Analisis kesulitan belajar siswa dalam memahami konsep biologi pada konsep monera di Man Serpong Tangerang

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi syarat – syarat meraih gelar sarjana pendidikan

Oleh SITI SAPUROH

103016127108

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar

sarjana pendidikan (S. Pd)

Oleh SITI SAPUROH

103016127108

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(3)

(4)

MEMAHAMI KONSEP BIOLOGI PADA KONSEP MONERA

(Studi Kasus di MAN Serpong Tangerang)

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Yang Mengesahkan,

Pembimbing I Pembimbing II

Ir. H. Mahmud M. Siregar, M. Si Nengsih Juanengsih, M. Pd

NIP. 195403101988031001 NIP. 197905102006042001

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2010 M / 1431 H


(5)

maha berkehendak, atas izin dan limpahan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan . Shalawat beserta salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga dan para sahabatnya.

Berkat bantuan dan dukunngan dari berbagai pihak, akhirnya penulisan skripsi yang berjudul “Analisis Kesulitan Belajar Siswa dalam Memahami Konsep Biologi pada Konsep Monera” ini dapat diselesaikan oleh penulis. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan rasa terima kasih dan penghargaan serta rasa hormat kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, M. A. Dekan FITK UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Baiq Hana Susanti, M. Sc. Ketua Jurusan Pendidikan IPA.

3. Ibu Nengsih Juanengsih, M. Pd. Sekretaris Jurusan Pendidikan IPA dan

sebagai Pembimbing II yang telah membimbing dan membantu penulis dalam menyusun skripsi ini.

4. Bapak Ir. H. Mahmud M. Siregar, M. Si. Pembimbing I yang telah

membimbing dan membantu penulis dalam menyusun skripsi ini.

5. Bapak/Ibu Dosen dan Staf di UIN Syarif Hidayatullah khususnya di

Jurusan Pendidikan IPA (Biologi) yang telah memberikan bantuan dan dukungannya.

6. Kepala Madrasah, Guru dan Staf di MAN Serpong Tangerang, Khususnya

Kepada Ibu Sugiarni sebagai guru Biologi yang telah banyak membantu penulis selama penelitian.

7. Kedua orangtuaku tercinta, Umi dan Abah, yang tak pernah lelah

mendo’akan dan memberikan dukungan kepada penulis, Suamiku tersayang (A’a qiu) Usnanto, S. Pd.I, yang selalu mendampingi penulis serta memberikan motivasi yang begitu besar, kakak - kakakku tercinta (


(6)

Zaki, Nobleng, Sofi, Wahyu, dan Mba’ Novi, Serta seluruh sahabat yang telah memberikan motivasi dan dukungannya kepada penulis yang tidak penulis sebutkan satu persatu, baik teman seperjuanganku yang di jurusan Pendidikan IPA Biologi, Kimia, maupun Fisika.

Serta semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu, semoga Allah SWT senantiasa membalas semua amal baik mereka.

Dan pada akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat, khususya bagi penulis dan umumnya bagi para pembaca sekalian.

Jakarta, Mei 2010

Penulis


(7)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan telah dinyatakan lulus dalam Ujian Munaqasyah pada 18 juli 2010 dihadapan dewan penguji. Karena itu penuis berhak memperoleh gelar Sarjana Pendidikan ( S. Pd ) pada Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam

Jakarta, 18 juni 2010

Panitia Ujian Munaqasyah Tanggal Tanda Tangan

Ketua Jurusan Pendidikan IPA

Baiq Hana Susanti, M. Sc ……… ………....

NIP. 197002092000032001 Sekretaris Jurusan Pendidikan IPA

Nengsih Juanengsih, M. Pd ..……….. ………

NIP. 197905102006042001 Penguji I

Baiq Hana Susanti, M. Sc ……… ………

NIP. 19700209200032001 Penguji II

Yanti Herlanti, M. Pd ……… ………....

NIP. 197101192008012010

Mengetahui

Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Prof. Dr. Dede Rosyada MA NIP. 195710051987031003


(8)

i

of Tarbiya and Teaching Sciences, Syarif Hidayatullah State Islamic Jakarta University. The research to know about the student’s difficulties in Biology learning prosses of Monera’s concept and what the factors coused. The subject of this research is the first class’s student of MAN Serpong. The method is used for this research is descriftif method. The data which in collected as learning result by using objective test while the data which is student’s response of Biology learning used observation and questioner sheet. Data analysis use objective test and the result is 100% student’s got grade under achievement it’s mean that the student’s have difficulties experience in understanding of Monera’s concep’t is 13,3% in medium category, 66,7% in high caregory and 20% in the highest category. From this research’s result can be concluded that 100% studen’t have difficulties experience in understanding of Monera’s concep’t.


(9)

ii

Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesulitan yang dialami siswa dalam belajar Biologi pada konsep Monera dan faktor-faktor apa saja yang menyebabkannya. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas X-3 MAN Serpong. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Data yang berupa hasil belajar dikumpulkan dengan menggunakan tes objektif, sedangkan data yang berupa respons siswa terhadap pembelajaran Biologi menggunakan lembar observasi dan kuesioner. Analisis data dengan menggunakan tes objektif diperoleh hasil 100 % siswa mencapai nilai di bawah nilai KKM yang berarti bahwa siswa mengalami kesulitan dalam memahami konsep Monera sebesar 13,3 % yang berada pada kategori sedang, 66,7 % pada kategori tinggi dan 20 % pada kategori sangat tinggi. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa 100 % siswa mengalami kesulitan belajar dalam memahami konsep Biologi pada konsep Monera


(10)

v

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Pembatasan Masalah ... 5

D. Rumusan Masalah ... 5

E. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka ... 7

1. Belajar dan Pembelajaran Sains ... 7

a. Pengertian Belajar ... 7

b. Hakikat Pembelajaran Sains Biologi ... 9

c. Hasil Belajar Sains ... 12

2. Karakteristik Pembelajaran Biologi ... 13

3. Karakteristik Konsep Monera ... 15

4. Kesulitan Belajar ... 17

a. Pengertian Kesulitan Belajar ... 17

b. Gejala-gejala Kesulitan Belajar ... 21

c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesulitan Belajar 25 d. Cara-cara Mengetahui Kesulitan Belajar ... 30

e. Masalah-masalah Kesulitan Belajar ... 32


(11)

vi

d. Strategi Belajar Konsep ... 38

e. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar Konsep . 39 f. Pengukuran Pemahaman Konsep ... 40

B. Hasil Penelitian yang Relevan ... 41

C. Kerangka Berpikir ... 42

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tujuan Penelitian ... 44

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 44

C. Metode Penelitian ... 44

D. Populasi dan Sampel ... 44

E. Teknik Pengumpulan Data ... 45

F. Instrumen Tes ... 45

G. Kalibrasi Instrumen... 46

H. Teknik Analisa Data ... 50

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 54

B. Pembahasan……… 57

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ……… 60

B. Saran-Saran ……… 60

DAFTAR PUSTAKA ……….. 61


(12)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah usaha sadar dan bertujuan untuk mengembangkan kualitas manusia sebagai suatu kegiatan yang sadar akan tujuan. Maka dalam pelaksanaannya berada dalam suatu proses yang berkesinambungan dalam setiap jenis dan jenjang pendidikan, semuanya berkaitan dalam suatu sistem pendidikan

yang integral.1

Belajar merupakan proses dasar dari perkembangan hidup manusia. Dengan belajar, manusia melakukan perubahan-perubahan kualitatif individu sehingga tingkah lakunya berkembang. Semua aktivitas dan prestasi hidup manusia tidak lain adalah hasil dari belajar. Belajar itu bukan sekedar pengalaman, akan tetapi belajar adalah suatu proses, dan bukan suatu hasil. Karena itu belajar berlangsung secara aktif dan integratif dengan menggunakan berbagai bentuk perbuatan untuk mencapai suatu tujuan.2

Pendidikan memang sangat diperlukan oleh manusia, karena dengan pendidikan, manusia dapat mengarahkan perkembangan fisik, mental, emosional, sosial, dan etikanya menuju ke arah yang lebih baik dan menuju ke arah kematangan dan kedewasaan.

Seperti tertuang dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 bab II pasal 3 yang berbunyi:

“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermanfaat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan warga negara yang

demokratis serta bertanggungjawab.”3

1

Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta:Rineka Cipta,2002), hal. 22

2

Wasty Soemanto, Pendidikan Psikologi (Jakarta : PT Rineka Cipta, 2006). Cet Ke-5, h. 104-105

3

UU RI No. 20 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II Pasal 3, ( Jakarta : PT Panca Usaha, 2003 ), Cet. Ke-1 h.7


(13)

Proses pencerdasan bangsa bisa terlaksana jika dilakukan melalui jalur pendidikan, yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia sebagai faktor yang sangat menentukan dalam keberhasilan pembangunan. Keberhasilan atau kegagalan proses pendidikan sangat tergantung pada faktor peserta didik, instrument pembelajaran, instrument penunjang, dan penggerak proses pendidikan.4

Dalam kegiatan pembelajaran di sekolah, para pendidik dihadapkan dengan sejumlah karakteristik siswa yang beraneka ragam. Ada siswa yang dapat menempuh kegiatan belajarnya secara lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun disisi lain tidak sedikit pula siswa yang justru dalam belajarnya mengalami berbagai kesulitan. Kesulitan belajar siswa ditunjukkan oleh adanya hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar, dan dapat bersifat psikologis, sosiologis, maupun fisiologis, sehingga pada akhirnya dapat menyebabkan prestasi belajar yang dicapainya berada di bawah semestinya.

Menurut Burton “seseorang diduga mengalami masalah atau kesulitan belajar, apabila yang bersangkutan tidak berhasil mencapai taraf kualifikasi hasil

belajar tertentu, dalam batas waktu tertentu”.5 Banyak diantara siswa yang tidak

dapat mengembangkan pemahamannya terhadap konsep Biologi tertentu karena antara perolehan pengetahuan dengan prosesnya tidak terintegrasi dengan baik dan tidak memungkinkan siswa untuk menangkap makna secara fleksibel.

Penguasaan konsep-konsep biologi akan mampu membentuk sikap positif terhadap Biologi pada kelas-kelas awal (kelas X) di MAN. Sikap positif terhadap Biologi ini merupakan prasarat keberhasilan belajar Biologi dan meningkatnya minat siswa terhadap Biologi pada kelas-kelas selanjutnya. Dengan kata lain jika penguasaan konsep-konsep dan prinsip-prinsip Biologi di kelas-kelas awal sangat rendah disertai dengan sikap negatif terhadap pelajaran Biologi, sulit diharapkan siswa akan berhasil dengan baik dalam pembelajaran Biologi di kelas-kelas selanjutnya.

4

Departemen Agama RI, Kendali Mutu Pendidikan Agama Islam, (Jakarta:2001), hal. 11

5

Mudjiran, Jenis, Kesulitan Belajar yang Dialami Mahasiswa Universitas Negeri Padang, (Jurnal Buletin Pembelajaran, 2001). Edisi Maret No. I


(14)

Untuk mencapai tujuan agar siswa mempunyai minat dan kemampuan yang baik terhadap Biologi berimplikasi pada tugas dan tanggung jawab yang sangat strategis pada guru-guru pengajar Biologi di kelas-kelas awal di MAN. Mereka dituntut membantu siswa untuk mendapatkan pemahaman yang baik terhadap konsep-konsep dan prinsip-prinsip Biologi untuk memudahkan mereka mempelajari Biologi di kelas yang lebih tinggi. Ini berarti proses pembelajaran Biologi yang dilakukan guru hendaknya memungkinkan terjadinya pengembangan pemahaman konsep, sikap, dan meningkatkan minat siswa terhadap pelajaran Biologi.

Kenyataannya, para pelajar seringkali tidak mampu mencapai tujuan belajarnya atau tidak memperoleh perubahan tingkah laku sebagaimana yang diharapkan. Sementara itu, setiap siswa dalam mencapai sukses belajar, mempunyai kemampuan yang berbeda-beda. Ada siswa yang dapat mencapainya tanpa kesulitan, akan tetapi banyak pula siswa mengalami kesulitan, sehingga menimbulkan masalah bagi perkembangan pribadinya. Ini berarti bahwa berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu amat tergantung pada proses belajar yang dialami siswa, baik ketika ia berada di sekolah maupun dilingkungan rumah atau di lingkungan keluarganya.

Berdasarkan hasil pengamatan penulis dan wawancara dengan guru Biologi MAN Serpong, menunjukkan bahwa hasil belajar konsep Monera (Bakteri) selalu relatif lebih rendah dibandingkan dengan materi Biologi yang lain pada semester gasal.

Hal tersebut disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut: diantaranya:

1. Kurangnya ketertarikan siswa dalam mempelajari pelajaran biologi,

2. Siswa menganggap bahwa materi pembahasan tentang konsep monera lebih sulit

bila dibandingkan dengan konsep yang lain berdasarkan pengalaman guru biologi, banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam mempelajarinya, karena menuntut siswa untuk dapat menguasai pemahaman konsep Monera yang banyak terdapat bahasa latin dan bersifat abstrak sehingga siswa menjadi cepat lupa.


(15)

3. Waktu yang digunakan dalam kegiatan belajar konsep monera sangat terbatas hanya dua kali pertemuan sedangkan yang harus dipelajari berupa pemahaman konsep dan praktikum.

Berdasarkan pengamatan penulis, masih banyak diantara siswa tersebut yang mendapat nilai rendah yang masih jauh berada di bawah kriteria ketuntasan minimal (KKM) berdasarkan ketetapan atau patokan yang diambil oleh guru mata pelajaran Biologi di sekolah tersebut, yaitu sebesar 65. Manurunnya hasil belajar ini dapat dilihat dari rendahnya hasil latihan, baik latihan di kelas maupun pekerjaan rumah dan menurunnya hasil ulangan harian atau post test yang ditandai dengan diperolehnya nilai-nilai yang rendah. Berdasarkan hal-hal di atas penulis mengasumsikan sebagai faktor-faktor penyebab kesulitan dalam belajar yang dialami oleh siswa yang dapat diartikan sebagai kesukaran siswa dalam menerima atau menyerap pelajaran pada konsep Monera di sekolah.

Berdasarkan pemaparan di atas penulis sangat tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai kesulitan belajar siswa kelas X, dalam memahami konsep monera. Oleh karena itu penulis mengangkat penelitian ini dengan judul “Analisis Kesulitan Belajar Siswa dalam Memahami Konsep Biologi pada Konsep Monera” (Studi Kasus di MAN Serpong, Tangerang).


(16)

A. Identifikasi Masalah

Kesulitan belajar merupakan suatu gejala yang nampak dalam berbagai pernyataan. Beberapa penyebab dan gejala yang menunjukkan adanya kesulitan belajar dalam memahami konsep Biologi pada konsep Monera antara lain :

1. Materi konsep Monera lebih sulit dibandingkan dengan konsep lain.

2. Kurangnya ketertarikan siswa dalam mempelajari pelajaran Biologi.

3. Nilai siswa di bawah KKM.

4. Siswa kesulitan dalam memahami istilah-istilah bahasa ilmiah.

5. Alokasi waktu pembelajaran yang terbatas

B. Pembatasan Masalah

Untuk menghindari pembiasan dalam memahami pembahasan skripsi ini, maka penulis membatasi permasalahannya kepada :

1. Analisis kesulitan siswa dibatasi pada kesulitan siswa dalam memahami konsep

Monera.

2. Kesulitan belajar siswa ditunjukkan dengan hasil belajar yang rendah di bawah

nilai KKM 65.

3. Faktor kesulitan belajar dibatasi pada aspek minat, pemahaman bahasa ilmiah

dan alokasi waktu pembelajaran.

C. Perumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah tersebut di atas, maka perumusan masalah dalam skripsi ini adalah : Bagaimanakah tingkat kesulitan belajar siswa kelas X-3 MAN Serpong dalam memahami konsep monera ?


(17)

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan praktis dalam upaya perbaikan pembelajaran biologi, yaitu :

1. Bagi peneliti, hasil penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan

dan sebagai alat untuk memotivasi diri dalam mencapai penguasaan tentang konsep Monera secara maksimal dengan mengetahui analisis kesulitan belajar siswa.

2. Berguna untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan kepada pembaca

serta bermanfaat sebagai bahan acuan untuk penelitian selanjutnya dan kebijakan pendidikan selanjutnya.


(18)

7 1. Belajar dan Pembelajaran Sains

a. Pengertian Belajar

Setiap manusia dalam kehidupannya senantiasa mengalami suatu kegiatan yang disebut dengan belajar, baik pada aspek pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, kegemaran, dan sikap seseorang terbentuk, termodifikasi dan berkembang disebabkan karena proses belajar. Jadi pada

hakekatnya, belajar adalah suatu proses perubahan yang sesuai dengan cita­cita

dan falsafah hidupnya. Proses belajar ini dilakukan baik secara sadar maupun tanpa disadari. Pada proses belajar yang dilakukan secara sadar terkandung suatu tujuan yang memberi arah dan melandasi terjadinya proses belajar tersebut. Proses belajar seperti inilah yang terjadi di sekolah.

Belajar merupakan perubahan tingkah laku dan pribadi secara keseluruhan. Dengan kata lain, meskipun yang dipelajarinya itu yang bersifat khusus, tetapi mempunyai makna bagi totalitas pribadi individu yang bersangkutan, sehingga terimplikasi bahwa tidak semua hal yang kita pelajari itu

selalu dapat diamati dalam wujud perilaku (tangible). Disamping itu ada yang

bersifat intangible. Mungkin pada waktu tertentu hanya pelajar itu sendiri yang

dapat menghayati.

Seorang dinamakan telah belajar, apabila ia telah dapat melakukan sesuatu yang baru yang sebelum proses belajar itu, ia tidak dapat melakukannya. Namun perubahan tingkah laku itu bukanlah karena gangguan penyakit / urat syaraf, melainkan perubahan tingkah laku yang disebabkan oleh hasil latihan, ataupun karena kematangan sehingga dapat disimpulkan bahwa belajar bukanlah suatu proses yang menyebabkan terjadinya perubahan saja, akan tetapi sampai kepada perbuatan / tingkah laku. Sedangkan perubahan tingkah laku, baik dalam bentuk kognitif, afektif dan psikomotorik, itulah yang dikatakan hasil belajar.


(19)

Ada beberapa pengertian belajar yang dikemukakan oleh para ahli bidang pendidikan, antara lain :

1) Menurut Witherington dalam bukunya Education Psychology, sebagaimana

yang dikutip oleh Ngalim Purwanto, mengemukakan bahwa "belajar adalah suatu perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru daripada reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan,

kepandaian, atau suatu pengertian”.1

2) Menurut Cronbach, ”belajar yang sebaik-baiknya adalah dengan mengalami,

dan dalam mengalami itu sipelajar mempergunakan pancainderanya.2

3) Dalam kamus Umum Bahasa Indonesia dinyatakan bahwa "belajar adalah

berusaha (berlatih dan sebagainya) supaya mendapat sesuatu kepandaian”.3

4) Menurut Wittig dalam bukunya Psychology of Learning yang di kutip oleh

Muhibbin Syah, mendefinisikan belajar ialah perubahan yang relatif menetap yang terjadi dalam segala macam/keseluruhan tingkah laku suatu organisme

sebagai hasil pengalaman.4

5) Menurut Slameto, "Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan

seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman sendiri dalam interaksi dengan

lingkungan”.5

6) Menurut Syaifudin Bahri Djamarah dan Aswan Zain, pengertian belajar

adalah proses perubahan perilaku berkat pengalaman dan latihan.6

7) Menurut Oemar Hamalik, belajar adalah modifikasi atau memperteguh

kelakuan melalui pengalaman (learning is defined as the modification or

strengthening of behavior through experiencing). Menurut pengertian ini, belajar merupakan proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan.

1

Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2002), Cet. Ke-5, h. 84

2

Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2008), Ed. Ke-5, h. 231

3

W. J. S. Poerdaminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), Cet. Ke-8, h. 108

4

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004), Cet. Ke-9, h. 90

5

Slameto, Belajar dan Faktor- Faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), Cet. Ke-4, h. 2

6

Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta : Rineka Cipta, 2006), Cet. Ke-3, h .10


(20)

Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu, yakni mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan melainkan

pengubahan kelakuan.7

Dari pengertian-pengertian belajar di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses internalisasi atau penyerapan kecakapan (kognitif, apektif maupun psikomotor) ke dalam diri yang bersumber dari pengalaman-pengalaman hidup yang diwujudkan dalam bentuk perubahan kecakapan untuk menghadapai suatu permasalahan.

Perubahan tingkah laku dalam belajar hanya dapat diperoleh melalui berbagai pengalaman dan latihan melalui usaha. Bentuk-bentuk usaha tersebut dapat berupa aktivitas yang mengarah pada tercapainya perubahan pada diri seseorang seperti bertanya, berlatih, membaca, dan sebagainya. Perubahan yang terjadi pada diri seseorang banyak sekali. Namun, tidak semua perubahan-perubahan tersebut merupakan dalam arti belajar. Tanpa usaha, walaupun dapat terjadi perubahan, tidaklah dinamakan belajar.

b. Hakikat Pembelajaran Sains

Tujuan pengajaran IPA, menurut Rutherford dan Ahlgren dalam Tiro agar siswa dapat memakai pengetahuan IPA dari dunia nyata dan memiliki kebiasaan berfikir IPA pada waktu yang bersamaan. Oleh karena itu perlu dijembatani jurang antara IPA sekolah dengan IPA dunia nyata.

Dalam penelitian ini, penegertian pengajaran Sains dibahas dalam konteks lima definisi Sains, yaitu: Sains sebagai gejala alam, sebagai kegiatan manusia, sebagai bidang ilmu, sebagai proses untuk mengetahui, dan Sains sebagai mata pelajaran sekolah.

1) Sains Sebagai Gejala Alam

Berdasarkan definisi ini, pengetahuan Sains dapat dilihat di sekitar kehidupan manusia. Sains dan pengetahuan Sains di rumuskan berdasarkan pengamatan terhadap gejala alam yang ada. Pengertian yang diperoleh dengan cara ini sangat mungkin berbeda-beda karena pengertian yang dirumuskan

7


(21)

bergantung pada bagaimana dan siapa yang melakukan pengamatan dan merumuskan pengertian terhadap apa yang telah diamati.

Definisi tentang pengetahuan Sains diberikan Ziman yang menyatakan bahwa apa yang diajarkan dalam Sains hanyalah beberapa aspek dari penampakan objek atau gejala. Jadi, pengetahuan Sains terbatas pada apa yang berhasil diamati di alam semesta. Manusia mempelajari keadaan alam dengan menggunakan inderanya, seperti mata, telinga, tangan, mulut dan hidung. Oleh karena itu, dinyatakan bahwa mengenal alam semesta dengan inderanya. Sebaliknya, jika kita tidak melihat, mendengar dan merasakan, kita tidak mengetahui apa yang ada di sekitar kita, kita juga tidak mengetahui sesuatu yang sedang berlangsung di sekitar kita, dan kita juga tidak mungkin mempunyai ide tentang keadaan alam semesta.

2) Sains Sebagai Kegiatan Manusia

Berdasarkan pandangan ini, Sains didefinisikan sebagai hasil kegiatan manusia. Sebagian besar kegiatan yang dilakukan manusia sangat dekat dengan Sains dan pengetahuan Sains. Newton menyatakan bahwa Sains bertujuan untuk memenuhi keingintahuan manusia. Oleh karena itu, Sains dan pengetahuan sains tidak dapat dilepaskan dari aspek kejiwaan manusia, seperti perasaan, sikap dan perilaku. Newton lebih jauh menyatakan bahwa Sains terkadang memberikan kepuasan dan kesenangan, namun juga tidak jarang menimbulkan frustasi dan kekecewaan. Sebagai kegiatan manusia, Sains memerlukan moral dan etika perbuatan. Sains menuntut kejujuran, intergritas, keterbukaan, penghargaan terhadap fakta, teori dan argumentasi. Karakteristik ini harus menginsfirasi pengajaran Sains.

3) Sains Sebagai Bidang Ilmu

Sebagai bidang ilmu, Sains dikelompokan menjadi dua, yaitu ilmu murni (pure science) dan ilmu terapan (applied science), walaupun pada kenyataannya kedua bidang ilmu tersebut tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Dalam pandangan umum, bidang Sains murni dikaitkan dengan bidang ilmu murni seperti Biologi, Kimia, dan fisika serta cabang-cabangnya seperti mikrobiologi,


(22)

genetika, ekologi. Sedangkan Sains terapan dikaitkan dengan bidang ilmu seperti Pertanian, Kedokteran, Perikanan dan lain-lain.

4) Sains Sebagai Proses untuk Mengetahui

Sains sebagai proses untuk mengetahui juga dikenal dengan Sains sebagai metode untuk memperoleh pengetahuan ilmiah. Berdasarkan pandangan ini, sains dikaitkan dengan proses atau metode yang dikenal dengan metode ilmiah. Dua pandangan yang berbeda, yaitu pandangan induktif dan deduktif, dalam mempelajari Sains menentukan penggunaan metode ilmiah dalam pembelajaran Sains. Menurut pandangan induktif, perkembangan ilmu pengetahuan dimulai dari pengamatan fakta-fakta secara terpisah yang akhirnya digeneralisasi. Dalam hal ini indera manusia (mata, telinga, hidung, lidah dan tangan) memegang peran penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Generalisasi yang melampaui fakta yang tidak tercakup dalam pengamatan dapat membantah pemikiran induktif. Sebaliknya, menurut pandangan deduktif suatu gejala dapat dijelaskan dengan teori dan hukum yang telah dirumuskan.

5) Sains Sebagai Mata Pelajaran Sekolah

Di sekolah, Sains dikenal sebagai mata pelajaran, seperti Biologi, Kimia, dan Fisika. Pembelajaran Sains disekolah umumnya dikaitkan dengan dua aspek Sains, yaitu sebagai bidang ilmu dan sebagai proses untuk mengetahui. Alters (1997:48) menyatakan bahwa kebanyakan buku-buku Sains yang ada memaparkan keadaan Sains secara alamiah. DeBoer menggaris bawahi bahwa semua bidang pelajaran mengandung bidang ilmu yang telah dirumuskan dan serangkaian proses yang mencakup perkembangan ilmu tersebut. Kedua aspek ini selalu menjadi bagian dari tujuan pembelajaran Sains disamping tujuan lainnya.8

8

Kadir, Efektivitas Strategi Peta Konsep dalam Pembelajaran Sains dan Matematika, (Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan 2004)


(23)

c. Hasil Belajar Sains

Ilmu penetahuan alam (IPA) mencakup aspek pengetahuan yang tidak terbatas pada fakta dan konsep saja tetapi juga aplikasi konsep dan prosesnya

yang mengacu pada terbukanya pola fikir manusia.9 IPA adalah pengetahuan

tentang alam semesta yang bertumpu pada data yang dikumpulkan melalui pengamatan dan percobaan yang didalamnya memuat produk, proses dan sikap manusia. IPA dikembangkan atas dasar proses, dan produk IPA. Sedangkan

Cain dan Evan menambahkan dengan sikap IPA atau sikap ilmiah.10

Konsep adalah pengetahuan dan gagasan yang terorganisir, sedangkan keterampilan proses adalah kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh konsep-konsep dan menumbuhkan nilai-nilai serta sikap ilmiah. Dengan demikian hasil belajar IPA dikelompokan berdasarkan hakikat IPA itu sendiri yaitu sebagai produk dan proses. Hal ini diperkuat pula oleh Hungerford yang

menyatakan bahwa IPA terbagi atas dua bagian, yaitu: (1) The investigation

(proses) seperti mengamati, mengklasifikasi, mengukur, menyimpulkan,

komunikasi. (2) The knowledge (produk) seperti fakta, konsep, prinsip, hukum,

dan teori IPA.11

Pengelompokan ini sesuai pula dengan dimensi hasil belajar yang terdiri atas dimensi tipe isi dan dimensi tipe kinerja. Dimensi tipe isi terdidri atas fakta, konsep, prinsip (produk), dan dimensi tipe kinerja yang terdiri atas mengamati, menggunakan, menyimpulkan dan menemukan.

Pada setiap bagian (produk, proses, dan sikap) mengandung unsur-unsur yang harus tercapai sebagai hasil belajar IPA. Hasil belajar IPA dari segi produk difokuskan pada pemahaman fakta, konsep, prinsip, teori dan hukum-hukum IPA sesuai materi yang diajarkan dalam kurikulum. Dari segi proses IPA, hasil

9

Patta Bundu, Pengaruh Evaluasi Formatif dan Gaya Konitif Terhadap hasil belajar IPA, (Jurnal Edukasi, 2003), Volume 4 no. 1Edisi Februari

10

Patta Bundu, Pengaruh Evaluasi Formatif dan Gaya Konitif Terhadap hasil belajar IPA, (Jurnal Edukasi, 2003), Volume 4 no. 1Edisi Februari

11

Patta Bundu, Pengaruh Evaluasi Formatif dan Gaya Konitif Terhadap hasil belajar IPA, (Jurnal Edukasi, 2003), Volume 4 no. 1Edisi Februari


(24)

yang ingin dicapai disesuaikan dengan tingkat penguasaan keterampilan proses anak usia Sekolah Menengah Atas yang bertumpu pada keterampilan proses IPA yaitu keterampilan mengamati, mengklasifikasi, mengukur, mengevaluasi, menyimpulkan dan mengkomunikasikan. Adapun segi sikap dan nilai diarahkan pada sikap ingin tahu, sikap terbuka atau peka terhadap lingkungan, bertanggung

jawab dan berfikir kritis.12

Pendidikan biologi dilihat dari dimensi isi/produk harus mampu menanamkan kepada siswa untuk mengerti dan memahami secara luas tentang fakta, konsep, dan materi sebagai bukti adanya kekuasaan Allah SWT. Dimensi proses adalah kemampuan mengembangkan keterampilan berfikir melalui pengamatan, mengklasifikasikan, penafsiran, perencanaan, penelitian dan pengkomunikasian dengan mengajukan pertanyaan. Dimensi sikap ialah mampu menanamkan sikap ilmiah yang meliputi kejujuran, obyektif, menghargai pendapat/karya orang lain dan mampu menghadapi masalah lingkungan dengan menggunakan pengetahuan ilmiahnya.

2. Karakteristik Pembelajaran Biologi

Mata pelajaran Biologi di SMA merupakan perluasan dan pendalaman IPA di SD dan SMP dan mempelajari pola interaksi komponen-komponen yanga ada di alam, serta upaya-upaya manusia untuk mempertahankan keberadaan di bumi. Biologi di SMA merupakan pengantar sains dan teknologi, sekaligus mengantarkan biologi pada struktur ilmunya. Biologi di SMA memberikan landasan melalui pengetahuan dan proesnya untuk mempelajari Biologi di tingkat yang lebih tinggi dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.

Menurut Dasim Budimansyah, Biologi merupakan wahana untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, sikap nilai serta tanggung jawab sebagai

warga negara yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan.13 Biologi merupakan ilmu

mengenai kehidupan. Istilah ini diambil dari bahasa Belanda yaitu "Biologie" yang

12

Patta Bundu, Pengaruh Evaluasi Formatif dan Gaya Konitif Terhadap hasil belajar IPA, (Jurnal Edukasi, 2003), Volume 4 no. 1Edisi Februari

13

Dasim Budimansyah, Model Pembelajaran Biologi Fortopolio, (Bandung: PT. Ganeshindo, 2003), Cet. Ke-1, h.1


(25)

juga diturunkan dari gabungan kata Yunani yaitu "Bios" yang artinya hidup, dan "logos" yang berarti lambang atau ilmu. Dahulu sampai tahun 1970-an digunakan

istilah "Ilmu Hayat" yang berart ilmu kehidupan yang diambil dari bahasa Arab.14

Istilah Biologi dalam pengertian modern kelihatannya diperkenalkan secara terpisah oleh Gottfried Reinhold Treviranus dan Jean Baptiste Lamarck. Istilah Biologi itu sendiri sebenarnya telah ada pada tahun 1800 oleh Karl Friedrich Burdach.

Objek kajian biologi sangat luas dalam kehidupan oleh karnanya dikenal berbagai cabang Biologi yang mengkhususkan diri pada setiap kelompok organime, contohnya Botani, Zoology dan Mikrobiologi. Berbagai aspek kehidupan dikaji. Ciri-ciri fisik dipelajar baik pada masa sekarang maupun pada masa lalu (dipelajari dalam Biologi Evolusioner dan Paleo Biologi), bagaimana mereka tercipta dipelajari dalam Evolusioner dan interaksi antar sesama mereka dan dengan alam sekitarnya dipelajari dalam Ekologi.

Dalam usaha menjaga kelangsungan hidup suatu jenis makhluk hidup diperlukan mekanisme pewarisan sifat, yang dipelajari dalam Genetika. Saat ini bahkan berkembang aspek Biologi yang mengkaji kemungkinan berevolusinya makhluk hidup di planet-planet yang lain yang bdisebut Astrobiology. Perkembangan teknologi memungkinkan pengkajian pada tingkat molekul penyusn organisme melalu biologi molekuler serta biokimia yang banyak didukung oleh perkembangan teknologi komputerisasi melalui bidang bioinformatika.

Pada masa sekarang ini, biologi mencakup bidang akademik yang sangat luas dan bersentuhan dengan bidang-bidang Sains yang lain, dan sering kali dipadang sebagai ilmu yang mandiri. Namun demikian, percabangan biologi selalu mengikuti tiga dimensi yang saling tegak lurus yaitu keanekaragaman (berdasarkan kelompok organisme), organisme kehidupan (tarap kajian dari sistem kehidupan) dan interaksi (hubungan antar unit kehidupan serta antar unit kehidupan dengan lingkungannya).

14


(26)

Meskipun konsep dasar biologi merupakan abstrak dari fenomena visual, Biologi sebagai ilmu yang dapat dilihat sebagai gambar juga merupakan suatu hakikat utama. Pembelajaran Biolgi akan menyusun rangkaian gambar dan membuat interkoneksi, kemudian menyusun absraksi sehingga lahirlah konsep. Visualisasi aspek biologi dengan demikian menjadi kata kunci pembelajaran. Pada akhirnya, pemahaman konsep akan menentukan penyumbangan ilmu pengetahuan.

3. Karakteristik Konsep Monera

Materi yang diambil dalam penelitian ini adalah monera. Menurut struktur

keilmuan biologi yang dikembangkan oleh BSCS (Biological Science Curriculum

Study) materi tersebut dikaji dari tingkat sel maupun individu. Sedangkan pada materi monera obyek yang diteliti tidak terdapat pada struktur BSCS tetapi sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, obyek biologi juga terus berkembang. Klasifikasi makhluk hidup yang hanya 3 kingdom (Plantae, Animalia, Protista) berubah menjadi 5 kingdom yaitu: Plantae, Animalia, Protista, Monera, Fungi. Klasifikasi 5 kingdom kemudian berubah menjadi 6 kingdom yaitu: Plantae,

Animalia, Protista, Fungi, Archaebacteria, dan Eubacteria.15

Monera adalah materi kelas X semester 1. Standar kompetensi yang harus dicapai yaitu Siswa mampu mengaplikasikan prinsip-prinsip pengelompokkan makhluk hidup untuk mempelajari keanekaragamannya dan peran keanekaragaman hayati bagi kehidupan. Kompetensi dasar yang harus tercapai yaitu Mendeskripsikan monera dan mengkomunikasikan peranannya dalam kehidupan. Sedangkan Materi pokok Monera yaitu Ciri, Struktur, Replikas dan Peranan Monera dalam Kehidupan. Monera merupakan organisme mikroskopis sehingga siswa tidak dapat mengamati secara langsung. Monera adalah organisme prokariotik yang tidak mempunyai membran inti, biasanya bersel tunggal dengan bagian-bagian inti tersebar di dalam sel.

Organisme yang termasuk kingdom monera adalah bakteri dan ganggang

hijau biru (Cyanobacteria). Bakteri adalah organisme bersel tunggal, tidak memiliki

membran inti. Ukuran tubuh bakteri bervariasi, namun rata-rata sel bakteri

15


(27)

berukuran 1-5 mikron. Bakteri dapat hidup diberbagai lingkungan misalnya di tubuh organisme, di tanah, air tawar dan air laut. Bakteri umumnya tidak berklorofil sehingga sebagian besar bersifat heterotrop. Struktur tubuh bakteri dapat dibagi menjadi struktur dasar (flagela, kapsul, dinding sel, mesosom, membran sel, sitoplasma, tilakoid, ribosom) dan struktur tambahan. Struktur dasar dimiliki hampir semua jenis bakteri, sedangkan struktur tambahan dimiliki oleh jenis bakteri tertentu. Bakteri pada umumnya dikenal memiliki tiga bentuk yaitu kokus (bulat), basil (batang), dan spiral.

Terdapat dua cara reproduksi bakteri yaitu secara aseksual dengan membelah diri dan secara seksual yang sering disebut paraseksual. Paraseksual pada bakteri dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu konjugasi, transformasi, dan transduksi. Bakteri mempunyai peranan dalam kehidupan manusia. Ada bakteri yang menguntungkan misalanya membantu mencerna sisa makanan, menambat N2 dari udara, mengubah bahan makanan, pemecahan logam dan sebagai penghasil antibiotik. Disamping menguntungkan banyak pula bakteri yang merugikan bagi manusia misalnya berbagai jenis bakteri patogen (penyebab penyakit) dan bakteri

yang membusukkan makanan. Cyanobacteria adalah organisme prokariotik yang

umumnya memiliki klorofil dan fikosianin. Ukuran tubuhnya bervariasi sekitar 1µ sampai 60. Tubuh ada yang bersel satu, ada yang hidup berkoloni dan ada pula yang

berupa filamen. Struktur Cyanobacteria mirip dengan struktur bakteri. Ada tiga cara

reproduksi Cyanobacteria yaitu pembelahan sel, fragmentasi dan pembentukan

spora (akinet).

Berdasarkan karakteristik tersebut maka untuk mempelajari Monera dibutuhkan suatu media yang dapat membantu siswa untuk memahami materi tersebut. Media pembelajaran yang dapat digunakan misalnya gambar, chart, dan VCD pembelajaran. Dengan adanya media pembelajaran tersebut maka siswa dapat diarahkan untuk mengeksploitasi media pembelajaran yang digunakan. Dengan demikian siswa dapat lebih memahami materi Monera.


(28)

4. Kesulitan Belajar

a. Pengertian Kesulitan Belajar

kesulitan belajar merupakan terjemahan istilah bahasa inggris learning

disability. Terjemahan tersebut, sesungguhnya kurang tepat karena learning

artinya belajar dan disability artinya ketidakmampuan; sehingga terjemahan

yang benar seharusnya adalah ketidakmampuan belajar.

Kesulitan belajar di sekolah bisa bermacam-macam yang dapat dikelompokkan berdasarkan sumber kesulitan dalam proses belajar, baik dalam hal menerima pelajaran atau dalam menyerap pelajaran. Dengan demikian pengertian kesulitan belajar disini harus diartikan sebagai kesukaran siswa dalam menerima atau menyerap pelajaran di sekolah. Jadi kesulitan belajar yang

dihadapi siswa terjadi pada waktu mengikuti pelajaran yang

disampaikan/ditugaskan oleh seorang guru.16

Pada dasarnya setiap orang itu memiliki perbedaan dalam hal intelektual, kemampuan fisik, latar belakang keluarga, kebiasaan dan pendekatan dalam belajar yang dapat mempengaruhi kemampuan mereka dalam menerima pelajaran. Ada orang yang merasa bahwa belajar merupakan hal yang mudah, ada yang biasa saja bahkan ada yang merasa sulit. Hal tersebut dapat kita lihat dari nilai atau prestasi yang mereka peroleh. Siswa yang mengalami kesulitan dalam belajar akan memperoleh nilai yang kurang memuaskan dibandingkan siswa lainnya. "Fenomena kesulitan belajar seorang siswa biasanya tampak jelas

dari menurunnya kinerja akademik atau prestasi belajamya.17

Kesulitan belajar siswa mencakup pengetian yang luas, diantaranya: (a) learning disorder; (b) learning disfunction; (c) underachiever; (d) slow learner,

dan (e) learning diasbilities. Di bawah ini akan diuraikan dari masing-masing

pengertian tersebut.

1. Learning Disorder atau kekacauan belajar adalah keadaan dimana proses belajar seseorang terganggu karena timbulnya respons yang bertentangan. Pada dasarnya, yang mengalami kekacauan belajar, potensi dasarnya tidak

16

Alisuf Sabri. Psikologi Pendidikan.( Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya. 2007), Cet. Ke-3, h.88

17


(29)

dirugikan, akan tetapi belajarnya terganggu atau terhambat oleh adanya respons-respons yang bertentangan, sehingga hasil belajar yang dicapainya lebih rendah dari potensi yang dimilikinya. Contoh : siswa yang sudah terbiasa dengan olah raga keras seperti karate, tinju dan sejenisnya, mungkin akan mengalami kesulitan dalam belajar menari yang menuntut gerakan lemah-gemulai.

2. Learning Disfunction merupakan gejala dimana proses belajar yang dilakukan siswa tidak berfungsi dengan baik, meskipun sebenarnya siswa tersebut tidak menunjukkan adanya subnormalitas mental, gangguan alat dria, atau gangguan psikologis lainnya. Contoh : siswa yang yang memiliki postur tubuh yang tinggi atletis dan sangat cocok menjadi atlet bola volley, namun karena tidak pernah dilatih bermain bola volley, maka dia tidak dapat menguasai permainan volley dengan baik.

3. Under Achiever mengacu kepada siswa yang sesungguhnya memiliki tingkat potensi intelektual yang tergolong di atas normal, tetapi prestasi belajarnya tergolong rendah. Contoh : siswa yang telah dites kecerdasannya dan menunjukkan tingkat kecerdasan tergolong sangat unggul (IQ = 130 – 140), namun prestasi belajarnya biasa-biasa saja atau malah sangat rendah.

4. Slow Learner atau lambat belajar adalah siswa yang lambat dalam proses belajar, sehingga ia membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan kelompok siswa lain yang memiliki taraf potensi intelektual yang sama. 5. Learning Disabilities atau ketidakmampuan belajar mengacu pada gejala

dimana siswa tidak mampu belajar atau menghindari belajar, sehingga hasil

belajar di bawah potensi intelektualnya.18

Bila diamati, ada sejumlah siswa yang mendapat kesulitan dalam mencapai hasil belajar secara tuntas dengan variasi dua kelompok besar. Kelompok pertama merupakan sekelompok siswa yang belum mencapai tingkat ketuntasan, akan tetapi sudah hampir mencapainya. Siswa tersebut mendapat

18

Www.pikiran -rakyat.com Syarif Hidayat, (2004) Tes Diagnostik Atasi Siswa Sulit Belajar, Suplemen Teropong,


(30)

kesulitan dalam menetapkan penguasaan bagian-bagian yang sulit dari seluruh bahan yang harus dipelajari.

Kelompok yang lain, adalah sekelompok siswa yang belum mencapai tingkat ketuntasan yang diharapkan karena ada konsep dasar yang belum dikuasai. Bisa pula ketuntasan belajar tak bisa dicapai karena proses belajar yang sudah ditempuh tidak sesuai dengan karakteristik murid yang bersangkutan. Jenis dan tingkat kesulitan yang dialami oleh siswa tidak sama karena secara konseptual berbeda dalam memahami bahan yang dipelajari secara menyeluruh.

Perbedaan tingkat kesulitan ini bisa disebabkan tingkat pengusaan bahan sangat rendah, konsep dasar tidak dikuasai, bahkan tidak hanya bagian yang sulit tidak dipahami, mungkin juga bagian yang sedang dan mudah tidak dapat dukuasai dengan baik.

Kesulitan belajar dapat berwujud sebagai suatu kekurangan dalam satu atau lebih bidang akademik, baik dalam mata pelajaran yang spesifik seperti membaca, menulis, matematika dan mengeja, atau dalam berbagai keterampilan yang bersifat lebih umum seperti mendengarkan, berbicara dan berpikir.

Dari uraian tersebut, dapat diketahui bahwa kesulitan belajar tidak hanya dialami oleh siswa yang berkemampuan kurang (dibawah rata-rata), tetapi juga dapat dialami oleh siswa yang berkemampuan rata-rata (normal) bahkan yang

berkemampuan kinerja akademik yang sesuai dengan harapan.19

Perbedaan individual siswa merupakan salah satu penyebab kesulitan belajar dan proses belajar mengajar di sekolah. Faktor psikologi seperti perasaan tertekan yang disebabkan karena keadaan keluarga bisa saja menjadi penyebab seseorang mendapatkan hasil yang kurang baik dalam suatu tes bidang studi.

Disamping itu, penyebab jeleknya nilai yang diperoleh siswa dari suatu mata pelajaran bisa jadi karena ketidaksukaan siswa kepada gurunya atau cara gurunya mengajar. Bila nilai perolehan siswa umumnya atau semuanya jelek, ini besar kemungkinan karena rendahnya kemampuan siswa tersebut.

19


(31)

Mulyono Abdurrahman mengklasifikasikan kesulitan belajar ke dalam

dua kelompok20 :

1) Kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan (developmental

learning disabilities)

Kesulitan belajar ini mencakup gangguan motorik dan persepsi, kesulitan belajar bahasa dan komunikasi dan kesulitan belajar yang

disebabkan oleh tidak dikuasainya keterampilan prasyarat, yaitu

keterampilan yang harus dikuasai lebih dahulu agar dapat menguasai bentuk keterampilan berikutnya. Kesulitan belajar yang bersifat perkembangan biasanya sukar diketahui karena tidak ada pengukuran-pengukuran yang sistematik seperti halnya dalam bidang akademik.

2) Kesulitan belajar akademik (academic learning disabilities)

Kesulitan belajar akademik mengarah pada adanya kegagalan-kegagalan dalam mencapai prestasi akademik yang sesuai dengan kapasitas yang diharapkan. Kegagalan tersebut mencakup penguasaan keterampilan dalam membaca, menulis ataupun matematika. Kesulitan ini dapat diketahui ketika siswa gagal menampilkan salah satu atau beberapa kemampuan akademik.

Salah satu kemampuan dasar yang umumnya dipandang paling penting dalam kegiatan belajar adalah kemampuan untuk memusatkan perhatian atau yang sering disebut perhatian selektif. Perhatian selektif adalah kemampuan untuk memilih salah satu di antara sejumlah rangsangan seperti rangsangan auditif, taktil, visual, dan kinestetik yang mengenai manusia setiap saat. Seperti dijelaskan oleh Ross, perhatian selektif (selective attention) membantu manusia membatasi jumlah rangsangan yang perlu diproses pada suatu waktu tertentu. Jika seorang anak memperhatikan dan bereaksi terhadap banyak rangsangan, maka akan semacam itu

dipandang sebagai anak yang terganggu perhatiannya (distractible).21

20

http://hasanroch.wordpress.com/2008/09/08/hakikat-kesulitan-belajar/

21


(32)

b. Gejala-gejala kesulitan belajar

Kegiatan belajar mengajar di dalam kelas yang dilakukan guru bersama murid akan menghasilkan kelompok yang cepat belajar dengan prestasi baik, kelompok murid yang sedang dengan prestasi sedang dan kelompok murid yang lambat belajar dengan prestasi rendah. Hal ini biasanya menimbulkan reaksi-reaksi tertentu yang dapat menimbulkan masalah dalam belajar.

Adapun gejala kesulitan belajar dapat terlihat dengan memperhatikan beberapa ciri-ciri tingkah laku yang merupakan manifestasi dari gejala kesulitan belajar, yaitu:

1) Menunjukkan hasil belajar yang rendah (dibawah rata-rata nilai yang dicapai

oleh kelompok belajar di kelas).

2) Hasil yang di capai tidak seimbang dengan usaha yang dilakukan, mungkin

ada murid yang selalu berusaha untuk belajar dengan giat tetapi nilai yang dicapai kurang dan tidak sesuai dengan harapan.

3) Lambat dalam melakukan dan mengerjakan tugas-tugas kegiatan belajar. Ia

selalu tertinggal dari kawan-kawannya dalam menyelesaikan tugas-tugas sesuai dengan waktu yang tersedia.

4) Menunjukkan sikap-sikap yang kurang wajar, menentang, berpura-pura,

masa bodoh dan berdusta.

5) Menunjukkan tingkah laku yang menyimpang, seperti membolos, datang

terlambat, tidak mengerjakan tugas, mengasingkan diri, tidak bisa bekerja sama, mengganggu teman baik di luar maupun di dalam kelas, tidak mau mencatat pelajaran, tidak teratur belajar dan kurang percaya diri.

6) Menunjukkan gejala emosional yang kurang wajar yaitu pemurung, mudah

tersinggung, tidak atau kurang gembira dalam menghadapi situasi tertentu.22

Kesulitan belajar akademik mengarah pada adanya kegagalan-kegagalan dalam mencapai prestasi akademik yang sesuai dengan kapasitas yang di harapkan. Kegagalan tersebut mencakup penguasaan keterampilan dalam

22

Kadeni, Peranan Guru Dalam Membantu Mengatasi Kesulitan Belajar, (Jurnal Cakrawala Pendidikan, 2003), Volume 5 no. 1, Edisi April


(33)

membaca, menulis ataupun matematika. Kesulitan ini dapat diketahui ketika siswa gagal menampilkan salah satu atau beberapa kemampuan akademik.

Sementara itu, Abin Syamsuddin. mengidentifikasi siswa yang diduga mengalami kesulitan belajar, yang ditunjukkan oleh adanya kegagalan siswa dalam mencapai tujuan-tujuan belajar. Menurut dia bahwa siswa dikatakan gagal dalam belajar apabila :

1) Siswa dikatakan gagal apabila dalam batas waktu tertentu yang bersangkutan

tidak mencapai ukuran tingkat keberhasilan atau tingkat penguasaan (level of

mastery) minimal dalam pelajaran tertentu, seperti yang telah ditetapkan oleh

seorang dewasa atau guru (criterion referenced). Siswa dikatakan gagal

apabila siswa yang bersangkutan tidak mengerjakan atau mencapai prestasi yang semestinya (berdasarkan ukuran tingkat kemampuan inteligensi dan bakat).

2) Siswa dikatakan gagal apabila yang bersangkutan tidak dapat mewujudkan

tugas-tugas perkembangan atau tidak dapat mencapai prestasi semestinya, termasuk penguasaan sosial dilihat berdasarkan ukuran tingkat kemampuan, bakat atau kecerdasan yang dimilikinya. Siswa ini dapat digolongkan ke

dalam under achiever

3) Siswa dikatakan gagal kalau yang bersangkutan tidak berhasil mencapai

tingkat penguasaan yang di perlukan sebagai prasyarat (pre requesite) bagi

kelanjutan (continuity) pada tingkat pelajar berikutnya. Siswa ini dapat

digolongkan ke dalam slow learner atau belum matang (immature) sehingga

harus menjadi pengulang.23

Untuk dapat menetapkan gejala kesulitan belajar dan menandai siswa yang mengalami kesulitan belajar, maka diperlukan kriteria sebagai batas atau patokan, sehingga dengan kriteria ini dapat ditetapkan batas dimana siswa dapat diperkirakan mengalami kesulitan belajar. Terdapat empat ukuran dapat menentukan kegagalan atau kemajuan belajar siswa : (1) tujuan pendidikan; (2) kedudukan dalam kelompok; (3) tingkat pencapaian hasil belajar dibandinngkan dengan potensi; dan (4) kepribadian.

23


(34)

1. Tujuan pendidikan

Dalam keseluruhan sistem pendidikan, tujuan pendidikan merupakan salah satu komponen pendidikan yang penting, karena akan memberikan arah proses kegiatan pendidikan. Segenap kegiatan pendidikan atau kegiatan pembelajaran diarahkan guna mencapai tujuan pembelajaran. Siswa yang dapat mencapai target tujuan-tujuan tersebut dapat dianggap sebagai siswa yang berhasil. Sedangkan, apabila siswa tidak mampu mencapai tujuan-tujuan tersebut dapat dikatakan mengalami kesulitan belajar. Untuk menandai mereka yang mendapat hambatan pencapaian tujuan pembelajaran, maka sebelum proses belajar dimulai, tujuan harus dirumuskan secara jelas dan operasional.

Selanjutnya, hasil belajar yang dicapai dijadikan sebagai tingkat pencapaian tujuan tersebut. Secara statistik, berdasarkan distribusi normal, seseorang dikatakan berhasil jika siswa telah dapat menguasai sekurang-kurangnya 60% dari seluruh tujuan yang harus dicapai. Namun jika

menggunakan konsep pembelajaran tuntas (mastery learning) dengan

menggunakan penilaian acuan patokan, seseorang dikatakan telah berhasil dalam belajar apabila telah menguasai standar minimal ketuntasan yang telah ditentukan sebelumnya atau sekarang lazim disebut Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Sebaliknya, jika penguasaan ketuntasan di bawah kriteria minimal maka siswa tersebut dikatakan mengalami kegagalan dalam belajar. Teknik yang dapat digunakan ialah dengan cara menganalisis prestasi belajar dalam bentuk nilai hasil belajar.

2. Kedudukan dalam Kelompok

Kedudukan seorang siswa dalam kelompoknya akan menjadi ukuran dalam pencapaian hasil belajarnya. Siswa dikatakan mengalami kesulitan belajar, apabila memperoleh prestasi belajar di bawah prestasi rata-rata kelompok secara keseluruhan. Misalnya, rata-rata prestasi belajar kelompok 8, siswa yang mendapat nilai di bawah angka 8, diperkirakan mengalami kesulitan belajar. Dengan demikian, nilai yang dicapai seorang akan memberikan arti yang lebih jelas setelah dibandingkan dengan prestasi yang


(35)

lain dalam kelompoknya. Dengan norma ini, guru akan dapat menandai siswa-siswa yang diperkirakan mendapat kesulitan belajar, yaitu siswa yang mendapat prestasi di bawah prestasi kelompok secara keseluruhan.

Secara statistik, mereka yang diperkirakan mengalami kesulitan adalah mereka yang menduduki 25 % di bawah urutan kelompok, yang biasa

disebut dengan lower group. Dengan teknik ini, kita mengurutkan siswa

berdasarkan nilai nilai yang dicapainya. dari yang paling tinggi hingga yang paling rendah, sehingga siswa mendapat nomor urut prestasi (ranking). Mereka yang menduduki posisi 25 % di bawah diperkirakan mengalami kesulitan belajar. Teknik lain ialah dengan membandingkan prestasi belajar setiap siswa dengan prestasi rata-rata kelompok. Siswa yang mendapat prestasi di bawah rata – rata kelompok diperkirakan pula mengalami kesulitan belajar.

3. Perbandingan antara potensi dan prestasi

Prestasi belajar yang dicapai seorang siswa akan tergantung dari tingkat potensinya, baik yang berupa kecerdasan maupun bakat. Siswa yang berpotensi tinggi cenderung dan seyogyanya dapat memperoleh prestasi belajar yang tinggi pula. Sebaliknya, siswa yang memiliki potensi yang rendah cenderung untuk memperoleh prestasi belajar yang rendah pula. Dengan membandingkan antara potensi dengan prestasi belajar yang

dicapainya kita dapat memperkirakan sampai sejauhmana dapat

merealisasikan potensi yang dimikinya. Siswa dikatakan mengalami kesulitan belajar, apabila prestasi yang dicapainya tidak sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Misalkan, seorang siswa setelah mengikuti pemeriksaan psikologis diketahui memiliki tingkat kecerdasan (IQ) sebesar 120, termasuk kategori cerdas dalam skala Simon & Binnet. Namun ternyata hasil belajarnya hanya mendapat nilai angka 6, yang seharusnya dengan tingkat kecerdasan yang dimikinya dia paling tidak dia bisa memperoleh angka 8. Contoh di atas menggambarkan adanya gejala kesulitan belajar,


(36)

4. Kepribadian

Hasil belajar yang dicapai oleh seseorang akan tercerminkan dalam seluruh kepribadiannya. Setiap proses belajar akan menghasilkan perubahan-perubahan dalam aspek kepribadian. Siswa yang berhasil dalam belajar akan menunjukkan pola-pola kepribadian tertentu, sesuai dengan tujuan yang tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Siswa diakatan mengalami kesulitan belajar, apabila menunjukkan pola-pola perilaku atau kepribadian yang menyimpang dari seharusnya, seperti : acuh tak acuh, melalaikan tugas, sering membolos, menentang, isolated, motivasi lemah, emosi yang tidak

seimbang dan sebagainya.24

c. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesulitan Belajar

Sangat disadari bahwa belajar itu amat ditentukan oleh bagaimana proses belajar itu dilakukan. Dalam proses belajar itu banyak faktor yang mempengaruhinya. Secara global, faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa dapat dibedakan menjadi dua bagian besar, yaitu: faktor yang berasal dari diri individu siswa yang belajar (faktor internal) dan faktor yang berasal dari luar diri siswa (faktor eksternal).

Faktor internal yang ada pada diri siswa itu adalah faktor kemampuan intelektual, faktor apektif seperti perasaan, minat, motivasi, kematangan untuk belajar, kebiasaan belajar, kemampuan menngingat dan kemampuan alat inderanya dalam melihat, mendengar. Sedangkan faktor eksternal yang ada di luar diri siswa adalah faktor-faktor yang berkaitan dengan kondisi belajar mengajar sepeti guru, kualitas proses belajar mengajar serta lingkungan seperti teman sekelas, keluarga dan sebagainya.

Berdasarkan kedua faktor yang ada di dalam dan di luar diri siswa tersebut, maka penyebab timbulnya kesulitan belajar siswa di sekolah sebagai berikut :

1) Rendahnya kemampuan intelektual atau kecerdasan anak

2) Gangguan-gangguan perasaan atau emosi

24

Www.pikiran -rakyat.com Syarif Hidayat, (2004) Tes Diagnostik Atasi Siswa Sulit Belajar, Suplemen Teropong,


(37)

3) Kurangnya motivasi dalam belajar

4) Kurangnya kematangan untuk belajar

5) Latar belakng sosial yang tidak menunjang

6) Kebiasaan belajar yang kurang baik

7) Kemampuan mengingat yang lemah atau rendah

8) Terganggunya alat indera

9) Proses belajar mengajar yang tidak sesuai

10)Tidak adanya dukungan dari llingkungan belajar25

Sedangkan menurut Muhibin Syah faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu :

1) Faktor internal yaitu faktor yang berasal dari dalam diri siswa, yang meliputi

keadaan atau kondisi jasmani dan rohani siswa.

2) Faktor ekternal, yaitu faktor yang berasal dari luar siswa yang meliputi

kondisi lingkungan di sekitar siswa.

3) Faktor pendekatan belajar (approach to learning), yaitu jenis upaya belajar

siswa meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan

kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran.26

Selanjutnya Muhibin Syah dalam bukunya yang berjudul Psikologi belajar, menjelaskan bahwa: secara garis besar faktor-faktor penyebab timbulnya kesulitan belajar terdiri atas dua macam, yaitu :

1. Faktor intern siswa, yakni hal-hal atau keadaan yang muncul dari dalam diri

siswa sendiri.

2. Faktor ekstern siswa, yakni hal-hal atau keadaan-keadaan yang datang dari

luar diri siswa.

Kedua faktor ini meliputi aneka ragam hal dan keadaan yang antara lain: a. Faktor intern siswa

Faktor intern siswa meliputi keskurangmampuan psiko-fisik siswa, yakni :

25

Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan, (Jakarta : Pedoman Ilmu Jaya 2007), Cet Ke-3, hal. 89-90

26

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004), Cet. Ke-9, h. 132


(38)

1) Yang bersifat kognitif (ranah cipta), antara lain seperti rendahnya kapasitas intelektual/intelektual siswa;

2) Yang bersifat apektif (ranah rasa), antara lain seperti labilnya emosi dan

sikap;

3) Yang bersifat psikomotor (ranah karsa), antara lain seperti terganggunya

alat-alat indera penglihat dan pendengar (mata dan telinga). b. Faktor ekstern siswa

Faktor ekstern siswa meliputi semua situasi dan kondisi lingkungan sekitar yang tidak mendukung aktivitas belajar siswa. Faktor lingkungan ini meliputi :

1) Lingkungan keluarga, contohnya: ketidakharmonisan hubungan antara

ayah dengan ibu, dan rendahnya kehidupan ekonomi keluarga.

2) Lingkungan masyarakat, contohnya : wilayah perkampungan kumuh

(slum area), dan teman sepermainan (peer group) yang nakal.

3) Lingkungan sekolah, contohnya : kondisi dan letak gedung sekolah yang

buruk seperti dekat pasar, kondisi guru dan alat-alat belajar yang berkualitas rendah.

Selain faktor-faktor yang bersifat umum di atas, ada pula faktor-faktor lain yang juga menimbulkan kesulitan belajar siswa. Diantara faktor-faktor yang dapat dipandang sebagai faktor khusus ini ialah sindrom psikologi berupa learning disability (ketidakmampuan belajar). Sindrom (syndrome) yang berarti satuan gejala yang muncul sebagai indikator adanya keabnormalan psikis yang menimbulkan kesulitan belajar itu terdiri atas :

1) Disleksia (dyslexia), yakni ketidakmampuan belajar membaca;

2) Disgrafia (dysgraphia), yakni ketidakmampuan belajar menulis;

3) Diskalkulia (dyscalculia), yakni ketidakmampuan belajar matematika.

Namun demikian, siswa yang mengalami sindrom-sindrom di atas secara umum sebenarnya memiliki potensi IQ yang normal, bahkan diantaranya ada yang memiliki kecerdasan di atas rata-rata. Oleh karenanya, kesulitan belajar


(39)

siswa yang menderita sindrom-sindrom tadi mungkin hanya disebabkan oleh

adanya minimal brain dysfunction, yaitu gangguan ringan pada otak.27

Faktor-faktor di atas dalam banyak hal sering sekali berkaitan dan

mempengaruhi satu sama lain. Seorang siswa yang bersikap conserving terhadap

ilmu pengetahuan atau bermotif ekstrinsik (faktor ekstrenal) umpamanya, biasanya cenderung mengambil pendekatan belajar yang sederhana dan tidak mendalam. Sebaliknya, seorang siswa yang yang berinteligensi tinggi (faktor internal) dan mendapat dorongan positif dari orang tuanya (faktor ekternal), mungkin akan memilih pendekatan belajar yang lebih mementingkan kualitas hasil pembelajaran. Jadi, karena pengaruh faktor-faktor tersebut di ataslah,

muncul siswa siswi yang high-achievers (berprestasi tinggi) dan under-achievers

(berprestasi rendah) atau gagal sama sekali.

Menurut Kostoer Partowisastro Hadi Auprapto kesulitan dalam belajar tersebut dapat disebabkan oleh berbagai hal, diantaranya sebagai berikut: 1) Masalah Penglihatan dan atau Pendengaran

Merupakan keluhan yang masih dapat diobati, dilakukan suatu pengobatan secara medis untuk penanggulangannya. Selain itu peran serta guru dalam pengaturan kelas sangat diperlukan seperti penyaluran cahaya yang masuk, pengaturan terhadap duduk dan sikap anak dalam membaca dan menulis. Sehingga ruang kelas dapat tercipta suatu keadaan yang ideal dapat menjadi suatu tempat penyalur informasi yang efektif, bermanfa'at besar dan mantap bagi murid.

2) Masalah Perseptual

Dalam penyajian suatu pelajaran perlu adanya redudancy yaitu suatu

penyampaian bahan dengan memakai bermacam-macam metode pada suatu penyampaian bahan atau materi dengan cara yang sama pada waktu yang berbeda. Keterampilan anak dalam berbagai bidang misalnya dalam membaca, berbahasa matematik di dasari oleh kemampuan persepsi. Apabila kemampuan perseptual ini lemah maka penangkapan terhadap informasi

27


(40)

sering tidak sesuai dengan harapan. Oleh karena merupakan kewajiban guru untuk mengajar anak mencapai tingkat persepsi yang matang dan mantap. 3) Masalah Gizi

Dalam memilih makanan yang penting adalah mutu dan gizinya, Tetapi banyak ornag tua maupun anak itu sendiri kurang memahami makanan yang sehat itu, bagai mana cara hidup sehat dan masih banyak yang belum mempraktekan dalam kehidupan sehari-hari, misalnya makan tidak teratur, yang dapat menyebabkan sakit dan tidak disadari oleh para orang tua dan anak itu sendiri.

4) Masalah Minuman Keras dan Narkotika

Memasuki era millenium 3 masalah minuman keras, narkotika, ganja dan sebagainya di Indonesia sudah meluas di masyarakat. Sehingga hal itu harus diwaspadai oleh seluruh lapisan masyarakat, baik anak didik, pendidik, orang tua, masyarakat dan pemerintah, sebab minuman keras dan narkotik dapat merusak jiwa dan mental anak yang bakhirnya membuat kesulitan dalam belajar dan dapat membuat kebodohan bangsa, sehingga perlu dimusnakan dari Indonesia.

5) Masalah Kelelahan

Hal ini dapat terjadi jika melakukan sesuatu dengan berlebihan karena tidak ada keteraturan dan kebiasaan pola hidup sehat. Keadaan kelelahan dapat diatasi dengan membiasakan pola hidup sehat.

6) Masalah Harapan Orang Tua

Wajar bila orang tua itu mempunyai harapan dan cita-cita besar terhadap anaknya. Namun harapan dan cita-cita ini kadang tidak sesuai dengan kemampuan anak, sehingga membuat anak menjadi malas dan mengalami kesulitan dalam belajarnya. Memang masih banyak orang tua yang belum mengenal kemampuan anaknya, bahkan anak itu sendiripun masih banyak yang belum mengenal dirinya sendiri. Oleh karena itu merupakan tugas guru untuk memberikan usaha bantuan melalui suatu informasi pendidikan.


(41)

7) Masalah Disharmoni dalam Keluarga

Situasi keluarga yang tidak harmonis, yang sering terjadi pertengkaran dan percekcokan dapat membuat anak menjadi hiperaktif dan masa bodoh dalam belajar, sehingga anak mengalami kesulitan dalam belajarnya.

8) Masalah Penguasaan Materi Pelajaran

Kekurangmantapan dalam penguasaan materi pelajaran secara beruntun, disebabkan karena tidak adanya persepsi yang baik dari pendidik dalam menyampaikan bahan atau materi pelajaran. Misalnya tidak sistematis atau meloncat-loncat sehingga tidak ada kesinambungan antara pelajaran satu dengan lainnya. Hal ini membuat anak didik menjadi bingung yang akhirnya anak hanya bersikap menerima pelajaran yang disampaikan guru tanpa mengetahui dan memahami isi materi pelajaran tersebut.

9) Masalah Minat

Minat yang kurang mengakibatkan hasil yang diperoleh kurang pula. Pada umumnya murid menaruh minat besar pada pelajaran tertentu saja, dan banyak pelajaran yang kurang diminati tetapi anak dipaksa mempunyai minat yang besar terhadap bidang pelajaran yang ada, sehingga anak tidak dapat berprestasi secara maksimal.

d. Cara Mengetahui Kesulitan Belajar 1) Pengenalan Kasus

Pengenalan kasus dapat ditempuh dengan bermacam-macam cara (metode) berdasarkan gejala-gejala yang nampak, sesuai dengan patokan atau ukuran kesulitan belajar. Dan cara yang dapat dipergunakan yaitu dengan melihat hasil belajar yang dicapai melalui angka-angka raport pada setiap semester. Mereka yang menunjukkan angka kurang (biasanya nilai 5 (lima) kebawah) dapat ditandai sebagai murid yang mengalami kesulitan belajar. Dengan demikian anak akan terkumpul sejumlah anak yang diperkirakan mengalami kesulitan belajar yaitu mereka (anak) yang prestasi belajarnya kurang. Kemudian diurutka siapa yang lebih memerlukan bantuan


(42)

atau bimbingan terlebih dahulu. Anak (mereka) yang telah ditetapkan untuk diberikan suatu bantuan atau bimbingan disebut sebagai kasus.

2) Menetapkan sifat dan Jenis Kesulitan

Langkah kedua ialah mencari pelajaran apa saja yang dihadapi oleh siswa kasus dalam kesulitan belajar. Hal ini dapat dilihat dalam pelajaran-pelajaran apa saja yang menunjukan nilai kurang atau sangat kurang. Apakah mereka (anak) mengalami kesulitan dalam menghafal, pemahaman arti, pengertian dasar, cara pengungkapan atau pengucapan, dalam rumus-rumus ataupun yang lain. Kemudian dijabarkan gejala-gejala yang nampak tersebut dalam mengkaji pelajaran, pekerjaan rumah dan sikap yang ditunjukan. 3) Mengetahui Sifat dan Jenis Kesulitan

Berdasarkan gejala yang nampak dalam kasus, lalu dicari latar belakang baik yang terdapat dalam diri (internal) maupun dari luar (eksternal) yang meliputi : tingkah lakunya, riwayat belajarnya, kemampuan dasar dan bakat, minat dan sikap, masalah pribadi yang dihadapi, memiliki cacat tubuh, keadaan kesehatan badan, keadaan lingkungan keluarga, kegiatan di luar sekolah, dan lingkungan masyarakat sebagai pendorong dan pendukung suatu keberhasilan dalam belajar. Hal tersebut dapat menggunakan berbagai teknik seperti observasi, wawancara, angket, tes, studi dokumentasi dan analisa pekerjaan bagi guru (pendidik).

4) Menetapkan Usaha Bantuan

Dengan adanya berbagai gejala kesulitan yang nampak dan latar belakang kesulitan yang telah ditetapkan dan diketahui maka selanjutnya dilakukan suatu tindakan-tindakan yang dapat dilakukan untuk memberikan dan bimbingan dalam kesulitan yang dihadapi sesuai dengan problem atau masalahnya. Usaha bantuan dapat berupa : (1) memberikan tugas tambahan dalam pelajaran tertentu; (2) mengubah metode mengajar dengan metode yang lain yang dipandang lebih sesuai dengan kemampuan murid; (3) memindahkan ke kelompok atau kelas atau sekolah lain yang diperkirakan dapat mambantu; (4) menjelaskan kepada teman yang lebih pandai untuk membantu dalam belajar; (5) memberikan latihan-latihan keterampilan


(43)

tertentu yang mendasari kemampuan belajar tertentu : latihan menghafal, membaca menulis rumus-rumus; (6) mendatangkan kepada ahli-ahli khusus seperti ahli bahasa, matematika, IPA, ahli pendidikan untuk memperoleh bantuan latihan; dan (7) mengembangkan bakat-bakat khusus tertentu melalui berbagai kegiatan.

e. Masalah Kesulitan Belajar

Masalah kesulitan belajar dibagi menjadi beberapa hal sebagai berikut:

1) Masalah Pendidikan

Masalah pendidikan meliputi (1) masalah keterlambatan akademis, yaitu masalah murid yang intelegensinya normal tetapi tidak dapat memamfaatkannya secara baik dan benar (2) masalah sangat cepat belajar, yaitu murid yang memiliki bakat akademis yang tinggi IQ nya tinggi (3) masalah anak lambat belajar, yaitu murid yang memiliki bakat akademis yang rendah IQ nya kurang.

2) Masalah-masalah Jasmani

Masalah-masalah jasmani meliputi : (1) masalah kehadiran, yaitu murid yang sering absen (baik dengan izin ataupun membolos atau baru mendapat sakit yang cukup lama) sehingga ketinggalan dalam kegiatan-kegiatan di sekolah dan (2) masalah jasmani umum, yaitu mereka mengalami kesulitan dalam penglihatan, pendengaran, pembicaraan. Mereka menjadi mengalami kegagalan atau ganguan dalam kegaiatan-kegiatan belajar. Sehingga anak menjadi cepat lelah, mengabaikan anak terlambat dalam kegiatan belajar.

3) Masalah-masalah Sosial, Emosional, dan Tingkah Laku

Masalah-masalah sosial, emosional dan tingkah laku meliputi : (1) masalah agresif, yaitu murid yang secara agresif mengganggu ketentraman orang lain, bertingkah laku tak terkendali, suka melawan dan melanggar peraturan; (2) masalah menyadari, yaitu murid yang sangat pemalu, penakut, mudah gentar suka memisahkan diri dari kawan-kawannya, mudah mengalami ketegangan. Juga mereka mengalami kesulitan dalam kegiatan kelompok, kurang berani (lemah) menghadapi orang lain. Sehingga mereka


(44)

memiliki perasaan yang mudah tersinggung dan mudah putus asa; (3) masalah tingkah laku, yaitu murid yang tidak menunjukan tingkah laku agresif atau menyendiri secara ekstrim, karena menganggap kurang adanya kerja sama atau dalam kehidupannya merasa tidak bahagia. Sehingga anak itu melakukan sesuatu dan tindakan yang tidak produktif.

f. Kesulitan Belajar Biologi

Proses belajar mengajar terjadi bila ada interaksi antara guru dengan murid, guru mengajar dan siswa belajar. Keberhasilan siswa dalam belajar ditentukan oleh banyak hal. Kesulitan yang mereka alami dalam belajar merupakan salah satu yang dapat menyebabkan seseorang kurang berhasil dalam belajar. Oleh sebab itu, setiap kesulitan yang dialami siswa harus dapat diketahui penyebabnya, sehingga dapat dicarikan jalan keluarnya. Adapun kesulitan dalam mempelajari biologi disebabkan oleh beberapa faktor antara lain :

1) Kurang cukupnya pembelajaran konsep

Jika seseorang memahami suatu konsep, maka dia akan menjabarkannya dengan tepat dan dapat memberikan contoh-contoh yang relevan terhadap konsep tersebut. Apabila siswa hanya memberikan suatu definisi saja, bukanlah berarti bahwa siswa tersebut sudah memahami konsep. Fakta inilah yang harus diketahui oleh guru. Kesulitan belajar

memahami suatu konsep dalam bidang biologi yaitu sulitnya

menghubungkan konsep yang satu dengan konsep lain yang saling berkaitan. Konsep-konsep biologi yang penting dan terkait dengan konsep-konsep biologi lain dirasa kurang mendapatkan penekanan dari guru, sehingga siswa mengalami kesulitan dalam menghubungkan konsep biologi yang satu dengan konsep biologi lainnya.

2) Metode yang digunakan guru kurang bervariasi dan tidak inovatif, sehingga membosankan dan tidak menarik minat siswa.

3) Siswa tidak pernah diberi pengalaman langsung atau contoh konkrit dalam mengamati suatu objek, baik melalui pengamatan di laboratorium maupun melalui lingkungan, sehingga siswa menganggap materi pelajaran biologi adalah abstrak dan sukar dipahami.


(45)

4) Kesulitan menafsirkan soal.

Hasil penelitian para ahli menunjukkan bahwa siswa memiliki masalah dalam pemahaman bacaan, sehingga siswa tidak tahu bagaimana menafsirkan suatu kalimat. Kadang-kadang siswa salah membaca dalam soal-soal yang sama persis sebelum mereka menemukan kesalahannya. Dengan demikian guru harus dapat menentukan sendiri apa yang menjadi kesalahan siswa tersebut. Agar guru dapat mengetahui kesalahannya, maka guru harus sering memberikan latihan soal.

Kesulitan belajar biologi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:

a) Macam-macam materi pokok

Karena materi yang diajarkan banyak dan bermacam-macam dalam mempelajarinya, sedangkan waktu yang digunakan untuk belajar terbatas kurang lebih satu semester ada enam bulan, sehingga hal ini dapat menimbulkan kesulitan dalam mempelajari materi biologi tersebut. Maka waktu yang tersedia hendaknya digunakan secara efisien, cara belajar diatur, disesuaikan dengan sifat materinya.

b) Kemauan untuk menghapal

Materi ilmu biologi mengandung pengertian-pengertian yang perlu dihapalkan. Agar tidak menemukan kesulitan dalam mempelajarinya, diperlukan usaha-usaha antara lain dengan meningkatkan kegemaran membaca. Membaca, besar pengaruhnya dalam belajar, karena hampir sebagian besar kegiatan belajar adalah membaca yang dapat mencapai nilai IPA lebih tinggi.

Menghapal konsep dan prinsip akan mempermudah dalam usaha menyelesaikan masalah, misalnya dalam menyelesaikan soal-soal, apabila telah hapal materinya, maka akan lebih mudah mengerjakannya. Jadi menghapal termasuk pekerjaan penting, maka dalam menghapal sebaiknya menggunakan teknik yang efektif dan tergantung kepada sifat-sifat materi yang akan dipelajari.


(46)

Adapun teknik menghapal antara lain adalah:

1) Menggunakan indera sebanyak-banyaknya, seperti melihat, menulis, mendengarkan dan mengucapkan.

2) Mencari kebiasaan yang dimiliki tiap siswa dalam belajar serta materi yang dipelajari.

3) Mengelompokkan semua materi yang akan dipelajari ke dalam beberapa kelompok sehingga mudah menangani.

4) Menggunakan jembatan keledai (inneoi), misalnya dalam menghapalkan nama-nama ilmiah untuk setiap spesies baik hewan maupun tumbuhan. 5) Mempelajari hubungan ke segala arah atau seluk beluk materi untuk

mencapai pemahaman.

6) Memberi waktu yang cukup untuk menghapal dengan menghapalkan satu persatu, juga sekaligus.

7) Teruskan belajar sampai tuntas

Dengan demikian, adanya kemauan untuk menghapal yang tinggi dimungkinkan dalam belajar materi biologi akan berhasil.

5. Pemahaman Konsep

Pemahaman konseptual adalah kunci dari pembelajaran. Salah satu tujuan pengajaran yang penting dalam membantu murid memahami konsep utama dalam suatu subjek, bahkan sekedar mengingat fakta yang terpisah-pisah. Dalam banyak kasus, pemahaman konsep akan berkembang apabila guru dapat membantu murid mengekplorasi topik secara mendalam dan memberi mereka contoh yang tepat dan menarik suatu konsep.

a. Pengertian Konsep

Konsep adalah kategori-kategori yang mengelompokan objek, kejadian, dan

karakteristik berdasarkan property umum.28 Konsep juga di definisikan elemen

dari kognisi yang membantu menyederhanakan dan meringkas informasi.29

28

Jhon W. Santrock., Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Prenada Media Group, 2007), Cet. 1 h. 352

29


(47)

Suatu konsep didefinisikan oleh Hulse, sebagai sekumpulan atau

seperangkat sifat yang di hubungkan oleh aturan-aturan tertentu.30 Solso juga

mendefinisikan bahwa konsep menunjuk pada sifat-sifat umum yang menonjol

dari satu objek atau ide.31

Suatu konsep dapat di bentuk melalui gambar visual dan kata bermakna atau sematik. Konsep juga membantu proses mengingat, membuatnya lebih efisien.

b. Proses Pembentukan Konsep

Yang dimaksud dengan pembentukan konsep adalah suatu proses pengelompokan atau mengklasifikasikan sejumlah objek, peristiwa atau ide yang

serupa yang dimilikinya ke dalam suatu kategori32 Dalam sejumlah hal, guru

bisa membantu murid untuk mengenali dan membentuk konsep yang efektif. Proses pembentukan konsep adalah sebagai berikut:

1) Mempelajari ciri-ciri konsep

Aspek penting dari pembentukan atau formasi konsep adalah mempelajari ciri utamanya, atributnya atau karakteristiknya. Ini adalah elemen pendefinisi suatu konsep, dimensi yang membuatnya berbeda dari konsep lain.

2) Mendefinisikan konsep dan memberi contoh

Satu aspek penting dari pengajaran konsep adalah mendefinisikan secara jelas dan memberi contoh yang cermat. Strategi contoh-aturan adalah salah satu cara yang efektif. Strategi ini terdiri dari empat langkah:

a) Mendefinisikan konsep

b) Jelaskan istilah-istilah dalam definisi konsep

c) Beri contoh untuk mengilustrasikan ciri utamanya

d) Memberi contoh tambahan

30

Suharnan, Psikologi Kognitif, (Surabaya: Srikandi, 2005), Cet. 1 h. 115

31

Suharnan, Psikologi Kognitif, (Surabaya: Srikandi, 2005), Cet. 1 h. 115

32


(48)

3) Membuat peta konsep

Sebuah peta konsep adalah presentasi visual dari koneksi konsep dan organisasi hierarki konsep.

4) Menguji Hipotesis

Hipotesis adalah asumsi spesifik dan prediksi tertentu yang dapat diuji untuk menentukan kebenarannya. Murid akan mendapat manfa'at dengan berlatih menyusun hipotesis tentang apa itu yang disebit dan apa

yang bukan.33

5) Penyusunan Prototipe

Dalam penyesuaian prototipe (Prototype matching), individu

memutuskan apakah suatu item termasuk anggota dari suatu kategori dengan

membandingkannya dengan item yang paling khas dari kategori itu.34

c. Jenis-jenis Konsep

Para ahli psikologi telah menggunakan berbagai macam objek sebagai stimulasi dalam penelitiannya mengenai bagaimana konsep-konsep dibentuk dan bagaimana pula benda-benda diklasifikasikan. Stimulus yang digunakan dimulai dari objek-objek alam disekitar manusia sampai stimulus buatan di labolatorium. Berdasarkan keasliannya, maka konsep dapat di bedakan menjadi konsep-konsep logis dan alami.

1) Konsep Logis

Konsep logis atau disebut juga konsep buatan digunakan dalam tugas belajar konsep dengan menghadirkan kepada subjek berbagai macam pola stimulus yang tidak biasa di alami di lingkungan sehari-hari. Stimulus dikonstruksi begitu sistematis sehingga memiliki dimensi-dimensi tertentu yang sangat jelas. Biasanya penelitian di labolatorium mengkontruksi pola-pola visual dengan berbagai macam ukuran, bentuk atau warna.

33

Jhon W. Santrock., Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Prenada Media Group, 2007), Cet. 1 h. 354

34


(49)

2) Konsep Alami

Ciri-ciri yang membedakan antara konsep logis dengan konsep alami ialah, bahwa atribut-atribut yang membedakan diantara konsep-konsep alami tidak dapat dibatasi secara tegas. Juga tidak ada aturan-aturan yang khusus yang digunakan untuk mengkategorikan objek-objek alami ke dalam konsep-konsep tertentu. Dengan kata lain, konsep-konsep alami memiliki definisi yang cacat

atau ill-defined. Berdasarkan hasil penelitian Reed menyimpulkan bahwa

tidak ada aturan logika sederhana yang menghubungkan ciri-ciri umum

sejumlah objek alami diklasifikasikan menurut prototipenya atau prototype

concept. Oleh karna tidak semua contoh objek alami memiliki atribut yang sama persis sebagai anggota suatu konsep, maka pembentukan

konsep-konsep alami juga bersifat propabilistik dan model jarak35.

3) Konsep Konkret

Konsep konkret adalah pengertian yang menunjuk kepada objek-objek di dalam lingkungan fisik. Konsep konkret mewakili golongan benda. Konsep konkret diperoleh melalui pengamatan terhadap lingkungan fisik, yang berbadan.

d. Strategi Belajar Konsep

Suatu aspek penting mengenai bagaimana orang-orang melakukan belajar konsep ialah terletak pada cara-cara mereka melakukan tugas sehingga menemukan konsep. Persoalan strategi ini telah menjadi objek penelitian para

ahli sejak diterbitkan karya penelitian Bruner, dkk.36 Strategi yang digunakan

dalam belajar konsep meliputi scanning dan focusing yang masing-masing

terdiri dari dua bagian.37

1) Strategi Scanning

Simultaneous Scanning. Subjek memulai dengan semua kemungkinan hipotesis. Kemudian membuang hipotesis-hipotesis yang tidak dapat dipertahankan.

35

Suharman, Psikologi Kognitif, (Surabaya: Srikandi, 2005), Cet. 1 h. 130

36

Suharman, Psikologi Kognitif, (Surabaya: Srikandi, 2005), Cet. 1 h. 134

37


(1)

NO Rentangan Skor Kategori Kesulitan Belajar

1 2 – 3 Sangat Tinggi

2 4 – 5 Tinggi

3 6 – 7 Sedang

4 8 – 9 Rendah

Tabel 4.6

Frekuensi Dan Persentase Kesulitan Belajar Yang Bersumber Dari Lingkungan Keluarga

No Kategori Frekuensi Relatif Persentasi (%)

1. 2. 3. 4.

Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah

5 4 20

1

16,7 % 13,3% 66,7 % 3,3 %


(2)

Tabel 4.7

Interval Rerata Kesulitan Belajar Siswa yang bersumber dari Lingkungan Keluarga

No Kategori Interval

1. 2. 3. 4.

Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah

2,5 ≤ Rerata Responden ≤ 4,5 4,5 ≤ Rerata Responden ≤ 6,5 6,5 ≤ Rerata Responden ≤ 8,5 8,5 ≤ Rerata Responden ≤ 9,5

Keterangan :

Skor Rerata Siswa = 5 Kategori Kesulitan = Tinggi

Persentasi

Frekuensi

Gambar 4.4

Frekuensi Dan Persentase Kesulitan Belajar Siswa Yang Bersumber Dari Lingkungan Keluarga

Tabel 3. 3 Interval Kategori 0

20 40 60 80 100

10 15 20 25 30

Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah


(3)

NO Rentangan Skor Kategori Kesulitan Belajar

1 2 – 3 Sangat Tinggi

2 4 – 5 Tinggi

3 6 – 7 Sedang

4 8 – 9 Rendah

Tabel 4.8

Frekuensi Dan Prosentase Kesulitan Belajar Yang Bersumber Dari Lingkungan Sekolah

No Kategori Frekuensi Relatif Persentasi (%)

1. 2. 3. 4.

Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah

- - 30

-

- - 100 %

-


(4)

Tabel 4.9

Interval Rerata Kesulitan Belajar Siswa yang bersumber dari Lingkungan Sekolah

No Kategori Interval

1. 2. 3. 4.

Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah

2,5 ≤ Rerata Responden≤ 4,5 4,5 ≤ Rerata Responden ≤ 6,5 6,5 ≤ Rerata Responden ≤ 8,5 8,5 ≤ Rerata Responden ≤ 10,5

Keterangan :

Skor Rerata Siswa = 6,5 Kategori Kesulitan = Sedang

Persentasi

Frekuensi

Gambar 4.5

Frekuensi Dan Persentase Kesulitan Belajar Siswa Yang Bersumber Dari Lingkungan Sekolah 0

20 40 60 80 100

10 15 20 25 30

Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah


(5)

Tabel 3. 3 Interval Kategori

NO Rentangan Skor Kategori Kesulitan Belajar

1 0,5 – 1,0 Sangat Tinggi

2 1,5 – 2,0 Tinggi

3 2,5 – 3,0 Sedang

4 3,5 – 4,0 Rendah

Tabel 4.10

Frekuensi Dan Prosentase Kesulitan Belajar Yang Bersumber Dari Lingkungan Masyarakat

No Kategori Frekuensi Relatif Persentasi (%)

1. 2. 3. 4.

Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah

4 13 12 1

13,3 % 43,4 % 40% 3,3 %


(6)

Tabel 4.11

Interval Rerata Kesulitan Belajar Siswa yang bersumber dari Lingkungan Masyarakat

No Kategori Interval

1. 2. 3. 4.

Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah

0,75 ≤ Rerata Responden ≤ 1,75 1,75 ≤ Rerata Responden ≤ 2,75 2,75 ≤ Rerata Responden ≤ 3,75 3,75 ≤ Rerata Responden ≤ 4,75

Keterangan :

Skor Rerata Siswa = 2,5 Kategori Kesulitan = Tinggi

Persentasi

Frekuensi

Gambar 4.6

Frekuensi Dan Persentase Kesulitan Belajar Siswa Yang Bersumber

0 20 40 60 80 100

10 15 20 25 30

Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah