Pengembangan Media Pembelajaran Mobile Game Android Pada Konsep Ikatan Kimia

(1)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK)

untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh

PRAYOGA HADI PUTRA 1111016200011

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2016


(2)

(3)

(4)

(5)

v

Skripsi ini dipersembahkan kepada:

Orang tua ku tercinta

Tak ada arti tanpa kehadiran kalian yang selalu memberikan semangat untukku Kesuksesan yang kucapai adalah kesuksesan kalian dan sedikit kegagalan berasal

hanya dariku.

Ibu adalah segalanya, dialah penghibur di dalam kesedihan. Pemberi harapan di dalam penderitaan, dan pemberi kekuatan di dalam

kelemahan “Kahlil Gibran”

Ku urai hati ini Untukmu

Untuk segalanya yang tlah kau labuhkan pada dermaga hidupku

Untukmu bapakku “Ibnu Abhi”


(6)

vi ABSTRAK

Prayoga Hadi Putra (NIM: 1111016200011). Pengembangan Media Pembelajaran Mobile Game Android pada Konsep Ikatan Kimia

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan media pembelajaran mobile game android pada konsep ikatan kimia. Model Desain and Development (DnD) digunakan untuk mengembangkan media pembelajaran dengan tiga tahap, yaitu tahap perencanaan (planning), perancangan (design) dan tahap pengembangan (development). Pada tahap perencanaan menyiapkan rencana berkaitan dengan produksi media. Pada tahap perancanaan dihasilkan cakupan materi media yaitu konsep ikatan kimia, pengguna media adalah siswa kelas X SMA, media mempunyai batasan hardware, software dan timeline, media mempunyai panduan gaya (style manual), serta ditentukan sumber dari asset untuk media. Pada tahap perancangan mendesain media pembelajaran secara tertulis. Tahap perancangan dikembangkan ide konten awal, didapatkan alur, konsep dan pendekatan pembelajaran, flowchart serta storyboard. Pada tahap pengembangan dilakukan produksi media serta testing media sampai mendapatkan media pembelajaran final. Proses testing media yang menentukan apakah media layak atau tidak digunakan dilakukan dua kali testing yaitu tes alfa dan tes beta. Tes alfa dilakukan sampai mendapatkan penilaian 100% atau sampai media pembelajaran tidak ada yang perlu direvisi dan dalam tes alfa ini didapatkan bahwa media ini dikatakan baik dan dapat digunakan sebagai media pembelajaran. Tes beta dilakukan terhadap siswa yaitu menyeleksi, mengamati, mewawancarai dan melakukan pre test dan post test. Didapatkan dari tes beta bahwa media pembelajaran memberikan dampak yang baik terhadap siswa siswa memberikan tanggapan yang positif terhadap media ini.

Kata kunci: ikatan kimia, media pembelajaran, mobile game android, pengembangan media.


(7)

vii ABSTRACT

Prayoga Hadi Putra (NIM: 1111016200011). Development Mobile Game Android Learning Media on Chemical Bonding Concepts

This study aims to develop learning media mobile game android on the concept of chemical bonding. Model Design and Development (DnD) is used to develop the media with three stages, planning, design and development. The planning stage to prepare planning media production. The planning stage be produced material of learning media is a chemical bond, the learner is students Senior High School Class X, Media has limitations of hardware, software and timeline, Media has a style manual, as well as determined the source of assets for the media. At the design stage of designing learning media in paper. The design phase developed the idea of the original content, obtained plot, concepts and approaches of learning, flowchart and storyboard. At development stage of do media production and media testing to get a final learning media. Media testing process that determines whether or not to use, do twice testing performed are alpha test and beta test. Alpha test is done to get an assessment of 100% or until medium of learning there is no need to revised and alpha test showed that this media is good and can be used as a media of learning. Beta test conducted on students are selecting, observe, interview and conduct a pre-test and post test. Obtained from the beta test that learning media had a significant impact on students and student gave positive response against the media.

Keywords: chemical bonds, instructional media, media development, mobile game android.


(8)

viii Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah puja dan puji syukur senantiasa kita panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sesuai harapan dengan judul “Pengembangan Media Pembelajaran Mobile Game Android pada Konsep Ikatan Kimia”.

Shalawat serta salam kepada baginda Rasulullah Muhammad SAW yang telah berjuang untuk membawa kebenaran dan menyempurnakan akhlak manusia, kepada keluarganya, para sahabatnya, serta para pengikutnya yang setia hingga akhir zaman.

Pada dasarnya, banyak kesulitan yang penulis alami selama penyusunan skripsi ini. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih atas bimbingan dan dukungan serta bantuan yang diberikan selama penyusunan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa bagaimanapun usaha yang ditempuh tanpa adanya bimbingan dan bantuan dari pihak-pihak terkait, penulisan skripsi ini tidak akan terselesaikan dengan baik. Terima kasih yang sebesar-besrnya kepada:

1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, M.A., selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Baiq Hana Susanti, M.Sc., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Burhanudin Milama, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Kimia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Dedi Irwandi, M.Si., selaku Dosen Pembimbing I sekaligus Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan ilmu, masukan, bimbingan, dan perhatiannya kepada penulis selama penyusunan skripsi ini dan selama berkuliah di UIN jakarta, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya.


(9)

ix

6. Nanda Saridewi, M.Si., validator yang telah memvalidasi materi pada media pembelajaran dan memberikan ilmu dan masukannya selama penelitian. 7. Adi Riyadhi, M.Si., selaku validator yang telah memvalidasi materi pada

media pembelajaran dan memberikan ilmu dan masukannya selama penelitian.

8. Dindin Sobiruddin, M.Kom., selaku validator yang telah memvalidasi media pembelajaran dan memberikan ilmu dan masukannya selama penelitian. 9. Arini, M.T., selaku validator yang telah memvalidasi media pembelajaran dan

memberikan ilmu dan masukan selama penelitia.

10. Drs. Burhanuddin, M.Pd., selaku kepala sekolah SMA Negeri 90 Jakarta yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melalukan penelitian di sekolah tersebut.

11. Endang Rudiana, S.Pd., selaku Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan analisis kebutuhan hingga uji coba terbatas.

12. Dra. Fourita Indriyani Guru Bidang Studi Kimia di SMA Negeri 90 Jakarta yang telah membantu penulis dalam melaksanakan analisis kebutuhan dan memvalidasi media pembelajaran.

13. Kedua orang tua tercinta bapak Hadelih, S.Pd. dan ibu Fauzati, terima kasih yang sebesar-besarnya atas semua kasih sayang, pengorbanan, perhatian, pengertian, dan dorongan baik moriil serta materiil, semangat, dan do’a yang selalu kalian berikan setiap saat.

14. Adik-adikku tersayang, Ridho Nuralam Putra dan Hakim Afif Putra, yang telah memberikan semangat dan perhatiannya, penulis berharap kalian bisa menuntut ilmu lebih tinggi dari penulis.

15. Novitasari yang selalu memberikan semangat dalam keadaan senang maupun sedih, perhatian, pengertian, bantuan, serta dorongannya kepada penulis.


(10)

x yang dihadapi dalam mengerjakan skripsi.

17. Seluruh keluarga besar kimia 2011 yang juga sedang berjuang meraih kesuksesannya, dimanapun kalian berada, terima kasih telah memberikan banyak pelajaran dan pengalaman berharga kepada penulis, Semoga Allah SWT mengumpulkan kita dalam kebaikan.

18. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah membantu hingga tersusunnya karya ini.

Mudah-mudahan segala bentuk partisipasi dari berbagai pihak terkait dapat menjadi berkah dan semua kebaikan di balas oleh Allah SWT. Masih banyak cacat dan cela pada skripsi ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diperlukan demi perbaikan. Semoga karya ini dapat bermanfaat, Aamiin.

Wassalamua’alaikum Wr. Wb.

Jakarta, April 2016 Penulis


(11)

xi

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang ... 1

B.Identifikasi Masalah ... 5

C.Pembatasan Masalah ... 5

D.Rumusan Masalah ... 5

E. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ... 6

BAB II KAJIAN TEORITIS, PENELITIAN RELEVAN, DAN KERANGKA BERPIKIR ... 7

A.Kajian Teoritis ... 7

1. Media Pembelajaran ... 7

a. Pengertian Media Pembelajaran ... 7

b. Landasan Teoritis Penggunaan Media Pembelajaran ... 9

c. Fungsi Media Pembelajaran ... 12

d. Taksonomi Media Pembelajaran ... 14

e. Ciri-ciri Media Pembelajaran ... 16

f. Prinsip-prinsip Media Pembelajaran ... 17

g. Pemilihan Media Pembelajaran ... 18

h. Klasifikasi dan Karakteristik Media Pembelajaran ... 20

2. Komputer sebagai Media Pembelajaran... 22

a. Definisi Komputer ... 22

b. Pemanfaatan Komputer sebagai Media Pembelajaran ... 22

c. Jenis-jenis Media Pembelajaran CAI ... 23

3. Media Pembelajaran Model Games ... 24

a. Pengertian Media Pembelajaran Games ... 24


(12)

xii

Games ... 28

f. Integrasi Media Pembelajaran, Simulasi dan Games ... 29

4. Sistem Android Mobile ... 30

a. Lengkap ... 30

b. Terbuka ... 30

c. Bebas ... 30

5. Pengembangan Media Pembelajaran ... 30

a. Perencanaan (Planning) ... 30

b. Perancangan (Design) ... 31

c. Pengembangan (Development)... 31

6. Aplikasi Penunjang Pembuat Games ... 32

a. Adobe Flash ... 32

b. Adobe Photoshop ... 32

c. Corel Draw ... 32

d. Game Engine (Unity) ... 33

7. Teori Pembelajaran Konstruktivistik ... 34

8. Ikatan Kimia ... 34

a. Ikatan Kimia ... 34

b. Ikatan Ion ... 35

c. Ikatan Kovalen ... 36

d. Ikatan Kovalen Koordinasi ... 36

e. Ikatan Logam ... 37

B.Hasil Penelitian Relevan ... 37

C.Kerangka Berpikir ... 40

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 42

A.Tempat dan Waktu Penelitian ... 42

B.Model dan Desain Penelitian ... 42


(13)

xiii

3. Tahap Pengembangan ... 45

E. Teknik Pengumpulan Data ... 47

F. Instrumen Penelitian ... 48

G.Teknik Pengolahan Data ... 52

H.Teknik Analisis Data ... 53

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 54

A.Hasil Penelitian ... 54

B.Pembahasan ... 87

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 102

A.Kesimpulan ... 102

B.Saran ... 103


(14)

xiv

Gambar 2.2 Klasifikasi Media Pembelajaran ... 21

Gambar 2.3 Contoh Format Storyboard ... 28

Gambar 2.4 Contoh Format Storyboard ... 29

Gambar 2.5 Bagan Kerangka Berpikir ... 40

Gambar 3.1 Desain Penelitian ... 43

Gambar 4.1 Contoh Gambaran Panduan Gaya ... 58

Gambar 4.2 Alur Analisis Tugas ... 64

Gambar 4.3 Flowchart Utama Media ... 67

Gambar 4.4 Flowchart Babak Ke-1 ... 68

Gambar 4.5 Flowchart Babak Ke-2 ... 69

Gambar 4.6 Flowchart Babak Ke-3 ... 70

Gambar 4.7 Perancangan Storyboard ... 71

Gambar 4.8 Produksi Storyboard ... 72

Gambar 4.9 Revisi Storyboard ... 73

Gambar 4.10 Produksi gambar format png ... 75

Gambar 4.11 Produksi Animasi ... 76

Gambar 4.12 Pergerakan Unsur Kovalen Koordinasi ... 80

Gambar 4.13 Petunjuk Penggunaan ... 81

Gambar 4.14 Daftar Pustaka ... 81

Gambar 4.15 Soal Ikatan Logam ... 82

Gambar 4.16 Outline Logo ... 82


(15)

xv

Gambar 4.21 Pola Sentuhan pada Unsur Na dan Cl ... 92

Gambar 4.22 Pola Sentuhan pada Senyawa Kovalen Koordinasi ... 93

Gambar 4.23 Scene Ikatan Kovalen dalam Ikatan Ion Beratom Banyak ... 94

Gambar 4.24 Scene Analisis Kebenaran Struktur Senyawa... 94

Gambar 4.25 Scene Ikatan Logam ... 95


(16)

xvi

Tabel 2.2 Teori Taksonomi Media Pembelajaran ... 15

Tabel 2.3 Simbol Flowchart ... 27

Tabel 3.1 Kisi-Kisi Lembar Validasi Media ... 49

Tabel 3.2 Kisi-Kisi Lembar Validasi Materi... 49

Tabel 3.3 Kisi-kisi Wawancara ... 50

Tabel 3.4 Kisi-kisi Pre Test dan Post Test ... 51

Tabel 4.1 Spesifikasi dari Smartphone yang Dapat Digunakan ... 56

Tabel 4.2 Timeline Proses Produksi Media ... 57

Tabel 4.3 Panduan Gaya Sebelum Produksi Media ... 57

Tabel 4.4 Sumber Animasi ... 59

Tabel 4.5 Sumber Suara ... 60

Tabel 4.6 Sumber Gambar ... 60

Tabel 4.7 Hasil Analisis Cakupan Materi ... 62

Tabel 4.8 Perkembangan Perancangan Storyboard ... 72

Tabel 4.9 Proses Produksi Media dengan Unity ... 77

Tabel 4.10 Perkembangan Tes Alpa ... 78

Tabel 4.11 Revisi Media ... 78

Tabel 4.12 Hasil Observasi Siswa ... 85


(17)

xvii

Lampiran 1 Transkrip Wawancara Guru ... 108

Lampiran 2 Transkrip Wawancara Siswa ... 116

Lampiran 3 Analisis KI, KD & Indikator ... 128

Lampiran 4 Analisis Tugas ... 129

Lampiran 5 Analisis Konsep ... 130

Lampiran 6 Flowchart... 134

Lampiran 7 Storyboard ... 138

Lampiran 8 Lembar Alpha Test ... 163

Lampiran 9 Pengolahan Alpha Test ... 190

Lampiran 10 Simpulan Validator ... 200

Lampiran 11 Komentar dan saran Validator ... 201

Lampiran 12 Hasil Pre Test dan Post Test ... 202

Lampiran 13 Hasil Observasi ... 206

Lampiran 14 Verbatim dan Kategorisasi Tema Wawancara ... 207

Lampiran 15 Analisis Beta Test ... 213

Lampiran 16 Lembar Alpha Test ... 216

Lampiran 17 Lembar Beta Test ... 220

Lampiran 18 Surat Bimbingan Skripsi ... 228

Lampiran 19 Surat Izin Penelitian... 230

Lampiran 20 Dokumentasi ... 231


(18)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan zaman saat ini menuntut guru untuk lebih kreatif lagi dalam mendidik siswa. Pada era transformasi pendidikan abad ke-21 ini arus perubahan terjadi dimana peranan penting dalam kegiatan pembelajaran akan sama-sama dimainkan oleh guru dan siswa. Guru pada abad ke-21 adalah sebagai mediator dan fasilitator aktif untuk mengembangkan potensi aktif siswa yang ada pada dirinya, bukan hanya sebagai transfer of knowledge atau guru merupakan satu-satunya sumber belajar yang bisa melakukan apa saja (teacher center) (Rusman, 2013, hlm. 16). Dari pernyataan ini guru bukan satu-satunya sumber belajar namun guru dapat menciptakan sumber belajar, agar fungsi fasilitator yang yang dikaitkan dengan guru pada abad sekarang ini berjalan sebagaimana mestinya.

Berpuluh-puluh tahun yang lalu di dalam kelas terlihat siswa yang duduk rapi di atas kursi dengan tangan dilipat di atas meja dan guru memberikan materi di depan kelas disamping papan tulis sambil menghadap siswa yang berjumlah 20-40 orang, namun bagaimana suasana kelas sekarang ini? (Rusman, 2013, hlm. 18). Kita akan menemukan kecanggihan teknologi (ICT) berada dalam ruang kelas seperti komputer, LCD, televisi, jaringan komputer, dan video yang membantu guru dalam menyampaikan materi pembelajaran di kelas. Pendidikan yang berkembang sekarang ini bukan saja bersifat regional namun sudah berkembang sampai pada tataran global. Perubahan-perubahan lainnya yang terjadi di kelas di abad pengetahuan pengetahuan sekarang ini, seperti di sekolah dilengkapi dengan laboratorium komputer, bahasa, bengkel kerja, ICT center, perpustakaan digital (e-library), e-learning, dan sebagainya. Dari pertanyaan di atas, kita bisa menjawab dengan berbagai perbedaan antara pembelajaran berpuluh tahun lalu dengan pembelajaran abad ke-21 ini. Oleh karena itu guru pada abad ini harus mempersiapkan diri dalam menghadapi tantangan dalam pembelajaran (Rusman, 2013, hlm.18-19).


(19)

Pada abad ke-21 ini, revolusi ilmu pengetahuan dan teknologi, perubahan masyarakat, pemahaman cara belajar anak, kemajuan media komunikasi dan informasi dan lain sebagainya memberikan arti tersendiri bagi kegiatan pendidikan. Tantangan inilah yang menjadi salah satu dasar pentingnya pendekatan teknologis dalam pengelolaan pendidikan dan pembelajaran (Munadi, 2012, hlm. 1).

Dalam pelaksanaannya guru dituntut memiliki kemampuan secara metodologis dalam hal perancangan dan pelaksanaan pembelajaran termasuk di dalamnya penguasaan dalam penggunaan media pembelajaran (Munadi, 2012, hlm.1-2). Penggunaan dari media pembelajaran pada hakekatnya dan disadari oleh banyak praktisi pendididikan sangat membantu aktivitas proses pembelajaran baik di dalam maupun diluar kelas, terutama membantu peningkatan prestasi belajar siswa. Selanjutnya dalam implementasinya tidak banyak guru yang memanfaatkannya, bahkan penggunaan metode ceramah (lecture method) monoton masih cukup populer di kalangan guru dalam proses pembelajarannya (Munadi, 2012, hlm. 2). Padahal, guru yang berkualitas menurut UU RI No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen adalah guru yang memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yakni yang memiliki kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional (Munadi, 2012, hlm. 1).

Hamalik dalam buku Arsyad (2014, hlm. 19) menyatakan bahwa penggunaan media pembelajaran dalam proses pembelajaran dapat meningkatkan keinginan dan minat, meningkatkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan bahkan memberikan pengaruh psikologis yang baik terhadap siswa. Selain itu media pembelajaran juga dapat meningkatkan pemahaman, menyajikan data, dan memadatkan informasi sehingga mempermudah siswa dalam peroses pembelajaran.

Adanya kondisi nyata, kendala, pemikiran inovasi, dan berbagai terobosan nyata yang bisa dikembangkan oleh praktisi pendidikan dan teknolog dalam bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini dengan melalui telepon seluler, ternyata telah menjadi landasan yang kuat sehingga


(20)

revolusi pembelajaran memungkinkan untuk dilakukan (Darmawan, 2011, hlm. 15). Beberapa kondisi nyata yang dapat dijadikan landasan latar belakang oprasional kemunculan mobile learning, yaitu : penetrasi perangkat mobile sangat cepat, lebih banyak daripada PC, lebih mudah dioperasikan daripada PC, dan perangkat mobile dapat dipakai sebagai media belajar (Darmawan, 2011, hlm. 15). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Budi Kurniawan (2016, hlm. 44) penggunaan smartphone oleh siswa dikategorikan sangat tinggi yaitu 80% siswa menggunakan smartphone karena kebutuhan. Menurut Budi Kurniawan (2016, hlm. 45) smartphone dibutuhkan oleh siswa untuk mencari informasi berkaitan dengan pembelajaran kimia dan untuk mengerjakan tugas. Namun, sebagian siswa mengaku tidak memiliki aplikasi yang berhubungan dengan mata pembelajaran kimia. Selain itu menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Osman, dkk (2012, hlm. 283) biasanya penggunaan smartphone ditujukkan untuk internet browsing, email, blogging dan games. Hasil penelitian Osman, dkk (2012, hlm. 284) juga menunjukkan juga bahwa Mobilegames menjadi tujuan penggunaan tertinggi.

Adapun untuk memaksimalkan aktivitas belajar mengajar secara berkesinambungan dalam bentuk interaksi antara peserta didik dan materi pelajaran adalah dalam bentuk permainan (games) dan efek games ini dapat memberikan kondisi yang lebih rileks yang dapat dirasakan siswa ketika belajar (Darmawan, 2011, hlm. 192). Dengan kondisi ini, siswa tidak akan mengalami kelelahan belajar karena materi yang disajikan dalam model games ini adalah betul-betul bentuk permainan seperti halnya games yang banyak ditemui (Darmawan, 2011, hlm. 192).

Dalam pembelajaran konsep ikatan kimia, siswa mengalami kesulitan dalam memahami konsep ikatan kimia, terutama dalam hal menentukan senyawa yang memiliki ikatan ion, menentukan rumus senyawa yang terbentuk dan jenis ikatannya, menentukan senyawa yang tidak memenuhi kaidah oktet, menentukan senyawa kovalen polar, menentukan kemampuan suatu unsur yang diketahui nomor atomnya, menentukan pasangan unsur yang


(21)

dapat membentuk ikatan ion dan pasangan golongan unsur yang dapat membentuk ikatan kovalen (Haris, Muntari & Loka, 2013, hlm. 31).

Penggunaan media pembelajaran yang dapat membuat guru inovatif dalam mengajar dan mendidik, dan juga siswa dapat tertarik dan tidak merasa bosan dengan pembelajaran yang terkesan abstrak. Dewasa ini, inovasi dibidang pembelajaran telah banyak membawa perubahan, misalnya saja perkembangan teknologi komputer, sekarang ini program CAI model games atau permainan merupakan program pembelajaran yang menekankan pada penyajian bentuk-bentuk permainan dengan muatan bahan ajar didalamnya (Darmawan, 2011, hlm. 191). Media pembelajaran game berbasis android sudah mulai dikembangkan misalnya saja mobile game “BrainchemistSebagai Media Pembelajaran Kimia SMA/MA Pada Materi Asam Basa, Larutan Penyangga, Dan Hidrolisis Garam” , namun game ini sebagian besar gambar statis dan tidak animasi yang dapat memudahkan siswa memahami konsep kimia (Prasetyo, 2012, hlm. 6). Brainchemist sebagai media permainan berbentuk kuis yang berisi rangkaian pertanyaan-pertanyaan yang dapat merangsang kemampuan berpikir penggunanya. Peneliti berusaha untuk membuat game yang sejenis pada konsep ikatan kimia dengan memodifikasi peraturan dan soalnya serta memunculkan keunggulan animasi bergerak suatu ikatan untuk memudahkan siswa memahami konsep ikatan kimia.

Berdasarkan hasil wawancara dengan guru dan siswa SMA negeri di Jakarta didapatkan bahwa penggunaan media pembelajaran khususnya dalam bentuk mobile game belum dapat ditemui. Kebanyakan dari mereka mengaku bahwa keterbatasan waktu yang ada di sekolah menghambat pemahaman terhadap materi yang disampaikan, dan mereka merasa dengan adanya media pembelajaran dalam bentuk mobile game ini dapat mengatasi hal tersebut, karena memang penggunaan media ini dapat digunakan dimanapun dan kapanpun Hasil wawancara tersebut dapat dilihat pada Lampiran 1 & 2. Mereka sangat mengharapkan adanya pengembangan media pembelajaran untuk membantu proses pembelajaran di sekolah terutama dalam bentuk mobile games. Oleh karena itu peneliti mengambil judul penelitian


(22)

“Pengembangan Media Pembelajaran Mobile Games Android pada Materi

Ikatan Kimia”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan Latar Belakang yang telah dikemukakan diatas dapat ditemuan beberapa masalah yaitu :

1. Masih jarang ditemukan media pembelajaran dalam bentuk mobile game yang dikembangkan dan digunakan di sekolah.

2. Siswa merasa kesulitan dalam memahami konsep ikatan kimia.

3. Banyaknya materi kimia SMA/MA, namun alokasi waktu mengajar yang terbatas.

C. Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Aplikasi mobile game ini berbasis android dan hanya dipergunakan dalam

pembelajaran materi ikatan kimia.

2. Aplikasi mobile game ini dipergunakan untuk siswa SMA/MA.

3. Mobile game yang dihasilkan tidak dapat mengukur ketuntasan belajar secara keseluruhan karena hanya memuat beberapa materi saja. Khususnya pada konsep ikatan kimia ini lebih ditekankan mempelajari perbedaan proses terbentuknya antara ikatan ion dan kovalen.

4. Mobile game yang dihasilkan berbentuk 2 Dimensi (2D). 5. Mobile game dimainkan secara offline

6. Mobile game ini ditujukan untuk mengevaluasi pembelajaran konsep ikatan kimia.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah “Bagaimana pengembangan media pembelajaran berbasis mobile game android pada konsep Ikatan Kimia?”


(23)

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengembangkan media pembelajaran mobile game android pada konsep ikatan kimia.

2. Manfaat Penelitian

Hasil pengembangan media pembelajaran mobile game android ini diharapkan dapat bermanfaat kepada siswa, guru dan bagi peneliti, adalah sebegai berikut :

a. Bagi Siswa

Dengan adanya media pembelajaran mobile game android ini dapat mempermudah siswa dalam memahami materi ikatan kimia yang perlu divisualisasikan sehingga dapat memotivasi siswa untuk belajar.

b. Bagi Guru

Aplikasi mobile game android ini dapat dijadikan sebagai sumber belajar dan media evaluasi yang dapat digunakan guru di sekolah.

c. Bagi Peneliti

Menambah wawasan peneliti mengenai media pembelajaran khususnya dalam pengembangan mobile game android khususnya pada materi yang perlu divisualisasikan seperti ikatan kimia.


(24)

7 BAB II

KAJIAN TEORITIS DAN KERANGKA BERPIKIR A. Kerangka Teoritik

1. Media Pembelajaran

a. Pengertian Media Pembelajaran

Media berasal dari Bahasa Latin medius yang secara harfiah

berarti „tengah‟. „perantara‟, atau „penghantar‟, sedangkan dalam bahasa arab, media disebut „wasail‟ bentuk jamak dari „wasilah‟ yakni

sinonim dari al-wasth yang mempunyai arti „tengah‟ (Munadi, 2012, hlm. 6). Dari kata tengah tersebut dapat diambil pengertian bahwa sesuatu yang berada diantara dua sisi, sehingga media dapat dipahami sebagai penghantar atau penghubung, yang menghantarkan atau menghubungkan sesuatu hal dari sisi satu ke sisi yang lain (Munadi, 2012, hlm. 6). Gerlach dan Ely (1971) dalam Arsyad (2014, hlm. 3) mengatakan bahwa media merupakan manusia, materi, atau kejadian yang dapat membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap. Dalam hal ini, semua yang ada dilingkungan siswa seperti guru, buku teks, dan lingkungan sekolah semuanya merupakan media. Secara lebih khusus, pengertian media dalam proses belajar mengajar cenderung diartikan sebagai alat-alat geografis, photografis, atau elektronis untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual atau

verbal (Arsyad, 2014, hlm. 3). Rusman menambahkan “media

merupakan alat yang memungkinkan siswa untuk mengerti dan memahami sesuatu dengan mudah untuk mengingatnya dalam waktu yang lama dibandingkan dengan penyampaian materi pelajaran dengan cara tatap muka dan ceramah tanpa alat bantu atau media


(25)

Pembelajaran adalah istilah yang digunakan untuk menunjukkan usaha pendidikan yang dilaksanakan secara sengaja, dengan penetapan tujuan terlebih dahulu sebelum proses dilaksanakan, dan pelaksanaanya terkendali. Perlu ditegaskan bahwa dalam proses pendidikan sering kali seseorang belajar tanpa disengaja, tanpa seseorang itu tahu tujuannya terlebih dahulu, dan tidak selalu dikendalikan baik dalam artian isi, waktu, proses, maupun hasilnya. Namun demikian dalam tulisan kedua istilah itu dapat digunakan secara bergantian (Miarso, 2005, hlm. 392).

Munadi mengatakan,”media pembelajaran dapat dipahami segala sesuatu yang dapat menyampaikan dan menyalurkan pesan dari sumber secara terencana sehingga tercipta lingkungan belajar yang kondusif di mana penerimaannya dapat melakukan proses belajar secara efisien dan efektif” (Munadi, 2012, hlm. 8). Definisi ini sejalan dengan definisi yang di antaranya disampaikan oleh Asosiasi Teknologi dan Komunikasi Pendidikan (Association of Education and Communication Technology/AECT) di Amerika, yakni sebagai segala bentuk dan saluran yang digunakan orang untuk menyalurkan

pesan/informasi (Munadi, 2012, hlm. 8). Sementara itu, Gagne‟ dan

Briggs (1975) secara implisit mengatakan bahwa media pembelajaran adalah alat yang secara fisik terdiri dari, buku, tape recorder, kaset, kamera video, video recorder, film, slide, foto, gambar, grafik, televisi dan komputer yang digunakan untuk menyampaikan materi pelajaran (Arsyad, 2014, hlm. 4)

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat dijadikan alat penyampaian informasi dari sumber secara terencana kepada penerima pesan yang dilakukan secara efektif dan efisien, dan diharapkan terciptanya lingkungan belajar yang kondusif.


(26)

b. Landasan Teoritis Penggunaan Media Pembelajaran

Pemerolehan pengetahuan dan keterampilan, perubahan-perubahan sikap dan prilaku dapat terjadi karena interaksi antara pengalaman baru dengan pengalaman yang pernah dialami sebelunya (Arsyad, 2014, hlm. 10). Menurut Bruner (1966) dalam Arsyad (2014, hlm. 10). terdapat tiga tingkatan utama modus belajar, yaitu pengalaman langsung (enactive) pengalaman piktorial/gmbar (iconic), dan pengalaman abstrak (symbolic).

Selanjutnya Dale menggambarkan tingkat pengalaman pemerolehan hasil belajar adalah sebagai suatu proses komunikasi. Materi yang akan disampaikan oleh guru dan siswa dapat menguasainya disebut sebagai pesan (Arsyad, 2014, hlm. 11). Guru selanjutnya sebagai sumber pesan menuangkan pesan ke dalam simbol-simbol tertentu (encoding) dan siswa sebagai penerima menafsirkan simbol-simbol tersebut sehingga dapat dipahami sebagai suatu pesan (decoding) Pengolahan pesan oleh guru dan murid dapat di gambarkan melalui tabel berikut ini (Arsyad, 2014, hlm. 11).

Tabel 2.1 Pesan dalam Komunikasi

Pesan diproduksi dengan Pesan dicerna dan diinterpretsikan dengan

Berbicara, menyanyi, memainkan alat musik, dsb.

<−> Mendengarkan

Memvisualisasikan melalui film, foto lukisan, gambar, model, patung, grafik, kartun, gerakan nonverbal

<−> Mengamati

Menulis atau mengarang <−> Membaca

Hal diatas memberikan petunjuk bahwa agar proses belajar mengajar dapat berhasil dengan baik, siswa sebaiknya diajak untuk memanfaakan alat indranya (Arsyad, 2014, hlm. 11). Sementara itu

Dale, “memperkirakan bahwa pemerolehan hasil belajar melalui

indera pandang 75 %, melalui indera dengar 13 %, dan melalui indera


(27)

Dale’s Cone Experience (Kerucut Pengalaman Dale) adalah salah satu acuan sebagai landasan teoritis pemanfaatan media dalam proses pembelajaran. Dalam usaha memanfaatkan media dalam pembelajaran, Edgar Dale mengadakan klasifikasi tingkatan pengalaman berdasarkan seberapa banyak indera yang terlibat di dalamnya. Tingkatan pengalaman dalam kerucut tersebut adalah dari tingkatan yang paling konkrit ke tingkatan yang paling abstrak (Munadi, 2012, hlm 18).

Gambar 2.1 Kerucut Pengalaman Edgar Dale (Munadi, 2012, hlm 19) Kerucut ini (gambar 2.1) merupakan elaborasi yang rinci dari konsep tiga tingkatan pengalaman yang dikemukakan oleh Bruner sebagaimana diuraikan sebelumnya. Hasil belajar seseorang dapat diperoleh mulai dari pengalaman langsung (konkret), kenyataan yang

Lambang Kata Lambang

Visual Gambar Diam, Rekaman Radio Gambar Hidup Pameran

Televisi

Karyawisata

Dramatisasi

Benda Tiruan/Pengamatan Pengalaman Langsung Abstrak

Tinggi

Abstrak Rendah


(28)

ada di lingkungan kehidupan seseorang kemudian melalui benda tiruan, sampai kepada lembang verbal (abstrak). Semakin ke atas di puncak kerucut semakin abstrak media penyampaian itu. Namun perlu diingat bahwa urut-urutan ini tidak berarti proses belajar dan interaksi belajar mengajar dengan selalu dimulai dari pengalaman langsung, tetapi dimulai dengan jenis pengalaman yang paling sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan kelompok siswa yang dihadapi dengan mempertimbangkan situasi belajarnya (Arsyad, 2014, hlm. 13).

Pengalaman siswa secara langsung akan memberikan kesan paling bermakna dan paling utuh mengenai informasi dan gagasan yang terkandung dalam pengalaman itu, oleh karena ia melibatkan indera penglihatan, pendengaran, perasa, penciuman dan peraba dan ini dikenal sebagai learning by doing (Arsyad, 2014, hlm. 13)

Ketika pesan dituangkan ke dalam lambang-lambang seperti bagan, grafik, atau kata maka tingkatan keabstrakan pesan akan semakin tinggi. Pesan yang terkandung dalam lambang-lambang seperti itu, indera yang digunakan untuk menafsirkannya semakin terbatas yakni indera penglihatan atau indera pendengaran. Meskipun tingkat partisipasi fisik berkurang, keterlibatan imajinatif semakin bertambah dan berkembang. Sesungguhnya, pengalaman konkret dan pengalaman abstrak dialami silih berganti, hasil belajar yang dilakukan secara pengalaman langsung mengubah dan memperluas jangkauan abstraksi seseorang, dan sebaliknya, kemampuan interpretasi lambang kata membantu seseorang untuk memahami pengalaman yang di dalamnya ia terlibat langsung (Arsyad, 2014, hlm. 14-15).


(29)

c. Fungsi Media Pembelajaran

1) Fungsi Media Pembelajaran Sebagai Sumber Belajar

Media sebagai penyalur, penyampai, penghubung, dan lain-lain adalah arti bahwa media pembelajaran dapat berfungsi sebagai sumber belajar (Munadi, 2012, hlm. 37).

2) Fungsi Semantik

Fungsi semantik dari media adalah media dapat menambah perbendaharaan kata (symbo verbal) yang makna atau maksudnya benar-benar dipahami anak didik (tidak verbalistik) (Munadi, 2012, hlm. 39).

3) Fungsi Manipulatif

Berdasarkan karakteristik umum, media disebut mempunyai fungsi manipulatif karena media memiliki dua kemampuan, yaitu dapat mengatasi batas-batas ruang dan waktu dan mengatasi keterbatasan inderawi (Munadi, 2012, hlm. 41).

4) Fungsi Psikologis a) Funsi Atensi

Pada dasarnya setiap orang memilki sel saraf penghambat, yakni sel khusus dalam sistem saraf yang berfungsi membuang sejulah sensasi yang datang. Oleh karena saraf penghambat ini para siswa dapat memfokuskan perhatiannya pada rangsangan yang dianggap menarik dan membuang rangsangan-rangsangan lainnya. Pada masa-masa inilah media pembelajaran memiliki fungsi, yakni dapat meningkatkan perhatian (attention) siswa terhadap materi ajar (Munadi, 2012, hlm. 43).

b) Fungsi Afektif

Fungsi afektif dari media pembelajaran adalah menggugah perasaan, emosi, dan tingkat penerimaan atau penilakan siswa terhadap sesuatu. Dan pada dasarnya setiap


(30)

orang memiliki gejala batin jiwa yang berisikan kualitas karakter dan kesadaran (Munadi, 2012, hlm. 44).

c) Fungsi Kognitif

Media pembelajaran mempunyai fugsi kognitif yaitu siswa yang belajar melalui medi pembelajaran akan memperoleh dan menggunkan bentuk-bentuk representasi yang mewakili objek-objek yang dihadapi, baik objek itu berupa orang, benda, atau kejadian/peristiwa (Munadi, 2012, hlm. 45). d) Fungsi Imaginatif

Media pembelajaran juga memiliki fungsi imaginatif yaitu dapat meningkatkan dan mengembangkan imaginasi siswa. Berdasarkan Kamus Lengkap Psikologi imaginasi (imagination) berarti prosesmenciptakan objek atau peristiwa tanpa pemanfaatan data sendoris. Dalam hal ini, imaginasi mencangkup penimbulan atau kreasi objek-objek baru sebagai rencana bagi masa mendatang, atau dapat juga mengambil bentuk fantasi (khayalan) yang didominasi kuat sekali oleh pikiran-pikiran autistik (Munadi, 2012, hlm. 46).

e) Fungsi Motivasi

Fungsi media pembelajaran selanjutnya adalah fungsi motivasi yaitu dengan media pembelajaran yang tepat guna yaitu memberikan harapan dengan cara memudahkan siswa, bahkan yang dianggap lemah sekalipun daam menerima dan memahami isi pelajaran. Pada dasarnya motivasi adalah seni mendorong siswa untuk terdorong melakukan kegiatan belajar sehingga tujuan pembelajaran tercapai. Dengan demikian, motivasi merupakan usaha dari pihak luar dalam hal ini adalah guru untuk mendorong, mengaktifkan dan menggerakkan siswanya secara sadar untuk terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran (Munadi, 2012, hlm. 47).


(31)

5) Fungsi Sosio-Kultural

Pada dasarnya setiap siswa memiliki karakteristik yang berbeda apalagi bila dihubngkan dengan adat, keyakinan, lingkungan, pengalaman, dan lain-lain. Sedangkan kurikulum dan materi ajar ditentuan dan diberlakukan secara sama untuk setiap siswa, dengan demikin guru akan mengalami kesulitan menghadapi hal itu, terlebih ia harus mengatasinya sendirian. Apalagi bila latar belakang dirinya (guru) baik adat, budaya, lingkungan, dan pengalamannya berbeda dengan para siswanya. Masalah ini dapat diatasi dengan media embelajaran, karena media pembelajaran memiliki kemampuan dalam memberikan rangsangan yang sama, mempersamakan pengaaman, dan menimbulkan persepsi yang sama, sehingga media pembelajaran dapat membantu permasalahan ini (Munadi, 2012, hlm. 48).

d. Taksonomi Media Pembelajaran

Banyak Taksonomi dengan berbagai pendekatan dibuat oleh para ahli media, munadi menyatakan teori taksonomi media pembelajaran adalah seperti pada tabel berikut ini :


(32)

Tabel 2.2 Teori Taksonomi Media Pembelajaran

No. Taksonomi Ahli Penjelasan

1 Taksonomi media berdasarkan rangsangan belajar

Edling Media merupakan bagian dari enam unsur rangsangan belajar, yaitu dua untuk pengalaman audio meliputi kodifikasi subjektif visual dan kodifikasi objektif audio, dua untuk pengalaman visual meliputi kodifikasi subektif audio dan kodifikasi objekif visual, dan dua pengalaman belajar 2 dimensi meliputi pengalaman langsung dengan orang dan pengalaman langsung dengan benda (Munadi, 2012, hlm. 50).

2 Taksonomi media berdasarkan fungsi pembela-jaran

Gagne Media dikelompokkan menjadi 7 macam, yaitu :

1) Benda untuk didemonstrasikan 2) Komunikasi lisan

3) Media cetak 4) Gambar diam 5) Gambar gerak 6) Film bersuara 7) Dan mesin belajar

Lalu dari ketujuh kelompok media ini kemudian dikaitkan dengan kemampuannya memenuhi fungsi menurut tingkatan hirarki belajar yang dikembangkan, contoh prilaku belajar, memberi kondisi eksternal, manuntun cara berpikir, memasukkan alih ilmu, menilai prestasi, dan pemberi umpan balik (Munadi, 2012, hlm. 51).

3 Taksonomi media menurut hirarki pemanfa-atannya untuk pendidikan

Duncan Duncan ingin menjajarkan biaya investasi, kelangkaan dan keluasan lingkup sasarannya di satu pihak dan kemudian pengadaan serta penggunaan, keterbatasan lingkup sasaran dan rendahnya biaya di lain pihak dengan tingkat kerumitan perangkat medianya dalam suatu hirarki. Dengan kata lain hirarki Duncan disusun menurut tingkat kerumitan perangkat media yang dipergunkan (Munadi, 2012, hlm. 52).


(33)

e. Ciri-ciri Media Pembelajaran

Gerlach dan Elly dalam Rusman, menyebutkan ada tiga ciri media yang merupakan petunjuk bahwa media yang dapat melakukan apa saja yang mungkin guru pun sulit untuk melakukannya.

1) Ciri Fiksatif

Ciri ini amat penting bagi guru karena ciri ini menggambarkan media merekam, menyimpan, melestarikan, dan merekomendasikan, merekonstruksikan suatu peristiwa atau objek dengan kejadian atau objek yang direkam dengan format media yang ada dapat dipergunakan setiap saat bahkan dapat ditransfer ke dalam format lainnya. Peristiwa yang hanya sekali pun dapat diabadikan dan disusun kembali sesuai keperluan untuk media pembelajaran.

2) Ciri Manipulatif

Media mempunyai ciri manipulatif karena transformasi suatu kejadian atau objek dimungkinkan. Kejadian yang memakan waktu lama dapat disajikan kepada siswa dalam waktu sekejap dengan teknik pengambilan gambar time-lapse recording. Namun dalam pelaksanaannya media dengan ciri ini harus diperhatikan secara lebih karena apabila kesalahan dalam pengaturan kembali urutan kejadian atau pemotongan bagian 4 Tasonomi

media berdasarkan indera yang terlibat Rudi Bretz

Berdasarkan indera yang terlibat Rudi Bretz memilih tiga unsur pokok sebagai dasar dari setiap media, yaitu suara, visual dan gerak. Unsur suara adalah unsur yang melibatkan indera pendengaran dan visual adalah unsur yang melibatkan indera penglihatan. Namun pada unsur gerak tampaknya bretz tidak mendaasarkan gerak pada keterlibatan inderawi tetapi kepada alat-alat yang mendukung media bersangkutan (Munadi, 2012, hlm. 52).


(34)

yang salah, maka akan terjadi pula kesalahan penafsiran, sehingga dapat merubah sikap siswa ke arah yang tidak diinginkan.

3) Ciri Distributif

Ciri ini memungkinkan suatu objek atau kejadian di transportasikan melalui ruang dan secara bersamaan keadian tersebut disajikan kepada sejumlah besar siswa dengan stimulus pengalaman yang relatif sama mengenai kejadian itu (Rusman, 2013, hlm. 166).

f. Pinsip-prinsip Media Pembelajaran

Menurut Rusman ada beberapa prinsip yang menjadi acuan dalam mengoptimalkan pembelajaran :

1) Efektivitas

Pemilihan media pembelajaran harus berdasarkan pada ketepatgunaan (efektivitas) dalam pembelajaran dan pencapaian tujuan pembelajaran atau pembentukan kompetensi. Guru harus berusaha agar media pembelajaran yang diperlukan untuk membentuk kompetensi secara optimal dapat digunakan dalam pembelajaran.

2) Relevansi

Prinsip ini adalah sesuainya media pembelajaran yang digunakan dengan tujuan, karakteristik materi pelajaran, potensi dan perkembangan siswa serta dengan waktu yang tersedia. 3) Efisiensi

Pemilihan dan penggunaan media pembelajaran harus benar-benar memperhatikan bahwa media tersebut murah atau hemat biaya tetapi dapat menyampaikan inti pesan yang dimaksud, persiapan dan penggunaannya relatif memerlukan waktu yang singkat, kemudian hanya memerlukan sedikit tenaga.


(35)

4) Dapat digunakan

Media pembelajaran haruslah benar-benar dapat digunakan dan diterapkan dalam pembelajaran, sehingga dapat menambah pemahaman siswa dan meningkatkan kualitas pembelajaran. 5) Kontekstual

Penggunaan media pembelajaran harus mengedepankan aspek lingkungan sosial dan budaya siswa. Alangkah baiknya jika mempertimbangkan aspek pengembangan pada pembelajaran life skills (Rusman, 2013, hlm. 167).

g. Pemilihan Media Pembelajaran 1) Pemilihan Media Pembelajaran

Menurut Rusman (2013, hlm. 169) ada tiga komponen yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan dalam memilih media pembelajaran, yaitu :

a) Komponen Tujuan

Memilih media harus disesuaikan dengan peruntukkannya, apakah media yang digunakan tujuannya untuk audience secara individual atau klasikal dan apakah tujuan pemilihan media relevan dengan kemampuan siswa dan juga kemampuan guru dalam mengunakan berbagai jenis media pembelajaran (Rusman, 2013, hlm. 169). Dan yang paling penting, tujuan apa yang akan dicapai dalam kegiatan pembelajaran yang akan dilaksanakan, apakah domain kognitif, afektif, atau psikomotor, hal ini tentunya akan berpengaruh terhadap media yang akan digunakan. b) Komponen Karakteristik Media Pembelajaran

Setiap media pembelajaran memiliki karakteristik tertentu terlihat dari segi kehandalannya, cara pembuatannya dan cara penggunaannya. Guru dalam kaitannya dalam


(36)

pemilihan media harus memahami karakteristik media pembelajaran. Karena hal ini adalah kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh seorang guru. Kemampuan semacam ini dapat memberikan peluang menggunakan berbagai jenis media pembelajaran yang bervariasi (Rusman, 2013, hlm. 169).

c) Komponen Kesesuaian

Ada lima komponen kesesuaian, yaitu :

(1) Kesesuaian dengan rencana kegiatan yang dituangkan dalam RPP

(2) Kesesuaian dengan sasaran belajar yaitu anak usia berapa yang akan menerima dan menyerap pesan sesuai dengan ateri melalui media tersebut.

(3) Kesesuaian dengan tingkat keterbacaan maksudnya apakah media pembelajaran tersebut sudah memenuhi persyaratan teknis, seperti kejelasan gambar, warna, ukuran dan tulisan.

(4) Kesesuaian dengan situasi dan kondisi yang dimaksud adalah kondisi tempat atau ruangan yang dipergunakan, ukuran ventilasi dan cahaya, keadaan siswanya seperti jumlahnya, minat dan motivasi belajarnya, dan pengelompokkan siswa tidak luput dari pertimbangan pemilihan media.

(5) Kesesuaian dengan objektivitas, yaitu pemilihan media yang berdasarkan pada kondisi nyata bukan atas dasar dasar kesenangan pribadi saja.


(37)

Sedangkan menurut Soeparno menyebutkan bahwa ada lima alasan untuk memilih media dalam proses pembelajaran yaitu :

(1) Ada berbagai macam media yang mempunyai kemungkinan dapat kita pakai dalam proses pembelajaran,

(2) Ada media yang mempunyai kecocokan untuk menyampaikn informasi tertentu,

(3) Ada perbedaan karakteristik setiap media, (4) Ada perbedaan pemakai media tersebut, dan

(5) Ada perbedaan situasi dan kondisi tempat media dipergunakan (Rusman, 2013, hlm. 170).

Dari penjelasan-penjelasan tersebut dapat terlihat bahwa tidak mudah untuk memilih media pembelajaran

yang tepat. Dan Rusman (2013) mengatakan,” media yang

digunakan harus memperhatikan beberapa ketentuan dengan pertimbangan bahwa penggunaan media harus benar-benar berhasil dan berdaya guna unttuk

meningkatkan dan memperjelas pemahaman siswa”

(Rusman, 2013, hlm. 169-170)

h. Klasifikasi dan Karakteristik Media Pembelajaran

Menurut Rusman mengklasifikasikan media pembelajaran berdasarkan sifat, jangkauan dan teknik pemakainnya, sebagai berikut :

1) Berdasarkan sifatnya media dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu : a) Media auditif, yaitu media yang hanya dapat didengar saja

atau media yang memiliki unsur suara.

b) Media visual, yaitu suatu media yang hanya dapat dilihat saja, tidak mengandung unsur suara.


(38)

c) Media audiovisual, yaitu jenis media yang selain mengandung unsur gambar namun unsur suara juga.

2) Berdasarkan kemampuan jangkauannya, media dapat pula dibedakan ke dalam :

a) Media yang memiliki daya liput yang luas dan serentak. b) Media yang mempunyai daya liput yang terbatas oleh ruang

dan waktu.

3) Dari cara atau teknik pemakainnya, media dapat dibagi ke dalam :

a) Media yang diproyeksikan.

b) Media yang tidak diproyeksikan (Rusman, 2013, hlm. 173) Sehingga menurut Rusman secara garis besar media dapat dikelompokkan dalam gambar sebagai berikut :

Gambar 2.2 Klasifikasi Media Pembelajaran (Rusman, 2013, hlm. 174) 2. Komputer sebagai Media Pembelajaran

a. Definisi Komputer

Media Pembelajaran

Audio Visual

Audio-visual

Diproyeksikan

Tidak Diproyeksikan

Diam

Gerak

Diam


(39)

Istilah komputer diambil dari bahasa latin computare yang berarti menghitung (to compute atau to reckon) (Rusman, 2013, hlm. 177). Definisi komputer disampaikan oleh Hamacher yang dikutip Wahono, “komputer adalah mesin penghitung elektronik yang cepatnya dan daat menerima informasi input figital, kemudian memprosesnya sesuai dengan program yang tersimpan di memorinya, dan menghasilkan output berupa informasi” (Rusman, 2013, hlm. 177). Dapat disimpulkan bahwa komputer sebenarnya merupakan mesin elektronik yang dapat menerima informasi dalam bentuk input digital dengan menggunakan kode biner dalam aplikasi programnya, dan menampilkan output informasi dalam bentuk visualisasi data elektronik (Rusman, 2013, hlm. 178).

b. Pemanfaatan Komputer sebagai Media Pembelajaran

Komputer dalam penggunaannya dalam pembelajaran memungkinkan berlangsungnya proses pembelajaran secara individual (individual learning) dengan menumbuhkan kemandirian dalam proses belajaranya sehingga siswa akan mengalami proses yang jauh lebih bermakna dibandingkan dengan pembelajaran konvensional (Rusman, 2013, hlm. 178). Selain itu menurut Arsyad dalam Rusman menyebutkan bahwa manfaat komputer untuk tujuan pendidikan adalah sebagai berikut :

1) Siswa yang lamban dalam menerima pelajaran dapat diakomodasi oleh komputer karena ia dapat memberikan iklim yang bersifat afektif dengan cara yang lebih individual, tidak pernah lupa, tidak pernah bosan, sangat sabar dalam menjalankan instruksi seperti yang diinginkan program yang digunakan.

2) Siswa dapat dirangsang untuk mengerjakan latihan, melakukan kegiatan laboratorium atau simulasi karena tersedianya animasi grafik, warna, dan musik yang dapat menambah realisme.

3) Kendali berada ditangan sisw seihngga tingat kecepatan belajar siswa dapat disesuaikan dengan tingkat penguasaannya. Dengan


(40)

kata lain, komputer dapat berinteraksi dengan siswa secara perorangan misalnaya dengan bertanya dan menilai jawaban. 4) Media pembelajaran mampu merekam aktivitas siswa selama

menggunakan program pengajaran, dan memberi kesepatan lebih baik untuk pembelajaran secara perorangan dan perkembangan setiap siswa selalu dapat dipantau.

5) Media pembelajaran dapat dihubungkan dengan, dan mengendalikan peralatan lain seperti : compact disc, video tape, dan lain-lain dengan program pengendali dari komputer (Rusman, 2013, hlm. 178-179)

c. Jenis-Jenis Media Pembelajaran CAI

1) Media Pembelajaran CAI Model Drills

Model Drills pada dasarnya merupakan salah satu strategi pembelajaran yang bertujuan memberikan pengalaman belajar yang lebih konkret melalui penyediaan latihan-latihan soal yang bertujuan untuk menguji penamp[ilan siswa melalui kecepatan menyelesaikan soal-soal latihan yang diberikan media (Darmawan, 2011, hlm. 105-106).

2) Media Pembelajaran CAI Model Tutorial

Model ini merupakan program pembelajaran individual yang dikemas dalam bentuk pembelajaran berprogram bentuk branching dimana informasi/mata pelajaran disajikan dalam unit-unit kecil, lalu disusul dengan pertanyaan-pertanyaan (Darmawan, 2011, hlm. 137-139).

3) Media Pembelajaran CAI Model Simulasi

Pada dasarnya model ini merupakan salah satu strategi pembelajaran yang bertujuan memberikan pengalaman belajar yang lebih konkret melalui penciptaan tiruan-tiruan bentuk pengalaman yang mendekati suasana sebenarnya (Darmawan, 2011, hlm. 122)


(41)

4) Media Pembelajaran CAI Model Games

Model games merupakan program pembelajaran yang lebih menekankan pada penyajian bentuk-bentuk permainan dengan muatan bahan pembelajaran didalamnya (Darmawan, 2011, hlm. 191). Model games ini dapat terlihat dengan mengenali pola pembelajaran melalui permainan yang dirancang sedemikian rupa, sehingga pembelajaran lebih menantang dan menyenangkan (Rusman, 2013, hlm. 236).

3. Media Pembelajaran Model Games a. Pengertian Media Pembelajaran games

Dalam perkembangannya metode games adalah salah satu kelompok pembelajaran berbasis komputer dengan pola pengajaran tipe branching, di mana informasi/mata pelajaran disjikan dalam bentuk unit-unit permainan, lalu disusul dengan pertanyaan dan atau respons atas keberhasilan atau kegagalan menuntaskan permainan-permaianan yang dimaksud lalu respon dari siswa dianalisis oleh komputer, setelah dibandingkan dengan jawaban yang kemudian diberi respon (Darmawan, 2011, hlm. 193). Media permainan ini juga dapat menuntut siswa untuk mengaplikasikan ide dan pengetahuan yang dimilikinya secara langsung dalam kegiatan permainan yang berhubungan dengan materi-materi pelajaran tertentu (Darmawan, 2011, hlm. 193).

Model games dalam program pembelajaran adalah sebagai pengganti manusia (pendidik) dalam menyampaikan informasi berkaitan dengan materi pembelajaran (Darmawan, 2011, hlm. 194). Bentuk permainan dalam model games diantaranya berupa penyajian masalah, mencocokkan, mencari pasangan, membentuk sebuah bangun atau objek tertentu, bahkan mencari jawaban-jawaban atas pertanyaan (Darmawan, 2011, hlm. 195). Jika respon siswa benar atau berhasil menjawab pertanyaan yang disediakan, maka program


(42)

akan bergerak pada games pembelajaran berikutnya. Sedangkan apabila respon salah maka program akan kembali ke permainan sebelumnya atau bergerak pada salah satu bagian tertentu (Darmawan, 2011, hlm. 195).

b. Karakteristik Pembelajaran Model Games

Beberapa tahapan menurut Rusman dalam pembuatan instruksional game sebagai model pembelajaran adalah sebagai berikut.

1) Tujuan

Setiap permainan harus memliki tujuan sesuai tujuan pembelajaran yang sudah ditetapkan. Biasanya tujuan pembelajaran diidentikkan dengan pencapaian skor yang diharapkan.

2) Aturan

Aturan adalah setiap tindakan yang sudah dibuat dalam games, dan tidak dapat dirubah oleh pemain atau pengguna. Aturan permainan dapat membuat permainan menjadi lebih menarik.

3) Kompetisi

Kompetisi ditandai dengan adanya lawan atau melawan diri sendiri dalam menghadapi kesempatan atau waktu yang sudah ditetapkan.

4) Tantangan

Tantangan yaitu berupa tantangan atau ancaman jika gagal dalam permainan.

5) Khayalan

Permainan sering memberikan motivasi kepada pemain melalui pengembangan imajinasi.


(43)

6) Keamanan

Permainan menyediakan jalan yang aman untuk menghadapi bahaya.

7) Hiburan

Permainan mempunyai tujuan untuk menghibur dan sebagai penumbuh motivasi. (Rusman, 2013, hlm. 236-237)

Sementara menurut Darmawan tahapan pembelajaran dengan bantuan komputer model games adalah sebagai berikut :

1) Penyajian informasi

2) Mulai pemainan pembelajaran 3) Penilaian respon

4) Pemberian balikan respon 5) Pengulangan

6) Melihat nilai

7) Keluar permainan (Darmawan, 2011, hlm. 195)

c. Flowchart Pembelajaran Model Games

Flowchart adalah penggambaran secara luas (a bird’s-eye view) yang memperlihatkan dan mengurutkan program (Alessi dan Trollip, 2001, hlm. 503). Tujuan dari flowchart adalah mempermudah pemahaman terhadap proses pengerjaan sesuatu program atau media (Darmawan, 2011, hlm. 64).

Tabel 2.3 Simbol Flowchart (Alessi dan Trollip, 2001, hlm. 505).

Simbol Fungsi

Indikasi mulai flowchart Awal


(44)

Indikasi akhir flowchart

Mendeskripsikan apa yang terjadi saat siswa merespon

Mengindikasikan arah dari flowchart

Mengindikasikan keputusan, sebuah pertanyaan akan muncul yang mengharuskan menghadapi

dua kondisi yang berbeda.

Akhir


(45)

d. Storyboard Pembelajaran Model Games

Berbeda dengan flowchart, storyboard memperlihatkan detail apa yang siswa atau pengguna dapat lihat dari program (Alessi dan Trolip, 2001, hlm. 503). Storyboard adalah penjabaran alur dari pembelajaran yang sudah di desain yang berisi informasi pembelajaran, prosedur dan petunjuk pembelajaran (Darmawan, 2011, hlm. 75). Sebagai dokumen tertulis, storyboard merupakan papan cerita yang berupa kartu berukuran 10-15 cm yang terdapat penjelasan visual beserta gambar dan audio yang akan diambil oleh kamera dan disertai keterangan - keterangan (Darmawan, 2011, hlm. 76-77).

Gambar 2.3 Contoh Format Storyboard (Darmawan, 2011, hlm. 78) e. Keuntungan dan Keterbatasan Media Pembelajaran Model Games

Keuntungan yang didapat siswa melalui media permainan adalah sebagai berikut.

1) Keterlibatan. Para siswa dapat terlibat secara cepat dengan belajar melalui permainan

2) Sesuai dengan hasil. Materi yang rumit dapat disederhanakan dengan agar sesuai dengan tujuan belajar.

3) Beragam suasana. Permainan dapat digunakan di berbagai suasana ruang kelas.

4) Mendapatkan perhatian. Permainan merupakan cara yang efektif untuk mendapatkan perhatian siswa untuk mempelajari topik atau atau keterampilan spesifik (Smaldino, 2011, hlm. 39-40).

Visual

Audio

No. Frame/slide : Catatan


(46)

Adapun keterbatasan yang dalam media permainan adalah sebagai berikut.

1) Pertimbangan persaingan. Permainan bisa bersifat kompetitif karena adanya keinginan untuk menang.

2) Tingkat kesulitan. Jika siswa yang kurang bisa karena merasa struktur permainan terlaluj cepat atau sulit bagi mereka.

3) Mahal. Beberapa permainan terutama berbasis komputer bisa sangat mahal untuk dibeli.

4) Niat yang salah arah. Tujuan belajar mungkin hilang karena adanya keinginan untuk menang ketimbang sekedar belajar (Smaldino, 2011, hlm. 40).

f. Integrasi Media Pembelajaran, Simulasi dan Games

Permainan, simulasi dan pengajaran merupakan konsep yang terpisah, namun, pada suatu waktu mereka bisa dibaurkan. Sehingga aktivitas tertentu bisa menjadi sebuah simulasi pengajaran (IS), sebuah permainan pengajaran (IG), permainan simulasi (SG), maupun ketiganya permainan simulasi pengajaran (ISG) (Smaldino, 2011, hlm. 39)

Gambar 2.4 Gambar Integrasi Permainan (Smaldino, 2011, hlm. 39) 4. Sistem Android Mobile

Android merupakan sebuah sistem operasi untuk perangkat mobile berbasis linux yang mencakup sistem operasi, middleware dan aplikasi.

Simulasi Pembe-

lajaran

Permainan ISG

SG IG


(47)

Android menyediakan platform terbuka bagi para pengembang untuk menciptakan aplikasi mereka ( H, Safaat, 2015, hlm. 1). Android dipuji

sebagai “platform mobile pertama yang lengkap, terbuka dan bebas).

a. Lengkap : para desainer dapat melakukan pendekatan yang komprehensif ketika mereka sedang mengembangkan platform android. Android merupakan sistem operasi yang aman dan menyediakan tools dalam membangun software dan memungkinkan sebagai peluang pengembangan aplikasi.

b. Terbuka : platform android disediakan melalui lisensi open source. Pengembangan dapat dengan bebas untuk mengembangkan aplikasi. c. Bebas : android adalah platform/aplikasi yang free untuk

pengembangan. Tidak ada lisensi atau biaya royalti untuk dikembangkan pada platform android, tidak biaya keanggotaan yang diperlukan, tidak ada biaya pengujian yang diperlukan dan tidak ada kontrak yang diperlukan serta aplikasi android dapat didistribusikan dan diperdagangkan dalam bentuk apapun ( H, Safaat, 2015, hlm. 3).

5. Pengembangan Media Pembelajaran

Pengembangan media pembelajaran mobile game android ini mengikuti tahap-tahap model Design and Development (D&D) menurut Alessi dan Trollip (2001, hlm 407) untuk memproduksi pembelajaran berbasis komputer sederhana dan dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Perencanaan (Planning)

Pada tahap ini adalah penentuan tujuan dari media pembelajaran yang akan dikembangkan, dalam menentukan tujuan ini harus mempertimbangkan apa saja yang akan didapatkan oleh siswa setelah selesai menggunakan media yang telah dikembangkan.

Langkah-langkah pada tahap perencanaan adalah sebagai berikut :

1) Penetapan cakupan materi.


(48)

3) Menentukan Batasan.

4) Memproduksi panduan gaya.

5) Menentukan sumber koleksi (Alessi dan Trolip, 2001, hlm. 411).

b. Perancangan (Design)

Pada tahap yang kedua ini secara umum adalah tahap untuk merakit konten dan memutuskan bagaimana media tersebut diperlakukan melalui dua persektif interaktif dan instruksional, tahap ini adalah jantungnya proyek dan waktu di mana pengerjaan konsep diselesaikan.

Langkah-langkah pada tahap perancangan adalah sebagai berikut :

1) Mengembangkan ide konten awal 2) Melakukan analisis konsep dan tugas 3) Pembuatan flowchart

4) Pembuatan storyboard (Alessi dan Trolip, 2001, hlm. 412).

c. Pengembangan (Development)

Tahap terakhir dari pengembangan media ini adalah proses produksi media dan melihat ketahanan produknya. Ketika konten sudah siap maka langkah-langkah pada tahap perencanaan adalah sebagai berikut :

1) Produksi Media 2) Test alpha 3) Revisi 4) Test beta 5) Revisi akhirs

6) Respon siswa (Alessi dan Trolip, 2001, hlm.413). 6. Aplikasi Penunjang Pembuat Games

a. Adobe Flash

Sejak diakuisisi oleh perusahan raksasa Adobe, maka software multimedia Flash berubah nama menjadi Adobe Flash. Akuisisi ini


(49)

pun kemungkinan merupakan pertanda bahwa prospek pembuatan animasi menggunakan Flash akan semakin berkembang. Flash sebenarnya sudah dipakai luas sejak puluhan tahun yang lalu. Sebagian kalangan menggunakannya untuk membuat animasi pada halaman website, profil perusahaan, cd interaktif, game, dan lain-lain. Sekarang sudah mulai berkembang penggunaan flash untuk pembuatan game di mobile device seperti handphone, smartphone, PDA, dan lain-lain (Hidayatullah, 2011, hlm. 18).

AIR (adobe Integrated Runtime) adalah metode pendistribusian aplikasi yang dikembangkan oleh Adobe System Inc., dimana aplikasi-aplikasi berbasis web, termasuk aplikasi web berbasis flash, dapat dijalankan diluar peramban internet (internet browser), dan berjalan sebagai aplikasi standalone (berdiri sendiri). Dengan teknologi AIR ini, aplikasi dapat dikembangkan kedalam dekstop dan diinstal pada berbagai macam OS, seperti Microsoft Windows, Apple, MacOS X, Linux, dan berbasis android (Hidayatullah, 2011, hlm. 292).

b. Adobe Photoshop

Adobe Photoshop sebagai perangkat lunak (software) pengolah gambar (foto) masih menjadi pilihan utama para desainer grafis professional untuk menuangkan ide-ide kreatif. Dan pengoprasian yang mudah dan hasil yang menganggumkan merupakan alasan perangkat lunak ini begitu popular dan diminati (Iqbal & Purnama, 2009, hlm. 5). c. Corel Draw X3

Corel Draw adalah pengolah grafis yang mempunyai basis vector atau garis, basis vector atau garis menguntungkan karena akan memungkinkan kapasitas file yang dihasilkan relatife kecil apabila dibandingkan dengan pengolah grafis berbasis bitmap (Budiman, 2007, hlm. 2). Namun demikian versi terbarunya sudah menyertakan filter-filter efek pengolah bitmap dalam fungsi tersendiri sehingga


(50)

memngungkinkan memanipulasi penataan objek dalam sebuah komposisi gambar yang diinginkan (Budiman, 2007, hlm. 2).

d. Game Engine (Unity)

Game Engine adalah sebuah perangkat lunak yang dirancang untuk membuat sebuah game. Sebuah game engine biasanya dibangun dengan mengenkapsulasi beberapa fungsi standar yang umum digunakan dalam pembuatan sebuah game (Roedavan, 2014, hlm. 1). Pada beberapa kasus game engine kadang pula disebut sebagai middleware, hal ini dikarenakan game engine digunakan sebagai perantara bahasa pemrograman dengan format data dari berbagai perangkat lunak penghasil asset (Roedavan, 2014, hlm. 2).

Unity Technologies dibangun di tahun 2004 oleh David Helgason, Nicholas Francis dan Joachim Ante. Unity ini dibangun atas dasar kepedulian mereka terhadap indie developer yang tidak bisa membeli game engine karena terlalu mahal. Fokus perusahaan ini adalah membuat sebuah perangkat lunak yang bisa digunkan oleh semua orang, khususnya untuk membangun sebuah game. Di tahun 2009, Unity diluncurkan secara gratis dan di april 2012, Unity mencapai popularitas tertinggi dengan lebih dari 1 juta developer terdaftar di seluruh dunia (Roedavan, 2014, hlm. 5). Software Unity dapat diunduh secara gratis di http://Unity3d.com. Harga untuk satu lisensi Unity Pro per developer adalah $1500. Namun, Unity juga menyediakan versi free yang bisa digunakan secara gratis (Roedavan, 2014, hlm. 6).

7. Teori Pembelajaran Konstrutivistik

Menurut Slavin (1994) dalam Trianto (2007, hlm. 13) teori pembelajaran konstruktivisme merupakan teori pembelajaran kognitif


(51)

yang baru dalam psikologi pendidikan yang menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi-informasi baru dengan aturan lama dan merevisinya apabila aturan lama sudah tidak sesuai. Bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan sesuatu untuk dirinya, dan berusaha dengan susah payah dengan ide-ide.

Konstruktivisme itu sendiri menganggap manusia mampu mengkonstruk atau membangun pengetahuan setelah ia berinteraksi dengan lingkungannya, dalam lingkukngan yang sama, manusia akan mengkonstruk pengetahuannya secara berbeda-beda yang tergantung dari pengalamannya masing-masing sebelumnya (Rusman, 2013, hlm. 113). Diungkap oleh Ertmer and Newby (1993) bahwa strategi konstruktivisme

dapat digunakan untuk mengajar “mengapa” yang meruypakan tingkat

berfikir yang lebih tinggi yang dapat mengangkat makna personal, keadaan dan belajar kontekstual (Rusman, 2013, hlm. 113). Secara umum terdapat lima prinsip dasar yang melandasi dari konstruktivisme, yaitu : a. Meletakkan permasalahan yang relevan dengan kebutuhan siswa b. Menyusun pembelajaran di sekitar konsep-konsep utama

c. Menghargai pandangan siswa

d. Materi pembelajaran menyesuaikan terhadap kebutuhan siswa e. Menilai pembelajaran secara kontekstual (Rusman, 2013, hlm. 114)

8. Ikatan Kimia a. Ikatan Kimia

Ikatan kimia adalah daya tarik-menarik antara atom yang menyebabkan suatu senyawa kimia dapat bersatu (Brady, 1999, hlm. 325). Setiap atom memiliki kecenderungan untuk mencapai kestabilannya dengan cara berikatan dengan atom lain. Atom dari unsur H memiliki elektron valensi 1, sedangkan atom dari unsur O memiliki elektron valensi 6. Kedua atom tersebut belum stabil. Agar


(52)

stabil, suatu atom harus memiliki elektron valensi 2 atau 8. Oleh karena itu unsur H dan O yang kurang stabil bergabung membentuk senyawa H2O yang lebih stabil (Sutresna, 2008, hlm. 46).

Unsur-unsur gas mulia merupakan unsur-unsur yang inert (sukar sekali bereaksi). Menurut G.N. Lewis dan W. Kossel, kestabilan unsur gas mulia disebabkan oleh elektron valensinya yang berjumlah delapan, kecuali He yang memiliki dua elektron. Menurut mereka, setiap atom akan membentuk konfigurasi elektron yang stabil dalam pembentukan senyawa, yaitu konfigurasi elektron gas mulia yang disebut konfigurasi oktet. Atom-atom suatu unsur berusaha mencapai konfigurasi oktet atau duplet dengan cara berikatan dengan atom-atom lain. (Sutresna, 2008, hlm. 46-47).

Dalam pembentukan suatu senyawa, atom-atom unsur yang memiliki elektron valensi dalam jumlah sedikit, misalnya unsur-unsur golongan IA (kecuali atom H), IIA, dan IIIA, memiliki kecenderungan untuk melepaskan elektron valensi untuk membentuk ion positif. Sedangkan atom-atom unsur yang memiliki elektron valensi dalam jumlah banyak, misalanya unsur-unsur golongan IVA, VA, VIA, dan VII A, memiliki kecenderungan menerima elektron untuk membentuk ion negatif (Sutresna, 2008, hlm. 47)

b. Ikatan Ion

Disebut terbentuknya ikatan ion jika terjadinya perpindahan elektron diantara atom untuk membentuk partikel yang bermuatan listrik dan mempunyai daya tarik-menarik (Brady, 1999, hlm. 325). Ikatan ion terbentuk antara atom yang mudah melepaskan elektron (atom logam) dan atom lain yang mudah menerim elektron (atom non logam) (Sutresna, 2008, hlm. 48).

Atom 11Na yang memiliki konfigurasi eletron : 2 8 1, cenderung melepaskan sebuh elektron valensinya sehingga membentuk ion Na+(2 8). Atom 17Cl yang berkonfigurasi elektron : 2 8 7,


(53)

cenderung menerima sebuah elektron sehingga membentuk ion Cl- (2 8 8).

Na (2 8 1)  Na+ (2 8) + e -Cl (2 8 7) + e- Cl-( 2 8 8)

Ikatan antara ion Na+ dan ion CL- disebabkan adanya gaya elektrostatik antara muatan positif dan muatan negatif yang disebut dengan ikatan ion (Sutresna, 2008, hlm. 48-49)

c. Ikatan Kovalen

Ikatan kovalen menurut Brady (1999, hlm. 325), “terbentuk dari terbaginya (sharing) elektron diantara atom-atom”. Dengan perkataan lain, daya tarik-menarik inti atom ada elektron yang terbagi diantara elektron itu merupakan suatu ikatan kovalen. Kekuatan ikatan merupakan hasil tarik-menarik antara elektron yang bersekutu dan inti yang positif dari atom yang membentuk ikatan. Dalam kondisi ini elektron berfungsi sebagai perekat yang mengikat atom-atom itu menjadi satu (Brady,1999, hlm. 331). Ikatan antar atom nonlogam yang terjadi melalui pemakaian pasangan elektron bersama disebut ikatan kovalen (Sutresna, 2008, hlm. 50).

Pada pembentukan senyawa CH4, elektron dari H berpasangan dengan elektron dari atom C. Dalam atom C terdapat empat elektron yang tidak berpasangan sehingga untuk memenuhi kaidah oktet diperlukan empat atom H (Sutresna, 2008, hlm. 50)

d. Ikatan Kovalen Koordinasi

Ikatan kovalen koordinasi adalah suatu ikatan semipolar yang terbentuk dengan cara pemakaian bersama pasangan elektron yang berasal dari salah satu atom/ion/molekul yang memiliki PEB. Adapun/ion/molekul lain hanya menyediakan orbital kosong (Sutresna, 2008, hlm. 57).


(54)

Ikatan logam adalah ikatan antar sesama atom logam yang membentuk molekul. Ikatan logam sangatlah kuat karena elektron valensinya bergerak cepat mengitari inti-inti atom logam sehingga satu dan lainnya sukar dilepaskan. (Nana Sutresna, 2008, hlm. 58).

B. Penelitian yang Relevan

Penelitian relevan yang berkaitan dengan penelitian diantaranya adalah : 1. Penelitian yang dilakukan oleh Budi Kurniawan (2015) yang berjudul

“Pengembangan Media Pembelajaran Kimia Berbasis Mobile Learning pada Materi Reaksi Reduksi Oksidasi” menyimpulkan bahwa media pembelajaran kimia interaktif berbasis mobile learning pada materi reaksi reduksi oksidasi dapat dikembangkan melalui tahap perancangan, produksi dan evaluasi. Berdasarkan hasil angket respon siswa dan guru, kualitas media pembelajaran kimia interaktif berbasis mobile learning pada mataeri reaksi reduksi oksidasi yang telah dikembangkan ini termasuk dalam kategori baik.

2. Penelitian yang dilakukan Lubis dan Ikhsan (2015) yang berjudul

“Pengembangan Media Pembelajaran Kimia Berbasis Android untuk Meningkatkan Motivasi Belajar dan Prestasi Kognitif Peserta Didik SMA”. Media pembelajaran kimia berbasis android telah dikembangkan berdasarkan tahapan secara ilmiah dengan karakteristik, yaitu visualisasi yang menarik, praktis dan fleksibel, serta memiliki evaluasi soal yang variatif, sehingga peserta didik dapat mengulang materi secara mandiri tanpa terikat waktu dan tempat, yang mampu meningkatkan daya ingat peserta didik terhadap materi.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Prasetyo (2013) yang berjudul

“Pengembangan Mobile Game “Brainchemist” Sebagai Media

Pembelajaran Kimia SMA/MA pada Materi Asam Basa, Larutan

Penyangga, dan Hidrolisis” menyimpulkan bahwa mobile game “Brainchemist” sebagai media pembelajaran kimia SMA/MA pada materi


(55)

sesuai dengan kategori kualitas media yang telah ditentukan telah berhasil dikembangkan. Berdasarkan penilaian oleh reviewer memperoleh penilaian dengan kategori Sangat Baik (SB) dan berdasarkan penilaian siswa memperoleh penilaian dengan kategori Baik (B).

4. Penelitian yang dilakukan Trisanti dan Sanjaya (2013) dengan judul jurnal

“Pengembangan Media Pembelajaran Stoichio Game Pada Materi Pokok Konsep Mol Bagi Siswa SMA Sekolah Berstandar Internasional”

menyimpulkan bahwa media permainan Stoichio Game yang dikembangkan layak digunakan sebagai media pembelajaran pada materi pokok konsep mol bagi siswa SMA Sekolah Berstandar Internasional. 5. Penelitian yang dilakukan oleh Omar, dkk (2012) yang berjudul “A Study

of the Trend of Smartphone and its Usage Behavior in Malaysia” menyebutkan bahwa 84% responden menggunakan smartphone untuk bermain games.

6. Penelitian yang dilakukan oleh Haris, Muntari dan Loka (2013) yang

berjudul “Pengembangan Perangkat Pembelajaran Kimia dengan Model Pembelajaran Kooperatif Terpadu Numberd Head Together dan Two Stay Two Stray dalam Upaya Mengatasi Kesulitan Belajar Siswa Kelas X SMA Memahami Konsep-Konsep Kimia” menunjukkan bahwa Siswa mengalami kesulitan dalam memahami konsep ikatan kimia, terutama dalam hal menentukan senyawa yang memiliki ikatan ion, menentukan rumus senyawa yang terbentuk dan jenis ikatannya, menentukan senyawa yang tidak memenuhi kaidah oktet, menentukan senyawa kovalen polar, menentukan kemampuan suatu unsur yang diketahui nomor atomnya, menentukan pasangan unsur yang dapat membentuk ikatan ion dan pasangan golongan unsur yang dapat membentuk ikatan kovalen.

7. Penelitian yang dilakukan oleh Verena Pietzner (2014) yang berjudul

Computer-Based Learning in Chemistry Classes” menyimpulkan bahwa guru kimia dan stakeholder lain dalam pengembangannya menjadi guru kimia professional diajak untuk mengembangkan program-program


(56)

(media pembelajaran) yang ditujukkan untuk kebutuhan guru pada beberapa tingkatan.

8. Penelitian yang dilakukan oleh Sari, Saputro dan Hastuti (2014) yang

berjudul “Pengembangan Game Edukasi Kimia Berbasis Role Playing Game (RPG) pada Materi Struktur Atom Sebagai Media Pembelajaran Mandiri Untuk Siswa Kelas X SMA Di Kabupaten Purworejo” yang menyimpulkan bahwa media pembelajaran mandiri berupa game edukasi berbasis Role Playing Game (RPG) pada materi struktur atom untuk siswa kelas X SMA dapat dikembangkan melalui metode penelitian dan pengembangan. Media pembelajaran game edukasi memiliki kualitas yang baik menurut penilaian ahli media, ahli materi, guru, maupun siswa. 9. Penelitian yang dilakukan oleh Fei Ping Por dan Soon Fook Fong (2011)

yang berjudul “The Design and Development of Multimedia Pronounciation Learning Management A System” menggunakan model pengembangan D&D dari Alessi dan Trollip untuk mengembangkan media.

10.Penelitian yang dilakukan oleh Othman & Yahaya (2014) yang berjudul “Multimedia Design Principles In Developing Multimedia Learning Application (MMLA) to Increase Children Awareness of Child Sexual

Abuse” menggunakan metodologi yang diadaptasi dari Alessi dan Trollip

(2001) untuk mendesain dan mengembangkan media.

C. Kerangka Berpikir

Kerangka berfikir pada penelitian ini dapat dijabarkan dalam bagan berikut ini :


(57)

Gambar 2.5 Bagan Kerangka Berpikir

Berdasarkan latar belakang penelitian ini, terlihat masalah seperti : keterbatasan waktu, belum banyaknya media pembelajaran android dan kesulitan memahami konsep ikatan kimia. Sebagai fasilitator guru bukan satu-satunya sumber belajar yang harus bisa meningkatkan keinginan dan minat anak, meningkatkan motivasi, meningkatkan rangsangan, memberi pengaruh positif, meningkatkan pemahaman dan mempermudah proses pembelajaran. Guru dapat menciptakan sumber belajar untuk mengatasi hal tersebut, salah satunya adalah dengan membuat media pembelajaran. Media pembelajaran yang dikondisikan dengan dengan keadaan siswa sekarang ini, membuat media dengan penetrasi prangkat cepat, lebih banyak serta mudah digunakan dari pada PC dan dapat dipakai sebagai media pembelajaran adalah sesuatu yang menguntungkan bagi guru di abad 21 ini. Media tersebut adalah media mobile games android. Media pembelajaran ini dapat


(58)

dikembangkan dengan model Design and Development yang mempunyai tiga tahap yaitu, tahap perencanaan (planning), tahap perancanga (design) dan tahap pengembangan (development). Media pembelajaran yang dihasilkan diharapkan dapat menjawab permasalahan dengan kelebihan-kelebihan yang dimilikinya.


(59)

42 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2015 - Januari 2016. Dilakukan tes alfa oleh ahli dan tes beta oleh siswa di SMAN 90 Jakarta, yang beralamat Jalan Sabar, Kecamatan Petukangan Selatan, Kota administrasi Jakarta Barat, kode pos 12270.

B. Model dan Desain Penelitian

Model pengembangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah model Design and Development. Model ini biasanya digunakan untuk menghasilkan produk media berbasis komputer yang sederhana (Alessi dan Trolip, 2001, hlm. 407) sehingga model ini juga dapat digunakan untuk mengembangkan media berbasis android. Penelitian dengan model ini memiliki tiga tahap yaitu: Planning, Design, dan Development. Penelitian ini dapat dihentikan sampai menghasilkan draf final dan tidak dilanjutkan dengan tahapan pengujian model (Sukmadinata, 2012, hlm. 187) atau dalam model DnD penelitian dilakukan sampai revisi final (Alessi dan Trollip, 2001, hlm. 552).


(60)

Gambar 3.1 Desain Penelitian

C. Objek dan Subjek Penelitian

Objek pada penelitian ini adalah media pembelajaran mobile game android pada konsep ikatan kimia. Adapun subjek penelitian ini terdiri dari : 1. 4 orang dosen sebagai ahli dan 1 orang guru kimia sebagai praktisi

pendidikan. 2 orang dosen dan 1 orang guru bertindak sebagai validator materi dan 2 orang dosen lainnya bertindak sebagai validator media. Keseluruhan validasi tersebut disebut dengan test alpha.

2. 3 orang siswa kelas X MIA SMAN 90 Jakarta sebagai informan respon media pembelajaran test beta.


(61)

D. Tahap-tahap Pengembangan Media Pembelajaran

Pengembangan media pembelajaran mobile game android ini mengikuti tahap-tahap model D&D sebagai berikut :

1. Perencanaan (planning)

Pada tahap ini adalah penentuan tujuan dari media pembelajaran yang akan dikembangkan, dalam menentukan tujuan ini harus mempertimbangkan apa saja yang akan didapatkan oleh siswa setelah selesai menggunakan media yang telah dikembangkan (Alessi dan Trolip, 2001, hlm. 411).

Langkah-langkah pada tahap perencanaan adalah sebagai berikut : a. Penetapan cakupan materi

Menentukan cakupan materi yang akan dimasukkan kedalam media. Penentuan cakupan materi ini dilakukan dengan cara wawancara terhadap guru dan siswa di tiga SMA di Jakarta.

b. Identifikasi karakteristik pengguna

Identifikasi karakteristik pengguna penting dilakukan, oleh karena itu identifikasi dengan wawancara dengan melibatkan siswa SMA di Jakarta.

c. Menentukan batasan

Penentuan batasan terdiri dari batasan software dan hardware serta timeline pengembangan dari sebuah media.

d. Memproduksi panduan gaya (Style Manual)

Panduan gaya terdiri dari : penempatan logo, jenis font, warna teks, ukuran teks, warna background dan bahasa yang digunakan. e. Menentukan sumber koleksi

Penentuan sumber koleksi media berupa, gambar, audio dan animasi bisa dibuat sendiri dengan menggunakan aplikasi atau dapat diperoleh dari sumber gratis di internet.


(62)

2. Perancangan (design)

Pada tahap yang kedua ini secara umum adalah tahap untuk mengembangkan dan menggabungkan semua ide yang sudah dibangun kedalam bentuk catatan dan gambar (storyboard) beserta flowchart.

Langkah-langkah pada tahap perancangan adalah sebagai berikut : a. Mengembangkan ide konten awal

Kegiatan pertama dalam tahap perancangan adalah mengembangkan ide awal dari sebuah konten pembelajaran yaitu mengidentifikasi KI dan KD dari konsep ikatan kimia dan membuat indikator dari KI dan KD tersebut.

b. Melakukan analisis konsep dan tugas (Task and Concept Analyses) Analisis tugas dilakukan dengan cara menyiapkan langkah-langkah apa yang dapat membuat pembelajaran konsep ikatan kimia dapat berhasil. Selanjutnya dilakukan analisis konsep dimana teori-teori konsep yang relevan disusun dan diberikan contoh dan noncontoh dari konsep tersebut.

c. Melakukan analisis instruksional

Analisis instruksional yaitu mendapatkan pendekatan/model terbaik bagi pengguna untuk kesuksesan pembelajaran.

d. Pembuatan flowchart

Pembuatan flowchart dilakukan baik secara umum dan secara rinci agar dihasilkan penggambaran jalannya program dengan baik. e. Pembuatan storyboard

Storyboard dirancang lalu dirincikan dan diproduksi. 3. Pengembangan (Development)

Tahap terakhir dari pengembangan media ini adalah proses produksi media dan melihat ketahanan produknya. Langkah-langkah pada tahap perencanaan adalah sebagai berikut :

a. Produksi Media

Produksi media terdiri dari 3 bagian : 1) Membuat gambar


(63)

2) Membuat animasi

3) Membuat program (penyatuan gambar, animasi dan audio) b. Tes alfa

Tes ini dilakukan dalam rangka memvalidasi media yang sudah diproduksi agar sesuai dengan harapan.Tes alfa dilakukan oleh 4 orang ahli dan 1 orang guru kimia.

c. Revisi

Setelah tes alfa dilakukan revisi menyesuaikan tanggapan dari validator pada tes alfa.Tanggapan dari validator dikumpulkan, lalu dianalisis kesalahan yang perlu diperbaiki, selanjutnya dilakukan revisi dengan memperhatikan perubahan versi.

d. Test beta

Selanjutnya adalah tes beta yaitu, tes yang dilakukan terhadap media oleh pengguna media. Tes ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :

1) Meyeleksi siswa paling sedikit minimal 3 siswa yang terdiri dari siswa dengan nilai di bawah rata, di atas rata, dan rata-rata (Alessi dan Trollip, 2001, hlm. 550).

2) Menjelaskan tujuan kegiatan yang dilakukan sebelum siswa mulai menggunakan media pembelajaran (Alessi dan Trollip, 2001, hlm. 550).

3) Melakukan Pre test kepada siswa untuk mengetahui pengetahuan sebelumnya mengenai mata pelajaran yang diujikan (Alessi dan Trollip, 2001, hlm. 551).

4) Observasi siswa dengan menggunakan metode anecdotal record yaitu peneliti melakukan observasi dengan hanya membawa kertas kosonguntuk mencatat prilaku yang unik, khas dan penting (Herdiansyah, 2012, hlm. 133).

5) Wawancara siswa dengan menggunakan wawancara jenis semi terstruktur dengan pertanyaan terbuka dan bertema dan memiliki alur pembicaraan (Herdiansyah, 2012, hlm. 123).


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)