12 bahwa sejak diterbitkannya Undang-Undang nomor 28 Tahun 2009, Pajak Bumi
dan Bangunan Perkotaan dan Pedesaan PBB-P2 dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan BPHTB sudah diserahkan pengelolaannya kepada
pemerintah kabupaten dan kota dan untuk kabupaten dan kota di wilayah Sumatera Utara, pengelolaannya efektif dilaksanakan mulai tahun 2011.
Dalam pasal 94 Undang-Undang nomor 28 Tahun 2009, menyatakan bahwa hasil penerimaan pajak provinsi sebagian diperuntukkan bagi
kabupatenkota. Bagi hasil pajak provinsi terdiri dari hasil penerimaan pajak kendaraan bermotor dan bea balik nama kendaraan bermotor, hasil penerimaan
pajak bahan bakar kendaraan bermotor, hasil penerimaan pajak rokok dan hasil penerimaan pajak air permukaan.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa dana bagi hasil yang selanjutnya disebut DBH merupakan penerimaan yang diperoleh oleh pemerintah
daerah bagi hasil pajak dan non pajak yang berasal dari hasil pembagian penerimaan pusat dan provinsi yang diperuntukkan bagi pemerintah
kabupatenkota.
2.1.2. Pertumbuhan Belanja Modal
Perbedaan definisi dan pengertian antara belanja barang dan Belanja Modal BM dalam anggaran pemerintah APBN dan APBD bukanlah sesuatu
yang sederhana dan dapat diabaikan begitu saja. Banyak penyimpangan anggaran terjadi karena kelonggaran dalam pengklasifikasian ini. Pemerintah Pusat selaku
regulator, melalui Departemen Keuangan, kemudian menerbitkan aturan yang diharapkan dapat menjadi pedoman bagi aparatur pemerintah yang menjadi
Universitas Sumatera Utara
13 pelaksana di lapangan. PMK No. 91PMK.062007 tentang Bagan Akun Standar
BAS sudah didefinisikan perbedaan belanja barang dan belanja modal secara jelas. Belanja barang adalah pengeluran untuk menampung pembelian barang dan
jasa yang habis pakai untuk memproduksi barang dan jasa yang dipasarkan maupun yang tidak dipasarkan serta pengadaan barang yang dimaksudkan untuk
diserahkan atau dijual kepada masyarakat dan belanja perjalanan. Belanja ini terdiri belanja barang dan jasa,
belanja pemeliharaan dan belanja perjalanan. Belanja modal merupakan pengeluaran anggaran yang digunakan dalam
rangka memperoleh atau menambah aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi serta melebihi batasan minimal
kapitalisasi aset tetap atau aset lainnya yang ditetapkan pemerintah. Aset tetap tersebut dipergunakan untuk operasional kegiatan sehari-hari suatu satuan kerja
bukan untuk dijual Abdullah, 2008. Dalam penyusunan perencanaan anggaran sudah mengacu pada BAS, sementara dalam pelaksanaan anggaran masih belum
mengacu pada BAS. Inilah pokok awal terjadinya perbedaan persepsi. Demikian juga dalam penyusunan perencanaan anggaran berpedoman pada petunjuk
penyusunan dan penelahaan RKAKL yang mengatur penerapan konsep full costing dalam suatu kegiatan yaitu seluruh biaya yang menunjang dalam
pencapaian output disesuaikan dengan jenis belanjanya. Ini sejalan dengan norma akuntansi yaitu azas full disclosure untuk
masing-masing jenis belanja. Misalnya, belanja modal tanah menjadi belanja modal tanah, belanja modal pembebasan tanah, belanja modal pembayaran honor
tim tanah, belanja modal pembuatan sertifikat tanah, belanja modal pengukuran
Universitas Sumatera Utara
14 dan pematangan tanah, belanja modal biaya pengukuran tanah dan belanja modal
perjalanan pengadaan tanah. Faktor lain berupa pemahaman pegawai tentang konsep BAS belum utuh, sementara sosialiasi BAS masih minim. Demikian pula
masih banyak pegawai yang belum mengerti prinsip-prinsip akuntansi yang dipakai dalam BAS. Sehingga berdampak pada kesalahan dalam menterjemahkan
dan menjelaskan kepada kementerianlembaga. Menyadari akan hal tersebut serta untuk memberikan kemudahan dalam
mekanisme pelaksanaan APBDAPBN dan penyusunan Laporan Keuangan Kementerian NegaraLembaga, maka diterbitkan Perdirjen Perbendaharaan No.
PER- 33PB2008 tentang Pedoman Penggunaan AKUN Pendapatan, Belanja Pegawai, Belanja Barang dan Belanja Modal Sesuai dengan BAS. Menurut
Perdirjen Perbendaharaan tersebut, suatu belanja dikategorikan sebagai BM apabila:
1. Pengeluaran tersebut mengakibatkan adanya perolehan aset tetap atau aset
lainnya yang menambah masa umur, manfaat dan kapasitas; 2.
Pengeluaran tersebut melebihi batasan minimum kapitalisasi aset tetap atau aset lainnya yang telah ditetapkan pemerintah;
3. Pengeluaran terhadap aset tetap tersebut diniatkan bukan untuk dijual.
Dalam petunjuk penyusunan dan penelaahan RKA-KL nilai kapitalisasi aset tetap di atas Rp. 300.000 per unit. Sedangkan batasan minimal kapitalisasi
untuk gedung dan bangunan dan jalan, irigasi dan jaringan sebesar Rp. 10.000.000. Sementara karakteristik aset lainnya adalah tidak berwujud, akan
menambah aset pemerintah, mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun dan
Universitas Sumatera Utara
15 nilainya relatif material. BM juga mensyaratkan kewajiban untuk menyediakan
biaya pemeliharaan. Namun demikian perlu diperhatikan, karena ada beberapa belanja pemeliharaan yang memenuhi persyaratan sebagai BM yaitu apabila a
pengeluaran tersebut mengakibatkan bertambahnya masa manfaat, kapasitas, kualitas dan volume aset yang telah dimiliki dan b pengeluaran tersebut
memenuhi batasan minimum nilai kapitalisasi aset tetap atau aset lainnya.
2.1.3. Pendapatan Asli Daerah