merupakan penyebab kejadian pneumonia pada balita di wilayah Kecamatan Pangaribuan Kabupaten Tapanuli Utara.
5.3.5 Jenis Dinding
Jenis dinding rumah responden kelompok kasus yang terrtinggi adalah tidak memenuhi syarat yaitu 17 responden 73,9 dan yang terendah adalah memenuhi syarat
yaitu 6 responden 26,1. Sedangkan dinding rumah responden kelompok kontrol yang tertinggi adalah memenuhi syarat yaitu 16 responden 69,6 dan terendah adalah tidak
memenuhi syarat yaitu 7 responden 30,4. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara jenis
dinding dengan pneumonia pada balita. Jenis dinding pada kelompok kasus sebagian besar adalah papan dalam hal ini papan merupakan jenis dinding tidak memenuhi syarat. Kondisi
dinding rumah yang tidak memenuhi syarat ini disebabkan karena status ekonomi yang rendah. Sehingga keluarga hanya mampu membuat rumah dari dinding yang terbuat dari
papan atau belum seluruhnya terbuat dari bahan yang tidak mudah terbakar. Sedangkan pada kelompok kontrol jenis dinding sebagian besar adalah beton walaupun sebagaian beton tidak
diplester. Hal ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Yuwono 2008 tentang faktor-
faktor lingkungan fisik rumah yang berhubungan dengan kejadian pneumonia pada anak balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kawunganten Kabupaten Cilacap yang menyimpulkan
bahwa ada hubungan antara kondisi dinding rumah dengan kejadian pneumonia. Anak balita yang tinggal di rumah dengan kondisi dinding rumah tidak memenuhi syarat memiliki risiko
terkena pneumonia sebesar 2,9 kali lebih besar dibandingkan anak balita yang tinggal di rumah dengan kondisi dinding rumah memnuhi syarat.
5.3.6 Pencahayaan
Universitas Sumatera Utara
Pencahayaan rumah responden kelompok kasus yang tertinggi yaitu tidak memenuhi syarat yaitu 17 responden 73,9 dan terendah yaitu pencahayaan rumah yang memenuhi
syarat yaitu 6 responden 26,1. Sedangkan pencahayaan rumah responden kelompok kontrol yang tertinggi yaitu memenuhi syarat yaitu 13 responden 56,5 dan terendah yaitu
pencahayaan rumah tidak memenuhi syarat yaitu 10 responden 43,5. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara
pencahayaan dengan kejadian pneumonia pada balita. Pencahayaan rumah responden kasus yang dijumpai pada ruang tamu rumah tidak memenuhi syarat disebabkan ventilasi rumah
yang tidak memenuhi syarat, jendela dalam keadaan tertutup, dan gorden yang tidak dibuka maka sinar matahari juga tidak dapat masuk kedalam ruangan secara merata. Ketika pintu
rumah saja yang dibuka maka sinar matahari akan masuk ke ruang tamu. Pada kelompok kontrol pencahayaan alami rumah dominan memenuhi syarat, karena memiliki ventilasi yang
memenuhi syarat dan sebagian besar responden membuka jendela rumah setiap hari, sehingga sinar matahari dapat masuk ke dalam ruangan secara merata.
Menurut Notoatmodjo 2011, cahaya dapat dibedakan menjadi 2, yakni cahaya alamiah, yakni matahari. Cahaya ini sangat penting, karena dapat menbunuh bakteri-bakteri
patogen dalam rumah. Oleh karena itu, rumah yang sehat harus mempunyai jalan masuk cahaya yang cukup. Jalan masuk cahaya jendela luasnya sekurang-kurangnya 15 sampai
20 dari luas lantai yang terdapat dalam ruangan rumah. Cahaya buatan, yaitu menggunakan sumber cahaya yang bukan alamiah, seperti lampu minyak tanah, listrik, dan sebagainya.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 829MenkesSK VII1999 tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan, pencahayaan alami dan buatan langsung
maupun tidak langsung dapat menerangi seluruh ruangan dengan intensitas penerangan minimal 60 lux dan tidak menyilaukan mata. Menurut Radji 2010 Pencahayaan alami selain
Universitas Sumatera Utara
dipengaruhi oleh tata letak rumah juga dipengaruhi oleh kebiasaan penghuni rumah untuk membuka jalan masuknya cahaya. Padatnya bangunan dalam suatu lahan juga dapat
mempengaruhi intensitas pencahayaan matahari yang masuk ke dalam ruangan. Kondisi inilah yang sebagian besar dimiliki oleh sampel sehingga saat peneliti melakukan observasi
dan pengukuran dalam ruangan pencahayaan alami yang diperoleh kurang atau minim. Cahaya matahari selain untuk penerangan dapat juga untuk membunuh bakteri-bakteri
patogen yang hidup dalam rumah, seperti bakteri streptococcus pneumoniae dimana memiliki sifat mampu bertahan selama beberapa hari dalam pembenihan biasa dan mati oleh sinar
matahari langsung. Hal ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Pangendaheng 2014 mengenai
hubungan antara faktor-faktor lingkungan fisik rumah dengan kejadian pneumonia pada
balita di wilayah kerja Puskesmas Tobelo Kabupaten Halmahera Utara. Hasil uji statistik
diperoleh kesimpulan antara pencahayaan dalam rumah dengan kejadian pneumonia pada balita memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian pneumonia p-value = 0,044.
Besarnya risiko menderita pneumonia dapat dilihat dari nilai OR = 2,82 yang artinya anak balita yang tinggal di rumah dengan pencahayaan yang tidak memenuhi syarat memiliki
risiko terkena pneumonia sebesar 2,82 kali lebih besar dibandingkan anak balita yang tinggal di rumah dengan pencahayaan yang memenuhi syarat.
5.3.7 Suhu