Pembahasan HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
hijau. Penggunaan font berjenis arial ini menyesuaikan dengan jenis huruf yang tak berkait yang mempunyai sifat sederhana dan akrab yang
memiliki keuntungan sangat mudah dibaca Hendratman, 2014, hlm. 153. Penggunaan warna hijau background berwarna hijau ini sesuai
dengan psikologi warna hijau yang menjelaskan bahwa warna hijau mewakili warna alami yang menenangkan pikiran, menetralisir mata
dan merangsang kreatifitas Hendratman, 2014, hlm. 123. Oleh karena itu penggunaan warna dan font disesuaikan agar berguna untuk
menarik perhatian siswa dan memfokuskan siswa. Diperlukan beberapa persiapan sebelum merancang media
pembelajaran yaitu mencari animasi, gambar, dan audio dari sumber- sumber yang relevan. Sumber materi pada media ini menggunakan dua
sumber buku universitas dan 1 sumber buku sekolah SMA. Sumber visual baik gambar dan animasi didapatkan dari sumber gratis free
dari internet dan bukan dari hasil mencuri dari website yang berbayar. Hal ini dilakukan untuk menghindari dari plagiasi. Adapun untuk
sumber animasi selain didapat dari internet, juga dibuat dngan menggunakan aplikasi Adobe Flash CS3. Aplikasi ini memungkinkan
untuk menghasilkan animasi dengan berbagai teknik dan untuk menghasilkan animasi pada media ini menggunakan teknik motion
tween dan motion guide Maulana, 2014, hlm 61. Audio yang didapat
dalam media ini berasal dari sumber http:freesound
yang bersifat gratis untuk mempermudah pengerjaan media karena tidak mungkin
audio diproduksi sendiri. Produksi audio sendiri dapat memerlukan
waktu yang lama dan biaya yang mahal. 2.
Tahap perancangan design Tujuan dari media pembelajaran ini tertuang dalam indikator
pembelajaran. Indikator pembelajaran dikembangkan menjadi konsep- konsep yang dimasukkan kedalam media permainan. Tujuan ini dapat
tercapai jika siswa memperoleh skor tertinggi Rusman, 2013, hlm. 236.
Media permainan ini berbeda dengan permainan pada komputer dan smartphone umumnya, media permainan ini tidak memiliki
karakter yang dapat dimainkan namun si pengguna atau siswa langsung sebagai karakternya. Media permainan ini merupakan
pendamping guru dalam melakukan proses pembelajaran terutama untuk mengevaluasi siswa pada konsep ikatan kimia.
Aturan permainan dalam media ini adalah menjawab pertanyaan dengan memberi respon, mencari pasangan dan membentuk
sebuah senyawa Darmawan, 2011, hlm. 195. Jika respon siswa benar atau berhasil menuntaskan tiap tahap permainan yang disediakan,
maka program akan menuju pada proses pembelajaran berikutnya, namun apabila respon siswa salah atau gagal maka akan kembali ke
menu permainan dimana siswa bisa mengulang dan atau memilih proses pembelajaran berikutnya Darmawan, 2011, hlm. 195.
Media permainan kimia ini memiliki sifat kompetitif yaitu mengharuskan siswa menjawab pertanyaan-pertanyaan melalui respon
terhadap media dengan memperhatikan kesempatan atau waktu yang telah ditetapkan Rusman, 2013, hlm. 237 . Siswa hanya mempunyai
tiga kesempatan dan waktu sesuai dengan tingkat kesulitan pertanyaan yang diberikan.
Konsep ikatan kimia dapat dirancang menjadi permainan dengan memperhatikan urutan dari proses pembentukan ikatan kimia,
sebagai contoh : Buatlah senyawa dari unsur
11
Na dan unsur
17
Cl? Untuk menjawab pertanyaan ini, maka siswa membutuhkan beberapa
data sebelum membentuk ikatan NaCl yaitu : konfigurasi elektron dari Na : 2 8 1 dan Cl : 2 8 7, lalu didapat elektron valensi dari Na : 1 dan
Cl : 7 lalu digambarkan dengan struktur lewis Na : dan Cl :
. Setelah itu ditentukan sifat logam dan nonlogam dari unsur tersebut
yang berhubungan dengan kemampuan atom untuk melepas atau
menerima elektron. Ketiga konsep dasar ini dijadikan awal permainan dalam media ini yang bertujuan untuk membiasakan pengguna
sebelum membentuk ikatan kimia. Permainan biasanya mengharuskan siswa atau pemelajar untuk
menggunakan keterampilan menyelesaikan masalah, kemampuan memberi solusi atau memperlihatkan penguasaan atas konten spesifik
yang mengharuskan tingkat akurasi dan efisiensi tinggi Smaldino, 2011, hlm. 39. Oleh karena itu, pada proses selanjutnya siswa
dihadapkan dengan bagaimana terbentuknya ikatan ion dan ikatan kovalen, pada tahap ini siswa dapat melihat instruksi yang sudah ada
dalam permainan dan membandingkan perbedaan antara ikatan ion dan ikatan kovalen. Perbedaan inilah yang menghasilkan pola yang akan
dimanfaatkan untuk menyelesaikan soal-soal berikutnya yang berhubungan dengan ikatan ion dan ikatan kovalen. Moursund
mengatakan bahwa dengan melakukan permainan siswa akan mulai mengenali pola yang ada pada situasi tertentu Smaldino, 2011, hlm.
39. Pola dari perbedaan antara ikatan ion dan kovalen adalah dalam bentuk interaksi dengan media, misalnya NaCl mempunyai pola sentuh
pada elektron Na yang cenderung melepas lalu sentuh pada elektron Cl yang cenderung menarik elektron sedangkan pada ikatan kovalen pola
yang disentuh adalah nama unsurnya.
Gambar 4.21 Pola Sentuhan pada Unsur Na dan Cl
Pada media ini juga terdapat proses pembentukan ikatan kovalen rangkap dua dan rangkap tiga yang bertujuan untuk
memberikan penjelasan secara langung proses pembentukan ikatan
kovalen rangkap dan siswa dapat membandingkan perbedaannya. Adapun untuk kovalen rangkap dua maupun rangkap tiga pola sentuh
pada media sama dengan pola sentuh ikatan kovalen tunggal. Seperti sebelumnya, setelah diberikan suatu konsep maka diberikan latihan
yang sejenis. Ikatan kovalen koordinasi mempunyai pola yang berbeda dengan ikatan ion dan kovalen. Pada ikatan kovalen koordinasi pola
sentuhnya adalah tetap pada unsurnya, namun yang disentuh terlebih dahulu adalah unsur yang memberikan pasangan elektron kepada unsur
yang kekurangan elektron.
Gambar 4.22 Pola Sentuhan pada Senyawa Kovalen Koordinasi
Pada media ini terdapat juga penggabungan antara ikatan kovalen dengan ikatan ion. Yang dimaksud gabungan bukan berarti
setara antara ikatan ion dan kovalen, namun ikatan kovalen yang terdapat pada ion beratom banyak poliatom. Pola sentuhan yang
dihasilkan menjadi dua jenis, yaitu pola sentuhan ikatan ion dan pola sentuhan ikatan kovalen. Namun dalam scene ini yang didahulukan
adalah terbentuknya ikatan kovalen karena ikatan kovalen merupakan bagian dari anion atau kation dari suatu senyawa ion. Misalnya, pada
proses terbentuknya senyawa NaOH berikut ini, terdiri dari kation Na
+
dan anion OH
-
, sebelum di membentuk senyawa ion NaOH maka harus dibentuk anion OH
-
terlebih dahulu yang merupakan ikatan kovalen. Salah satu dari anion atau kation yang mempunyai atom banyak terikat
satu sama lain oleh gaya yang bekerja disebabkan ikatan kovalen Petrucci, 1987, hlm. 279.
Gambar 4.23
Scene Ikatan Kovalen dalam Ikatan Ion Beratom Banyak
Setelah dapat membandingkan terbentuknya ikatan ion dan kovalen, dalam media ini juga terdapat analisis kebenaran ikatan pada
suatu struktur senyawa. Analisis ini bertujuan untuk mengkonfirmasi bahwa siswa sudah benar-benar memahami tentang konsep ikatan.
Dalam menganalisis, siswa harus mengurai kembali struktur senyawa yang sudah jadi, mengetahui struktur lewis dari masing-masing unsur ,
lalu memeriksa unsur-unsur dari senyawa tersebut, lalu memprediksi dan menetapkan struktur yang benar dari senyawa tersebut dengan
mempertimbangkan proses ikatan yang terbentuk dari masing-masing unsur. Sebagai contoh dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 4.24
Scene Analisis Kebenaran Struktur Senyawa
Dari gambar tersebut, dapat dilihat struktur HCN tidak tepat, lalu siswa diharuskan mengurai kembali senyawa HCN menjadi H, C, N, lalu
menentukan struktur lewisnya dan membentuk ikatannya kembali. Komponen akhir dari konsep ikatan yang dapat dibandingkan
dengan ikatan ion dan kovalen adalah ikatan logam. Ikatan logam dijelaskan dari dua kesimpulan yang diperoleh dari perbandingan
ikatan ion dengan ikatan kovalen dan dihubungkan. Misalnya ikatan
ion adalah ikatan yang terjadi saat atom yang mudah melepas elektron logam bertemu dengan atom yang mudah menerima elektron
nonlogam dan terjadi serah terima elektron untuk stabil, sedangkan ikatan kovalen adalah ikatan dengan pemakaian elektron bersama
untuk mencapai kesatbilan yang terjadi antara atom-atom nonlogam, jika atom-atom yang terlibat adalah sesama atom logam, apakah terjadi
ikatan ? ada dua pilihan untuk menjawab pertanyaan ini yaitu, tetap terjadi ikatan dan tidak terjadi ikatan. Jika menjawab tidak terjadi
ikatan maka akan salah, namun jika menjawab tatap terjadi ikatan maka akan dipertanyakan kembali bagaimana ikatan logam yang
dimaksud dengan menampilkan tiga pilihan jawaban yang terdiri dari struktur ikatan ion, struktur ikatan kovalen dan struktur ikatan logam.
Gambar 4.25 Scene
Ikatan Logam
Pembelajaran konsep ikatan kimia diatas terintegrasi dengan simulasi proses pembentukan ikatan kimia, dan ini merupakan ciri
tersendiri yang membedakan media ini dengan media permainan lain. Simulasi dalam media ini ditujukan agar siswa selain bermain namun
juga melihat proses terbentuknya ikatan kimia. Permainan, simulasi dan pengajaran merupakan konsep yang terpisah. Tetapi, mereka bisa
di baurkan menjadi satu yaitu permainan, pengajaran dan simulasi ISG Smaldino, 2011, hlm. 39.
Setelah konsep ikatan kimia sudah dikuasai siswa akan diberikan tantangan untuk membuat senyawa dari unsur-unsur yang
diketahui melalui nomor elektron. Sebagai contoh : “Senyawa apa yang dapat dibuat dari unsur yang bernomor atom 12
dan 16 yang sesuai deng an aturan oktet?”
Siswa diharuskan menjawab pertanyaan tersebut, didapatlah nama unsur Mg dan O, lalu siswa mengklasifikasikan senyawa dengan unsur
Mg dan O jika disatukan akan menghasilkan MgO karena Mg mempunyai elektron valensi 2 dan cenderung melepas elektron
logam sedangkan O mempunyai elektron valensi 6 dan cenderung menerima elektron nonlogam oleh MgO termasuk senyawa ion.
siswa mengkonfirmasi jawaban ini dengan menjawabnya dengan menekan tombol-tombol unsur seperti gambar berikut ini.
Gambar 4.26 Scene
Klasifikasi Senyawa Soal berikutnya menyimpulkan contoh senyawa ion atau kovalen dari
kegunaan sehari-hari. Contoh soal sebagai berikut. “Senyawa ini mempunyai ikatan kovalen antar atomnya, senyawa ini
biasanya digunakan untuk mengisi udara dalam ban, dan senyawa ini bersifa
t diatomik, senyawa apakah ini?” Dari pertanyaan ini diharapkan siswa dapat menjawab N
2
dengan melihat kata-
kata kunci dari soal. Kata kunci “ikatan kovalen”, lalu “bersifat diatomik” dan “mengisi udara dalam ban”.
Pembelajaran diakhiri dengan soal-soal evaluasi dengan tipe pilihan ganda. Soal terdiri dari 15 soal acak baik nomer dan pilihannya.
Keuntungan media permainan dapat menciptakan suasana belajar yang efektif karena siswa dapat menggunakan media permainan
ini dimanapun dan kapanpun, keterlibatan siswa dalam belajar lebih cepat dengan permainan, permainan disederhanakan agar sesuai
dengan tujuan belajar, dan permainan ini bisa menjadi cara efektif mendapatkan perhatian siswa Smaldino, 2011, hlm.40.
Media permainan ini menggabungkan dari beberapa media seperti grafis dan audio. Gambar-gambar pendukung maupun gambar
dari konsep ikatan kimia dalam media permainan yang termasuk salah satu media grafis bertujuan untuk menarik perhatian siswa,
memperjelas sajian ide, mengilustrasikan atau menghiasi fakta yang mungkin akan cepat dilupakan atau diabaikan bila hanya berupa kata-
kata saja Sadiman, 1996, hlm. 29. Misalnya saja gambar pendukung berupa professor bertujuan memperkuat sajian grafis agar siswa tidak
merasa bosan dengan judul ataupun isi materi dari media permainan, animasi berupa kartun menarik dan cepat dibaca bagi anak-anak dari
berbagai usia Smaldino, 2011, hlm. 331. Gambar utama juga berupa animasi yang dapat memperjelas fakta tentang proses pembentukan
ikatan kimia . Karena media permainan ini terintegrasi dengan simulasi maka
penggunaan warna yang sesuai akan menarik perhatian dan memfokuskan siswa Rusman, 2013, hlm. 285. Siswa menanggapi
bahwa media ini sudah memunyai warna yang sesuai. Warna yang sesuai dengan media harus memperhatikan kekontrasan antara gambar
atau font yang digunakan keharmonisan dan keserasian warna. 3.
Tahap pengembangan development
Proses pengembangan setelah produksi media adalah tes alpa dan tes beta, tes ini akan memberikan hasil final dari sebuah media
yang dikembangkan. Tes alpa terhadap media dilakukan oleh 4 orang expert
dan 1 orang guru SMA. Instrumen tes dari tes alpa mengikuti lembar evaluasi model desain dan pengembangan dari Alessi Trollip
lalu dipisahkan menjadi dua lembar alpha test yaitu berkaitan dengan materi dan media. Lembar alpha test berkaitan dengan materi
diberikan kepada expert materi dan lembar alpha test yang berkaitan
dengan media diberikan kepada expert media. Ada dua pilihan dalam lembar alpha test yang harus dipilih, apabila materi atau media dapat
diterima maka kolom komentar dikosongkan, namun apabila materi atau media perlu perubahan maka kolom komentar diisi dengan
masukkan untuk perubahan Alessi, 2001, hlm. 432. Tes ini dilakukan sebagai upaya untuk mendapatkan informasi tentang kelemahan yang
terdapat dalam media yang sedang dikembangkan dengan meminta pendapat para ahli. Warsita, 2008, hlm. 242
Empat orang expert memberikan hasil tes alpa pertama yang bervariasi yaitu 78,94, 84,21, 87,50 dan 50 dan menghasilkan
perubahan yang dapat dilihat pada hasil revisi hal . Berbagai kelemahan inilah yang akan dijadikan dasar untuk melakukan revisi
Warsita, 2008, hlm. 242. Tes alpa selanjutnya dilakukan oleh guru yang menghasilkan 100. Selanjutnya setelah dilakukan revisi
dilakukan tes alpa yang kedua untuk mendapatkan hasil valid dari materi dan media dan didapatkan hasil 100 yang berarti media sudah
dapat digunakan. Setelah itu dilakukan tes beta yang ditujukkan kepada
pengguna media yaitu 3 orang siswa yang sebelumnya sudah dipilih, yang terdiri dari siswa di bawah rata-rata, siswa di atas rata-rata dan
siswa rata-rata. Kegiatan yang dilakukan terhadap ketiga siswa tersebut yang pertama adalah dilakukan pre test yang bertujuan untuk
memastikan pengetahuan awal dari konsep ikatan kimia Alessi, 2001, hlm. 551. Pre test ini mendapatkan hasil yang sesuai dengan prasyarat
dan ketiganya adalah siswa yang bagus untuk tes beta karena tidak begitu familiar dengan media pembelajaran permainan berbasis
android Alessi, 2001, hlm. 551.
Kegiatan observasi dilakukan dengan merekam siswa saat memainkan media dan dibuat catatan tentang apa yang terjadi di
kondisi nyata Alessi, 2001, hlm. 551. Pada saat diberikan media permainan yang sudah diproduksi dapat diamati bahwa siswa selalu
memperhatikan media yang sedang dimainkan, bahkan jarang sekali fokus siswa teralihkan dengan yang lain. Hal ini berarti siswa secara
tidak sengaja dituntut untuk memberikan perhatian terhadap semua rangkaian yang mengarah ke arah pencapaian tujuan belajar Rusman,
2013, hlm. 104. Siswa berinteraksi terhadap media, ini dapat dilihat dengan siswa memberikan feedback terhadap media dan diberikan
balikan oleh media berupa skor apabila siswa menjawab dengan benar. Prilaku siswa yang seperti ini dapat diharapkan mewujudkan keaktifan
siswa untuk belajar Rusman, 2013, hlm. 105 dan yang ketiga siswa merasa rileks dan tidak merasa bosan belajar dengan menggunakan
media permainan, ini terlihat saat siswa tersenyum di beberapa kesempatan. Dengan kondisi ini, siswa tidak akan mengalami
kelelahan dalam belajar karena materi yang disampaikan dengan media permainan ini seperti main games pada umumnya Darmawan, 2011,
hlm. 192. Selain dari observasi dilakukan wawancara terhadap siswa
untuk menanyakan tentang kekurangan yang masih terdapat dalam media permainan ini. Dari hasil yang dikemukakan siswa mengatakan
hal yang positif terhadap media permainan ini. Pertanyaan-pertanyaan yang terdapat dalam wawancara disesuaikan dengan item pada lembar
tes alpa yang bertujuan untuk menilai media yang diarahkan kepada permasalahan yang sudah diperbaiki pada tes alpa saja. Jika item yang
digunakan untuk wawancara bersifat luas atau menggali dari pendapat siswa maka akan mempersulit dalam hal mendesain dan memprogram
karena harus menampung banyak masukan atau pendapat. Alessi, 2001, hlm. 551.
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi dapat dilihat bahwa terdapat empat faktor psikologis dalam belajar yang disadar
maupun tidak disadari oleh siswa. Pertama, adanya motivasi untuk belajar yaitu keinginan atau dorongan untuk belajar setelah
menggunakan media permainan A.M, Sardiman, 2003, hlm. 40.
Kedua, siswa konsentrasi belajar yaitu memusatkan segenap perhatian pada suatu situasi belajar, dalam hal ini siswa jarang sekali terlihat
memalingkan perhatiannya ke sesuatu yang lain selain media permainan yang digunakan A.M, Sardiman, 2003, hlm. 40. Ketiga,
adanya reaksi yaitu siswa aktif terlibat dalam baik unsur fisik dan mental, ini terlihat siswa memberikan respon terhadap media dengan
menggunakan kedua tangannya dan sesekali siswa tersenyum saat menggunakan media A.M, Sardiman, 2003, hlm. 41. Keempat, siswa
memahami materi pembelajaran melalui media permainan dan ditunjukkan dengan peningkatan nilai siswa A.M, Sardiman, 2003,
hlm. 42. Hasil post test menunjukkan kenaikan apabila dibandingkan
dengan pre test. Hal ini sejalan dengan tanggapan siswa saat wawancara yang menjadikan media permainan ini bernilai. Media
permainan ini membiasakan siswa terlibat dalam situasi menang atau kalah yang meminta memperaktikkan kemampuan untuk mengetahui
atau dalam proses perkembangan Darmawan, 2011, hlm. 192. Keterikatan siswa seperti ini yang membuat siswa termotivasi untuk
belajar. Motivasi belajar siswa dapat timbul beberapa diantaranya karena media mempunyai bentuk dan cara untuk menumbuhkan
motivasi dalam kegiatan belajar di sekolah, yaitu memberi angka atau skor setiap siswa menjawab soal-soal yang terdapat dalam media,
mempunyai sistem kompetisi yang dapat mendorong belajar siswa, memberikan ulangan-ulangan yang membuat siswa dapat mengingat
kembali saat lupa konsep, langsung memberikan hasil angka atau skor apabila siswa selesai menjawab soal-soal dan mempunyai tujuan yang
diakui berupa indikator pembelajaran A.M, Sardiman, 2003,
hlm. 91-95.
101