Pengaruh Rasio Likuiditas, Profitabilitas, dan Solvabilitas Terhadap Harga Saham Dengan Price Earning Ratio (PER) Sebagai Variabel Moderating pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di BEI Tahun 2011-2014

(1)

LAMPIRAN

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation Dana Bagi Hasil 96 10624.71 374026.59 49361.2432 53617.98988 Belanja Modal 96 27867.29 1201667.12 166606.3892 1.45466E5 Pendapatan Asli Daerah 96 4533.00 1147901.00 59708.2188 1.60743E5 Indeks Pembangunan

Manusia

96 53.23 96.43 66.2218 7.01377

Belanja Daerah 96 249121.58 4524737.50 755025.6195 6.36313E5

Valid N (listwise) 96

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized Residual

N 96

Normal Parametersa,,b Mean .0000000

Std. Deviation .08728258

Most Extreme Differences Absolute .123

Positive .092

Negative -.123

Kolmogorov-Smirnov Z 1.206

Asymp. Sig. (2-tailed) .109

a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.


(2)

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the

Estimate Durbin-Watson

1 .482a .233 .208 .08869 1.706

a. Predictors: (Constant), Pendapatan Asli Daerah, Dana Bagi Hasil, Belanja Modal b. Dependent Variable: Indeks Pembangunan Manusia

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression .219 3 .073 9.300 .000a

Residual .724 92 .008

Total .943 95

a. Predictors: (Constant), Pendapatan Asli Daerah, Dana Bagi Hasil, Belanja Modal b. Dependent Variable: Indeks Pembangunan Manusia

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) 3.207 .202 15.874 .000

Dana Bagi Hasil .026 .019 .166 1.397 .166 .591 1.692 Belanja Modal .048 .021 .271 2.234 .028 .566 1.768 Pendapatan Asli

Daerah

.014 .014 .125 1.006 .317 .542 1.845 a. Dependent Variable: Indeks Pembangunan Manusia


(3)

Moderasi

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) -2230038.498 2253438.758 -.990 .325

Indeks Pembangunan Manusia

611890.643 537930.371 .117 1.137 .258


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Sukriy dan Abdul Halim.2003. Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU)

dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Belanja Pemerintah Daerah Studi Kasus Kabupaten/Kota di Jawa dan Bali. Simposium Nasional

Akuntansi IV. Yogyakarta.

Christy, Fhino Andrea. 2009. Hubungan Antara Dana Alokasi Umum, Belanja

Modal dan Kualitas Pembangunan Manusia.

Christy, F Andrea dan Priyo H Adi. 2009. Hubungan antara Dana Alokasi Umum, Belanja Modal, dan Kualitas Pembangunan Manusia. Jurnal National

Conference UKWMS, 10 Oktober Surabaya:Universitas Kristen Satya

Wacana Salatiga.

Erlina dan Sri Mulyani. 2007. Metodologi Penelitian untuk Akuntansi dan

Manajemen. USU Press. Medan.

Ghozali, Imam. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang.

Hanif, Nurcholis. 2005. Teori dan Praktik Pemerintahan dalam Otonomi Daerah. Jakarta:Grasindo.

Harahap, Riva Ubar, 2010. “Pengaruh Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Dana Bagi Hasil Terhadap Indeks Pembangunan Manusia Pada Kabupaten/Kota Di Propinsi Sumatera Utara”. Tesis S2 Program Pascasarjana Akuntansi. USU. Medan. (tidak dipublikasikan).

Hoffman, B.D., dan Gibson. C.C, 2005. Fiscal Governance and Public Services: Evidence from Tanzania and Zambia. University of California, Research Study, Departemen of Political Science, San Diego: University of California.

Lugastoro, D.P. dan C.F. Ananda. 2013. Analisis Pengaruh PAD dan Dana Perimbangan Terhadap Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten/Kota di Jawa Timur. Jurnal Ilmiah. Fakultas Ilmu Ekonomi dan Bisnis. Universitas Brawijaya, Malang. 19 pp.

Mardiasmo. 2002. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah. Andi. Yogyakarta.


(5)

Melliana, A. dan I. Zain. 2013. Analisis Statistik Faktor yang Mempengaruhi Indeks Pembangunan di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Timur dengan Menggunakan Regresi Panel. Jurnal Sains dan Seni Pomits. Vol. 2(2): 237-242.

Mirza, D.S. 2012. Pengaruh Kemiskinan, Pertumbuhan Ekonomi, dan Belanja Modal terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Jawa Tengah Tahun 2006-2009. Economics Development Analysis Journal. Vol. 1(1): 1-14. Nugroho, B.A., 2005. Strategi Jitu Memilih Metode Statistik Penelitian Dengan

SPSS, Semarang: Penerbit ANDI, Yogyakarta.

Prassetya, R. 2013. Fiscal Decentralization, Governance, and Development: The Case of Indonesia, The University of Tokyo, Working Paper, Tokyo, Japan: The University of Tokyo.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan

Negara.

………..., Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

………, Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah.

………, Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

………, Peraturan Pemerintah Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.

………, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyusunan APBD Tahun Anggaran 2009.

Sari, A.K., 2011, Analisis Pengaruh Tingkat Kemandirian Fiskal, Pendapatan Asli Daerah terhadap Indeks Pembangunan Manusis melalui Belanja Modal di Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara. Tesis, Universitas Sumatera Utara, Medan

Sinulingga, Budi D. 2009. Analisis Pengaruh Alokasi Sektor Anggaran

Pemerintahterhadap Peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (Studi Kasus Kota Medan). Universitas Sumatera Utara. Medan.


(6)

Sumarsono, Sonny. 2010. Manajemen keuangan Pemerintahan. Graha Ilmu, Yogyakarta.

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi

Daerah

Prana Ugiana Gio, 2015. Belajar Statistika Dengan SPSS. USU Press www.sumut.bps.go.id


(7)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1.Jenis Penlitian

Penelitian ini merupakan hubungan kausal (causal effect), dimana penelitian yang dilakukan terhadap fakta-fakta untuk membuktikan secara empiris pengaruh. Dana Bagi Hasil, Belanja Modal, Pendapatan Asli Daerah, dan Belanja Daerah dampaknya terhadap indeks Pembangunan manusia di Pemerintah Kabupaten/Kota Sumatera Utara tahun amatan 2010-2013.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di pemerintah kabupaten dan kota di wilayah Provinsi Sumatera Utara dan waktu penelitian dilakukan secara bertahap yang dimulai pada bulan April 2015 sampai dengan bulan November 2015.

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian didefinisikan sebagai kelompok elemen atau unit dimana data yang diperlukan akan dikumpulkan yang lengkap, yang biasanya berupa orang, obyek, transaksi, atau kejadian dimana kita tertarik untuk mempelajarinya atau menjadi obyek penelitian (Kuncoro, 2009).

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pemerintah daerah dan kota yang terdapat di wilayah Provinsi Sumatera Utara yang berjumlah 33 kabupaten/kota yang memiliki data Dana Bagi Hasil (DBH), Pendapatan Asli Daerah (PAD), Belanja Modal (BM) dan Belanja Daerah (BD) dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang dipublikasikan selama 4 (empat) tahun dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2013. Penelitian ini merupakan penelitian


(8)

dengan sampel untuk menghasilkan kesimpulan yang menggambarkan karakteristik elemen populasi yang sebenarnya dan dapat digunakan untuk bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan optimalisasi realisasi pendapatan di masa mendatang dan pengalokasian belanja publik pada pemerintah kabupaten dan kota yang ada di wilayah Sumatera Utara. Data sampel diambil dengan menggunakan metode purposive sampling dengan kriteria yaitu :

1. Daerah Kabupaten dan Kota di Provinsi Sumatera Utara yang mempublikasikan laporan keuangannya secara konsisten dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2013 dan ketersediaan data IPM hasil perhitungan yang dilakukan oleh Biro Pusat Statistik (BPS) Propinsi Sumatera Utara. 2. Pemerintah daerah kabupaten dan kota pemekaran pada kurun waktu

2010-2013 dan telah menyusun Angaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tersendiri atau sumber pembangunan daerah tersebut tidak lagi tergantung dari daerah induk.

Kabupaten/Kota yang terpilih yang telah ditentukan sebagai sampel penelitian dari hasil kriteria purposive sampling adalah sebanyak 24 atau dua puluh empat sampel yang terdapat pada tabel 3.1.

Tabel 3.1

Sampel Penelitian Dari Hasil Kriteria Purposive Sampling

Daerah Kriteria Sampel Terpilih

1 2

1. N i a s √ √ Sampel 1

2. Mandailing Natal √ √ Sampel 2

3. Tapanuli Selatan √ √ Sampel 3


(9)

Tabel 3.1 (Lanjutan)

Daerah

Kriteria

Sampel Terpilih

1 2

5. Tapanuli Utara √ √ Sampel 5

6. Toba Samosir X √ -

7. Labuhanbatu √ √ Sampel 6

8. Asahan √ √ Sampel 7

9. Simalungun √ √ Sampel 8

10. D a i r i √ √ Sampel 9

11. K a r o √ √ Sampel 10

12. Deli Serdang x √ -

13. Langkat √ √ Sampel 11

14. Nias Selatan x √ -

15. Humbang Hasundutan √ √ Sampel 12

16. Pakpak Bharat √ √ Sampel 13

17. Samosir x √ -

18. Serdang Bedagai √ √ Sampel 14

19. Batu Bara x √ -

20. Padang Lawas Utara √ √ Sampel 15

21. Padang Lawas √ √ Sampel 16

22. Labuhanbatu Selatan √ √ Sampel 17

23. Labuhanbatu Utara √ √ Sampel 18

24. Nias Utara x √ -

25. Nias Barat x √ -

Kota/City

26. Sibolga √ √ Sampel 19

27. Tanjungbalai x √ -

28. Pematangsiantar √ √ Sampel 20

29. Tebing Tinggi √ √ Sampel 21

30. M e d a n √ √ Sampel 22

31. B i n j a i √ √ Sampel 23

32. Padangsidimpuan √ √ Sampel 24


(10)

3.4. Metode Pengumpulan Data

Sumber data penelitian merupakan faktor penting yang menjadi pertimbangan dalam penentuan metode pengumpulan data. Data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder. Data sekunder adalah data yang sudah diolah secara statistik.

Pada penelitian ini, prosedur pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan dua tahapan. Tahap pertama dilakukan melalui studi pustaka, yakni jurnal akuntansi dan buku-buku yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Pada tahap yang kedua, pengumpulan data dilakukan dengan cara melengkapi data dari data yang dipublikasikan oleh Badan Pusat Statistik Propinsi Sumatera Utara. 3.5. Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Variabel

Penelitian ini menggunakan dua variabel independen, satu variabel intervening dan satu variabel dependen. Definisi operasional variabel pada penelitian ini dijelaskan sebagai berikut :

1. Dana Bagi Hasil (DBH) adalah realisasi dana yang bersumber dari pendapatan APBN dan APBD Provinsi yang dialokasikan kepada daerah kabupaten/kota se-Sumatera Utara berdasarkan angka persentase tertentu untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi (Rp Milyar).

2. Belanja Modal yaitu pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal, antara lain untuk pembangunan, peningkatan dan pengadaan serta kegiatan non fisik yang mendukung pembentukan modal.


(11)

Variabel ini diukur dengan menggunakan skala rasio, yaitu realisasi pengeluaran Belanja Modal Kab/Kot Provinsi Sumatera Utara.

3. Pendapatan Asli Daerah bersumber dari hasil pajak, hasil retribusi daerah, laba Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan lain-lain pendapatan yang sah. PAD adalah pendapatan yang diperoleh dari sumber-sumber pendapatan daerah dan dikelola sendiri oleh Pemerintah Daerah. Variabel ini diukur dengan menggunakan skala rasio, yaitu realisasi PAD yang diperoleh dari APBD Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara.

4. Belanja daerah merupakan jumlah seluruh anggaran belanja daerah baik belanja tidak langsung maupun belanja langsung tahun 2010-2013. Skala pengukuran yang digunakan adalah skala rasio.

5. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)/Human Development Index (HDI) merupkan pengukuran dari Angka Melek Huruf, Angka Harapan Hidup, Rata-rata Lama Sekolah, Kemampuan Daya Beli (Purchasing Power

Parity=PPP). IPM digunakan untuuk mengklasifikasikan negara maju,

negara berkembang dan negara miskin.

Untuk lebih jelasnya definisi variabel, parameter dan skala variabel tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.2:


(12)

Tabel 3.2.

Definisi Operasional Variabel

Variabel Definisi Parameter Skala

Dana Bagi Hasil (DBH)

Dana yang bersumber dari pendapatan APBN dan APBD Provinsi yang dialokasikan kepada daerah kabupaten/kota se-Sumatera Utara berdasarkan angka persentase tertentu untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi

Realisasi DBH pada APBD Sumatera Utara Rasio Pertumbuhan Belanja Modal (BM)

Belanja modal merupakan pengeluaran anggaran yang digunakan dalam rangka memperoleh atau menambah aset tetap dam aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi serta melebihi batasan minimal kapitalisasi aset tetap atau aset lainnya yang ditetapkan

pemerintah.

PBM(t) = BMt-BMt-1/BMt-1 X 100

Rasio

Pendapatan Asli Daerah

Pendapatan daerah yang bersumber dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain.

Realisai PAD pada APBD Sumatera Utara Rasio Belanja daerah

Pengeluaran daerah yang dilakukan untuk membiayai pembangunan daerah

Realisasi Belanja Daerah pada APBD Sumatera Utara Rasio Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Indeks komposit yang digunakan untuk mengukur pencapaian rata-rata kualitas hidup suatu negara dalam tiga hal mendasar pembangunan manusia

Capaian IPM (Angka Indeks0


(13)

3.6.Model dan Teknik Analisis Data

Model analisis yang digunakan untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini adalah dengan analisis regresi berganda (multiple regression analysis) dan uji Residual dengan bantuan Software SPSS (Statistical Package Social Science).

Analisis regresi berganda adalah metode statistik yang digunakan untuk menentukan besarnya pengaruh antara variabel independen yaitu Dana Bagi Hasil, Belanja Modal, Pendapatan Asli Daerah. Model regresi berganda yang digunakan adalah sebagai berikut:

Z = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + e

Dimana:

Z = Belanja Daerah a = Konstanta

b1 – b3 = Koefisien Variabel X1 = Dana Bagi Hasil

X2 = BMt – BMt-1/BMt-1 X 100% X3 = Pendapatan asli daerah e = Error

Menurut Ghozali (2005:149), variabel moderating adalah variabel independen yang memperkuat atau memperlemah hubungan antara variabel independen lainnya terhadap variabel dependen. Ada tiga cara menguji regresi dengan variabel moderating yaitu (1) uji interaksi, (2) uju selisih mutlak, dan (3) uji residual. Pengujian yang akan dilakukan untuk menguji variabel moderating dalam penelitian ini adalah menggunakan uji residual. Adapun persamaan regresi uji residual adalah sebagai berikut (Ghozali,2013:240) :

Z = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + e (1)


(14)

Dimana :

Z = Belanja daerah (Variabel Moderating). a = Konstanta

e = Error

b1 – b3 = Koefisien Variabel X1 = Dana Bagi Hasil X2 = Belanja Modal X3 = Pendapatan asli daerah Y = Indeks Pembangunan Manusia

Analisis residual ingin menguji pengaruh deviasi (penyimpangan) dari suatu model. Fokusnya adalah ketidakcocokan (lack of fit) yang dihasilkan dari deviasi hubungan linier antar variabel independen. Lack of fit ditunjukkan oleh nilai residual di dalam regresi. Dalam hal ini jika terjadi kecocokan antara variabel independen dengan variabel moderating (nilai residual kecil atau nol) yaitu variabel independen tinggi dan variabel moderating juga tinggi maka variabel dependen juga tinggi. Sebaliknya jika terjadi ketidakcocokan atau lack of fit antara variabel independen dengan variabel moderating maka variabel dependen akan rendah.

3.6.1. Pengujian Asumsi Klasik

Pengujian asumsi klasik diperlukan untuk mengetahui apakah hasil estimasi regresi yang dilakukan benar-benar memiliki data yang normal dan terbebas dari adanya gejala multikolinearitas, gejala autokorelasi dan gejala heteroskedastisitas. Model regresi akan dapat dijadikan alat estimasi yang tidak bias jika telah memenuhi persyaratan BLUE (Best Linear Unbiased Estimator) yaitu tidak terdapat multikolinearitas, maka akan sulit untuk mengisolasi pengaruh-pengaruh individual dari variabel, sehingga tingkat signifikan koefisien regresi menjadi rendah. Dengan adanya autokorelasi mengakibatkan penaksir masih tetap bias dan masih tetap konsisten hanya saja menjadi tidak efisien.


(15)

Jika terdapat heteroskedastisitas, maka varian tidak konstan sehingga dapat menyebabkan biasnya standar error. Oleh karena itu, uji asumsi klasik perlu dilakukan. Pengujian asumsi klasik yang dilakukan adalah sebagai berikut: Sebelum dilakukan pengujian hipotesis dengan menggunakan analisis regresi berganda, maka diperlukan pengujian asumsi klasik yang meliputi pengujian normalitas, multikolinearitas dan heteroskedastisitas.

1. Uji Normalitas

Tujuan uji normalitas adalah untuk mengetahui apakah distribusi data mengikuti atau mendekati distribusi normal. Data yang baik adalah data yang mempunyai pola seperti data terlihat menyebar mengikuti garis diagonal dan diagram histogram yang tidak condong ke kiri dan ke kanan (Ghozali, 2005:149).

Untuk menguji normalitas digunakan 2 metode pengujian yaitu Normal p_plot dan diagram histogram. Jika data ternyata tidak berdistribusi normal, analisis non parametrik termasuk model-model regresi dapat digunakan untuk mendeteksi penyebaran. Mendeteksi apakah data berdistribusi normal atau tidak dapat diketahui dengan menggambarkan penyebaran data melalui sebuah grafik. Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas. Data dalam keadaan normal apabila distribusi data menyebar disekitar garis diagonal.

Kenormalan data juga dapat dilihat dengan melihat diagram histogram dimana keputusan/pengambilan kesimpulan yaitu jika grafik


(16)

histogram tidak condong ke kiri dan ke kanan maka data penelitian berdistribusi normal dan sebaliknya.

2. Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji, apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas atau independen. Jika terjadi korelasi antar variabel independen maka akan ditemukan adanya masalah multikolinearitas. Suatu model regresi yang baik harus tidak terjadi korelasi diantara variabel independen. Uji multikolinearitas terhadap setiap data variabel bebas yaitu dengan :

a. Melihat angka Collinearity Statistics yang ditunjukkan oleh Nilai

Variance inflation Factor (VIF). Jika angka VIF lebih besar dari 10,

maka variabel bebas yang ada memiliki masalah multikolinearitas. b. Melihat nilai tolerance pada output penilaian multikolinearitas yang tidak

menunjukkan nilai yang lebih besar dari 0,1 akan memberikan kenyataan bahwa tidak terjadi masalah multikolinearitas Nugroho, (2005:58).

3. Uji Autokorelasi

Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lain Kuncoro, ( 2001). Untuk mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi dilakukan pengujian Durbin-Watson (DW) dengan melihat model regresi linear berganda. Jika nilai Durbin-Watson berada dibawah angka 2 maka model tersebut terbebas dari autokorelasi. Pengujian ada atau tidaknya autokorelasi dalam persamaan regresi ini dengan melihat keadaan nilai Durbin Watson dari hasil perhitungan.


(17)

Untuk mengetahui adanya autokorelasi dalam suatu model dilakukan melalui pengujian terhadap nilai DW. Autokorelasi dalam model regresi artinya ada korelasi anggota sampel yang diurutkan berdasarkan waktu. Ketentuan pengujian terhadap nilai uji DW adalah sebagai berikut Ghozali, (2005).

DW < dl : Ada autokorelasi dl ≤ DW≤ du : Tanpa kesimpulan du< DW <4-du : Tidak ada autokorelasi 4-du D≤ W 4≤ -du : Tanpa kesimpulan DW > 4-dl : Ada autokorelasi 4. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas dilakukan untuk mengetahui apakah dalam sebuah model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan kepengamatan lain. Jika varian dari residual suatu pengamatan kepengamatan lain tetap disebut homokedastisitas, sedangkan untuk varian yang berbeda disebut heterokedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang homokedastisitas atau tidak terjadi heterokedastisitas.

Cara mendeteksi ada atau tidaknya heterokedastisitas adalah sebagai berikut :

a. Titik-titik data menyebar di atas dan di bawah atau disekitar angka 0. b. Titik-titik data tidak mengumpul hanya di atas atau di bawah saja. c. Penyebaran titik-titik data tidak boleh membentuk pola bergelombang

melebar kemudian menyempit dan melebar kembali.


(18)

3.6.2. Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis merupakan salah satu tujuan yang akan dibuktikan dalam penelitian, jika terdapat diviasi antara sampel yang ditentukan dengan jumlah populasi maka tidak menutup kemungkinan untuk terjadinya kesalahan dalam mengambil keputusan antara menolak maupun menerima suatu hipotesis.

Untuk menguji hipotesis yang diajukan maka dilakukan pengujian terhadap variabel-variabel penelitian baik secara simultan maupun parsial. Pengujian secara simultan digunakan uji statistik F atau uji signifikan simultan dan pengujian secara parsial digunakan uji statistik t atau uji signifikan parsial.

Menurut Ghozali (2005: 14), uji hipotesis dapat dilakukan dengan 3 (tiga) cara, yaitu:

1. Uji F

Uji F menguji pengaruh simultan antara variabel independen terhadap variabel dependen. Adapun langkah-langkah dalam pengambilan keputusan untuk uji F adalah sebagai berikut:

a. Ho:b1= 0, Dana Bagi Hasil, Belanja Modal, Pendapatan asli Daerah tidak berpengaruh signifikan terhadap Indeks Pembangunan Manusia. b. H1:b1≠ 0, Dana Bagi Hasil, Belanja Modal, Pendapatan asli Daerah

berpengaruh signifikan terhadap Indeks Pembangunan Manusia. Kriteria pengujian adalah :

P Value (sig) < 0,05 = H0 ditolak P Value (sig) > 0,05 = H0 diterima


(19)

2. Uji Statistik t

Pengujian hipotesis secara parsial dilakukan dengan uji t, yaitu menguji pengaruh parsial antara variabel independen terhadap variabel dependen, dengan asumsi bahwa variabel lain dianggap konstan. Langkah-langkah pengambilan keputusan untuk uji t adalah sebagai berikut :

a. Ho:b1= 0, Dana Bagi Hasil, Belanja Modal, Pendapatan asli Daerah tidak berpengaruh signifikan secara parsial terhadap Indeks Pembanguan Manusia.

b. H1:b1≠ 0 , Dana Bagi Hasil, Belanja Modal, Pendapatan asli Daerah tidak berpengaruh signifikan secara parsial terhadap Indeks Pembanguna Manusia.

P Value (sig) < 0,05 = H0 ditolak P Value (sig) > 0,05 = H0 diterima

3.6.3. Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi (R2) bertujuan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai yang mendekati satu berarti variabel- variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variabel dependen dan sebaliknya jika mendekati nol.

Kelemahan mendasar penggunaan koefisien determinasi adalah bisa terhadap jumlah variabel independen yang dimasukkan ke dalam model. Setiap tambahan satu variabel independen, maka nilai R2 pasti meningkat tidak peduli apakah variabel tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap variabel


(20)

dependen. Oleh karena itu banyak peneliti menganjurkan untuk menggunakan nilai Adjusted R2 pada saat mengevaluasi model regresi terbaik (Ghozali, 2005).


(21)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Analisis Statistik Deskriptif

Analisis statistik deskriptif digunakan untuk mengetahui deskripsi suatu data yang dilihat dari nilai maksimum, nilai minimum, nilai rata-rata (mean), dan nilai standar deviasi, dari variabel dana bagi hasil, belanja modal, pendapatan asli daerah, indeks pembangunan manusia dan belanja daerah. Berdasarkan analisis statistik deskriptif diperoleh gambaran sampel sebagai berikut.

Tabel 4.1

Statistik Deskriptif dari Dana Bagi Hasil, Belanja Modal, Pendapatan Asli Daerah, Indeks Pembangunan Manusia, Belanja Daerah

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation Dana Bagi Hasil 96 10624.71 374026.59 49361.2432 53617.98988 Belanja Modal 96 27867.29 1201667.12 166606.3892 1.45466E5 Pendapatan Asli Daerah 96 4533.00 1147901.00 59708.2188 1.60743E5 Indeks Pembangunan

Manusia

96 53.23 96.43 66.2218 7.01377

Belanja Daerah 96 249121.58 4524737.50 755025.6195 6.36313E5 Valid N (listwise) 96

Sumber: hasil olahan software SPSS

Berdasarkan Tabel 4.1, diketahui nilai dana bagi hasil minimum adalah 10624,71 dan maksimum 374026,59. Sementara rata-rata dan standar deviasi dari dana bagi hasil adalah 49361,2432 dan 53617,98988. Diketahui nilai belanja modal minimum adalah 27867,29 dan maksimum 1201667,12. Sementara rata-rata dan standar deviasi dari belanja modal adalah 166606,3892 dan 145466. Diketahui nilai pendapatan asli daerah minimum adalah 4533 dan maksimum 1147901. Sementara rata-rata dan standar deviasi dari pendapatan asli daerah


(22)

adalah 59708,2188 dan 160743. Diketahui nilai indeks pembangunan manusia adalah 53,23 dan maksimum 96,43. Sementara rata-rata dan standar deviasi dari indeks pembangunan manusia adalah 66,2218 dan 7,01377. Diketahui nilai belanja daerah minimum adalah 249121,58 dan maksimum 4524737,50. Sementara rata-rata dan standar deviasi dari belanja daerah adalah 755025,6195 dan 636313.

4.2. Uji Asumsi Klasik

4.2.1. Uji Asumsi Normalitas

Dalam penelitian ini, uji normalitas terhadap residual dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Tingkat signifikansi yang digunakan . Dasar pengambilan keputusan adalah melihat angka probabilitas , dengan ketentuan sebagai berikut.

Jika nilai probabilitas 0,05, maka asumsi normalitas terpenuhi. Jika probabilitas < 0,05, maka asumsi normalitas tidak terpenuhi.

Tabel 4.2 Uji Normalitas

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized Residual

N 96

Kolmogorov-Smirnov Z 1.206

Asymp. Sig. (2-tailed) .109

a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.

Sumber: hasil olahan software SPSS

Perhatikan bahwa berdasarkan Tabel 4.2, diketahui nilai probabilitas atau Asymp. Sig. (2-tailed) sebesar 0,109. Karena nilai probabilitas , yakni 0,109,


(23)

lebih besar dibandingkan tingkat signifikansi, yakni 0,05. Hal ini berarti asumsi normalitas terpenuhi.

Pengujian asumsi normalitas dapat juga digunakan pendekatan analisis grafik, histogram. Pada untuk pendekatan histogram, jika kurva berbentuk kurva normal, maka asumsi normalitas dipenuhi. Pada pendekatan normal probability

plot, jika titik-titik (dots) menyebar jauh (menyebar berliku-liku pada garis

diagonal seperti ular) dari garis diagonal, maka diindikasi asumsi normalitas error tidak dipenuhi. Jika titik-titik menyebar sangat dekat pada garis diagonal, maka asumsi normalitas dipenuhi.

Gambar 4.1

Histogram untuk Pengujian Asumsi Normalitas


(24)

Gambar 4.2

Normalitas dengan Normal Probability Plot

Sumber: hasil olahan software SPSS

Gambar 4.1 dan Gambar 4.2 merupakan output dari SPSS. Perhatikan bahwa kurva pada histogram berbentuk kurva normal, sehingga disimpulkan bahwa asumsi normalitas error dipenuhi. Di samping itu pada normal probability

plot (Gambar 4.2), titik-titik menyebar cukup dekat pada garis diagonal, maka

disimpulkan bahwa asumsi normalitas dipenuhi. 4.2.2. Uji Multikolinearitas

Untuk memeriksa apakah terjadi multikolinearitas atau tidak dapat dilihat dari nilai variance inflation factor (VIF). Nilai VIF yang lebih dari 10 diindikasi suatu variabel bebas terjadi multikolinearitas (Ghozali, 2011).


(25)

Tabel 4.3 Uji Multikolinearitas

Model

Collinearity Statistics Tolerance VIF

1 (Constant)

Dana Bagi Hasil .591 1.692 Belanja Modal .566 1.768 Pendapatan Asli Daerah .542 1.845 Sumber: hasil olahan software SPSS

Perhatikan bahwa berdasarkan Tabel 4.3, nilai VIF dari variabel pendapatan asli daerah adalah 1,845, nilai VIF dari variabel belanja modal adalah 1,768, dan nilai VIF dari dana bagi hasil adalah 1,692. Karena masing-masing nilai VIF dari variabel bebas tidak lebih dari 10, maka tidak terjadi gejala multikolinearitas yang berat.

4.2.3. Uji Autokorelasi

Asumsi mengenai independensi terhadap residual (non-autokorelasi) dapat diuji dengan menggunakan uji Watson. Nilai statistik dari uji Durbin-Watson yang lebih kecil dari 1 atau lebih besar dari 3 diindikasi terjadi autokorelasi. Field (2009:220-221) menyatakan sebagai berikut.

“The size of the Durbin-Watson statistic depends upon the number of predictors in the model and the number of observations. For accuracy, you should look up the exact acceptable values in Durbin and Watson's (1951) original paper. As very conservative rule of thumb, values less then 1 or greater than 3

are definitely cause for concern; however, values closer to 2 may stil be


(26)

Tabel 4.4 Uji Autokorelasi

Model Durbin-Watson

1 1.606

Sumber: hasil olahan software SPSS

Berdasarkan Tabel 4.4, nilai dari statistik Durbin-Watson

adalah 1,606. Perhatikan bahwa karena nilai statistik Durbin-Watson

terletak di antara 1 dan 3, maka asumsi non-autokorelasi terpenuhi.

Dengan kata lain, tidak terjadi autokorelasi. Perhatikan juga bahwa

diketahui

nilai

dan

,

karena

, hal ini berarti tidak terjadi autokorelasi. 4.2.4. Uji Heteroskedastisitas

Deteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatter plot antara SRESID pada sumbu Y, dan ZPRED pada sumbu X. (Field, 2009:230, Ghozali, 2011:139). Field (2009:248, Ghozali, 2011:139) menyatakan dasar analisis adalah jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar, kemudian menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.


(27)

Gambar 4.3 Uji Heteroskedastisitas

Sumber: hasil olahan software SPSS

Perhatikan bahwa berdasarkan Gambar 4.3, tidak terdapat pola yang begitu jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.

4.3. Pengujian Hipotesis

4.3.1. Analisis Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi ( ) merupakan suatu nilai (nilai proporsi) yang mengukur seberapa besar kemampuan variabel-variabel bebas yang digunakan dalam persamaan regresi, dalam menerangkan variasi variabel tak bebas.

Tabel 4.5 Koefisien Determinasi

Model Summaryb

Model R R Square Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 .482a .233 .208 .08869

a. Predictors: (Constant), Pendapatan Asli Daerah, Dana Bagi Hasil, Belanja Modal b. Dependent Variable: Indeks Pembangunan Manusia


(28)

Berdasarkan Tabel 4.5, nilai koefisien determinasi terletak pada kolom

R-Square. Diketahui nilai koefisien determinasi sebesar . Nilai tersebut berarti seluruh variabel bebas, secara simultan mempengaruhi variabel indeks pembangunan manusia sebesar 23,3%, sisanya sebesar 76,7% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain.

4.3.2. Uji Signifikansi Koefisien Regresi secara Menyeluruh (Uji F)

Uji signifikansi koefisien regresi secara menyeluruh merupakan suatu uji untuk menguji apakah seluruh variabel bebas secara bersamaan atau simultan mempengaruhi variabel belanja daerah.

Gambar 4.4

Menentukan Nilai Tabel dengan Microsoft Excel

Berdasarkan Gambar 4.4, diketahui nilai F tabel adalah 2,703594. Tabel 4.6

Uji Signifikansi Simultan (Uji F)

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression .219 3 .073 9.300 .000a

Residual .724 92 .008

Total .943 95


(29)

Berdasarkan Tabel 4.6, diketahui nilai F hitung adalah 9,300. Perhatikan bahwa karena nilai F hitung F tabel, maka disimpulkan bahwa pengaruh simultan variabel bebas terhadap indeks pembangunan manusia signifikan secara statistik.

4.3.3. Analisis Regresi Linear Berganda dan Uji Signifikansi Pengaruh Parsial (Uji t)

Tabel 4.7 menyajikan nilai koefisien regresi serta nilai statistik t untuk pengujian pengaruh secara parsial.

Tabel 4.7

Uji Signifikansi Pengaruh Parsial

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) 3.207 .202 15.874 .000

Dana Bagi Hasil (X1) .026 .019 .166 1.397 .166 .591 1.692

Belanja Modal (X2) .048 .021 .271 2.234 .028 .566 1.768

Pendapatan Asli Daerah (X3)

.014 .014 .125 1.006 .317 .542 1.845

a. Dependent Variable: Indeks Pembangunan Manusia

Sumber: hasil olahan software SPSS

Berdasarkan Tabel 4.7 diperoleh persamaan regresi linear sebagai berikut berikut:

Indeks Pembangunan Manusia = 3,207 + 0,026X1 + 0,048X2 + 0,014X3 +e Sebelum menghitung nilai tabel, terlebih dahulu menghitung nilai derajat. Berikut rumus untuk menghitung nilai derajat bebas.


(30)

Perhatikan bahwa menyatakan jumlah elemen dalam sampel yang diteliti, sedangkan merupakan jumlah variabel. Diketahui jumlah elemen dalam sampel yang diteliti sebanyak 96 dan jumlah variabel adalah 4, sehingga derajat bebas adalah . Misalkan tingkat signifikansi yang digunakan adalah 5%, sehingga nilai tabel dengan derajat bebas 92 dan tingkat signifikansi adalah . Gambar 4.4 merupakan penghitungan tabel berdasarkan

Microsoft Excel.

Gambar 4.4

Menentukan Nilai Tabel dengan Microsoft Excel

Berikut aturan pengambilan keputusan terhadap hipotesis berdasarkan uji (Gio, 2015:61).


(31)

Atau dapat digambarkan sebagai berikut. Gambar 4.5

Aturan Pengambilan Keputusan terhadap Hipotesis berdasarkan Uji

4.4. Pembahasan

Hasil pengujian statistik menunjukkan bahwa pada regresi dengan variabel independen dana bagi hasil, nilai probabilitas dana bagi hasil, lebih besar dari tingkat signifikansi, maka disimpulkan bahwa pengaruh yang terjadi antara dana bagi hasil dengan variabel indeks pembangunan manusia berpengaruh positif, namun tidak signifikan secara statistik . Pada pengujian belanja modal terhadap indeks pembangunan manusia bernilai positif. Karena nilai probabilitas belanja modal, lebih kecil dari tingkat signifikansi, maka disimpulkan bahwa pengaruh yang terjadi antara belanja modal dengan variabel indeks pembangunan manusia berpengaruh positif, dan signifikan secara statistic. Dan pengujian pendapatan asli daerah diketahui nilai koefisien regresi bernilai positif. Karena nilai probabilitas pendapatan asli daerah, lebih besar dari tingkat signifikansi, maka disimpulkan bahwa pengaruh yang terjadi antara pendapatan asli darah dengan variabel indeks

Daerah penerimaan , penolakan (pengaruh tidak signifikan)

Daerah penerimaan , penolakan (pengaruh signifikan)

Daerah penerimaan , penolakan (pengaruh signifikan)


(32)

pembangunan manusia berpengaruh positif, namun tidak signifikan secara statistic. Sedangkan pada belanja daerah dalam memoderasi hubungan antara dana bagi hasil, belanja modal, pendapatan asli daerah, terhadap indeks pembangunan manusia disimpulkan bahwa koefisien regresi dari indeks pembangungan manusia tidak signifikan dan tidak bernilai negatif, maka variabel belanja daerah tidak signifikan dalam memoderasi hubungan dana bagi hasil, belanja modal, pendapatan asli daerah terhadap IPM.

4.4.1. Pengujian Dana Bagi Hasil terhadap Indeks Pembangunan

Manusia

Perhatikan bahwa berdasarkan Tabel 4.7, diketahui nilai koefisien regresi dari dana bagi hasil bernilai positif, yakni 0,026. Diketahui nilai probabilitas atau

Sig. dari variabel dana bagi hasil adalah 0,166. Karena nilai probabilitas dana bagi

hasil, yakni 0,166, lebih besar dari tingkat signifikansi, yakni 0,05, maka disimpulkan bahwa pengaruh yang terjadi antara dana bagi hasil dengan variabel indeks pembangunan manusia berpengaruh positif, namun tidak signifikan secara statistik. Perhatikan juga bahwa nilai , yakni . Hasil dengan pendekatan probabilitas sama dengan hasil berdasarkan uji .

4.4.2. Pengujian Belanja Modal terhadap Indeks Pembangunan

Manusia

Perhatikan bahwa berdasarkan Tabel 4.7, diketahui nilai koefisien regresi dari belanja modal bernilai positif, yakni 0,048. Diketahui nilai probabilitas atau

Sig. dari variabel belanja modal adalah 0,028. Karena nilai probabilitas belanja

modal, yakni 0,028, lebih kecil dari tingkat signifikansi, yakni 0,05, maka disimpulkan bahwa pengaruh yang terjadi antara belanja modal dengan variabel


(33)

indeks pembangunan manusia berpengaruh positif, dan signifikan secara statistik.

Perhatikan juga bahwa nilai , yakni . Hasil

dengan pendekatan probabilitas sama dengan hasil berdasarkan uji .

4.4.3. Pengujian Pendapatan Asli Daerah terhadap Indeks Pembangunan Manusia

Perhatikan bahwa berdasarkan Tabel 4.7, diketahui nilai koefisien regresi dari pendapatan asli daerah bernilai positif, yakni 0,014. Diketahui nilai probabilitas atau Sig. dari variabel pendapatan asli daerah adalah 0,317. Karena nilai probabilitas pendapatan asli daerah, yakni 0,317, lebih besar dari tingkat signifikansi, yakni 0,05, maka disimpulkan bahwa pengaruh yang terjadi antara pendapatan asli darah dengan variabel indeks pembangunan manusia berpengaruh positif, namun tidak signifikan secara statistik. Perhatikan juga bahwa

nilai , yakni . Hasil dengan pendekatan

probabilitas sama dengan hasil berdasarkan uji .

Uji Signifikansi Belanja Daerah dalam Memoderasi Hubungan antara Dana

Bagi Hasil, Belanja Modal, Pendapatan Asli Daerah, terhadap Indeks

Pembangunan Manusia

Ghozali (2006:164) menyatakan terdapat tiga cara menguji regresi dengan varaibel moderating, yaitu: (1) uji interaksi, (2) uji nilai selisih mutlak, dan (3) uji residual. Dalam penelitian ini digunakan uji residual. Digunakannya uji residual karena pada uji interaksi dan uji nilai selisish mutlak mempunyai kecenderungan akan terjadi multikolinearitas yang tinggi antar variabel independen dan hal ini akan menyalahi asumsi klasik dalam regresi ordinary least square (OLS)


(34)

(Ghozali, 2006:164). Untuk mengatasi multikolinearitas ini, maka dikembangkan metode lain yang disebut uji residual.

Tabel 4.8 Uji Moderasi

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

T Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant)

-2230038.49 8

2253438.758 -.990 .325

Indeks Pembangunan Manusia

611890.643 537930.371 .117 1.137 .258

a. Dependent Variable: moderasi

Suatu variabel dikatakan memoderasi variabel bebas jika koefisien regresi variabel tak bebas bernilai negatif dan signifikan (Ghozali, 2006:172). Perhatikan bahwa karena koefisien regresi dari indeks pembangungan manusia tidak signifikan dan tidak bernilai negatif, maka variabel belanja daerah tidak signifikan dalam memoderasi hubungan dana alokasi umum, dana alokasi khusus, pendapatan asli daerah terhadap belanja daerah.


(35)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisa dari penelitian ini dapat disimpulkan beberapa informasi sebagai berikut.

1. Variabel dana bagi hasil, belanja modal, dan pendapatan asli daerah, secara bersamaan atau simultan mempengaruhi variabel indeks pembangunan manusia pada tingkat signifikansi 5%.

2. Pengaruh yang terjadi antara dana bagi hasil dengan variabel indeks pembangunan manusia tidak signifikan secara statistik, dengan pengaruh dari belanja modal dan pendapatan asli daerah dipertahankan konstan, pada tingkat signifikansi 5%.

3. Pengaruh yang terjadi antara belanja modal dengan variabel indeks pembangunan manusia signifikan secara statistik, dengan pengaruh dari dana bagi hasil dan pendapatan asli daerah dipertahankan konstan, pada tingkat signifikansi 5%.

4. Pengaruh yang terjadi antara pendapatan asli daerah dengan variabel indeks pembangunan manusia tidak signifikan secara statistik, dengan pengaruh dari belanja modal dan dana bagi hasil dipertahankan konstan, pada tingkat signifikansi 5%.


(36)

5.2. Saran

Berdasarkan hasil analisa dari penelitian ini menyarankan beberapa hal sebagai berikut.

1. Bagi peneliti berikutnya disarankan menambah variabel lain yang berkaitan erat secara teori terhadap variabel indeks pembangunan manusia. Hal ini dimaksudkan agar variasi naik turunnya belanja modal dapat lebih dijelaskan.


(37)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Landasan Teori

Dalam landasan teori, akan dibahas lebih lanjut mengenai Dana Bagi Hasil (DBH), Pendapatan Asli Daerah (PAD), Belanja Modal(BM), Belanja Daerah(BD) dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Bagian ini menjabarkan teori yang melandasi penelitian ini dan beberapa peneliti terdahulu yang telah diperluas dengan referensi atau keterangan tambahan yang diperoleh selama penelitian.

2.1.1. Dana Bagi Hasil

Dana bagi hasil adalah bagian daerah dari penerimaan pajak bumi dan bangunan, bea perolehan hak atas tanah dan bangunan dan penerimaan dari sumber daya alam. Dana bagi hasil merupakan alokasi yang pada dasarnya memperhatikan potensi daerah penghasil (Nurcholis, 2005).

Pasal 11 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 menyebutkan bahwa dana bagi hasil dibagi menjadi dua yaitu dana bagi hasil pajak (DBHP) dan dana bagi hasil yang bersumber dari sumber daya alam (DBHSDA). Dana bagi hasil yang bersumber dari pajak terdiri atas Pajak Bumi dan Bangunan (PBB); Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21.

Dana bagi hasil yang bersumber dari sumber daya alam berasal dari: kehutanan, pertambangan umum, perikanan, pertambangan minyak bumi, pertambangan gas bumi dan pertambangan panas bumi. Perlu diketahui juga


(38)

bahwa sejak diterbitkannya Undang-Undang nomor 28 Tahun 2009, Pajak Bumi dan Bangunan Perkotaan dan Pedesaan (PBB-P2) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) sudah diserahkan pengelolaannya kepada pemerintah kabupaten dan kota dan untuk kabupaten dan kota di wilayah Sumatera Utara, pengelolaannya efektif dilaksanakan mulai tahun 2011.

Dalam pasal 94 Undang-Undang nomor 28 Tahun 2009, menyatakan bahwa hasil penerimaan pajak provinsi sebagian diperuntukkan bagi kabupaten/kota. Bagi hasil pajak provinsi terdiri dari hasil penerimaan pajak kendaraan bermotor dan bea balik nama kendaraan bermotor, hasil penerimaan pajak bahan bakar kendaraan bermotor, hasil penerimaan pajak rokok dan hasil penerimaan pajak air permukaan.

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa dana bagi hasil yang selanjutnya disebut DBH merupakan penerimaan yang diperoleh oleh pemerintah daerah bagi hasil pajak dan non pajak yang berasal dari hasil pembagian penerimaan pusat dan provinsi yang diperuntukkan bagi pemerintah kabupaten/kota.

2.1.2. Pertumbuhan Belanja Modal

Perbedaan definisi dan pengertian antara belanja barang dan Belanja Modal (BM) dalam anggaran pemerintah (APBN dan APBD) bukanlah sesuatu yang sederhana dan dapat diabaikan begitu saja. Banyak penyimpangan anggaran terjadi karena kelonggaran dalam pengklasifikasian ini. Pemerintah Pusat selaku regulator, melalui Departemen Keuangan, kemudian menerbitkan aturan yang diharapkan dapat menjadi pedoman bagi aparatur pemerintah yang menjadi


(39)

pelaksana di lapangan. PMK No. 91/PMK.06/2007 tentang Bagan Akun Standar (BAS) sudah didefinisikan perbedaan belanja barang dan belanja modal secara jelas. Belanja barang adalah pengeluran untuk menampung pembelian barang dan jasa yang habis pakai untuk memproduksi barang dan jasa yang dipasarkan maupun yang tidak dipasarkan serta pengadaan barang yang dimaksudkan untuk diserahkan atau dijual kepada masyarakat dan belanja perjalanan. Belanja ini terdiri belanja barang dan jasa,belanja pemeliharaan dan belanja perjalanan.

Belanja modal merupakan pengeluaran anggaran yang digunakan dalam rangka memperoleh atau menambah aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi serta melebihi batasan minimal kapitalisasi aset tetap atau aset lainnya yang ditetapkan pemerintah. Aset tetap tersebut dipergunakan untuk operasional kegiatan sehari-hari suatu satuan kerja bukan untuk dijual (Abdullah, 2008). Dalam penyusunan perencanaan anggaran sudah mengacu pada BAS, sementara dalam pelaksanaan anggaran masih belum mengacu pada BAS. Inilah pokok awal terjadinya perbedaan persepsi. Demikian juga dalam penyusunan perencanaan anggaran berpedoman pada petunjuk penyusunan dan penelahaan RKAKL yang mengatur penerapan konsep full

costing dalam suatu kegiatan yaitu seluruh biaya yang menunjang dalam

pencapaian output disesuaikan dengan jenis belanjanya.

Ini sejalan dengan norma akuntansi yaitu azas full disclosure untuk masing-masing jenis belanja. Misalnya, belanja modal tanah menjadi belanja modal tanah, belanja modal pembebasan tanah, belanja modal pembayaran honor tim tanah, belanja modal pembuatan sertifikat tanah, belanja modal pengukuran


(40)

dan pematangan tanah, belanja modal biaya pengukuran tanah dan belanja modal perjalanan pengadaan tanah. Faktor lain berupa pemahaman pegawai tentang konsep BAS belum utuh, sementara sosialiasi BAS masih minim. Demikian pula masih banyak pegawai yang belum mengerti prinsip-prinsip akuntansi yang dipakai dalam BAS. Sehingga berdampak pada kesalahan dalam menterjemahkan dan menjelaskan kepada kementerian/lembaga.

Menyadari akan hal tersebut serta untuk memberikan kemudahan dalam mekanisme pelaksanaan APBD/APBN dan penyusunan Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga, maka diterbitkan Perdirjen Perbendaharaan No. PER- 33/PB/2008 tentang Pedoman Penggunaan AKUN Pendapatan, Belanja Pegawai, Belanja Barang dan Belanja Modal Sesuai dengan BAS. Menurut Perdirjen Perbendaharaan tersebut, suatu belanja dikategorikan sebagai BM apabila:

1. Pengeluaran tersebut mengakibatkan adanya perolehan aset tetap atau aset lainnya yang menambah masa umur, manfaat dan kapasitas;

2. Pengeluaran tersebut melebihi batasan minimum kapitalisasi aset tetap atau aset lainnya yang telah ditetapkan pemerintah;

3. Pengeluaran terhadap aset tetap tersebut diniatkan bukan untuk dijual. Dalam petunjuk penyusunan dan penelaahan RKA-KL nilai kapitalisasi aset tetap di atas Rp. 300.000 per unit. Sedangkan batasan minimal kapitalisasi untuk gedung dan bangunan dan jalan, irigasi dan jaringan sebesar Rp. 10.000.000. Sementara karakteristik aset lainnya adalah tidak berwujud, akan menambah aset pemerintah, mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun dan


(41)

nilainya relatif material. BM juga mensyaratkan kewajiban untuk menyediakan biaya pemeliharaan. Namun demikian perlu diperhatikan, karena ada beberapa belanja pemeliharaan yang memenuhi persyaratan sebagai BM yaitu apabila (a) pengeluaran tersebut mengakibatkan bertambahnya masa manfaat, kapasitas, kualitas dan volume aset yang telah dimiliki dan (b) pengeluaran tersebut memenuhi batasan minimum nilai kapitalisasi aset tetap atau aset lainnya.

2.1.3. Pendapatan Asli Daerah

Menurut Bastian (2001:49), penerimaan Pendapatan Asli Daerah merupakan akumulasi dari Pos Penerimaan Pajak yang berisi Pajak Daerah dan Pos Retribusi Daerah, Pos Penerimaan Non Pajak yang berisi hasil perusahaan milik daerah, Pos Penerimaan Investasi serta Pengelolaan Sumber Daya Alam. Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Identifikasi sumber Pendapatan Asli Daerah seperti, meneliti, menentukan dan menetapkan mana sesungguhnya yang menjadi sumber Pendapatan Asli Daerah dengan cara meneliti dan mengusahakan serta mengelola sumber pendapatan tersebut dengan benar sehingga memberikan hasil yang maksimal.

Sedangkan Pendapatan Asli Daerah adalah pendapatan yang diperoleh dari sumber-sumber pendapatan daerah dan dikelola sendiri oleh Pemerintah Daerah. Berdasarkan UU nomor 32 tahun 2004 pasal 79 disebutkan bahwa pendapatan asli daerah terdiri dari:

1. Hasil pajak daerah, 2. Hasil retribusi daerah,


(42)

3. Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan milik daerah yang dipisahkan,

4. Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.

1. Pajak Daerah

Pajak daerah adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk investasi publik. Pajak daerah adalah pungutan daerah menurut peraturan yang ditetapkan sebagai badan hukum publik dalam rangka membiayai rumah tangganya.

Adapun yang termasuk jenis pajak daerah yaitu: a. Jenis pajak daerah Propinsi terdiri dari :

1) Pajak kenderaan bermotor

2) Bea balik nama kenderaan bermotor 3) Pajak bahan bakar kenderaan bermotor b. Jenis pajak dearah Kabupaten/Kota terdiri dari :

1) Pajak hotel dan restoran 2) Pajak hiburan

3) Pajak reklame

4) Pajak penerangan jalan

c. Pajak pengambilan dan pengelolaan bahan galian golongan C. d. Pajak pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan


(43)

2. Retribusi Daerah

Retribusi adalah pembayaran kepada negara yang dilakukan kepada mereka yang menggunakan jasa-jasa negara, artinya restribusi daerah sebagai pembayaran atas pemakaian jasa atau karena mendapat pekerjaan usaha atau milik daerah bagi yang berkepentingan atau jasa yang diberikan oleh daerah baik secara langsung maupun tidak langsung oleh karena itu setiap pungutan yang dilakukan oleh pemerintah daerah senantiasa berdasarkan prestasi dan jasa yang diberikan kepada masyarakat, sehingga keluasan retribusi daerah terletak pada yang dapat dinikmati oleh masyarakat.

Jadi retribusi sangat berhubungan erat dengan jasa layanan yang diberikan pemerintah kepada yang membutuhkan. Beberapa ciri-ciri retribusi yaitu :

a. Retibusi dipungut oleh negara,

b. Dalam pungutan terdapat pemaksaan secara ekonomis, c. Adanya kontra prestasi yang secara langsung dapat ditunjuk,

d. Retribusi yang dikenakan kepada setiap orang/badan yang menggunakan/mengenyam jasa-jasa yang disediakan oleh negara.

Dari uraian diatas dapat kita lihat pengelompokan retribusi yang meliputi :

a. Retribusi jasa umum, adalah: retribusi atas jasa yang disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan


(44)

b. Retribusi jasa usaha, adalah: retribusi atas jasa yang disediakan oleh pemda dengan menganut prinsip komersial karena pada dasarnya disediakan oleh sektor swasta.

2.1.4. Belanja Daerah

Belanja daerah meliputi semua pengeluaran dari rekening kas umum daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar, yang merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh daerah (PP No 58/2005 pasal 20:3). Belanja daerah diprioritaskan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban daerah (UU No 32/2004 pasal 167).

Belanja daerah diklasifikasikan menurut jenis belanja yaitu belanja pegawai, belanja barang dan jasa, belanja modal, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, belanja bagi hasil dan bantuan keuangan serta belanja tidak terduga (PP No 58/2005 pasal 27:3). Belanja daerah yang dianggarkan dalam APBD diprioritaskan untuk (Sumarsono, 2010) yaitu :

1. Belanja daerah diprioritaskan dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemda, terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan yang ditetapkan berdasarkan ketentuan perundang-undangan.

2. Belanja dalam rangka penyelenggaraan urusan wajib digunakan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban daerah yang diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, kesehatan, fasilitas sosial dan fasiitas umum yang layak serta mengembangkan sistem jaminan sosial.


(45)

2.1.5. Indeks Pembangunan Manusia

Pembangunan merupakan suatu kegiatan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat di berbagai aspek kehidupan yang dilakukan secara terencana dan berkelanjutan dengan memanfaatkan dan memperhitungkan kemampuan sumber daya, informasi dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta memperhatikan perkembangan sosial Bappenas dalam Melliana dan Zain, (2013:237). Pembangunan merupakan suatu upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk mewujudkan masyarakat yang makmur dan sejahtera.

Dengan adanya perubahan penyelenggaraan pemerintahan yang dulu sentralisasi menjadi desentralisasi sejak tahun 1999, maka pemerintah daerah harus berupaya untuk menetapkan kebijakan pengganggaran dengan menyediakan sumber-sumber pendapatan dan mengarahkan penggunaanya untuk pengeluaran dalam rangka pencapaian kesejahteraan masyarakat. Hoffman dan Gibson (2005) telah melakukan penelitian terkait sumber pendapatan dan pengaruhnya terhadap pengeluaran pemerintah daerah yang diterbitkan oleh University of California, San Diego yang berjudul Fiscal Governance and Public Services: Evidence from

Tanzania and Zambia. Hoffman dan Gibson menyatakan bahwa:

using data from local government budgets in Tanzania and Zambia, we find that local government in both countries produce more public services as their

budget’s share of local taxes increases”.

Pernyataan tersebut berarti pemerintah daerah di negara Tanzania dan Zambia akan meningkatkan pelayanan publik seiring dengan peningkatan pendapatan pajak daerah. Selanjutnya masih menurut Hoffman dan Gibson,


(46)

sumber dana dari eksternal atau pemerintah pusat maupun lainnya akan mendorong pemerintah kabupaten untuk menggunakan pendapatan asli daerah untuk konsumsi.

Penelitian lain oleh Rully Prassetya (2013), dalam penelitiannya yang berjudul Fiscal Decentralization, Governnance, and Development: The Case of

Indonesia, menyatakan bahwa desentralisasi fiskal dimaksudkan untuk

meningkatkan pembangunan secara langsung. Penelitian yang dilakukan terhadap 33 provinsi di Indonesia selama lima tahun (2007-2011) tersebut menghasilkan kesimpulan bahwa dana perimbangan (fiscal transfer) dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah telah tumbuh terus sejak 2005 dan rata-rata meningkat 17%. Hal ini berarti bahwa desentralisasi fiskal telah dikembangkan dan tumbuh di Indonesia. Secara teori, desentralisasi fiskal akan meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan secara keseluruhan, karena akan mendorong pemerintah untuk lebih akuntabel dan menerima partisipasi yang lebih besar dari publik. Akhirnya hal tersebut akan memberikan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi kepada daerah baik provinsi maupun kabupaten.

Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa desentralisasi fiskal mempunyai pengaruh yang positif untuk pembangunan di pemerintah daerah yang diukur dari tingkat kemiskinan, Human Development Index (HDI), rata-rata lulusan sekolah tinggi, angka kematian per 100-kelahiran dan Regional Gross

Domestic Product (RGDP). Dari uraian tersebut di atas, dapat diperoleh

kesimpulan bahwa salah satu indikator penting yang dapat digunakan untuk mengukur hasil pembangunan adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM)


(47)

Melliana dan Zain, (2013:237). Indeks Pembangunan Manusia merupakan indeks komposit yang digunakan untuk mengukur pencapaian rata-rata suatu negara dalam tiga hal mendasar pembangunan manusia, yaitu: (1) lamanya hidup yang diukur dengan harapan hidup pada saat lahir, (2) tingkat pendidikan yang diukur dengan kombinasi antara angka melek huruf pada penduduk dewasa atau dengan bobot dua per tiga dan rata-rata lama sekolah atau dengan bobot sepertiga dan (3) tingkat kehidupan yang layak, diukur dengan pengeluaran per kapita yang telah disesuaikan (Rupiah) (Mirza, 2012:4).

Indeks pembangunan manusia merupakan salah satu alat ukur yang dapat digunakan untuk menilai kualitas pembangunan manusia, baik dari sisi dampaknya terhadap kondisi fisik manusia (kesehatan dan kesejahteraan) maupun yang bersifat non-fisik atau pendidikan. Pembangunan yang berdampak pada kondisi fisik masyarakat misalnya tercermin dalam angka harapan hidup serta kemampuan daya beli masyarakat, sedangkan dampak non-fisik dapat dilihat dari kualitas pendidikan masyarakat. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)/Human

Development Index (HDI) adalah pengukuran perbandingan dari harapan hidup,

melek huruf, pendidikan dan standar hidup untuk semua negara seluruh dunia. HDI digunakan untuk mengklasifikasikan apakah sebuah negara adalah negara maju, negara berkembang atau negara terbelakang dan juga untuk mengukur pengaruh dari kebijakan ekonomi terhadap kualitas hidup. Indeks Pembangunan Manusia ini ini pada 1990 dikembangkan oleh pemenang nobel India Amartya Sen dan Mahbub ul Haq seorang ekonom Pakistan dibantu oleh Gustav Ranis dari Yale University dan Lord Meghnad Desai dari London School of Economics dan


(48)

sejak itu dipakai oleh Program Pembangunan PBB pada laporan HDI tahunannya. Digambarkan sebagai "pengukuran vulgar" oleh Amartya Sen karena batasannya, indeks ini lebih fokus pada hal-hal yang lebih sensitif dan berguna daripada hanya sekedar pendapatan perkapita yang selama ini digunakan dan indeks ini juga berguna sebagai jembatan bagi peneliti yang serius untuk mengetahui hal-hal yang lebih terinci dalam membuat laporan pembangunan manusianya. Human

Development Index (HDI) mengukur pencapaian rata-rata sebuah negara dalam 3

dimensi dasar pembangunan manusia yaitu:

1. Hidup yang sehat dan panjang umur yang diukur dengan harapan hidup saat kelahiran.

2. Pengetahuan yang diukur dengan angka tingkat baca tulis pada orang dewasa atau bobotnya dua per tiga dan kombinasi pendidikan dasar, menengah, atas bobot satu per tiga (gross enrollment ratio).

3. Standard kehidupan yang layak diukur dengan GDP per kapita gross

domestic product/produk domestik bruto dalam paritas kekuatan beli purchasing power parity dalam Dollar AS.

Secara umum metode penghitungan IPM yang digunakan di Indonesia sama dengan metode penghitungan yang digunakan oleh UNDP. IPM di Indonesia disusun berdasarkan tiga komponen indeks yaitu: (1) Indeks angka harapan hidup, (2) Indeks pendidikan, yang diukur berdasarkan rata-rata lama sekolah atau rata-rata jumlah tahun yang telah dihabiskan oleh penduduk usia 15 tahun ke atas di seluruh jenjang pendidikan formal yang dijalani dan angka melek huruf latin atau lainnya terhadap jumlah penduduk usia 15 tahun atau lebih, (3)


(49)

Indeks standar hidup layak, yang diukur dengan pengeluaran per kapita (PPP/Purchasing Power Parity/Paritas daya beli dalam rupiah). IPM merupakan rata-rata dari ketiga komponen tersebut, dengan rumus :

IPM=(X1+X2+X3)/3 Dimana :

X1= angka harapan hidup X2= tingkat pendidikan X3= tingkat kehidupan layak

Masing-masing indeks komponen IPM tersebut merupakan perbandingan antara selisih nilai suatu indikator dan nilai minimumnya dengan selisih nilai. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Sumatera Utara secara umum selalu meningkat dari tahun ke tahun. Tahun 2012 berada pada posisi 75,13 atau meningkat sebesar 0,64% dari tahun 2011 sebesar 74,65. Posisi tahun 2011 tersebut meningkat sebesar 0,62% dari tahun 2010 yang berada pada posisi 74,19. Demikian juga tahun 2010 meningkat 0,53% dari posisi tahun 2009 73,8. Sedangkan berdasarkan kategori, seluruh kabupaten/kota di Sumatera Utara termasuk berada pada IPM kategori sedang (50-80).

Adapun tabel 2.1 menjelaskan uraian hasil penelitian yang menyimpulkan diantaranya, bahwa rasio PAD dan DAK terhadap belanja modal dan pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif signifikan terhadap IPM sedangkan variabel DAU berpengaruh negatif signifikan. Rasio DBH terhadap belanja modal menjadi satu-satunya variabel yang tidak signifikan mempengaruhi IPM. Pertumbuhan ekonomi menjadi variabel dengan pengaruh paling dominan terhadap IPM. Selanjutnya Secara parsial Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh signifikan terhadap Indeks Pembangunan Manusia. Secara parsial


(50)

Tingkat Kemandirian Fiskal (TKF) tidak berpengaruh signifikan terhadap Indeks Pembangunan Manusia. Untuk uraian hasil penelitian lebih jelas dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut.

2.2.Review Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1

Tinjauan penelitian Terdahulu

Nama/Tahun Peneliti

Judul Penelitian

Variabel

Penelitian Hasil yang diperoleh Budi D. Sinullingga (2009) Analisis Pengaruh Alokasi Sektor Anggaran Pemerintah terhadap peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (Studi Kasus Kota Medan) Alokasi Sektor Anggaran Pemerintah, Peningkatan Indeks Pembangunan Manusia

Hasil penelitian diketahui bahwa sektor-sektor

yang mempunyai

pengaruh tinggi terhadap peningkatan IPM ialah sektor yang mengurangi kesenjangan yaitu sektor perdagangan, tenaga kerja dan industri. Sektor-sektor infrastruktur pemukiman memiliki pengaruh langsung relatif kecil terhadap peningkatan IPM, dan diantara sektor infrastruktur ini yang paling kecil pengaruhnya ialah sektor perumahan. Sektor yang secara langsung menangani komponene peningkatan IPM, yaitu sektor pendidikan dan kesehatan

kurang efektif

meningkatkan IPM, yang menjadi penyebabnya adalah kecilnya anggaran sehingga kurang efektif mengimbangi kondisi perekonomian yang dilanda krisis.


(51)

Tabel 2.1 (Lanjutan) Nama/Tahun Peneliti Judul Penelitian Variabel

Penelitian Hasil yang dipeeroleh Fhino Andrea Christy (2009) Hubungan Antara Dana Alokasi Umum, Belanja Modal dan Kualitas Pembangunan Manusia Dana Alokasi Umum, Belanja Modal Kualitas Pembangunan Manusia

Hasil penelitian diketahui bahwa belanja modal berpengaruh terhadap kualitas pembangunan manusia dapat diterima (terbukti). Nilai adjusted

R square model regresi ini

cukup besar, yaitu 0,435 atau 43,6%. Hal ini berarti IPM dapat dijelaskan oleh belanja modal sebesar 43,6%, selebihnya

dijelaskan oleh

faktor/variabel lainnya. Ayu Kurnia Sari (2011) Analisis Pengaruh Tingkat Kemandirian Fiskal, Pendapatan Asli Daerah terhadap Indeks Pembangunan Manusia dengan Melalui Belanja Modal di Kabupaten/ Kota Provinsi Sumatera Utara Kemandirian Fiskal (X1),PAD (X2), IPM (Y). Belanja Modal (Z) sebagai variabel intervening

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa secara simultan Tingkat Kemandirian Fiskal (TKF) dan PAD terbukti berpengaruh positif

terhadap Indeks

Pembangunan Manusia (IPM). Pendapatan Asli

Daerah (PAD)

berpengaruh langsung terhadap IPM tanpa melalui Belanja Modal. Tingkat Kemandirian Fiskal (TKF) berpengaruh tidak secara langsung terhadap IPM melalui Belanja Modal.


(52)

Tabel 2.1 (Lanjutan) Nama/Tahun Peneliti Judul Penelitian Variabel

Penelitian Hasil yang dipeeroleh Riva Ubar Harahap (2010) Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Bagi Hasil (DBH) Terhadap Indeks Pembangunan Manusia pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara DAU (X1), DAK (X2), DBH (X3) dan IPM (Y)

Hasil penelitian

menemukan bahwa

pengujian secara simultan DAU, DAK dan DBH berpengaruh terhadap IPM. Secara parsial DAU, DAK dan DBH tidak berpengaruh terhadap IPM. Lugastoro dan Ananda (2013) Analisis Pengaruh PAD dan Dana Perimbangan Terhadap Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten/Kota di Jawa Timur.

PAD (X1), Dana Perimbangan (X2) dan IPM (Y)

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa rasio PAD dan DAK terhadap belanja modal dan pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif signifikan terhadap IPM sedangkan variabel DAU berpengaruh negatif signifikan. Rasio DBH terhadap belanja modal menjadi satu-satunya variabel yang tidak signifikan mempengaruhi IPM. Pertumbuhan

ekonomi menjadi variabel dengan pengaruh paling dominan terhadap IPM.


(53)

2.3.Kerangka Konseptual

Berdasarkan latar belakang dan landasan teori dapat dibuat kerangka konseptual yang akan diteliti seperti yang terlihat dalam Gambar 2.1. Dari Gambar 2.1. tersebut dapat dilihat pengaruh Dana Bagi Hasil (DBH), Belanja Modal (BM), Pendapatan Asli Daerah (PAD), Bantuan Daerah (BD) terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dengan Belanja Daerah (BD) sebagai moderating variabel baik secara parsial dan simultan.

Variabel Moderating

Variabel Independen

Variabel Independen

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

1. Pengaruh Dana Bagi Hasil Terhadap Indeks Pembangunan Manusia

Dana Bagi Hasil (DBH) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah dengan memperhatikan potensi daerah penghasil berdasarkan angka persentase tertentu untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana Bagi Hasil terdiri dari DBH Pajak dan DBH Sumber Daya Alam (SDA). Dengan tingginya dana bagi hasil yang diterima suatu daerah diharapkan

DBH

BM

PAD

BD


(54)

akan hidup yang sehat dan harapan hidup lebih panjang, meningkatkan kualitas pendidikan dan standard kehidupan masyarakat.

2. Pengaruh Belanja Modal Terhadap Indeks Pembangunan Manusia

BM untuk peningkatan fasilitas publik dengan kata lain tidak ada bagian BM yang digunakan untuk biaya operasional pembangunan seperti biaya perjalanan dinas dan sebagainya. IPM/Human Development Index (HDI) adalah pengukuran perbandingan dari harapan hidup, pendidikan dan standar hidup untuk semua negara seluruh dunia. HDI digunakan untuk mengklasifikasikan apakah sebuah negara adalah negara maju, negara berkembang atau negara terbelakang dan juga untuk mengukur pengaruh dari kebijaksanaan ekonomi terhadap kualitas hidup. Jika fasilitas publik dapat terpenuhi maka masyarakat merasa nyaman dan dapat menjalankan usahanya dengan efisien dan efektif sehingga pada akhirnya akan menciptakan hidup yang sehat dan harapan hidup lebih panjang, meningkatkan kualitas pendidikan dan standard kehidupan masyarakat. 3. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Terhadap Indeks Pembangunan

Manusia

Desentralisasi tidak dapat dilepaskan dari isu kapasitas keuangan daerah, dimana kemandirian daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan diukur dari kemampuan menggali dan mengelola keuangannya. Secara konseptual, desentralisasi fiskal mensyaratkan bahwa setiap kewenangan yang diberikan kepada daerah harus disertai dengan pembiayaan yang besarnya sesuai dengan besarnya beban kewenangan tersebut. Konsep ini


(55)

dikenal dengan money follow function, bukan lagi function follow money. Artinya, pemerintah pusat berkewajiban menjamin sumber keuangan terkait dengan pendelegasian wewenang dari pusat ke daerah. Hal ini berarti bahwa hubungan keuangan pusat-daerah perlu diberikan pengaturan sedemikian rupa sehingga kebutuhan pengeluaran yang akan menjadi tanggung jawab daerah dapat dibiayai dari sumber-sumber penerimaan yang ada. Berdasarkan UU No. 33/2004, sumber-sumber pendanaan keuangan daerah terdiri atas pendapatan asli daerah (PAD), dana perimbangan dan lain-lain pendapatan yang sah. Melalui desentralisasi fiskal, pemerintah daerah diharapkan lebih mampu menggali sumber-sumber keuangan khususnya untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan pemerintahan dan pembangunan di daerahnya melalui pendapatan asli daerah (PAD). PAD merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi daerah yang dikelompokkan menjadi empat jenis, yaitu pajak daerah, retribusi daerah, bagian laba usaha daerah (BUMD), dan lain-lain PAD yang sah.

Konteks otonomi daerah, PAD sebagai pengukur pendapatan sendiri daerah sangat diharapkan sebagai sumber pembiayaan untuk peningkatan pelayanan kepada masyarakat Abdullah dan Solichin, (2006). PAD setidaknya dapat digunakan untuk pembangunan jalan yang bersumber dari pajak kendaraan bermotor dan pajak bahan bakar, disamping itu pembangunan fasilitas kesehatan dapat bersumber dari retribusi pelayanan kesehatan yang diberikan oleh pemerintah daerah. Jadi dalam hal ini


(56)

dimensi umur panjang dan sehat dalam Indeks Pembangunan Manusia dapat tercapai dengan pembangunan fasilitas kesehatan.

4. Pengaruh Belanja Daerah Terhadap Indeks Pembangunan Manusia

Dalam pengeluaran daerah tentunya banyak hal yang akan menjadi pembahasan, baik belanja rutin serta pembiayaan operasional dan pemeliharaan dan pengeluaran-pengeluaran lainnya. Untuk itu dalam melihat pertumbuhan ekonomi suatu daerah haruslah kita melihat alokasi pengeluaran daerahnya, apakah pengeluaran itu efektif dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah tersebut, kita dapat melihat salah satu alokasi yang paling besar terdapat pada sektor belanja pegawai, sehingga variable belanja pegawai menjadi salah satu indikator untuk melihat seberapa besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi. Selain itu, dimana faktor produksi itu terdiri dari empat bagian yaitu : Sumber daya Alam, tenaga kerja, modal serta ilmu pengetahuan dan teknologi, maka dapat ditarik indikator lain dalam melihat seberapa besar pengaruh indikator tersebut dalam IPM, dapat dilihat dari aspek tenaga kerjanya, begitupun yang menjadi indikator dalam alokasi pengeluaran pemerintah.

2.4. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan teoritis, tinjauan penelitian terdahulu dan kerangka konseptual, maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut:


(57)

1. Dana Bagi Hasil, Pertumbuhan Belanja Modal, Pendapatan Asli Daerah berpengaruh terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) secara parsial maupun simultan

2. Belanja Daerah memperkuat atau memperlemah terhadap hubungan Dana Bagi Hasil, Pertumbuhan Belanja Modal, Pendapatan Asli Daerah terhadap Indeks Pembangunan Manusia.


(58)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Perencanaan pembangunan ekonomi yang berorientasi pada pertumbuhan (growth) merupakan awal proses pembangunan suatu negara. Pembangunan suatu negara diharapkan mampu memberikan hasil nyata yaitu Pro Growth, Pro Poor,

Pro Job dan Pro Environment yang artinya menciptakan pertumbuhan ekonomi,

kesempatan kerja, pengentasan kemiskinan dan pelestarian lingkungan untuk kesejahteraan rakyat. Hal ini sejalan dengan strategi kebijakan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 di bidang kesejateraan rakyat melalui pelaksanaan kebijakan pembangunan manusia, penurunan kemiskinan dan pengangguran dan penanganan mitigasi bencana yang efektif. Kendala utama pembangunan suatu negara yang sedang berkembang adalah kurangnya optimalisasi pendataan dan penggunaan sumber-sumber pendapatan. Kalau masalah kekurangan sumber pendapatan ini bisa diatasi dengan baik, maka proses pembangunan di negara-negara sedang berkembang akan lebih cepat mencapai sasaran.

Sejak bergulirnya era reformasi tahun 1999, pembangunan di Indonesia memasuki era otonomi. Otonomi diatur dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Kedua undang-undang otonomi


(59)

daerah ini merupakan revisi terhadap UU Nomor 22 dan Nomor 25 Tahun 1999 sehingga kedua undang-undang tersebut sudah tidak berlaku lagi.

Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dari pengertian tersebut di atas maka akan tampak bahwa daerah diberi hak otonom oleh pemerintah pusat untuk mengatur dan mengurus kepentingan sendiri.

Sejalan dengan diberlakukannya undang-undang otonomi tersebut pemerintah daerah diberikan kewenangan menyelenggarakan pemerintah daerah yang lebih luas, nyata dan bertanggung jawab. Adanya pembagian kewenangan tugas fungsi dan peran antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah tersebut menyebabkan masing-masing daerah harus memiliki sumber pendapatan yang cukup. Pemerintah daerah harus memiliki sumber pembiayaan yang memadai dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah, sehingga diharapkan masing-masing daerah akan dapat lebih maju, mandiri, sejahtera dan kompetitif di dalam pelaksanaan pemerintahan maupun pembangunan daerahnya masing-masing.

Tujuan akhir pembangunan adalah kesejahteraan rakyat. Manusia bukan hanya merupakan obyek pembangunan tetapi diharapkan dapat menjadi subyek, sehingga dapat memberikan kontribusi yang bermanfaat bagi kemajuan suatu wilayah yang secara makro menjadi kemajuan suatu negara. Keberhasilan pembangunan diukur dengan beberapa parameter, dan yang paling populer saat ini adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Indeks


(60)

Mahbub ul Haq seorang ekonom Pakistan dibantu oleh Gustav Ranis dari Yale University dan Lord Meghnad Desai dari London School of Economics dalam bukunya yang berjudul Reflections on Human Development (1995), dan telah disepakati dunia melalui United Nation Development Program (UNDP).

Ada tiga indikator yang dijadikan tolok ukur untuk menyusun Indeks Pembangunan Manusia. Pertama, usia panjang yang diukur dengan rata-rata lama hidup penduduk atau angka harapan hidup di suatu negara. Kedua, pengetahuan yang diukur dengan rata-rata tertimbang dari jumlah orang dewasa yang bisa membaca (diberi bobot dua pertiga) dan rata-rata tahun sekolah (diberi bobot sepertiga). Ketiga, penghasilan yang diukur dengan pendapatan per kapita riil yang telah disesuaikan daya belinya untuk tiap-tiap negara. Berdasarkan Indeks Pembangunan Manusia yang telah disusun, maka bisa ditetapkan tiga kelompok negara. Pertama, negara dengan tingkat pembangunan manusia yang rendah bila IPM-nya berkisar antara 0 sampai 0,5. Negara yang masuk kategori ini sama sekali atau kurang memperhatikan pembangunan sumber daya manusia. Kedua, negara dengan tingkat pembangunan manusia sedang jika IPM-nya berkisar antara 0,51 sampai 0,79. Negara yang masuk dalam kategori ini mulai memperhatikan pembangunan sumber daya manusianya. Ketiga, negara dengan tingkat pembangunan manusia tinggi jika IPM-nya berkisar antara 0,80 sampai 1. Negara yang masuk dalam kategori ini sangat memperhatikan pembangunan sumber daya manusianya. Untuk wilayah Sumatera Utara, kondisi ekonomi tahun 2012 membaik, namun masih menghadapi berbagai persoalan serius di bidang kesehatan dan kondisi infrastruktur. Karenanya, perlu diambil berbagai tindakan


(1)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan pertolonganNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Dana Bagi Hasil, Pertumbuhan Belanja Modal dan Pendapatan Asli Daerah Terhadap Indeks Pembangunan Manusia dengan Belanja Daerah Sebagai Variabel Moderating Pada PEMDA di Sumatera Utara” , sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Universitas Sumatera Utara.

Selama penulisan skripsi ini, penulis telah banyak menerima bimbingan, bantuan, saran, motivasi serta dukungan doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, M.Ec.Ac, Ak, selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Dr. Syafruddin Ginting Sugihen, SE, MAFIS, Ak dan Bapak Drs.Hotmal Ja’far, MM, Ak, selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara. 3. Bapak Drs. Syamsul Bahri TRB. M.M.,Ak selaku Dosen Pembimbing

yang telah menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyusun skripsi ini sehingga dapat terselesaikan dengan baik , juga kepada Bapak Drs. Rustam, M.Si., Ak selaku Dosen Penguji I dan Ibu Prof. Erlina, S.E.,M.Si.,Ph.D.,Ak. selaku


(2)

Dosen Penguji II yang telah banyak memberikan masukan kepada penulis melalui kritik dan saran untuk penyempurnaan skripsi ini.

4. Kepada keluarga tercinta, Papa Hisar Siahaan dan Mama Theresia Hutahaean serta kedua adik saya Rebecca dan Regina Siahaan terima kasih untuk doa, kasih sayang dan dukungan yang senantiasa diberikan kepada penulis.

5. Kepada sahabat penulis yang telah setia mendukung dalam doa, pikiran, dan bantuan lain yaitu Gracesilya Hana, Rachel Stefani, Claudia, Ruth Sylvia, Voronica Pakpahan, Olivia LG, Ines Butar-Butar dan Vida Nasution yang dengan semangat kesetiakawanannya yang tinggi, saling memberikan semangat untuk berpacu dengan waktu agar kuliah dapat segera diselesaikan dan kepada pihak lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih kepada semuanya.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik maupun saran yang membangun untuk perbaikan skripsi ini. Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah sedikit banyak membantu. Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.

Medan, 2016 Penulis,

Zefanya Siahaan NIM. 110503322


(3)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSRACK ... ii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBA ... ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 9

1.3. Tujuan Penelitian ... 9

1.4. Manfaat Penelitian ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori ... 11

2.1.1. Dana Bagi Hasil ... 11

2.1.2. Pertumbuhan Belanja Modal ... 12

2.1.3. Pendapatan Asli Daerah ... 15

2.1.4. Belanja Daerah ... 18

2.1.5. Indeks Pembangunan Manusia ... 19

2.2. Review Penelitian Terdahulu ... 24

2.3. Kerangka Konseptual ... 27

2.4. Hipotesis Penelitian ... 30

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian ... 32

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 32

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 32

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 35

3.5. Defenisi Operasional dan Skala Pengukuran Variabel ... 35

3.6. Model dan Teknik Analisis Data ... 38

3.6.1. Pengujian Asumsi Klasik ... 39

3.6.2. Pengujian Hipotesis ... 43

3.6.3. Koefisien Determinasi (R2) ... 44

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Statistik Deskriptif ... 46

4.2. Uji Asumsi Klasik ... 47

4.2.1. Uji Asumsi Normalitas ... 47


(4)

4.2.3. Uji Autokorelasi ... 50

4.2.4. Uji Heteroskedastisitas ... 51

4.3. Pengujian Hipotesis ... 52

4.3.1. Analisis Koefisien Determinasi ... 52

4.3.2. Uji Signifikansi Koefisien Regresi secara Menyeluruh (Uji F) ... 53

4.3.3. Analisis Regresi Linier Berganda dan Uji Signifikansi Pengaruh Parsial (Uji t) ... 54

4.4. Pembahasan ... 56

4.4.1. Pengujian Dana Bagi Hasil terhadap Indeks Pembangunan Manusia ... 57

4.4.2. Pengujian Belanja Modal terhadap Indeks Pembangunan Manusia ... 57

4.4.3. Pengujian Pendapatan Asli Daerah terhadap Indeks Pembangunan Manusia ... 58

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 60

5.2. Saran ... 61

DAFTAR PUSTAKA ... 62 LAMPIRAN


(5)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

Tabel 1.1. Data Pendapatan Asli Daerah dan Belanja Modal (BM) Tahun 2010 dan 2011 serta Pengaruhnya Terhadap IPM

Tahun 2010 dan 2011 ... 7

Tabel 2.1. Tinjauan penelitian Terdahulu ... 24

Tabel 3.1. Sampel Penelitian Dari Hasil Kriteria Purposive Sampling 33 Tabel 3.2. Definisi Operasional Variabel ... 37

Tabel 4.1. Statistik Deskriptif dari Dana Bagi Hasil, Belanja Modal, Pendapatan Asli Daerah, Indeks Pembangunan Manusia, Belanja Daerah ... 46

Tabel 4.2. Uji Normalitas ... 47

Tabel 4.3. Uji Multikolinearitas ... 50

Tabel 4.4. Uji Autokorelasi ... 51

Tabel 4.5. Koefisien Determinasi... 52

Tabel 4.6. Uji Signifikansi Simultan (Uji F) ... 53

Tabel 4.7. Uji Signifikansi Pengaruh Parsial ... 54


(6)

DAFTAR GAMBAR

No. Tabel Judul Halaman

Gambar 2.1. Kerangka Konseptual ... 27

Gambar 4.1. Histogram untuk Pengujian Asumsi Normalitas ... 48

Gambar 4.2. Normalitas dengan Normal Probability Plot ... 49

Gambar 4.3. Uji Heteroskedastisitas ... 52

Gambar 4.4. Menentukan Nilai Tabel dengan Microsoft Excel ... 53

Gambar 4.4. Menentukan Nilai Tabel dengan Microsoft Excel ... 55

Gambar 4.5. Aturan Pengambilan Keputusan terhadap Hipotesis berdasarkan Uji ... 56


Dokumen yang terkait

Pengaruh Ukuran Perusahaan, Momentum dan Price Earning Ratio Terhadap Return Saham pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)

1 37 85

Pengaruh Profitabilitas Terhadap Harga Saham Dengan Price Earning Ratio Sebagai Variabel Moderating Pada Perusahaan Industri Barang Konsumsi Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

4 40 121

Analisis Pengaruh Return On Assets (ROA), Net Profit Margin (NPM), Earning Per Share (EPS) Terhadap Harga Saham Dengan Price Earning Ratio (PER) Sebagai Variabel Moderating pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di BEI

1 65 90

Pengaruh Earning Per Share, Price Earning Ratio, Book Value Per Share, dan Price To Book Value terhadap Harga Saham pada Perusahaan Sub Sektor Hotel dan Pariwisata yang Terdaftar di BEI Tahun 2009 - 2011

0 25 102

Pengaruh Kinerja Keuangan, Ukuran Bank, Umur Listing, dan Keputusan Auditor terhadap Internet Financial Reporting pada Perbankan yang terdaftar di BEI

3 23 114

Analisis Pengaruh Return On Assets (ROA), Net Profit Margin (NPM), Earning Per Share (EPS) Terhadap Harga Saham Dengan Price Earning Ratio (PER) Sebagai Variabel Moderating pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di BEI

0 4 90

PENGARUH EARNING PER SHARE (EPS), RASIO PROFITABILITAS DAN PRICE EARNING RATIO (PER) TERHADAP HARGA SAHAM Pengaruh Earning Per Share (EPS), Rasio Profitabilitas Dan Price Earning Ratio (PER) Terhadap Harga Saham (Pada Study Empiris Perusahaan Real Estat

0 3 15

PENGARUH EARNING PER SHARE (EPS),RASIO PROFITABILITAS DAN PRICE EARNING RATIO (PER) TERHADAP HARGA SAHAM Pengaruh Earning Per Share (EPS), Rasio Profitabilitas Dan Price Earning Ratio (PER) Terhadap Harga Saham (Pada Study Empiris Perusahaan Real Estat

0 4 15

PENGARUH RASIO LIKUIDITAS, PROFITABILITAS, DAN SOLVABILITAS TERHADAP HARGA SAHAM PERUSAHAAN PERBANKAN DI BEI PERIODE 2009-2013

0 0 11

PENGARUH EARNING PER SHARE (EPS) DAN PRICE EARNING RATIO (PER) TERHADAP HARGA SAHAM PADA PERUSAHAAN ROKOK YANG TERDAFTAR DI BEI TAHUN 2013-2016

0 0 14