Dukungan Keluarga Terhadap Penderita Pasca Stroke

Penyembuhan stroke membutuhkan biaya besar, maka perhatian dan bantuan dari keluarga amat dibutuhkan Adinda, 2009. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa dengan mengetahui sumber- sumber dukungan keluarga yang ada maka kita dapat mengetahui sumber-sumber dukungan yang efektif dan diperlukan oleh anggota keluarga yang pernah terserang stroke. Keluarga dapat mendorong anggota keluarga pasca stroke untuk mengkomunikasikan kesulitan-kesulitan pribadi secara bebas, diberi nasehat-nasehat dan bimbingan pribadi sesuai dengan nilai-nilai dan tradisi keluarga.

2.3.5. Dukungan Keluarga Terhadap Penderita Pasca Stroke

Menurut Friedman 1998, manajemen terhadap sakit yang kronis adalah sebuah contoh kasus yang menunjukkan berbagai kemampuan keluarga dalam memberikan dukungan. Penyakit kronis biasanya menuntut pengorbanan ekonomi, sosial dan psikologis. Peran keluarga berbeda-beda, tergantung pada sifat bantuan yang dibutuhkan. Sanak saudara dari keluarga besar terbukti dalam studi-studi riset sebagai tempat permintaan bantuan bencana, bantuan keuangan, bantuan untuk krisis jangka panjang, dan masalah-masalah yang lebih serius. Setelah menjalani perawatan di RS, ada 3 kemungkinan yang dialami oleh pasien stroke, yaitu : 1 meninggal dunia, 2 sembuh tanpa cacat, dan 3 sembuh dengan kecacatan. Penelitian menunjukkan angka kematian pada stroke berkisar antara 10-30. Sebagian kematian dialami dalam waktu 72 jam setelah serangan stroke, dan pada umumnya berhubungan langsung dengan strokenya stroke yang besar atau lokasi stroke di batang otak. Bila ada 10-30 kematian akibat stroke, Universitas Sumatera Utara maka ada 70-90 penderita yang hidup pasca stroke. Mereka ini disebut dengan stroke survivors. Bagi para stroke survivor, masalah belumlah selesai. Stroke dapat memberikan gejala sisa atau dampak lanjut. Bagi para stroke survivors, pencegahan serangan stroke ulang dan penanganan gejala sisa stroke merupakan hal yang utama. Berbagai dampak pasca stroke adalah depresi, kepikunan, gangguan gerak, nyeri, epilepsi, tulang keropos, dan gangguan menelan. Penanganan bersifat individual sesuai kondisi pasien. Salah satu gejala sisa yang sering dialami pasien stroke adalah kepikunan. Kepikunan demensia akibat stroke dapat terjadi dengan segera, atau bertahap sampai dengan 3 bulan pasca stroke. Kejadian demensia pasca stroke adalah berkisar antara 6-32. Usia yang tua, hipertensi, dan dislipidemia merupakan faktor yang berperan besar untuk munculnya pikun pasca stroke. Pikun lebih sering dijumpai pada stroke di otak besar cerebrum dibanding otak kecil cerebelum Henon, 2006. Penelitian Rasquin, dkk 2005 pada 156 pasien stroke menunjukkan bahwa gangguan memori dijumpai pada 23,4 hampir seperempat dari seluruh pasien stroke dalam 1 bulan pasca stroke. Gangguan lain yang seringkali teramati adalah gangguan bicara 18,6, gangguan berhitung 51,6, dan depresi 49. Kecacatan pasca stroke pada umumnya dinilai dengan kemampuan pasien untuk melanjutkan fungsinya kembali seperti sebelum sakit, dan kemampuan pasien untuk mandiri. Salah satu skala ukur yang sering dipakai untuk pasien menggambarkan kecacatan akibat stroke adalah skala Rankin. Universitas Sumatera Utara Tabel 2.2. Skala Rankin Untuk Kecacatan Stroke 1 Tidak ada disabilitas yang signifikan, dapat melakukan tugas harian seperti biasa 2 Disabilitas ringan, tidak dapat melakukan beberapa aktivitas seperti sebelum sakit, namun dapat memenuhi kebutuhannya sendiri tanpa bantuan 3 Disabilitas sedang, memerlukan sedikit bantuan, tapi dapat berjalan tanpa bantuan 4 Disabilitas sedang-berat, tidak dapat berjalan tanpa bantuan, dan tidak dapat memenuhi kebutuhannya sendiri tanpa bantuan 5 Disabilitas berat, di tempat tidur, inkontinensia, memerlukan perawatan dan perhatian Menurut Silaen, dkk 2008 setelah awal masa rawat inap dan rehabilitasi stroke, 80 dari penderita stroke yang bertahan hidup kembali ke komunitas, bergantung pada emosi anggota keluarga, informasi dan bantuan peralatan untuk hidup sehari-hari. Pengasuh pasien stroke atau keluarga harus berhadapan bukan hanya dengan kesulitan dalam pergerakan, merawat diri dan komunikasi, tetapi juga gangguan kognitif, depresi dan perubahan kepribadian. Kerusakan otak pasca stroke bagi penderita meminta perhatian besar baik bagi penderita, keluarga dan masyarakat kerena menghambat kemampuan fungsional mulai dari aktivitas bergerak, mengurus diri : kegiatan sehari-hari dan berkomunikasi. Bagi penderita, mengalami stroke merupakan pukulan bagi dirinya yang menimbulkan krisis sosial dan emosional. Ia ingin mendapatkan informasi yang lebih jelas mengenai masalah kesehatannya, implikasinya serta petunjuk penyesuaian terhadap masalah tersebut Lumban Tobing, 1998. Universitas Sumatera Utara Penderita yang tadinya aktif, dapat bekerja, dapat berjalan, berbicara, memberi nasehat, memberi biaya, tiba-tiba tidak berdaya, pingsan, lemah, tergeletak di tempat tidur, harus menginap di rumah sakit. Penyakit ini memaksa penderita menjadi tergantung kepada orang lain, dalam kebutuhan dasar tertentu juga menimbulkan depresi dan berkurangnya harga diri. Mungkin penderita tidak mampu lagi membiayai dirinya sendiri dan tanggungan bagi kepala keluarga jika anak- anaknya masih belum dewasa dan mandiri Lumban Tobing, 1998. Kadang-kadang ada usulan dari pihak keluarga untuk menambah pengobatan dari luar medis, hal ini harus di bicarakan dahulu dengan dokter yang merawat. Terkadang timbul pertentangan antara keluarga dan dokter karena bisa mengakibatkan komplikasi pada penderita sehingga mengakibatkan pulang paksa, pindah rumah sakit atau minta ganti dokter Harsono, 2000. Sangat diharapkan bahwa keluarga dapat membantu pemulihan penderita stroke. Untuk itu terlebih dahulu diperlukan sikap saling pengertian antara dokter, perawat, fisioterapist, tim rehabilitasi lainnya dengan keluarga perihal keadaan penderita. Tidak jarang terjadi keadaan buntu yang mengakibatkan pulang paksa, keadaan ini disebabkan oleh beberapa faktor. Yang sering terjadi adalah dana yang kurang untuk membiayai pengobatan. Biasanya hal ini berakhir pada hak sepenuhnya pada penderita atau keluarga Harsono, 2000. Pentingnya peran keluarga dalam perawatan penderita pasca stroke dapat dipandang dari berbagai segi yaitu : Universitas Sumatera Utara 1 Keluarga merupakan tempat dimana individu memulai hubungan interpersonal dengan lingkungannya. 2 Jika keluarga dipandang sebagai suatu sistem, maka gangguan yang terjadi pada salah satu anggota dapat mempengaruhi seluruh sistem, sebaliknya disfungsi keluarga dapat pula merupakan salah satu penyebab terjadinya gangguan pada anggota. 3 Berbagai pelayanan kesehatan bukan tempat penderita seumur hidup tetapi hanya fasilitas yang membantu pasien dan keluarga mengembangkan kemampuan dalam mencegah terjadinya masalah, menanggulangi berbagai masalah dan mempertahankan keadaan adaptif. 4 Salah satu faktor penyebab terjadinya stroke berulang adalah keluarga tidak tahu cara menangani perilaku penderita di rumah Irdawati, 2009. Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa keluarga berperan penting dalam proses pemulihan dan penyesuaian kembali setiap penderita stroke. Oleh karena itu, peran serta keluarga dalam proses pemeliharaan dan pencegahan terjadinya serangan ulang sangat diperlukan. Berdasarkan bentuk-bentuk dukungan keluarga yang diungkapkan oleh Friedman 1998, maka bentuk dukungan yang dapat diberikan oleh keluarga kepada para stroke survivor antara lain : 1 Dukungan informasional Keluarga berfungsi sebagai kolektor dan diseminator informasi munculnya suatu stressor karena informasi yang diberikan dapat menyumbangkan aksi sugesti Universitas Sumatera Utara yang khusus pada individu. Aspek-aspek dalam dukungan ini adalah nasehat, saran, petunjuk dan pemberian informasi. Untuk pasien stroke diberikan informasi oleh keluarganya tentang: penyakit stroke serta pengelolaannya. 2 Dukungan penilaian Keluarga memberikan support, penghargaan, perhatian kepada anggota keluarga yang pernah mengalami stroke. Menurut Cohen dan Mc Kay dalam Niven 2000, dukungan ini merupakan dukungan yang terjadi bila ada ekspresi penilaian yang positif terhadap individu. Pasien mempunyai seseorang yang dapat diajak bicara tentang masalah mereka, terjadi melalui ekspresi penghargaan positif keluarga kepada pasien, penyemangat, persetujuan terhadap ide-ide atau perasaan pasien. Dukungan keluarga ini dapat membantu meningkatkan strategi koping pasien dengan strategi-strategi alternatif berdasarkan pengalaman yang berfokus pada aspek-aspek positif. Dalam dukungan pengharapan, kelompok dukungan dapat mempengaruhi persepsi pasien akan ancaman. Dukungan keluarga dapat membantu pasien mengatasi masalah dan mendefinisikan kembali situasi tersebut sebagai ancaman kecil dan keluarga bertindak sebagai pembimbing dengan memberikan umpan balik dan mampu membangun harga diri pasien. 3 Dukungan instrumental Keluarga merupakan sebuah sumber pertolongan praktis dan konkrit, diantaranya keteraturan menjalani terapi, kesehatan penderita dalam hal kebutuhan makan dan minum, istirahat, dan terhindarnya penderita dari kelelahan. Dukungan ini Universitas Sumatera Utara juga mencakup bantuan langsung, seperti dalam bentuk uang, peralatan, waktu, modifikasi lingkungan maupun menolong pekerjaan pada saat penderita mengalami stress. Sheridan Radmacher, dkk 1992 juga menambahkan bahwa keluarga juga bisa memberikan pertolongan langsung seperti pemberian uang, pemberian barang, makanan serta pelayanan. Bentuk ini dapat mengurangi stres karena individu dapat langsung memecahkan masalahnya yang behubungan dengan materi. 4 Dukungan emosional Keluarga memberikan dukungan yang diwujudkan dalam bentuk afeksi, adanya kepercayaan, perhatian, mendengarkan dan didengarkan sehingga penderita pasca stroke merasa nyaman dan aman, perasaan dimiliki dan dicintai dalam situasi-situasi stress. Arief 2008 mengatakan dalam situs online healthyguidenews bahwa penderita pasca serangan stroke lebih cenderung sensitif dan mudah tersinggung atau bahkan mengalami depresi akibat merasa tidak berguna bagi keluarga atau lingkungannya. Peran keluarga dalam kaitan ikatan persaudaraan dan ikatan emosional biasanya memiliki peranan yang sangat besar dalam membantu proses penyembuhan. Seluruh anggota keluarga tidak pernah mengeluarkan kata-kata yang membuat perasaan tersinggung bagi penderita pasca stroke untuk menciptakan suasana keakraban dan kebahagiaan. Berdasarkan hasil penelitian Widayati 2010 tentang pengalaman keluarga sebagai caregiver dalam merawat anggota keluarga pasca stroke di Kota Semarang disimpulkan bahwa alasan utama keluarga merawat penderita pasca stroke adalah Universitas Sumatera Utara adanya motivasi keluarga sebagai caregiver untuk kesembuhan penderita dan kecacatan penderita pasca stroke yang membutuhkan bantuan. Upaya yang dilakukan keluarga untuk mencapai perbaikan penderita pasca stroke adalah dengan pengobatan medis, herbal, alternatif dan perawatan di rumah. Hasil perawatan dan pengobatan menunjukkan perkembangan yang menuju perbaikan kondisi penderita pasca stroke. Kendala yang dialami keluarga dalam merawat penderita pasca stroke adalah kesulitan ekonomi, kesulitan mencari pengobatan dan kurangnya dukungan dari pihak lain. Meskipun demikian, keluarga tetap berusaha merawat dan menghadapi berbagai kendala tersebut. Untuk itu diharapkan kepada tenaga kesehatan memberikan penyuluhan dan dukungan kepada keluarga sebagai caregiver pada penderita pasca stroke. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dukungan keluarga terhadap pasien stroke baik fase akut maupun pasca stroke sangat dibutuhkan untuk mencapai proses penyembuhanpemulihan. Dukungan keluarga memainkan peran penting dalam mengintensifkan perasaan sejahtera, orang yang hidup dalam lingkungan yang supportif kondisinya jauh lebih baik daripada mereka yang tidak memilikinya. Dukungan tersebut akan tercipta bila hubungan interpersonal diantara mereka baik. Ikatan kekeluargaan yang kuat sangat membantu ketika keluarga menghadapi masalah, karena keluarga adalah orang yang paling dekat hubungannya dengan anggota keluarganya Friedman, 1998. Universitas Sumatera Utara

2.4. Landasan Teori