Latar Belakang Masalah Studi Deskriptif Gondang Sabangunan Dalam Upacara Kematian Saurmatua Pada Masyarakat Batak Toba Di Kota Medan

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Upacara kematian pada masyarakat Batak Toba merupakan pengakuan bahwa masih ada kehidupan lain dibalik kehidupan di dunia ini. Adapun maksud dan tujuan masyarakat Batak Toba untuk mengadakan upacara kematian itu tentunya berlatar belakang kepercayaan tentang kehidupan. Berbicara tentang upacara kematian pada suku Batak Toba, dapat kita tinjau dari defenisi dari istilah kematian saurmatua adalah seseorang yang meninggal dunia apakah suami atau isteri yang sudah bercucu baik dari anak laki-laki atau putri. Biasanya pada upacara kematian saur matua pada masyarakat Batak Toba akan diiringi oleh alunan musik yang dulunya biasa disebut dengan ‘gorsi-gorsi’ satu hari sebelum mayat tersebut dikebumikan. Alunan gondang itu biasa dilakukan untuk menghormati arwah yang telah meninggal dan juga untuk silahturahmi pertemuan yang terakhir dari semua keluarga serta kerabat-kerabat terdekat dari orang yang meninggal tersebut sebelum pada besok harinya akan dimasukkan ke dalam peti jenazah untuk dikebumikan. Universitas Sumatera Utara Skripsi ini membahas deskriptif gondang sabangunan yang digunakan dalam upacara kematian saurmatua pada masyarakat Batak Toba yaitu Taganing atau tataganing single-headed braced drum merupakan seperangkat gendang yang terdiri dari enam buah drum. Gondang sabangunan adalah satu ensambel musik tradisional pada masayarakt Batak Toba. Ensambel ini terdiri dari seperangkat taganing, sebuah sarune double reeds-oboe, empat buah ogung suspended-gongs: ogung oloan, ogung ihutan, ogung panggora dan ogung doal, serta satu buah hesek idiophone. Masing-masing gendang memiliki nada frekuensi getaran yang berbeda. Ketika dimainkan, ke enam gendang disusun dan digantung pada sebuah alat penyangga. Taganing dimainkan oleh dua orang pemain dengan menggunakan stik pemukul kayu. Gendang yang terbesar ukurannya disebut gordang, dimainkan satu orang. Dalam konteks komposisi musik, gordang berperan sebagai instrumen ritmikal. Sementara lima gendang lainnya, lazim juga disebut anak ni taganing, adalah instrumen melodik, dimainkan oleh satu orang dan berperan sebagai pembawa melodi. Kedua instrumen tersebut, gordang dan taganing, dimainkan dalam satu ensambel musik yang disebut gondang sabangunan. Sistem permainanan gondang sabangunan dalam upacara kematian saurmatua pada masyarakat Batak Toba adalah seperangkat alat musik, Universitas Sumatera Utara ensambel musik komposisi lagu kumpulan dari beberapa lagu. Tetapi, seperti yang kita lihat di kota Medan adanya banyak perubahan yang terjadi. Sebahagian besar upacara kematian yang saurmatua telah menggunakan bantuan dari musik tiup seperti pada alat music keyboard yang funginya semakin lama semakin bertambah maju dan berkembang yang dapat menirukan semua suara alat musik. Jika kita simak dari asumsi yang telah dijelaskan diatas, sebelum kita mengkaji lebih dalam mengenai fungsi gondang sabangunan pada upacara kematian saurmatua pada masyarakat Batak Toba yang berada di kota Medan, dalam konteks yang berkembang “mengapa dalam upacara kematian saurmatua di kota Medan pada saat tahapan upacara kematian tersebut dimulai sampai dengan selesai, gondang sabangunan dimainkan secara murni tanpa ada bantuan dari alat musik tiup yang ada dalam upacara kematian tersebut?”. Karena setelah saya tinjau langsung ke lapangan datang untuk mengikuti upacara kematian masyarakat Batak Toba yang ada di kota Medan mayoritas telah menggunakan dua perangkat musik yaitu: gondang sabangunan dan musik tiup. Dan untuk dapat meninjau langsung upacara kematian masyarakat Batak Toba di kota Medan baiknya kita melihat terlebih dulu keberadaan gorci-gorci pangorci yang masih eksis di kota Medan. Universitas Sumatera Utara Dalam sejarah upacara kematian saurmatua pada masyarakat Batak Toba pada saat ‘mangalap pande’ menjemput peti jenazah harus didampingi oleh panggorsi karena pada saat menjemput peti jenazah tersebut keluarga yang meninggal tersebut harus melakukan ritual atau menyembah meminta izin keapda penghuni kayu yang akan digunakan sebagai peti jenazah orang yang meninggal tersebut. Berikut ini uraian ringkas mengenai mangalap pande yang harus diiringi oleh panggorsi gondang sabangunan tersebut “Apabila semua sudah lengkap yaitu hasuhuton, pande hau, babi dan kelengkapannya sudah berada pada pohon kayu yang hendak ditebang, biasanya kayu yang ada diporlak disekitar kampung, maka petugas kepercayaan lalu martonggo. Biasanya pada saat penebangan kayu peti jenazah, panggorsi akan memulai pemotongan kayu tersebut dengan bunyi gendang yang terdiri dari tujuh gendang”. Tetapi pada upacara kematian ini, kebiasaan itu tidak pernah diadakan lagi terutama di kota Medan. Itu disebabkan oleh pengaruh jarangnya kayu yang dapat dijadikan menjadi peti jenazah disekitar daerah tempat meninggalnya orang tersebut dan juga untuk mempersingkat waktu dan juga materi untuk kualitas kayu yang akan digunakan untuk peti jenazah orang yang meninggal tersebut. Dalam upacara kematian tersebut menggunakan Gondang ini juga dijadikan sebagai pengumuman kepada masyarakat bahwa ada orang tua yang meninggal saur matua. Sebagai salah satu bentuk aktivitas adat, Universitas Sumatera Utara maka pelaksanaan upacara kematian ini tidak terlepas dari kehadiran dari unsur-unsur Dalihan Natolu yang memainkan peranan berupa hak dan kewajiban pada setiap suku Batak Toba. Maka dalihan natolu inilah yang mengatur peranan tersebut sehingga prilaku setiap unsur khususnya dalam kegiatan adat maupun dalam kehidupan sehari-hari tidak menyimpang dari adat yang sudah ada. Seperti yang saya kutip dari beberapa sumber acuan untuk menyelesaikan skripsi ini, ada beberapa ketentuan yang berlaku pada masa sekarang ini untuk dapat menggunakan gondang sabangunan. Saya tidak ingat secara pasti tetapi salah satunya adalah karena alasan pembiayaan. Tentu saja hal tersebut masuk akal mengingat rombongan yang akan disewa untuk memainkan gondang akan lebih banyak jumlahnya. Sejauh pengamatan saya, saat ini sudah lebih banyak orang yang memilih untuk menggunakan fasilitas musik modern daripada gondang. Selain karena lebih sesuai dengan keinginan hati mereka, alat musik modern juga relatif lebih murah pembiayaannya dibanding dengan gondang. Memang hal tersebut lumrah adanya, mengingat semakin terbatasnya jumlah orang yang dapat memainkan gondang dengan baik, paralatan gondang pun semakin sulit didapati. Adanya gondang yang dimainkan pada upacara kematian saurmatua pada masyarakat Batak Toba yaitu gondang yang Universitas Sumatera Utara memeberitahukan dan mengundang masyarakat sekitarnya agar hadir di rumah duka untuk turut menari bersama-sama. Setelah saya mengikuti upacara kematian saurmatua di kota Medan, saya tertarik untuk mengkaji mengapa pada saat-saat tertentu gondang sabangunan akan dimainkan secara murni tanpa ada bantuan dari alat musik tiup yang juga seperangkat musik yang ada pada saat upacara kematian tersebut berlangsung yang akan kita bahas secara lengkap dan jelas agar dapat dijadikan tulisan untuk menjadi salah satu syarat untuk menyelesaikan studi perkuliahan S-1 jurusan Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara. Walaupun demikian, dalam upacara kematian tersebut menggunakan 2 perangkat alat musik yang pada dulunya berfungsi sebagai tanda hormat semua keluarga yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal tersebut dan juga sebagai ritual keberangkatan arwah orang yang meninggal tersebut menuju banua ginjang. Dalam upacara kematian saurmatua tersebut, setiap seperangkat alat musik yang dimainkan mempunyai saat-saat tertentu masing-masing walaupun kadang kala dimainkan secara bersamaan. Gondang sabangunan dimainkan pada saat- saat tertentu secara murni tanpa ada bantuan dari alat musik elektronik . Apabila saya melihat serta meninjau secara langsung, seluruh keturunan dari orang yang meninggal tersebut, tidak menunjukkan rasa Universitas Sumatera Utara sedih yang begitu mendalam sekali. Karena orang yang meninggal saurmatua bagi masyarakat Batak Toba adalah orang yang meninggal tersebut sudah wajar karena telah menyelesaikan semua tugas-tugasnya di dunia kepada semua keturunanya atau yang lebih utama adalah anaknya yang pada masa hidupnya adalah menjadi tanggung jawab orang yang meninggal tersebut sebelum seluruh anak-anaknya menikah. Apabila seluruh anak-anaknya telah menikah orang yang meninggal tersebut telah menyelesaikan tugasnya sebagai seorang orangtua kematian saurmatua. Untuk mengetahui pokok permasalahan yang akan dijelaskan oleh sipenulis yaitu “mengapa pada saat-saat tertentu pada upacara kematian saurmatua tersebut, harus menggunakan alunan musik sabangunan yang tidak dapat dimainkan oleh seperangkat alat musik tiup yang berada disana karena pada saat-saat tertentu tersebut mengandung unsur ritual untuk dapat berkomunikasi dengan arwah orang yang meninggal tersebut”. Gondang sabangunan akan murni dimainkan pada saat sekumpulan orang tersebut akan meminta kepada pemain musik untuk menunjukkan rasa turut berduka cita kepada orang yang meninggal tersebut agar dengan tenang pergi menuju ke banua ginjang. Biasanya orang yang meminta musik tersebut akan memanggil “amang panggual panggorci nami” itu biasanya dari dahulu ditujukan kepada pemain gondang sabangunan untuk memainkan lagu yang diminta oleh mereka. Sekarang ini panggilan tersebut telah dipakai juga untuk pemain seperangkat alat musik brass Universitas Sumatera Utara yang ada dalam upacara kematian tersebut. Gondang yang diminta biasanya adalah gondang ‘usip-usip’ yaitu agar mereka dapat menyampaikan rasa turut berduka cita mereka kepada orang yang meninggal tersebut secara berdoa dalam hati masing-masing berkomunikasi langsung kepada arwah orang yang meninggal tersebut sambil manortor, dalam kisah sejarahnya diwajibkan untuk tunduk secara perlahan dan akhirnya pada posisi jongkok. Pada saat itulah mereka berdoa dalam hati mereka masing-masing menyampaikan apa yang ada dalam hati mereka kepada orang yang meninggal tersebut. Setelah saya melihat dan mengkaji upacara kematian tersebut untuk menyelesaikan tulisan ini, apabila dalam upacara kematian Batak Toba yang berada di kota Medan “mengapa” gondang sabangunan murni digunakan pada setiap saat-saat tertentu orang yang datang berkunjung dan manortor ada dimainkan. Karena setiap saat-saat tertentu orang yang berkunjung pasti meminta gondang usip-usip kepada panggorci untuk menunjukkan rasa bela sungkawa mereka kepada orang yang meninggal tersebut. Jadi menurut pandangan saya apabila ada upacara kematian masyarakat Batak Toba yang berada di kota Medan yang menggunakan gondang sabangunan mempunyai peranan penting dalam upacara tersebut walaupun tidak seluruh musik yang dimainkan dalam upacara kematian saurmatua yang tersebut. Gondang sabangunan dimainkan secara murni tanpa ada bantuan dari alat musik lainnya, itu disebabkan oleh masih Universitas Sumatera Utara adanya kepercayaan yang dianut oleh masyarakat Batak Toba semenjak dulunya. Mereka masih mempercayai bahwa pada saat gondang tersebut dimainkan mempunyai peranan yang sangat penting karena menurut mereka dapat mempertemukan langsung dengan orang yang meninggal tersebut untuk terakhir kalinya. Jadi, peranan penting pada saat gondang sabangunan tersebut dimainkan adalah yang menjadi pokok permasalahan terpenting yang akan dibahas dalam menyelesaikan skripsi ini. Maka dari itu, untuk kebutuhan penelitian dan penulisan maka penulis hendak membuat tulisan ini dengan judul “STUDI DESKRIPTIF GONDANG SABANGUNAN DALAM UPACARA KEMATIAN SAURMATUA PADA MASYARAKAT BATAK TOBA DI KOTA MEDAN”.

1.2 Pokok Permasalahan