Diagnosa pada Manusia Diagnosis pada Hewan

2.1.7.2 Masa Inkubasi Pada Hewan

Masa inkubasi bervariasi, tergantung jumlah virus yang masuk kedalam tubuh, jika gigitan lebih dekat ke kepala, maka kekebalan dan sifat luka host akan mengalami masa inkubasi yang lebih pendek. Pada anjing dan kucing, masa inkubasi adalah 10 hari - 6 bulan, kebanyakan kasus menjadi jelas antara 2 minggu dan 3 bulan. Pada sapi, masa inkubasi dari 25 hari sampai lebih dari 5 bulan. Kelelawar

2.1.8 Diagnosa Rabies

dilaporkan juga sudah tertular rabies. Untuk kepastian diagnosis dilakukan pemeriksaan spesimen secara laboratorium. Untuk menjamin akurasi hasil diagnosa rabies, hanya laboratorium tertentu yang diakui pemerintah sebagai laboratorium yang berkompeten melaksanakan uji Akoso, 2011.

2.1.8.1 Diagnosa pada Manusia

Penyakit ini sering berjalan dengan cepat dan dalam 10 hari dapat menyebabkan kematian sejak timbulnya gejala, sehingga pemeriksaan serologis kadang-kadang belum sempat dilakukan, walaupun secara klinis cukup jelas. Pada kasus dengan perjalanan yang agak lama, misalnya gejala paralis yang dominan dan mengaburkan diagnosis maka pemeriksaan laboratorium sangat membantu dalam menegakkan diagnosis. Virus rabies dapat diisolasi dari air liur, cairan serebrospinal dan urin penderita. Walaupun begitu, isolasi virus kadang-kadang tidak berhasil didapatkan dari jaringan otak dan bahan tersebut setelah 1-4 hari sakit. Hal ini Universitas Sumatera Utara berhubungan dengan adanya neutralizing antibodies. Pemeriksaan Flourescent Antibodies Test FAT dapat menunjukkan antigen virus di jaringan otak, sedimen cairan serebrospinal, urin, kulit dan hapusan kornea, bahkan setelah teknik isolasi tidak berhasil. FAT ini juga bisa negatif, bila antibodi telah terbentuk. Serum neutralizing antibody pada kasus yang tidak divaksinasi tidak akan terbentuk sampai hari ke 10 pengobatan, tetapi setelah itu titer akan meningkat dengan cepat. Peningkatan titer yang cepat juga nampak pada hari ke 6-10 setelah onset klinis pada penderita yang diobati dengan anti rabies. Karakteristik respon imun ini, pada kasus yang divaksinasi dapat membantu diagnosis. Walaupun secara klinis gejalanya patognomonik namun negri bodies dengan pemeriksaan mikroskopis seller dapat negatif pada 10-20 kasus, terutama pada kasuskasus yang sempat divaksinasi dan penderita yang dapat bertahan hidup setelah lebih dari 2 minggu Depkes RI, 2000.

2.1.8.2 Diagnosis pada Hewan

Pada hewan, virus rabies biasanya diidentifikasi dengan Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction RT-PCR atau imunofluoresensi melalui sampel otak. Virus ini juga dapat ditemukan pada jaringan lain seperti kelenjar ludah, kulit taktil folikel rambut wajah dan pada kornea. Immunofluorescence dapat mengidentifikasi 98-100 kasus yang disebabkan oleh semua genotipe virus rabies dan rabies terkait, dan yang paling efektif pada sampel segar. Tes-tes lain untuk mendeteksi virus ini termasuk tes immunosorbent imunohistokimia dan enzyme-linked ELISA. RT-PCR ini juga berguna, terutama bila sampel kecil misalnya, air liur atau ketika sejumlah Universitas Sumatera Utara besar sampel harus diuji dalam wabah atau survei epidemiologi. Histologi untuk mendeteksi bahan agregat virus pada neuron adalah tidak spesifik, dan ini tidak dianjurkan jika teknik yang lebih spesifik yang tersedia. Serologi kadang-kadang digunakan untuk menguji serokonversi pada hewan peliharaan sebelum perjalanan internasional atau satwa liar dalam kampanye vaksinasi. Tes serologi meliputi tes netralisasi virus dan ELISA

2.1.9 Cara Penularan

Dokumen yang terkait

Analisis Faktor Predisposing, Enabling Dan Reinforcing Terhadap Tindakan Pemilik Anjing Dalam Pencegahan Penyakit Rabies Melalui Gigitan Hewan Penular Rabies (HPR) Di Kecamatan Tarutung Kabupaten Tapanuli Utara

3 60 154

Hubungan Faktor Internal Dan Eksternal Pemilik Anjing Dengan Pemeliharaan Anjing Dalam Upaya Mencegah Rabies Di Kecamatan Sumbul Kabupaten Dairi

0 38 208

Gambaran Perilaku Pemilik Anjing Terhadap Pencegahan Penyakit Rabies di Kota Binjai Tahun 2016

0 0 10

Gambaran Perilaku Pemilik Anjing Terhadap Pencegahan Penyakit Rabies di Kota Binjai Tahun 2016

0 1 21

Hubungan Pengetahuan Pemilik Anjing dan Faktor Persepsi Pencetus dengan Pencegahan Penyakit Rabies di Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah

0 0 14

HUBUNGAN PENGETAHUAN PEMILIK ANJING DAN FAKTOR PENCETUS PERSEPSI DENGAN PENCEGAHAN PENYAKIT RABIES DI KECAMATAN SARUDIK KABUPATENTAPANULI TENGAH TESIS Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes)

0 0 18

LEMBAR KUESIONER PENGARUH FAKTOR PREDISPOSING, ENABLING DAN REINFORCING TERHADAP TINDAKAN PEMILIK ANJING DALAM PENCEGAHAN PENYAKIT RABIES MELALUI GIGITAN HEWAN PENULAR RABIES (HPR) DI KECAMATAN TARUTUNG KABUPATEN TAPANULI UTARA Penjelasan Umum

1 1 28

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyakit Rabies - Analisis Faktor Predisposing, Enabling Dan Reinforcing Terhadap Tindakan Pemilik Anjing Dalam Pencegahan Penyakit Rabies Melalui Gigitan Hewan Penular Rabies (HPR) Di Kecamatan Tarutung Kabupaten Tapanuli Utar

0 0 32

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Analisis Faktor Predisposing, Enabling Dan Reinforcing Terhadap Tindakan Pemilik Anjing Dalam Pencegahan Penyakit Rabies Melalui Gigitan Hewan Penular Rabies (HPR) Di Kecamatan Tarutung Kabupaten Tapanuli Utara

0 0 12

Analisis Faktor Predisposing, Enabling Dan Reinforcing Terhadap Tindakan Pemilik Anjing Dalam Pencegahan Penyakit Rabies Melalui Gigitan Hewan Penular Rabies (HPR) Di Kecamatan Tarutung Kabupaten Tapanuli Utara

0 0 18