c. Terapi Okupasi, sangat penting untuk melatih mempergunakan otot -otot
halusnya dengan benar Gambar 3.11.
d. Terapi Fisik, fisioterapi dan terapi integrasi sensoris akan sangat banyak
menolong untuk menguatkan otot-ototnya dan memperbaiki
keseimbangan tubuhnya. e. Terapi Sosial,
membantu dengan memberikan pertolongan dalam ketrampilan berkomunikasi 2 arah, membuat teman dan main bersama
ditempat bermain Gambar 3.112.
Gambar 3.11 Terapi Okupasi Sumber: www. google.com
Gambar 3.12 Terapi Sosial Sumber: www. google.com
Universitas Sumatera Utara
f. Terapi Bermain, seorang anak autistik membutuhkan pertolongan dalam
belajar bermain dengan teman sebaya berguna untuk belajar bicara,
komunikasi dan interaksi sosial Gambar 3.13.
g. Terapi Perilaku, seorang terapis perilaku terlatih untuk mencari latar
belakang dari perilaku negatif tersebut dan mencari solusinya dengan merekomendasikan perubahan lingkungan dan rutin anak tersebut untuk
memperbaiki perilakunya Gambar 3.14.
Gambar 3.13 Terapi Bermain Sumber: www. google.com
Gambar 3.14 Terapi Perilaku Sumber: www. google.com
Universitas Sumatera Utara
h. Terapi Perkembangan, anak dipelajari minatnya, kekuatannya dan
tingkat perkembangannya, kemudian ditingkatkan kemampuan sosial,
emosional dan Intelektualnya. i. Terapi Visual,
metode belajar komunikasi melalui gambar-gambar, misalnya dengan metode PECS Picture Exchange Communication
System. Beberapa video games bisa juga dipakai untuk mengembangkan
ketrampilan komunikasi. j. Terapi Biomedik,
anak-anak ini diperiksa secara intensif, pemeriksaan, darah, urin, feses, dan rambut. Semua hal abnormal yang ditemukan
dibereskan, sehingga otak menjadi bersih dari gangguan. Ternyata lebih banyak anak mengalami kemajuan bila mendapatkan terapi yang
komprehensif, yaitu terapi dari luar dan dari dalam tubuh sendiri
biomedis.
Melinda Smith, M.A dari UCLA Center for Autism Research and Treatment mengungkapkan bahwa ada berbagai macam terapi dan pendekatan yang dapat
dilakukan dalam menangani anak autis. beberapa terapi autisme berfokus untuk mengurangi perilaku yang bermasalah dan mengembangkan komunikasi dan
keterampilan sosial, sementara terapi lain menangani masalah interaksi sensorik, keterampilan motorik, masalah emosional, dan kepekaan terhadap makanan.
Para peneliti telah mengembangkan sejumlah model intervensi dini yang efektif. beberapa model ini adalah sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
1. Anak menerima terapi yang terstruktur selama minimal 25 jam per minggu.
2. Terapis yang terlatih bisa memberikan intervensi di bawah pengawasan
seseorang profesional yang berpengalaman. 3.
Terapi ini bertujuan mengajarkan kemampuan yang spesifik kepada anak. Kemajuan dalam target dievaluasi dan dicatat secara teratur.
4. Intervensi berfokus pada aspek utama yang terkena autisme, misalnya:
keterampilan sosial, bahasa dan komunikasi, imitasi, keterampilan bermain, kehidupan sehari-hari dan keterampilan motorik.
5. Program ini memberikan anak kesempatan untuk berinteraksi dengan teman-
teman sebayanya. 6.
Program ini secara aktif melibatkan orangtua dalam intervensi, baik dalam pengambilan keputusan dan melakukan terapi.
7. Para terapi menekankan pada nilai-nilai unik serta keutuhan anak dan
keluarga.
3.3.3 Kriteria perancangan ruang terapi autis
Dalam merancang sebuah ruang terapi autis diperlukan kriteria-kriteria umum yang sesuai dengan perilaku dan aktivitas anak autis di dalam ruangan tersebut. Hal
ini berguna dalam proses mendesain untuk menghasilkan konsep ruang yang sesuai dengan anak autis. Berikut beberapa kriteria umum dalam merancang ruang terapi
autis, bersumber dari jurnal Classroom Design for Living and Learning with Autism, 2008.
Universitas Sumatera Utara
1. Flexibilitas dan adaptasi.
Fleksibilitas adalah standar paling utama dalam perancangan ruang kelas terapi. Fleksibilitas tidak berarti harus mengubah semuanya, tetapi dapat berubah sesuai
keperluan. Perabotan, pengarahan spasial dan pencahayaan merupakan elemen- elemen pembuat fleksibilitas. Rak-rak yang dapat diputar dan perabot-perabot yang
dapat dipindah tempat dengan mudah dan multifungsi sangat diperlukan di ruang terapi ini. Dengan hal ini anak-anak dan para terapis dapat menyesuaikan ruang terapi
dengan terapi yang akan dipakai pada saat itu. Solusi desain yang dapat diberikan adalah:
a. Penggunaan sudut-sudut ruangan yang sering tidak terpakai sebagai area
imajinasi anak Gambar 3.15.
b. Bukaan pencahayaan alami lebih diutamakan.
c. Penggunaan ‘dimmer’ untuk pencahayaan buatan sehingga cahaya dapat
dikontrol untuk area-area berbeda di ruang terapi. Gambar 3.15 Penggunaan Sudut Ruang untuk Imajinasi Anak
Sumber: www. google.com
Universitas Sumatera Utara
d. Penggunaan pencahayaan tidak langsung di lantai, dinding, dan plafond serta
hindari penggunaan cahaya flourecent lansung Gambar 3.16.
2. ‘Tidak mengancam’.
Untuk ruangan fisikal yang tidak mengancam maka susunan tata ruang harus welcoming dan memelihara komunikasi dan hubungan terhadap anak dan para terapis.
Pengaturan tata ruang harus memberikan perasaan tenang, menyembuhkan dan menawarkan sensasi keamanan.
Penyediaan titik-titik dengan level lantai dan lebih tinggi balkon dan area dengan level plafon yang lebih rendah gua, tetapi tetap terjangkau untuk
pengawasan oleh terapis. Penyediaan ruangan yang luas juga diperlukan untuk kegiatan grup. Namun, ruangan yang luas itu juga dapat difungsikan menjadi ruang-
ruang yang lebih kecil jika diperlukan dengan menggunakan partisi yang tidak permanen. Penggunaan elemen-elemen yang lembut dan dapat meransang sensor fisik
dan motorik anak, seperti kursi beanbag, sofa busa, karpet, permainan-permainan seperti ayunan, kerajinan-kerajinan dan elemen air.
Solusi desain yang dapat diberikan adalah: Gambar 3.16 Penggunaan Pencahayaan Tidak Langsung
Sumber: www. google.com
Universitas Sumatera Utara
a. Sediakan area yang memiliki furnitur-furnitur lembut seperti kursi beanbag,
sofa-sofa empuk, karpet, mainan-mainan yang aman, boneka dll Gambar 3.17.
b. Hindari ruang terbuka yang luas untuk anak-anak yang mempunyai
kecenderungan perilaku yang tidak dapat mengendalikan tubuh mereka. c.
Hiasi ruang terapi dengan warna-warna lembut, furnitur polos dan tidak bertekstur.
d. Desain ruangan yang membuat anak-anak nyaman dan menganggap ruangan
itu milik mereka misalnya dengan menyediakan area yang berisi foto-foto mereka dan keluarga, karya-karya kerajinan mereka dll Gambar 3.18.
Gambar 3.17 Ruang dengan Furniture Lembut Sumber: www. google.com
Gambar 3.18 Sudut Aktivitas yang Menyediakan Karya-Karya Kerajinan Anak Sumber: www. google.com
Universitas Sumatera Utara
e. Gunakan kaca transparan untuk jendela dan pintu, atau gunakan bukaan kecil
pada pintu sebagai “lubang intip” Gambar 3.19.
3. Bebas dari gangguan.
Ruangan yang bebas dari gangguan adalah ruangan yang bebas dari kekacauan, bebas dari bebauan, dan memiliki aura dan visualisasi yang menyembuhkan. Dengan
kata lain, ruangan tersebut dapat menurunkan kepekaan yang berlebih. Pengarahan ruang terapi dapat berkontribusi dalam pemahaman anak terhadap urutan dan ruang.
Lingkungan yang rapi dan bersih membantu anak dengan gangguan autis untuk dapat memfokuskan perhatiannya dalam belajar.
Menghilangkan material visual yang tidak perlu seperti poster-poster dan tanda- tanda yang tidak pada tempatnya, dan memblokir gangguan dari luar ruang terapi
dengan menggunakan shading pada jendela. Tempat penyimpanan yang kurang memadai juga membuat ruangan terlihat kacau dan berantakan. Untuk menghindari
kelrip dari lampu flourecent, diperlukan pengurangan intensitas cahaya dengan Gambar 3.19 Transparansi pada Pintu sebagai Lubang Intip
Sumber: www. google.com
Universitas Sumatera Utara
menggunakan sedikit bola lampu, dan memperbanyak intensitas pencahayaan alami. Pengurangan intensitas suara dari luar dan dalam ruangan juga diperlukan dengan
cara pengaturan akustik yang baik pada dinding maupun pada material-material perabotan.
Solusi desain yang dapat diberikan: a.
Warna permukaan ruangan dan material dapat diselaraskan dalam satu tone warna sehingga papan atau gambar instruksional dapat terlihat dengan jelas
b. Gunakan cermin satu arah untuk pengawasan.
c. Hindari penggunaan lampu fluorescent, kurangi penggunaan pencahayaan
buatan dan perbanyak bukaan untuk memasukkan pencahayaan alami ke dalam ruangan.
d. Gunakan material yang dapat menyerap suara untuk mengontrol suara yang
masuk ke dalam kelas Gambar 3.20.
Gambar 3.20 Material Penyerap Suara yang Masuk ke Dalam Kelas Sumber: www. google.com
Universitas Sumatera Utara
4. Mudah diprediksi.
Setiap orang menginginkan bangunan yang memiliki sirkulasi yang mudah. Kuncinya adalah mudah diprediksi, terutama untuk orang-orang yang memerlukan
konsistensi dan petunjuk visual. Karena anak penyandang autis terbiasa menjadi pelajar visual, solusi yang paling sering digunakan adalah dengan menggantungkan
jadwal terapi, dan papan gambar pada ruang terapi. Selain itu, ruang kelas tetap harus imajinatif Gambar 3.21.
5. Dapat diawasi.
Pengawasan merupakan hal yang sangat penting dalam perancangan ruangan terapi autis. ketika anak-anak sudah mengerti lingkungan mereka, perasaan aman
meningkat yang mengakibatkan peningkatan dalam pengawasan. Kelas terapi untuk anak autis harus memberikan keleluasan untuk berinteraksi sosial dan menyediakan
kesempatan untuk membuat-keputusan. Gambar 3.21 Ruang Kelas Imajinatif
Sumber: www. google.com
Universitas Sumatera Utara
6. Peka terhadap pergerakan.
Anak-anak cenderung memiliki kebutuhan dan tantangan integrasi sensorik membingungkan, seringkali mengabaikan lingkungan visual mereka. Mereka
mungkin membutuhkan bantuan dalam mengarahkan perhatian mereka terhadap informasi sensorik yang akan memungkinkan mereka untuk berinteraksi lebih efektif.
Kebutuhan sensorik-motorik dapat berfluktuasi dengan usia, dari orang ke orang, dan dari hari ke hari pada anak yang sama, sehingga penting untuk merencanakan dan
menyempurnakan lingkungan yang paling cocok. Terapi olah raga adalah baik untuk belajar dan bermain, tetapi tidak terbatas di hal
itu saja. Setiap lingkungan yang dimasuki seorang anak di pusat terapi harus memberikan kesempatan untuk eksplorasi sensorik. Hal ini juga memberikan
pengalaman sensorik untuk anak-anak neurotypical. Tidak terlalu perlu untuk pergi ke luar tempat terapi untuk terapi bermain. Jauh lebih baik untuk memiliki ruang
yang dirancang untuk itu karena anak-anak mendapatkan lebih banyak digunakan untuk itu. Seorang guru pendidikan khusus di Hustisford, Wisconsin, membangun
ruang tenang dimana anak-anak tahu bahwa mereka bisa mengalami krisis mereka di dalam ruangan tersebut. Banyak pengalaman sensorik yang bisa disesuaikan dengan
berbagai tekstur dan bahan lantai, meja sensorik diisi dengan benda-benda yang menarik, permukaan yang bertekstur dan dilengkapi dengan musik.
Universitas Sumatera Utara
7. Aman.
Bagi anak-anak dengan autisme, menciptakan lingkungan yang aman dapat menjadi sebuah tantangan. Desainer dan guru perlu memperhatikan baik bahaya fisik
kabel, tangga terbuka, jendela berdinding kawat kasa, lantai longgar, cat beracun, dll dan keselamatan emosional dan keamanan. Anak-anak dengan ASD seringkali
rentan terhadap kejang dan perilaku seperti mengamuk atau stimming, di mana cedera pada diri dan orang lain dapat terjadi.
Transparansi di jendela dan pintu adalah metode lain dari mengurangi transisi dan membuat anak merasa aman. Untuk anak-anak, ini menyediakan tempat untuk
melambaikan tangan kepada orang tua, karena siswa yang lebih tua, transparansi memberikan rasa perlindungan ketika mereka tahu orang lain dapat melihat mereka.
Permukaan yang lembut dapat mengurangi potensi cedera, meskipun hati-hati bahan kimia, bau dan off-gas di permukaan seperti busa atau karpet. Terakhir, ruang tertutup
yang kecil cenderung meningkatkan perasaan kedekatan, keintiman, dan keamanan. Seorang ahli terapi okupasional mengatakan Beberapa anak-anak memulai jauh lebih
baik dalam ruang yang lebih kecil seperti tenda, dengan sesedikit dalam ruang mungkin, hanya item beberapa pilihan. Kelas individu dan kelompok kecil harus
menyediakan sejumlah privasi .
8. Tidak kaku.
Merasa benar-benar di rumah, di lingkungan mereka akan memungkinkan anak- anak untuk bersantai dan mempertahankan informasi lebih lanjut. Ruang kelas yang
Universitas Sumatera Utara
dirancang dengan furnitur di dalam katalog, seringkali steril atau sebaliknya terlalu berlebihan. Lingkungan tersebut juga dapat mengingatkan siswa terlalu banyak
pengaturan klinis di kantor dokter. Menambahkan pencahayaan lembut dan perabot rumah tangga, bahkan untuk
lemari penyimpanan dan peralatan fungsional lainnya, dapat mengimbangi perasaan ini. Warna cocok untuk rumah warna hangat, warna kulit dan pastel, soft furnishing,
tekstur menarik, karya seni, tanaman, dan benda-benda dari alam dapat mengubah kelas konvensional ke tempat, pertemuan komunitas yang nyaman. Jika ruang
beristirahat diperlukan, lingkungan alternatif seperti sebuah tenda kecil atau benteng lebih dianjurkan daripada pengaturan kantor steril.
Tidak ada desain yang sempurna untuk pengobatan autisme. Namun, desainer profesional, pengelola sekolah, guru kelas dan orang tua dapat belajar banyak dari
ahli pengguna dalam mengidentifikasi atribut, mendukung lingkungan paling ketat. Ini memang praktis dan berharap untuk percaya bahwa desain yang baik bagi siswa
berkebutuhan khusus adalah desain yang baik untuk semua.
3.4 Eksplorasi Penerapan Tema ke Dalam Kasus Proyek