Tahap Prodromal Tahap Eksitasi Tahap Paralisis

Timbul gejala stimulasi saraf otonom termasuk peningkatan salifasi, air liur yang berbuih, mengeluarkan banyak keringat, lakrimasi, abnormalitas pupil dan piloereksi. Demam tubuh semakin meningkat sehingga suhu dapat mencapai 40

2.1.5.3 Paralitik

C secara menetap. Dalam keadaan demikian penderita merasa kepala pusing. Situasi akan akhirnya berkembang dengan timbulnya gangguan kesadaran dan kemudian koma. Gejala umumnya dimulai dengan demam dan sakit kepala. Segera kemudian timbul rasa panas seperti tertusuk jarum, mati rasa, keram otot, dan hilang perasaan. Kaki tubuh, lengan tangan, otot pernafasan, dan otot penelan menjadi terkena. Sembelit, tidak bisa mengosongkan kandung kemih, demam tinggi dan keringat banyak. Pada walnya penderita tampak sadar kemudian mengigau, tidak sadarkan diri dan koma. Beberapa kasus orang mengalami kaku leher yang memberi kesan meningitis dan air liur menetes karena tidak mampu menelan.

2.1.6 Gejala dan Tanda Rabies Pada Anjing

Dalam kehidupan di masyarakat, orang memanfaatkan anjing dan bangsa anjing untuk dipelihara dalam berbagai kepentingan, terutama sebagai hewan kesayangan atau hewan pekerja. Kedekatan antara manusia dan anjing telah berlangsung lama sejak zaman kuno hingga sekarang dan akan terus berlangsung untuk berbagai tujuan dan kepentingan Akoso, 2011.

2.1.6.1 Tahap Prodromal

Keadaaan ini merupakan tahapan awal gejala klinis yang dapat berlangsung Universitas Sumatera Utara antara 2-3 hari. Pada anjing rabies, tahapan ini akan terlihat adanya perubahan temperamen yang masih ringan. Perilakunya sudah mulai berubah seolah-olah tidak mengenal, menghindar dari pemilik, dan mulai acuh terhadap perintah tuannya. Anjing akan menjadi sangat perasa, mudah terkejut, dan cepat berontak bila dipropokasi. Dalam keadaan ini perubahan perilaku mulai diikuti oleh kenaikan suhu badan. Pupil mata mengalami dilatasi dan refleks kornea menjadi lamban terhadap rangsangan. Pada anjing yang biasa kurang memperoleh perhatian dari pemiliknya terutama yang dipelihara lepas, gejala yang terjadi pada tahap prodromal seringkali berlangsung tanpa kecurigaan. Biasanya, tahap berikutnya, yaitu eksitasi baru diketahui ketika perubahan perilaku tampak sangat jelas.

2.1.6.2 Tahap Eksitasi

Biasanya tahap ini berlangsung lebih lama daripada tahap prodromal bahkan bisa berlangsung selama 3-7 hari. Tahapan ini dalam manifestasi klinisnya sangat mudah dikenali, apalagi oleh pemiliknya. Pada tahap ini, anjing berperilaku cepat merasa terganggu, emosional, dan cepat bereaksi agresip terhadap apa saja yang dirasanya mengaganggu. Dalam keadaan tidak ada propokasi anjing menjadi murung, terkesan lelah dan selalu tampak ketakutan. Pada awal tahap ini, anjing cenderung suka menghindar bila bertemu atau berpapasan dengan orang, dan suka bersembunyi ditempat gelap, misalnya dikolong meja, dibawah ranjang, di bawah kursi dan lain- lain. Anjing mengalami fotopobia atau takut melihat sinar sehingga apabila ada cahaya akan bereaksi secara berlebihan dan tampak ketakutan serta mengelak, Universitas Sumatera Utara melolong, mengerang atau bahkan menyerang dengan ganas.

2.1.6.3 Tahap Paralisis

Tahap paralisis ini dapat berlangsung secara singkat sehingga gejalanya sulit untuk dikenali, atau bahkan tidak terjadi dan langsung berlanjut pada kematian. Tahapan ini lebih dikenal dengan bentuk rabies dungu, dengan ciri rahang menggantung karena kelumpuhan otot pengunyah sehingga anjing tersebut tidak lagi mampu makan atau minum. Kelumpuhan juga terjadi pada otot tenggorokan sehingga keluarnya air liur tidak terkendali dan terus menetes. Suaranya sering terdengan seperti tersedak yang menyebabkan pemilik atau dokter hewan yang memeriksa kadang-kadang memperikirakan kemungkinan adanya duri atau benda asing yang menyangkut di kerongkongan.

2.1.7 Masa Inkubasi

Dokumen yang terkait

Analisis Faktor Predisposing, Enabling Dan Reinforcing Terhadap Tindakan Pemilik Anjing Dalam Pencegahan Penyakit Rabies Melalui Gigitan Hewan Penular Rabies (HPR) Di Kecamatan Tarutung Kabupaten Tapanuli Utara

3 60 154

Hubungan Faktor Internal Dan Eksternal Pemilik Anjing Dengan Pemeliharaan Anjing Dalam Upaya Mencegah Rabies Di Kecamatan Sumbul Kabupaten Dairi

0 38 208

Gambaran Perilaku Pemilik Anjing Terhadap Pencegahan Penyakit Rabies di Kota Binjai Tahun 2016

0 0 10

Gambaran Perilaku Pemilik Anjing Terhadap Pencegahan Penyakit Rabies di Kota Binjai Tahun 2016

0 1 21

Hubungan Pengetahuan Pemilik Anjing dan Faktor Persepsi Pencetus dengan Pencegahan Penyakit Rabies di Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah

0 0 14

HUBUNGAN PENGETAHUAN PEMILIK ANJING DAN FAKTOR PENCETUS PERSEPSI DENGAN PENCEGAHAN PENYAKIT RABIES DI KECAMATAN SARUDIK KABUPATENTAPANULI TENGAH TESIS Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes)

0 0 18

LEMBAR KUESIONER PENGARUH FAKTOR PREDISPOSING, ENABLING DAN REINFORCING TERHADAP TINDAKAN PEMILIK ANJING DALAM PENCEGAHAN PENYAKIT RABIES MELALUI GIGITAN HEWAN PENULAR RABIES (HPR) DI KECAMATAN TARUTUNG KABUPATEN TAPANULI UTARA Penjelasan Umum

1 1 28

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyakit Rabies - Analisis Faktor Predisposing, Enabling Dan Reinforcing Terhadap Tindakan Pemilik Anjing Dalam Pencegahan Penyakit Rabies Melalui Gigitan Hewan Penular Rabies (HPR) Di Kecamatan Tarutung Kabupaten Tapanuli Utar

0 0 32

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Analisis Faktor Predisposing, Enabling Dan Reinforcing Terhadap Tindakan Pemilik Anjing Dalam Pencegahan Penyakit Rabies Melalui Gigitan Hewan Penular Rabies (HPR) Di Kecamatan Tarutung Kabupaten Tapanuli Utara

0 0 12

Analisis Faktor Predisposing, Enabling Dan Reinforcing Terhadap Tindakan Pemilik Anjing Dalam Pencegahan Penyakit Rabies Melalui Gigitan Hewan Penular Rabies (HPR) Di Kecamatan Tarutung Kabupaten Tapanuli Utara

0 0 18