dipengaruhi oleh tata letak rumah juga dipengaruhi oleh kebiasaan penghuni rumah untuk membuka jalan masuknya cahaya. Padatnya bangunan dalam suatu lahan juga dapat
mempengaruhi intensitas pencahayaan matahari yang masuk ke dalam ruangan. Kondisi inilah yang sebagian besar dimiliki oleh sampel sehingga saat peneliti melakukan observasi
dan pengukuran dalam ruangan pencahayaan alami yang diperoleh kurang atau minim. Cahaya matahari selain untuk penerangan dapat juga untuk membunuh bakteri-bakteri
patogen yang hidup dalam rumah, seperti bakteri streptococcus pneumoniae dimana memiliki sifat mampu bertahan selama beberapa hari dalam pembenihan biasa dan mati oleh sinar
matahari langsung. Hal ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Pangendaheng 2014 mengenai
hubungan antara faktor-faktor lingkungan fisik rumah dengan kejadian pneumonia pada
balita di wilayah kerja Puskesmas Tobelo Kabupaten Halmahera Utara. Hasil uji statistik
diperoleh kesimpulan antara pencahayaan dalam rumah dengan kejadian pneumonia pada balita memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian pneumonia p-value = 0,044.
Besarnya risiko menderita pneumonia dapat dilihat dari nilai OR = 2,82 yang artinya anak balita yang tinggal di rumah dengan pencahayaan yang tidak memenuhi syarat memiliki
risiko terkena pneumonia sebesar 2,82 kali lebih besar dibandingkan anak balita yang tinggal di rumah dengan pencahayaan yang memenuhi syarat.
5.3.7 Suhu
Suhu di dalam rumah responden kasus yang tertinggi adalah suhu rumah responden kasus yang memenuhi syarat yaitu 15 responden 65,2 dan terendah suhu tidak memenuhi
syarat yaitu 8 responden 34,8. Suhu rumah responden kontrol yang tertinggi yaitu suhu memenuhi syarat yaitu 18 responden 78,3 dan terendah suhu tidak memenuhi syarat yaitu
5 responden 21,7.
Universitas Sumatera Utara
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara suhu dengan kejadian pneumonia pada balita. Pada kelompok kasus dan kontrol suhu pada
rumah sebagian besar sudah memenuhi syarat dikarenakan suhu di Kecamatan Pangaribuan tersebut bersuhu dingin karena berada di daratan tinggi, namun sebagian rumah pada siang
hari bersuhu di atas normal dikarenakan suhu pada siang hari panas dan dipengaruhi oleh asbes dari rumah itu sendiri. Suhu udara yang nyaman didalam rumah sesuai Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia tahun 1999 tentang Persyaratan Rumah Sehat adalah 18
o
C-30
o
C. Hal ini sesuai dengan penelitian Fahimah 2014 mengenai Kualitas Udara Rumah
dengan Kejadian Pneumonia Anak Bawah Lima Tahun di Puskesmas Cimahi Selatan dan Leuwi Gajah Kota Cimahi. Berdasarkan uji statistik didapat nilai p-value = 0,0663. Artinya,
tidak terdapat hubungan antara suhu dengan kejadian Pneumonia.
5.3.8 Kelembaban
Kelembaban rumah responden kasus yang tidak memenuhi syarat yaitu 13 responden 56,5 dan kelembaban rumah responden kasus yang memenuhi syarat yaitu 10 responden
43,5. Sedangkan kelembaban rumah responden kontrol yang tidak memenuhi syarat yaitu 6 responden 26,1 dan kelembaban rumah responden kontrol yang memenuhi syarat yaitu
17 responden 73,9. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara
kelembaban dengan kejadian pneumonia pada balita. Kelembaban pada kelompok kasus sebagian besar belum memenuhi syarat, dalam hal ini kelembaban dipengaruhi oleh jenis
dinding, suhu, dan ventilasi dari rumah itu sendiri. Hal ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Suhartono 2009 mengenai
analisis kondisi rumah sebagai faktor risiko kejadian pneumonia pada balita di wilayah
Universitas Sumatera Utara
Puskesmas Sentosa Baru Kota Medan Tahun 2008. Hasil uji statistik diperoleh kesimpulan antara kelembaban dalam rumah dengan kejadian pneumonia pada balita tidak memiliki
hubungan yang bermakna dengan kejadian pneumonia p- value = 0,131.
5.4 Kebiasaan Penggunaan Arang Panas