18 b.
Retribusi jasa usaha, adalah: retribusi atas jasa yang disediakan oleh
pemda dengan menganut prinsip komersial karena pada dasarnya disediakan oleh sektor swasta.
2.1.4. Belanja Daerah
Belanja daerah meliputi semua pengeluaran dari rekening kas umum daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar, yang merupakan kewajiban daerah
dalam satu tahun anggaran yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh daerah PP No 582005 pasal 20:3. Belanja daerah diprioritaskan untuk
melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban daerah UU No 322004 pasal 167.
Belanja daerah diklasifikasikan menurut jenis belanja yaitu belanja pegawai, belanja barang dan jasa, belanja modal, bunga, subsidi, hibah, bantuan
sosial, belanja bagi hasil dan bantuan keuangan serta belanja tidak terduga PP No 582005 pasal 27:3. Belanja daerah yang dianggarkan dalam APBD
diprioritaskan untuk Sumarsono, 2010 yaitu : 1.
Belanja daerah diprioritaskan dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemda, terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan
yang ditetapkan berdasarkan ketentuan perundang-undangan. 2.
Belanja dalam rangka penyelenggaraan urusan wajib digunakan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya
memenuhi kewajiban daerah yang diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, kesehatan, fasilitas sosial dan fasiitas umum
yang layak serta mengembangkan sistem jaminan sosial.
Universitas Sumatera Utara
19
2.1.5. Indeks Pembangunan Manusia
Pembangunan merupakan suatu kegiatan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat di berbagai aspek kehidupan yang dilakukan secara
terencana dan berkelanjutan dengan memanfaatkan dan memperhitungkan kemampuan sumber daya, informasi dan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi serta memperhatikan perkembangan sosial Bappenas dalam Melliana dan Zain, 2013:237. Pembangunan merupakan suatu upaya yang dilakukan oleh
pemerintah untuk mewujudkan masyarakat yang makmur dan sejahtera. Dengan adanya perubahan penyelenggaraan pemerintahan yang dulu
sentralisasi menjadi desentralisasi sejak tahun 1999, maka pemerintah daerah harus berupaya untuk menetapkan kebijakan pengganggaran dengan menyediakan
sumber-sumber pendapatan dan mengarahkan penggunaanya untuk pengeluaran dalam rangka pencapaian kesejahteraan masyarakat. Hoffman dan Gibson 2005
telah melakukan penelitian terkait sumber pendapatan dan pengaruhnya terhadap pengeluaran pemerintah daerah yang diterbitkan oleh University of California,
San Diego yang berjudul Fiscal Governance and Public Services: Evidence from Tanzania and Zambia. Hoffman dan Gibson menyatakan bahwa:
“using data from local government budgets in Tanzania and Zambia, we find that local government in both countries produce more public services as their
budget’s share of local taxes increases”. Pernyataan tersebut berarti pemerintah daerah di negara Tanzania dan
Zambia akan meningkatkan pelayanan publik seiring dengan peningkatan pendapatan pajak daerah. Selanjutnya masih menurut Hoffman dan Gibson,
Universitas Sumatera Utara
20 sumber dana dari eksternal atau pemerintah pusat maupun lainnya akan
mendorong pemerintah kabupaten untuk menggunakan pendapatan asli daerah untuk konsumsi.
Penelitian lain oleh Rully Prassetya 2013, dalam penelitiannya yang berjudul Fiscal Decentralization, Governnance, and Development: The Case of
Indonesia, menyatakan bahwa desentralisasi fiskal dimaksudkan untuk meningkatkan pembangunan secara langsung. Penelitian yang dilakukan terhadap
33 provinsi di Indonesia selama lima tahun 2007-2011 tersebut menghasilkan kesimpulan bahwa dana perimbangan fiscal transfer dari pemerintah pusat
kepada pemerintah daerah telah tumbuh terus sejak 2005 dan rata-rata meningkat 17. Hal ini berarti bahwa desentralisasi fiskal telah dikembangkan dan tumbuh
di Indonesia.
Secara teori,
desentralisasi fiskal
akan meningkatkan
penyelenggaraan pemerintahan secara keseluruhan, karena akan mendorong pemerintah untuk lebih akuntabel dan menerima partisipasi yang lebih besar dari
publik. Akhirnya hal tersebut akan memberikan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi kepada daerah baik provinsi maupun kabupaten.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa desentralisasi fiskal mempunyai pengaruh yang positif untuk pembangunan di pemerintah daerah yang
diukur dari tingkat kemiskinan, Human Development Index HDI, rata-rata lulusan sekolah tinggi, angka kematian per 100-kelahiran dan Regional Gross
Domestic Product RGDP. Dari uraian tersebut di atas, dapat diperoleh kesimpulan bahwa salah satu indikator penting yang dapat digunakan untuk
mengukur hasil pembangunan adalah Indeks Pembangunan Manusia IPM
Universitas Sumatera Utara
21 Melliana dan Zain, 2013:237. Indeks Pembangunan Manusia merupakan indeks
komposit yang digunakan untuk mengukur pencapaian rata-rata suatu negara dalam tiga hal mendasar pembangunan manusia, yaitu: 1 lamanya hidup yang
diukur dengan harapan hidup pada saat lahir, 2 tingkat pendidikan yang diukur dengan kombinasi antara angka melek huruf pada penduduk dewasa atau dengan
bobot dua per tiga dan rata-rata lama sekolah atau dengan bobot sepertiga dan 3 tingkat kehidupan yang layak, diukur dengan pengeluaran per kapita yang telah
disesuaikan Rupiah Mirza, 2012:4. Indeks pembangunan manusia merupakan salah satu alat ukur yang dapat
digunakan untuk menilai kualitas pembangunan manusia, baik dari sisi dampaknya terhadap kondisi fisik manusia kesehatan dan kesejahteraan maupun
yang bersifat non-fisik atau pendidikan. Pembangunan yang berdampak pada kondisi fisik masyarakat misalnya tercermin dalam angka harapan hidup serta
kemampuan daya beli masyarakat, sedangkan dampak non-fisik dapat dilihat dari kualitas pendidikan masyarakat. Indeks Pembangunan Manusia IPMHuman
Development Index HDI adalah pengukuran perbandingan dari harapan hidup, melek huruf, pendidikan dan standar hidup untuk semua negara seluruh dunia.
HDI digunakan untuk mengklasifikasikan apakah sebuah negara adalah negara maju, negara berkembang atau negara terbelakang dan juga untuk mengukur
pengaruh dari kebijakan ekonomi terhadap kualitas hidup. Indeks Pembangunan Manusia ini ini pada 1990 dikembangkan oleh pemenang nobel India Amartya
Sen dan Mahbub ul Haq seorang ekonom Pakistan dibantu oleh Gustav Ranis dari Yale University dan Lord Meghnad Desai dari London School of Economics dan
Universitas Sumatera Utara
22 sejak itu dipakai oleh Program Pembangunan PBB pada laporan HDI tahunannya.
Digambarkan sebagai pengukuran vulgar oleh Amartya Sen karena batasannya, indeks ini lebih fokus pada hal-hal yang lebih sensitif dan berguna daripada hanya
sekedar pendapatan perkapita yang selama ini digunakan dan indeks ini juga berguna sebagai jembatan bagi peneliti yang serius untuk mengetahui hal-hal yang
lebih terinci dalam membuat laporan pembangunan manusianya. Human Development Index HDI mengukur pencapaian rata-rata sebuah negara dalam 3
dimensi dasar pembangunan manusia yaitu: 1.
Hidup yang sehat dan panjang umur yang diukur dengan harapan hidup saat kelahiran.
2. Pengetahuan yang diukur dengan angka tingkat baca tulis pada orang
dewasa atau bobotnya dua per tiga dan kombinasi pendidikan dasar, menengah, atas bobot satu per tiga gross enrollment ratio.
3. Standard kehidupan yang layak diukur dengan GDP per kapita gross
domestic productproduk domestik bruto dalam paritas kekuatan beli purchasing power parity dalam Dollar AS.
Secara umum metode penghitungan IPM yang digunakan di Indonesia sama dengan metode penghitungan yang digunakan oleh UNDP. IPM di
Indonesia disusun berdasarkan tiga komponen indeks yaitu: 1 Indeks angka harapan hidup, 2 Indeks pendidikan, yang diukur berdasarkan rata-rata lama
sekolah atau rata-rata jumlah tahun yang telah dihabiskan oleh penduduk usia 15 tahun ke atas di seluruh jenjang pendidikan formal yang dijalani dan angka melek
huruf latin atau lainnya terhadap jumlah penduduk usia 15 tahun atau lebih, 3
Universitas Sumatera Utara
23 Indeks standar hidup layak, yang diukur dengan pengeluaran per kapita
PPPPurchasing Power ParityParitas daya beli dalam rupiah. IPM merupakan rata-rata dari ketiga komponen tersebut, dengan rumus :
IPM=X1+X2+X33
Dimana : X1= angka harapan hidup
X2= tingkat pendidikan X3= tingkat kehidupan layak
Masing-masing indeks komponen IPM tersebut merupakan perbandingan
antara selisih nilai suatu indikator dan nilai minimumnya dengan selisih nilai. Indeks Pembangunan Manusia IPM di Sumatera Utara secara umum selalu
meningkat dari tahun ke tahun. Tahun 2012 berada pada posisi 75,13 atau meningkat sebesar 0,64 dari tahun 2011 sebesar 74,65. Posisi tahun 2011
tersebut meningkat sebesar 0,62 dari tahun 2010 yang berada pada posisi 74,19. Demikian juga tahun 2010 meningkat 0,53 dari posisi tahun 2009 73,8.
Sedangkan berdasarkan kategori, seluruh kabupatenkota di Sumatera Utara termasuk berada pada IPM kategori sedang 50-80.
Adapun tabel 2.1 menjelaskan uraian hasil penelitian yang menyimpulkan diantaranya, bahwa rasio PAD dan DAK terhadap belanja modal dan
pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif signifikan terhadap IPM sedangkan variabel DAU berpengaruh negatif signifikan. Rasio DBH terhadap belanja modal
menjadi satu-satunya variabel yang tidak signifikan mempengaruhi IPM. Pertumbuhan ekonomi menjadi variabel dengan pengaruh paling dominan
terhadap IPM. Selanjutnya Secara parsial Pendapatan Asli Daerah PAD berpengaruh signifikan terhadap Indeks Pembangunan Manusia. Secara parsial
Universitas Sumatera Utara
24 Tingkat Kemandirian Fiskal TKF tidak berpengaruh signifikan terhadap Indeks
Pembangunan Manusia. Untuk uraian hasil penelitian lebih jelas dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut.
2.2. Review Penelitian Terdahulu Tabel 2.1
Tinjauan penelitian Terdahulu NamaTahun
Peneliti Judul
Penelitian Variabel
Penelitian Hasil yang diperoleh
Budi D. Sinullingga
2009 Analisis
Pengaruh Alokasi Sektor
Anggaran Pemerintah
terhadap peningkatan
Indeks Pembangunan
Manusia Studi Kasus Kota
Medan Alokasi Sektor
Anggaran Pemerintah,
Peningkatan Indeks
Pembangunan Manusia
Hasil penelitian diketahui bahwa sektor-sektor
yang mempunyai
pengaruh tinggi terhadap peningkatan IPM ialah
sektor yang mengurangi kesenjangan yaitu sektor
perdagangan, tenaga kerja dan industri. Sektor-sektor
infrastruktur pemukiman memiliki
pengaruh langsung
relatif kecil
terhadap peningkatan
IPM, dan diantara sektor infrastruktur
ini yang
paling kecil pengaruhnya ialah sektor perumahan.
Sektor yang
secara langsung
menangani komponene
peningkatan IPM,
yaitu sektor
pendidikan dan kesehatan kurang
efektif meningkatkan IPM, yang
menjadi penyebabnya
adalah kecilnya anggaran sehingga kurang efektif
mengimbangi kondisi
perekonomian yang
dilanda krisis.
Universitas Sumatera Utara