Ruang Dan Tempat Penyajian Pelaku

3.2 Deskripsi Gondang Sabangunan Dalam Upacara Kematian Saurmatua Masyarakat Batak Toba Di Kota Medan

3.2.1 Ruang Dan Tempat Penyajian

Posisi pemain gondang sabangunan pun sudah berbeda dengan posisi mereka ketika di dalam rumah. Pada upacara ini, posisi mereka sudah menghadap ke halaman rumah, Tetapi pada upacara maralaman mereka berada di bilik bonggar sebelah kanan. Kemudian pargonsi pun bersiap-siap dengan instrumennya masing-masing.

3.2.2 Pelaku

Seperti yang telah diuraikan pada sub-bab sebelumnya, bahwa keseluruhan pemain yang menggunakan instrumen- instrumen dalam gondang sabangunan disebut pargonsi. Dahulu, istilah pargonsi ini hanya diberikan kepada pemain taganing saja, sedangkan kepada pemain instrumen lainnya hanya diberikan nama sesuai dengan nama instrumen yang dimainkannya, yaitu pemain ogling parogung, pemain hesek dan pemain sarune parsarune. Dalam konteks sosial, pargonsi ini mendapat perlakuan yang khusus. Hal ini didukung oleh adanya prinsip stratifikasi yang berhubungan dengan kedudukan pargocci berdasarkan pangkat dan jabatan. Sikap khusus yang diberikan masyarakat kepada pargonsi itu Universitas Sumatera Utara disebabkan karena seorang pargocci selain memiliki ketrampilan teknis, mendapat sabala dari Mulajadi Na Bolon, juga mempunyai pengetahuan tentang ruhut-ruhut ni adat aturan-aturan adatsendi-sendi peradaban. Sehingga untuk itu, pargonsi mendapat sebutan Batara Guru Hundul artinya : Dewa Batara Guru yang duduk untuk pemain taganing dan ‘Batara Guru Manguntar’ untuk pemain sarune. Mereka berdua dianggap sejajar dengan Dewa dan mendapat perlakuan istimewa, baik dari pihak yang mengundang pargocci maupun dari pihak yang terlibat dalam upacara tersebut. Dengan perantaraan merekalah, melalui suara gondang keseluruhan instrumen, dapat disampaikan segala permohonan dan puji-pujian kepada Mulajadi Na Bolon Yang Maha Esa dan dewa- dewa bawahannya yang mempunyai hak otonomi. Posisi pargcci tampak pada saat hendak diadakannya horja upacara pesta yang menyertakan gondang sabangunan untuk mengiringi jalannya upacara. Pihak yang berkepentingan dalam upacara akan mengundang pargonsi dan menemui mereka dengan permohonan penuh hormat, yang disertai napuran tiar sirih diletakkan di atas piring. Akan tetapi sejalan dengan perkembangan zaman, penghargaan kepada pargonsi sudah berubah. Hal ini disebabkan kehadiran musik suatu sebutan dari masyarakat Batak Toba untuk kelompok music tiup yang menggantikan kedudukan gondang sabangunan sebagai pengiring upacara. Apabila pihak yang terlibat dalam upacara meminta sebuah Universitas Sumatera Utara repertoar, mereka akan menyebut pargonsi kepada dirigen atau pimpinan kelompok musik tersebut. Walaupun kedudukan kelompok musik sama dengan gondang sabangunan dengan menyebut “pargonsi” kepada pemain musik, namun musisi tersebut tidak dapat dianggap sebagai Batara Guru Humundul ataupun Batara Guru Manguntar. Sikap hormat yang diberikan masyarakat kepada pargonsi bukanlah suatu sikap yang permanen tetap, tetapi hanya dalam konteks upacara. Di luar konteks upacara, sebutan dan sikap hormat tersebut akan hilang dan pargonsi akan mempunyai kedudukan seperti anggota masyarakat lainnya, ada yang hidup sebagai petani, pedagang, nelayan dan sebagainya. Sejalan dengan uraian di atas, ada beberapa penulis Batak Toba yang menerangkan sebutan untuk masing-masing instrumen dalam gondang sabangunan. Seperti Pasariboe 1938 menuliskan sebagai berikut : oloan bernama simaremare, pangalusi bernama situri-turi, panonggahi bernama situhur tolong, doal bernama sisunggul madam, taganing bernama silima hapusan, gordang bernama sialton sijarungjung dan odap bernama siambaroba.

3.2.3 Alat Musik Yang Digunakan