banyak menimbulkan persoalan dalam kejadian rabies di lapangan. Apalagi kalau menggigit lebih dari satu orang, berdasarkan pengamatan pasti positif rabies.
2.1.3 Penyebab Rabies Etiologi
Penyebab rabies adalah virus rabies yang termasuk famili Rhabdovirus. Bentuk virus menyerupai peluru, berukuran 180 nm dengan diameter 75 nm, dan
pada permukaannya terlihat bentuk-bentuk paku dengan panjang 9 nm. Virus ini tersusun dari protein, lemak, RNA, dan karbohidrat. Sifat virus adalah peka terhadap
panas namun dapat mati bila berada pada suhu 50°C selama 15 menit. Ada dua macam antigen, yaitu antigen glikoprotein dan antigen nukleoprotein. Virus ini akan
mati oleh sinar matahari dan sinar ultraviolet serta mudah dilarutkan dengan detergen Widoyono, 2005
Klasifikasi : Order : Mononegavirales Famili : Rhabdoviridae
Genus : Lyssavirus Spesies : Rhabdovirus Virus Rabies
Gambar. 2.1Virus Rabies : Penampang Memanjang a dan Melintang b
Sumber : Civas, 2011
Universitas Sumatera Utara
2.1.4 Patogenesis Rabies
Setelah virus rabies masuk melalui luka gigitan, maka selama 2 minggu virus tetap tinggal pada tempat masuk dan di dekatnya, kemudian bergerak mencapai ujung-
ujung serabut saraf posterior tanpa menunjukkan perubahan-perubahan fungsinya. Masa inkubasi bervariasi yaitu berkisar antara 2 minggu sampai 2 tahun, tetapi pada umumnya
3-8 minggu, berhubungan dengan jarak yang harus ditempuh oleh virus sebelum mencapai otak. Sesampainya di otak virus kemudian memperbanyak diri dan menyebar
luas dalam semua bagian neuron, terutama mempunyai predileksi khusus terhadap sel-sel sistem limbik, hipotalamus dan batang otak. Setelah memperbanyak diri dalam neuron-
neuron sentral, virus kemudian kearah perifer dalam serabut saraf eferen dan pada saraf volunter maupun saraf otonom. Dengan demikian virus menyerang hampir tiap organ dan
jaringan didalam tubuh, dan berkembang biak dalam jaringan-jaringannya, seperti kelenjar ludah, ginjal, dan sebagainya Depkes RI, 2000
2.1.5 Gejala dan Tanda Rabies Pada Manusia
Infeksi rabies pada manusia umumnya terjadi sebagai akibat gigitan hewan penular rabies sehingga terjadi pendedahan air liur yang berasal dari hewan rabies
tersebut, terutama oleh anjing. Penularan rabies juga dimungkinkan karena air liur hewan rabies yang kontak dengan kulit atau selaput lendir yang tergores, terluka dan
tidak tergantung pada besarnya luka Akoso, 2011.
2.1.5.1 Prodromal
Gejala awal yang terjadi sewaktu virus menyerang susuanan saraf pusat SSP
Universitas Sumatera Utara
adalah persaan gelisah dan demam. Secara umum pesien diliputi persaan tidak enak, sakit kepala, gatal, merasa seperti terbakar, kedinginan, kondisi tubuh lemah, dan rasa
sakit. Gejala awal mirip dengan influensa yakni dari hidung keluar ingus atau gejala infeksi pernafasan atas, sakit tenggorokan dan batuk. Pasien mungkin nafsu
makannya menurun, muntah, rasa sakit perut. Penderita yang menyadari beberapa minggu sebelumnya telah terdedah atau digigit oleh hewan penular rabies, secara
alami menjadi sangat khawatir, gelisah, tercekam dan merasa ada gangguan kesehatan. Perubahan lebih lanjut dapat muncul gejala mual, sakit perut hebat,
perototan terasa sakit, atau terjadi komplikasi infeksi saluran pernafasan bagian atas. Paresthesia juga biasa dialami oleh penderita dengan rabies bentuk paralitik dan
encepalitik. Gejala non lokal atau sistemik termasuk diantaranya adalah demam, mudah capek, gejala gangguan gastrointestinal, rasa sakit muskuluskletal yang
menyerupai influensa atau infeksi saluran pernafasan atas.
2.1.5.2 Furious Rabies
Tahap awal akan muncul gejala hidrofobia, tampilan neurologik dalam rabies ensfalitik adalah hipereaktivitas, dengan gejala berupa eksitasi atau ketakutan
berlebihan, rasa haus, ketakutan terhadap rangsangan cahaya, tiupan angin atau suara keras. Penderita umumnya selalu merintih sebelum kesadarannya hilang. Biasa
dijumpai gejala demam tinggi, penderita menjadi bingung, gelisah, rasa tidak nyaman dan tidak ketidak beraturan. Kebingungan akan semakin hebat dan berkembang
menjadi agresif, halusinasi dan selalu ketakutan. Tubuh gemetar atau kaku kejang.
Universitas Sumatera Utara
Timbul gejala stimulasi saraf otonom termasuk peningkatan salifasi, air liur yang berbuih, mengeluarkan banyak keringat, lakrimasi, abnormalitas pupil dan piloereksi.
Demam tubuh semakin meningkat sehingga suhu dapat mencapai 40
2.1.5.3 Paralitik
C secara menetap. Dalam keadaan demikian penderita merasa kepala pusing. Situasi akan
akhirnya berkembang dengan timbulnya gangguan kesadaran dan kemudian koma.
Gejala umumnya dimulai dengan demam dan sakit kepala. Segera kemudian timbul rasa panas seperti tertusuk jarum, mati rasa, keram otot, dan hilang perasaan.
Kaki tubuh, lengan tangan, otot pernafasan, dan otot penelan menjadi terkena. Sembelit, tidak bisa mengosongkan kandung kemih, demam tinggi dan keringat
banyak. Pada walnya penderita tampak sadar kemudian mengigau, tidak sadarkan diri dan koma. Beberapa kasus orang mengalami kaku leher yang memberi kesan
meningitis dan air liur menetes karena tidak mampu menelan.
2.1.6 Gejala dan Tanda Rabies Pada Anjing
Dalam kehidupan di masyarakat, orang memanfaatkan anjing dan bangsa anjing untuk dipelihara dalam berbagai kepentingan, terutama sebagai hewan
kesayangan atau hewan pekerja. Kedekatan antara manusia dan anjing telah berlangsung lama sejak zaman kuno hingga sekarang dan akan terus berlangsung
untuk berbagai tujuan dan kepentingan Akoso, 2011.
2.1.6.1 Tahap Prodromal
Keadaaan ini merupakan tahapan awal gejala klinis yang dapat berlangsung
Universitas Sumatera Utara
antara 2-3 hari. Pada anjing rabies, tahapan ini akan terlihat adanya perubahan temperamen yang masih ringan. Perilakunya sudah mulai berubah seolah-olah tidak
mengenal, menghindar dari pemilik, dan mulai acuh terhadap perintah tuannya. Anjing akan menjadi sangat perasa, mudah terkejut, dan cepat berontak bila
dipropokasi. Dalam keadaan ini perubahan perilaku mulai diikuti oleh kenaikan suhu badan. Pupil mata mengalami dilatasi dan refleks kornea menjadi lamban terhadap
rangsangan. Pada anjing yang biasa kurang memperoleh perhatian dari pemiliknya terutama yang dipelihara lepas, gejala yang terjadi pada tahap prodromal seringkali
berlangsung tanpa kecurigaan. Biasanya, tahap berikutnya, yaitu eksitasi baru diketahui ketika perubahan perilaku tampak sangat jelas.
2.1.6.2 Tahap Eksitasi
Biasanya tahap ini berlangsung lebih lama daripada tahap prodromal bahkan bisa berlangsung selama 3-7 hari. Tahapan ini dalam manifestasi klinisnya sangat
mudah dikenali, apalagi oleh pemiliknya. Pada tahap ini, anjing berperilaku cepat merasa terganggu, emosional, dan cepat bereaksi agresip terhadap apa saja yang
dirasanya mengaganggu. Dalam keadaan tidak ada propokasi anjing menjadi murung, terkesan lelah dan selalu tampak ketakutan. Pada awal tahap ini, anjing cenderung
suka menghindar bila bertemu atau berpapasan dengan orang, dan suka bersembunyi ditempat gelap, misalnya dikolong meja, dibawah ranjang, di bawah kursi dan lain-
lain. Anjing mengalami fotopobia atau takut melihat sinar sehingga apabila ada cahaya akan bereaksi secara berlebihan dan tampak ketakutan serta mengelak,
Universitas Sumatera Utara
melolong, mengerang atau bahkan menyerang dengan ganas.
2.1.6.3 Tahap Paralisis
Tahap paralisis ini dapat berlangsung secara singkat sehingga gejalanya sulit untuk dikenali, atau bahkan tidak terjadi dan langsung berlanjut pada kematian.
Tahapan ini lebih dikenal dengan bentuk rabies dungu, dengan ciri rahang menggantung karena kelumpuhan otot pengunyah sehingga anjing tersebut tidak lagi
mampu makan atau minum. Kelumpuhan juga terjadi pada otot tenggorokan sehingga keluarnya air liur tidak terkendali dan terus menetes. Suaranya sering terdengan
seperti tersedak yang menyebabkan pemilik atau dokter hewan yang memeriksa kadang-kadang memperikirakan kemungkinan adanya duri atau benda asing yang
menyangkut di kerongkongan.
2.1.7 Masa Inkubasi
Rabies adalah penyakit yang menyerang saraf mamalia, hampir selalu fatal setelah gejala klinis berkembang. Manusia berisiko terinfeksi ketika mereka digigit
oleh hewan yang terinfeksi. Luka pada jaringan tubuh manusia terkena air liur hewan yang terinfeksi sehingga sampai ke sistem saraf pusat SSP. Masa inkubasi adalah
waktu antara penggigitan sampai timbulnya gejala penyakit
2.1.7.1 Masa Inkubasi Pada Manusia
CFSPH, 2009.
Pada manusia, masa inkubasi beberapa hari sampai beberapa tahun. Sebagian besar kasus menjadi jelas setelah 1 sampai 3 bulan. Dalam sebuah penelitian, sekitar
4-10 kasus memiliki masa inkubasi 6 bulan atau lebih.
Universitas Sumatera Utara
2.1.7.2 Masa Inkubasi Pada Hewan
Masa inkubasi bervariasi, tergantung jumlah virus yang masuk kedalam tubuh, jika gigitan lebih dekat ke kepala, maka kekebalan dan sifat luka host akan
mengalami masa inkubasi yang lebih pendek. Pada anjing dan kucing, masa inkubasi adalah 10 hari - 6 bulan, kebanyakan kasus menjadi jelas antara 2 minggu dan 3
bulan. Pada sapi, masa inkubasi dari 25 hari sampai lebih dari 5 bulan. Kelelawar
2.1.8 Diagnosa Rabies
dilaporkan juga sudah tertular rabies.
Untuk kepastian diagnosis dilakukan pemeriksaan spesimen secara laboratorium. Untuk menjamin akurasi hasil diagnosa rabies, hanya laboratorium
tertentu yang diakui pemerintah sebagai laboratorium yang berkompeten melaksanakan uji Akoso, 2011.
2.1.8.1 Diagnosa pada Manusia
Penyakit ini sering berjalan dengan cepat dan dalam 10 hari dapat menyebabkan kematian sejak timbulnya gejala, sehingga pemeriksaan serologis
kadang-kadang belum sempat dilakukan, walaupun secara klinis cukup jelas. Pada kasus dengan perjalanan yang agak lama, misalnya gejala paralis yang dominan dan
mengaburkan diagnosis maka pemeriksaan laboratorium sangat membantu dalam menegakkan diagnosis. Virus rabies dapat diisolasi dari air liur, cairan serebrospinal
dan urin penderita. Walaupun begitu, isolasi virus kadang-kadang tidak berhasil didapatkan dari jaringan otak dan bahan tersebut setelah 1-4 hari sakit. Hal ini
Universitas Sumatera Utara
berhubungan dengan adanya neutralizing antibodies. Pemeriksaan Flourescent Antibodies Test FAT dapat menunjukkan antigen virus di jaringan otak, sedimen
cairan serebrospinal, urin, kulit dan hapusan kornea, bahkan setelah teknik isolasi tidak berhasil. FAT ini juga bisa negatif, bila antibodi telah terbentuk. Serum
neutralizing antibody pada kasus yang tidak divaksinasi tidak akan terbentuk sampai hari ke 10 pengobatan, tetapi setelah itu titer akan meningkat dengan cepat.
Peningkatan titer yang cepat juga nampak pada hari ke 6-10 setelah onset klinis pada penderita yang diobati dengan anti rabies. Karakteristik respon imun ini, pada kasus
yang divaksinasi dapat membantu diagnosis. Walaupun secara klinis gejalanya patognomonik namun negri bodies dengan pemeriksaan mikroskopis seller dapat
negatif pada 10-20 kasus, terutama pada kasuskasus yang sempat divaksinasi dan penderita yang dapat bertahan hidup setelah lebih dari 2 minggu Depkes RI, 2000.
2.1.8.2 Diagnosis pada Hewan
Pada hewan, virus rabies biasanya diidentifikasi dengan Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction RT-PCR atau imunofluoresensi melalui sampel otak.
Virus ini juga dapat ditemukan pada jaringan lain seperti kelenjar ludah, kulit taktil folikel rambut wajah dan pada kornea. Immunofluorescence dapat mengidentifikasi
98-100 kasus yang disebabkan oleh semua genotipe virus rabies dan rabies terkait, dan yang paling efektif pada sampel segar. Tes-tes lain untuk mendeteksi virus ini
termasuk tes immunosorbent imunohistokimia dan enzyme-linked ELISA. RT-PCR ini juga berguna, terutama bila sampel kecil misalnya, air liur atau ketika sejumlah
Universitas Sumatera Utara
besar sampel harus diuji dalam wabah atau survei epidemiologi. Histologi untuk mendeteksi bahan agregat virus pada neuron adalah tidak spesifik, dan ini tidak
dianjurkan jika teknik yang lebih spesifik yang tersedia. Serologi kadang-kadang digunakan untuk menguji serokonversi pada hewan peliharaan sebelum perjalanan
internasional atau satwa liar dalam kampanye vaksinasi. Tes serologi meliputi tes netralisasi virus dan ELISA
2.1.9 Cara Penularan
CFSPH, 2009.
Ar liur
binatang yang sakit mengandung virus yang dapat ditularkan melalui gigitan atau cakaran dan sangat jarang sekali melalui luka baru di kulit atau melalui selaput lendir
yang utuh. Penularan dari orang ke orang secara teoritis dimungkinkan oleh karena liur dari orang yang terinfeksi dapat mengandung virus, namun hal ini belum pernah
didokumentasikan. Transplantasi organ cornea dari orang yang meninggal karena penyakit sistem saraf pusat yang tidak terdiagnosa dapat menularkan rabies kepada penerima organ
tadi. Penyebaran melalui udara telah dibuktikan terjadi di suatu gua dimana terdapat banyak kelelawar yang hinggap dan pernah juga terjadi di laboratorium, namun kejadiannya sangat
jarang. Di Amerika Latin, penularan melalui kelelawar yang terinfeksi kepada binatang domestik sering terjadi. Di Amerika Serikat kelelawar pemakan
serangga jarang menularkan rabies kepada binatang di darat baik kepada binatang domestik maupun
binatang liar Chin, 2000. 2.1.10 Pola Penyebaran
Penularan Rabies di lapangan rural rabies berawal dari suatu kondisi anjing yang
Universitas Sumatera Utara
tidak dipelihara dengan baik atau anjing liar yang merupakan cirri khas yang ada di pedesaan yang berkembang sangat fluktuatif dan sulit dikendalikan. Suatu kondisi yang sangat
kondusif untuk menjadikan suatu daerah dapat bertahan menjadi daerah endemis. Secara alami dan yang sering terjadi pola peenyebaran Rabies. Pada umumnya manusia merupakan
dead end atau terminal akhir dari korban gigitan. Anjing liar, anjing peliharaan yang menjadi liar maupun anjing peliharaan, setiap saat dapat menggigit manusia. Sementara itu anjing liar,
anjing peliharaan yang menjadi liar dan anjing pelihara dapat saling menggigit satu sama lain. Kalau salah satu diantara anjing yang menggigit tersebut positif Rabies, maka akan
terjadi kasus-kasus positif + Rabies Civas, 2011.
Gambar 2.2 Pola Penyebaran Rabies di Lapangan
Sumber : Civas 2011 2.1.11 Epidemiologi Rabies
a. Berdasarkan Orang Rabies pada orang ditemukan setiap tahun diberbagai daerah endemik di
Indonesia, sebagaimana juga ditemukan kasus pada hewan. Jumlah orang digigit dan meninggal karena rabies sebanding dengan jumlah kasus pada hewan di tiap-
tiap daerah. Dalam lima tahun terakhir 2000-2004, jumlah orang meninggal
Anjing Liar Anjing Peliharaan
Yang Menjadi Liar Anjing
Peliharaan Manusia
Universitas Sumatera Utara
dunia di Sumatera Barat karena rabies sebanyak 51 orang, Sulawesi Utara 37 orang, Sulawesi Selatan 59 orang, Sulawesi Tenggara 64 orang, dan Flores 91
orang. Ditinjau dari segi umur orang yang digigit HPR di Sumatera Barat paling banyak berumur 17-55 tahun 27,78 , diiukuti umur 6-12 tahun 17,30 ,
begitu pula di Provinsi Riau paling banyak berumur 17-55 tahun 20,62 , diikuti umur 6-12 tahun 14,20 . Sedangkan Provinsi Jambi orang paling
banyak digigit HPR pada kelompok umur 17-55 tahun 26,01 , berikutnya kelompok umur balita sebanyak 19,22 . Apabila ditinjau dari segi jenis
kelamin, baik di Provinsi Jambi, Provinsi Sumatera Barat dan Provinsi Riau kebanyakan orang yang digigit adalah jenis kelamin laki-laki Akoso, 2011.
b. Berdasarkan Tempat Di berbagai belahan dunia sangat susah untuk mengestimasikan jumlah kasus
kematian yang disebabkan oleh Rabies. Hal in terkait dengan sistem surveillans dan tidak adanya laboratorium yang cukup memadai di berbagai belahan
dunia. WHO menyatakan bahwa sekitar 55.000 orang per tahun meninggal dunia karena Rabies, 95 dari jumlah itu berasal dari Asia dan Afrika WHO,
2008. Sebagian besar dari korban sekitar 30-60 adalah anak-anak usia kecil dibawah 15 tahun WHO, 2008. Penyebaran utama penyakit Rabies ini adalah
gigitan dari anjing yang terkena Rabies. Kematian umumnya disebabkan tidak adanya perlakuan atau kurangnya perlakuan yang baik post exposure treatment
dari korban yang terkena rabies CIVAS, 2011.
Universitas Sumatera Utara
c. Berdasarkan Waktu Rabies di Indonesia ditemukan pada tahun 1884 di Jawa Barat; 1953 di Jawa
Tengah, Jawa Timur, Sumatra Barat; kemudian tahun 1956 di Sumatra Utara. Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara tahun 1958; Sumatra Selatan tahun 1959;
Lampung 1969; Aceh tahun 1970; Jambi, DI Yogyakarta tahun 1971; DKI Jakarta, Bengkulu dan Sulawesi Tengah tahun 1972; Kalimantan Timur tahun
1974; Riau tahun 1975; Kalimantan Tengah tahun 1978; Kalimantan Selatan tahun 1981 dan Flores tahun 1997. Kalimantan Barat tahun 2005; Pulau Bali
tahun 2008; dan Pulau Nias, Pulau Maluku tahun 2010 Kemenkes RI, 2011.
2.2 Pencegahan
Indonesia, sebagai negara yang endemik rabies dengan anjing sebagai penular utama, eliminasi anjing merupakan tindakan penting sekiranya dapat diterima secara
struktur sosial dan dalam capaian pengaturn finansial dari pemerintah. Dinegara yang penularannya melibatkan satwa liar, pengendalian secara tuntas memang mengalami
banyak kendala, namun gigitan oleh anjing tetap juga merupakan bahwa tejadinya rabies ke orang. Pengendalian populasi anjing merupakan faktor penting dalam usaha
memberantas rabies dan pengamanan terhadap kesehatan masyarakat. Program pengendalian rabies harus didasarkan atas pengetahuan epidemiologi penyakit dan
pemahaman daur kehidupan hewan penular rabies HPR didaerah tertentu. Akoso, 2011.
Universitas Sumatera Utara