasan pembayaran produk – produk impor atau ekspor. 12 Huala Adolf dan A. Chandrawulan, loc.cit. Universitas Sumatera Utara c. Tarif juga diharapkan bisa menjadi alat yang digunakan oleh suatu negara ketika harus membalas praktek perdagangan tidak adil yang dilakukan oleh negara anggota lainnya, walaupun sebenarnya, tarif memberikan proteksi yang kecil. Hal ini bisa dipahami karena GATT bukan hanya berkeinginan menurunkan tingkat tarif tapi juga menghilangkannya dan mengurangi, sampai pada taraf tertentu. 13 Dalam perdagangan internasional, terdapat berbagai mekanisme yang digunakan oleh suatu negara untuk melakukan pembatasan atas impor mereka. Selain menerapkan kebijakan tarif, mekanisme yang digunakan untuk membatasi impor adalah kebijakan Non-Tariff Barriers NTBs. Selain untuk membatasi impor, penerapan kebijakan tarif dan NTBs dimaksud pula untuk melindungi produk dalam negeri dari kompetisi asing. Berbagai jenis Non-Tariff Barriers tersebut antara lain Voluntary Export Restraint VER 14 , Certificate of Origin 15 , Domestic Content Requirment 16 , Impor Licenses 17 , Import State Trading Enterprises ISTEs 18 , 13 Mumu Muhajir, “Non Tarif Barriers Dalam Perdagangan Internasional”, http:www.kataloghukum.com diakses pada 04 April 2009 14 Voluntary Export Restraint VER. Kebijakan NTBs ini dilakukan dalam bentuk kesepakatan di antara negara-negara pengekspor untuk membatasi pengapalan komoditas mereka ke negara pengimpor. Dalam beberapa kasus, suatu negara bersedia menerapkan kebijakan ini karena mereka dapat memperoleh keuntungan melalui harga yang lebih tinggi atas produk ekspor mereka di negara pengimpor. 15 Certificate of Origin CoO. Sertifikasi ini merupakan tipe baru NTBs yang dilakukan dalam bentuk memberikan kepastian jaminan atas reputasi dan kualitas suatu produk. CoO merupakan salah satu bentuk dari subsidi biaya untuk memodifikasi kualitas investasi suatu perusahaan dan kuantitas untuk produk yang ditawarkan. 16 Domestic Content Requirement, Kebijakan NTBs ini dilakukan melalui penggunaan regulasi kandungan domestik yang bertujuan membatasi impor dan mendorong perkembangan industri domestik. Pengaturan kandungan domestik secara khusus dilakukan dengan menerapkan ketentuan prosentase tertentu dari nilai total suatu produk dapat dijual di pasar dalam negeri. Kebijakan ini umumnya diterapkan bersamaan dengan kebijakan impor substitusi untuk menggantikan produk impor. Universitas Sumatera Utara Technical Barrier to Trade 19 , Exchance Rate Management Policies 20 , Precautionary Principle and Sanitary Barrier to Trade 21 . Anggota GATTSWTOS melalui Uruguay Round dalam kerangka negosiasi GATTWTO telah menyepakati untuk melakukan berbagai kebijakan yang diperlukan dalam rangka mengatasi kendala tersebut. Berbagai upaya tersebut antara lain i kebijakan untuk menghapus penggunaan import quota dan Non-Tariff Barrier NTBs, ii menurunkan tarif secara gradual, dan iii meningkatkan penerapan kuantitas penurunan tarif. 22 Restriksi kuantitatif terhadap ekspor dan impor dalam bentuk apapun misalnya penetapan kuota, 17 Impor Licenses. Kebijakan ini merupakan salah satu bentuk NTBs dimana importir suatu komoditas tertentu diminta memiliki izin untuk dapat melakukan pengapalan atas barang yang akan diimpor. 18 Import State Trading Enterprises ISTEs. ISTEs merupakan agen-agen yang dimiliki oleh pemerintah yang bertindak sebagai importir pembeli tunggal secara penuh atau sebagian atas komoditas tertentu atau satu set komoditas tertentu di pasar dunia. ISTEs ini biasanya juga bertindak sebagai monopoli di pasar domestik untuk penjualan komoditas tersebut. Kegiatan ISTEs dapat membatasi impor dalam berbagai bentuk yaitu : i menerapkan tarif impor secara implisit hidden tariff dengan membeli barang impor pada harga pasar dunia dan menawarkan komoditas tersebut dengan harga yang lebih tinggi di pasar domestik, ii. Impor yang dilakukan ISTEs dapat dikategorikan sebagai Kuota impor atau menerapkan peraturan impor yang secara implisit berbiaya tinggi yang membuat importir lain tidak akan mendapat keuntungan. Problem utama dengan impor yang dilakukan ISTEs adalah sulitnya untuk memperkirakan dampak operasi mereka terhadap perdagangan mengingat operasi mereka yang tidak transparan. 19 Technical Barrier to Trade, Kebijakan NTBs ini dilakukan dalam bentuk penerapan peraturan teknis mengenai packaging, definisi produk, labeling dan lain-lain. Peraturan teknis ini dapat menjadi penghambat yang efektif terhadap penjualan suatu produk suatu negara ke negara yang menerapkan kebijakan ini. Peraturan ini menyalahi ketentuan WTO yang menghendaki suatu negara memperlakukan produk impor dan domestik secara sama dan tidak ada produk dari suatu sumber diuntunkan atas yang lainnya. 20 Salah satu bentuk NTBs ini diterapkan denagan menggunakan kebijakan nilai tukar untuk menghambat impor dan pada saat yang sama mendorong ekspor semua komoditas. Selain kebijakan ini, beberapa Negara juga menargetkan spesifik tipe impor mereka melalui penerapan multiple exchange rate diman importer diminta membayar nilai tukar yang berbeda untuk mata uang asing mereka bergantung pada komoditas yang diimpor. Tujuan ini adalah untuk mengurangi masalah Balance of Payment dan meningkatkan pedapatan pemerintah. 21 Precautionary Principle and Sanitary Barrier to Trade. prinsip Precautionary saat ini sering ddigunakan atau diusulkan sebagai justifikasi atas pembatasan perdagangan oleh pemerintah dalam konteks kesehatan dan lingkungan, yang terkadang sering tidak disetai bukti yang ilmiah. 22 Aswin Kootali dan Gunawan Saichu, Integrasi Ekonomi : Konsep Dasar dan Realitas, Jakarta : Elexmedia Komputindo, 2008, hlm. 64. Universitas Sumatera Utara dumping, subsidi dan voluntary export restraints VER, restriksi penggunaan lisensi impor atau ekspor, pengawasan pembayaran produk-produk impor atau ekspor, pada umumnya dilarang. 23 Adapun prinsip-prinsip dasar perdagangan barang yang diatur dalam GATT sebagai berikut : 1. Protection to domestic industry through tariffs. Setiap negara anggota dapat memproteksi industri dalam negerinya dari pihak asing dalam bentuk tarif. Sedangkan pembatasan kuantitas quantitatif restrictions seperti kuota tidak diperbolehkan kecuali dalam situasi tertentu. 2. Binding of tariff. Setiap negara anggota diminta untuk menurunkan dan menghilangkan bentuk-bentuk proteksi bagi industri dalam negeri degan cara menurunkan tarif dan menghilangkan hambatan lainnya. Tarif yang telah diturunkan diwajibkan untuk terus diturunkan dan penurunan tarif tersebut harus didaftarkan pada GATT sehingga menjadi bagian tidak terpisahkan dari GATT legal system. Penurunan tarif secara rata-rata pada awal berdirinya WTO turun menjadi : a. Negara maju dari 6,3 menjadi 3,8 b. Negara berkembang dari 15,3 menjadi 12,3 dan c. Negara transisi ekonomi dari 8,6 menjadi 6 23 Wahyu Pratomo, Teori Kerjasama Perdagangan Internasional, Jakarta : Elexmedia Komputindo, 2007, hlm. 28. Universitas Sumatera Utara 3. Most Favoured Nation MFN Treatment. Dasar dari pelaksanaan prinsip non diskriminasi ini menghendaki penentuan tarif dan persyaratan perdagangan lainnya harus diterapkan tanpa diskriminasi pada setiap negara anggota. 4. National Treatment Rule. Setiap negara anggota tidak dibenarkan mengenakan pajak lebih tinggi terhadap produk impor dibandingkan dengan pajak untuk produk domestik. 24 Namun ada beberapa pengecualian terhadap prinsip Most Favoured Nation MFN Treatment ini. Pengecualian tersebut yang antara lain, Pertama, perlakuan preferensi di wilayah-wilayah tertentu yang sudah ada, tetap boleh terus dilaksanakan namun tingkat batas preferensinya tidak boleh dinaikkan. Kedua, anggota-anggota GATT yang membentuk suatu Customs Union atau Free Trade Area yang memenuhi persyaratan Pasal XXIV 25 tidak harus memberikan perlakuan yang sama kepada negara anggota lainnya. Ketiga, Preferensi tarif oleh negara-negara maju kepada produk impor dari negara sedang berkembang atau negara-negara kurang beruntung least developed melalui fasilitas Generalised System of Preferences sistem preferensi umum. 26 GATT juga memungkinkan negara-negara untuk memberikan 24 Bismar Nasution, op.cit., hlm. 12. 25 Kesatuan Pabean, Wilayah Perdagangan Bebas dan persetujuan sementara dalam pembentukan Kesatuan Pabean dan FTA, harus konsisten dengan Pasal XXIV, dan harus sesuai dengan paragraph 5,6,7 dan 8 dari Kesepakatan Tentang Penafsiran Pasal XXIV Dari Peraturan Umum Tarif Dan Perdagangan 1994 Understanding on The Interpretation of Article XXIV of The General Agreement on Tariffs And Trade 1994. Kesepakatan Tentang Penafsiran Pasal XXIV Dari Persetujuan Umum Tentang Tarip dan Perdagangan 1994, Pasal 1 yaitu : kesatuan pabean, wilayah perdagangan bebas dan persetujuan sementara dalam pembentukan kesatuan pabean dan FTA, harus konsisten dengan Pasal XXIV. 26 Herry Soetanto, Catatan Mengenai Ketentuan Asal Barang Rules Of Origin Dalam Perdagangan Internasional, Jakarta : Direktorat Kerjasama Perdagangan Internasional, Departemen Perdagangan RI, hlm.1. Berakhirnya Putaran Tokyo 1979, negara-negara sepakat dan mengeluarkan Universitas Sumatera Utara konsesi khusus terhadap negara-negara berkembang tanpa perlu memberikan hal yang sama untuk seluruh anggota WTO. Hal ini disebut “perlakuan khusus dan berbeda” special and diffrential treatment-SD. 27 Meskipun GATT menganut prinsip Most Favoured Nation MFN atau non- discriminatory, konsep kerjasama perdagangan dalam bentuk Free Trade Area FTA dan Custom Union CU diakomodasi dalam perjanjian dan diberikan pengecualian dalam Pasal 24. 28 Suatu argumen yang mendukung munculnya banyak kerjasama liberalisasi perdagangan regional adalah bahwa kerjasama tersebut didasari spirit untuk mewujudkan perdagangan bebas, sama seperti spirit WTO. Spirit yang sama inilah yang diyakini menjadi pertimbangan WTO untuk mengijinkan negara-negara anggotanya terlibat dalam Free Trade Area atau pun Custom Union, meski perlakuan preferential itu sendiri bertentangan dengan non-diskriminasi dalam WTO. Seperti di ketahui pembentukan Free Trade Area atau Customs Union mencakup langkah menghilangkan tarif sesama negara anggota akan mempercepat proses liberalisasi perdagangan dunia. 29 putusan mengenai pemberian perlakuan yang lebih menguntungkan dan partisipasi yang lebih besar bagi negara sedang berkembang dalam perdagangan dunia ‘enabling clause’. Keputusan tersebut mengakui bahwa negara sedang berkembang juga adalah pelaku yang permanen dalam sistem perdagangan dunia. Pengakuan ini juga merupakan dasar hukum bagi negara industri untuk memberikan GSP Generalized System of Preferences atau sistem preferensi umum kepada negara- negara sedang berkembang. 27 Herry Soetanto, World Trade Organizatioan WTO dan Negara Berkembang, Jakarta : Direktorat Jenderal Perdagangan Internasional, Departemen Perdagangan Republik Indonesia, 2007, hlm.5. 28 Rahmat Dwi Saputra, Kerjasama Perdagangan Regional, Jakarta : Elexmedia Komputindo, 2007, hlm. 163. Kesepakatan Tentang Peraturan Umum Tarif Dan Perdagangan 1994 Pasal XXIV tentang Kesatuan Pabean atau Wilayah Perdagangan Bebas atau persetujuan sementara dalam rangka pembentukan Kesatuan Pabean atau Wilayah Perdagangan Bebas. 29 Susanti Aryaji, op.cit., hlm. 51. Universitas Sumatera Utara Salah satu yang menjadi pertimbangan suatu negara untuk melakukan Free Trade Agreement FTA adalah kekhawatiran kehilangan pangsa pasar yaitu kemungkinan beralihnya mitra dagang ke negara lain yang telah melakukan FTA dengan mitra dagang dagang tersebut. Hal ini dapat terjadi karena anggapan bahwa daya tarik suatu negara akan meningkat dengan menjadi anggota suatu FTA atau RTA Regional Trade Agreement yang mendorong antara lain terjadinya trade creation. 30 FTA adalah bentuk perjanjian perdagangan dengan preferensi yang melakukan diskriminasi terhadap pihak luar perjanjian melalui penerapan tarif dan hambatan dalam bentuk ketentuan. Untuk lebih meningkatkan kerjasama ekonomi dan perdagangan ASEAN, pada tahun 1992 disepakati permbentukan ASEAN Free Trade Area AFTA, pada tahun yang sama saat KTT ke-5 ASEAN di Singapura tahun 1992 telah ditandatangani Framework Agreement on Enhancing ASEAN Economic Cooperation sekaligus menandai dicanangkannya ASEAN Free Trade Area AFTA pada tanggal 1 Januari 1993 dengan Common Effective Preferential Tariff CEPT sebagai mekanisme utama. Pendirian AFTA memberikan impikasi dalam bentuk pengurangan dan eliminasi tarif, penghapusan hambatan-hambatan non-tarif, AFTA diwujudkan dengan cara menghilangkan hambatan-hambatan perdagangan, berupa tarif maupun non tarif dalam waktu 15 tahun kedepan terhitung tanggal 1 Januari 1993 dengan menggunakan skema Common Effective Preferential Tariff CEPT sebagai mekanisme utamanya. Skema Common Effective Preferential 30 Heri Ispriyahadi dan Mutiara Sibarani, Kerjasama Perdagangan Bilateral, Jakarta : Elexmedia Kompetindo, 2007, hlm. 209. Universitas Sumatera Utara Tariffs For ASEAN Free Trade Area CEPT-AFTA merupakan suatu skema untuk mewujudkan AFTA melalui : penurunan tarif hingga menjadi 0-5, penghapusan pembatasan kuantitatif dan hambatan-hambatan non tarif lainnya. Tujuan AFTA adalah untuk meningkatkan kerjasama ekonomi antar negara ASEAN guna mencapai pertumbuhan ekonomi dan pembangunan yang berkesinambungan bagi semua negara anggota ASEAN dimana hal tersebut sangat penting bagi pencapaian stabilitas dan kemakmuran kawasan. Tujuan strategis AFTA adalah untuk meningkatkan competitive advantage kawasan sebagai suatu kawasan unit produksi tunggal single production unit dan pasar tunggal single market. Pengurangan tarif dan non-tarif negara-negara ASEAN diharapkan akan menciptakan efisiensi ekonomi yang lebih besar, peningkatan produktifitas dan daya saing. 31 ASEAN terus mengupayakan langkah-langkah untuk mewujudkan ASEAN sebagai kawasan perdangan bebas melalui pengurangan dan penghapusan hambatan perdagangan baik tarif maupun non-tarif. Karena dengan cara demikian perdagangan kawasan ASEAN diharapkan dapat meningkat karena arus barang tidak terhambat. Pada gilirannya kondisi tersebut akan menjadikan ASEAN sebagai kawasan basis produksi yang kompetitif terutama dalam menarik investasi asing sekaligus mewujudkan ASEAN sebagai pasar yang potensial. Skema penurunan dan pengurangan tarif dalam kerangka AFTA dilakukan melalui instrumen Common Effective Preferential Tariff CEPT. Komoditas yang terdapat dalam skema CEPT dikelompokkan dalam suatu daftar list yang terdiri dari Inclusion List IL, 31 Rahmat Dwi Saputra, op.cit., hlm 181. Universitas Sumatera Utara Temporary Exclusion List TEL, SensitiveHighly Sensitive List SLHSL, dan General Exception List GEL. Produk yang akan diliberalisasi dan diberikan atau menerima konsesi penurunanpenghapusan tarif diletakan dalam IL, sedangkan produk yang tidak termasuk dalam IL diletakkan dalam TEL, yang disusun dengan menggunakan HS hingga 8 atau 9 angka. Penggunaan HS hingga 8 atau 9 angka tersebut dimaksudkan untuk meminimalkan jumlah kelompok produk yang termasuk dalam TEL. Pada pertemuan menteri ekonomi ASEAN ke-26 tahun 1994, diputuskan daftar komoditas dalam TEL harus dikurangi secara bertahap sebesar 20 setiap tahunnya selama lima tahun sehingga pada akhirnya kelompok barang yang berada di TEL dapat masuk dalam IL. 32 Sebagai konsekuensi legal dari keikutsertaan Indonesia dalam meratifikasi pembentukan WTO, Indonesia harus melaksanakan semua ketentuan dibawah GATT termasuk persetujuan-persetujuannya. 33 Masalah utama yang menghambat kelancaran arus barang yang melintasi suatu perbatasan negara adalah diterapkannya prosedur kepabeanan yang rumit dan berbeda-beda serta diberlakukannya berbagai macam persyaratan baik impor maupun ekspor. Untuk mengatasi masalah tersebut Worl Custom Organization WCO atau organisasi kepabeanan dunia dimana Indonesia merupakan salah anggotanya, telah menerapkan salah satu tujuannya, yaitu menjamin tercapainya tingkat harmonisasi dan keseragaman sistem kepabeanan yang 32 Joko Siswanto dan Aditya Rachmanto, Menuju Kawasan Bebas Aliran Barang ASEAN 2015, Jakarta : Elexmedia Kompetindo, 2008, hlm. 96. 33 Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan, Pengantar Nilai Pabean, Jakarta : Pusdiklat Bea dan Cukai, 2005, hlm. 8. Universitas Sumatera Utara memadai dalam rangka memperlancar perdagangan.pencapaian tersebut menjadi tanggung jawab the permanent technical commitee PTC. Untuk memperlancar perdagangan pada tahun 1973 PTC telah menghasilkan the international convention on the simplication and harmonization of customs prosedures, dikenal dengan nama Kyoto Convention. Direktorat Jenderal Bea dan cukai melalui Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan diharapkan akan mendukung perdagangan bebas. Perubahan Undang-Undang Kepabeanan tersebut lebih dipengaruhi oleh konvensi dan situasi perdagangan internasional yang menghendaki keterbukaan dan transparansi dan juga untuk menghilangkan hambatan-hambatan dalam dunia perdagangan internasional baik berupa tarif maupun yang bukan tarif. 34

B. Rumusan Permasalahan