sayuran dan buah yang potensial, ini adalah salah satu dampak positif yang dihasilkan oleh keberadaan bentuk lahan tersebut.
Sistem teknologi yang muncul pada masyarakat Batak Toba cukup unik dengan adanya ruma batak yang menjadi arsitektur kebanggaan
mereka. Ruma Batak ini dibangun dari bahan-bahan alami seperti ijuk, kayu, dan batu. Terdapat pengaturan hierarki ruang dalam ruma batak ini
menurut kepentingan ruang dan penamaannya berdasarkan jenis ruangan tersebut. Selain itu juga terdapat hirarki pembentukan sebuah kampung
atau huta yang dimulai dari kelompok terkecil yaitu klan keluarga, huta, kemudian bius sebagai kelompok yang terbesar.
2.5 Agama Dan Kepercayaan
Menurut sumber-sumber yang diperoleh, sebelum masuknya agama Kristen ke Tanah Batak, pengaruh agama Islam sudah terlebih
dahalu masuk, terutama di daerah- daerah pesisir. Oleh sebab itulah penginjil-penginjil mengambil lokasi penginjilannya pada daerah yang
belum dimasuki oleh agama Islam. Daerah Batak merupakan daerah pertama yang dikunjungi oleh penginjil-penginjil Eropa maupun dari
Amerika. Sebelum kehadiran kedua agama tersebut, masyarakat Batak dulunya adalah memeluk kepercayaan animisme dan dynamisme.
Kepercayaan ini menganggap bahwa benda-benda tertentu mempunyai daya kekuatan, oleh karena itu harus ditutupi dengan rasa takut, khidmat
Universitas Sumatera Utara
dan rasa terima kasih. Saat ini aliran kepercayaan seperti ini sudah mulai menghilang dari tengah-tengah masyarakat. Berbeda dengan masyarakat
Batak Toba yang berdomisili di kota Medan. Sesuai dengan data-data yang diperoleh, penyebaran agama yang terjadi di kota Medan terlihat
secara merata. Kepercayaan yang dianut oleh masyarakat tradisional Batak Toba
adalah kepercayaan terhadap Mulajadi Na Bolon yang dipercayai oleh orang Batak sebagai dewa tertinggi mereka: pencipta 3tiga dunia: dunia
atas banua ginjang, dunia tengah banua tonga dan dunia bawah banua toru. Manusia dipercaya hidup di tengah, tidak terpisah dari alam,
manusia satu dengan kosmos. Adat memimpin hidup manusia perseorangan, sedangkan masyarakat adalah simbol ketertiban kosmos.
Tiga golongan fungsional dalam masyarakat adat Batak yang disebut Dalihan Na Tolu dipercaya sebagai refleksi kerjasama ketiga dunia itu.
Dalam sistem adat istiadat orang Batak dikenal adanya Dalihan na Tolu yang berarti Tiga nan Satu. Tiga unsur penting dalam sistem
kekerabatan masyarakat berdasarkan asas Dalihan Na Tolu berlaku secara umum dalam semua sub suku walaupun berbeda-beda dalam
penamaannya, saling mendukung satu dengan yang lainnya. Dalihan Na Tolu berasal dari kata ”dalihan” yang berarti tungku dan ”na tolu” artinya
nan tiga. Tungku nan tiga melambangkan terdapat tiga buah batu sebagai tungku yang menopang kuali lambang kehidupan sehari-hari. Hal ini
Universitas Sumatera Utara
mencerminkan kehidupan sehari-hari orang Batak Toba yang ditopang oleh prinsip Dalihan Na Tolu. Sistem Dalihan Na Tolu menentukan
kedudukan, hak dan kewajiban orang Batak dalam lingkungannya. Dalam sistem masyarakat orang Batak Toba ketiga unsur ini
digambarkan sebagai Hula-hula, Dongan Sabutuha dan Boru. Prinsip Dalihan Na Tolu memiliki kaitan erat dengan sistem marga dan silsilah.
Seorang anak harus mengetahui asal-usul klan marga keluarganya dan juga urutan silsilahnya sehingga setiap orang dapat menempatkan diri
dengan baik dalam tatanan pergaulan di masyarakat. Salah satu contoh penerapan prinsip Dalihan Na Tolu ini dapat dilihat dalam penggunaan
ulos yang erat kaitannya dengan kehidupan adat orang Batak Toba maupun sub suku Batak Toba dan juga lainnya. Dalam masyarakat Batak
Toba pemberian ulos ditujukan sebagai perlambang yang akan mendatangkan kesejahteraan jasmani dan rohani dan hanya digunakan
pada upacara khusus.
2.6 Bahasa