Timbulnya Hubungan Hukum Dalam Transaksi Terapeutik

BAB III TRANSAKSI TERAPEUTIK DALAM SISTEM HUKUM INDONESIA

A. Timbulnya Hubungan Hukum Dalam Transaksi Terapeutik

Hubungan hukum para pihak yang terkait dalam kontrak terapeutik adalah pasien dengan tenaga kesehatan dan rumah sakit. Kata pasien dari bahasa Indonesia analog dengan kata patient dari bahasa Inggris. Patient diturunkan dari bahasa Latin yaitu patiens yang memiliki kesamaan arti dengan kata kerja pati yang artinya “menderita”. 100 100 Sunarto Ady Wibowo, Hukum Kontrak Terapeutik di Indonesia, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2009. Hal 47. Menurut Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran pada Pasal 1 ayat 10 dinyatakan bahwa “Pasien ialah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan baik secara langsung maupun tidak langsung kepada dokter atau dokter gigi, dari keterangan isi pasal tersebut, pasien memiliki ciri yaitu pertama setiap orang yang melakukan konsultasi kesehatan, kedua untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan, ketiga yang melakukan pelayanan kesehatan itu ialah dokter atau dokter gigi. Dokter dan dokter gigi dimaksud adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi dan dokter gigi spesialis baik lulusan dalam negeri maupun luar negeri yang diakui oleh Universitas Sumatera Utara Pemerintah RI sesuai dengan Undang-Undang Praktik Kedokteran Nomor 29 Tahun 2004. 101 Hubungan dokter dengan pasien telah terjadi sejak dahulu, Dokter dianggap sebagai seseorang yang memberikan pengobatan terhadap orang yang membutuhkannya. Hubungan hukum antara dokter dengan pasien, berawal dari pola hubungan vertical paternalistic layaknya bapak dan anak yang bertolak pada prinsip “father knows best” dimana seorang dokter diangap lebih mengetahui dan mampu untuk mengobati atas penyakit yang diderita oleh pasien. Sehingga kedudukan kedudukan dokter lebih tinggi dari pada kedudukan pasien dan dokter memegang peranan penting. Didalam perkembangannya pola hubungan antara dokter dengan pasien yang demikian tersebut, lambat laun telah mengalami pergeseran kearah yang lebih demokratis yaitu hubungan horizontal contractual atau partisipasi bersama. Kedudukan dokter tidak lagi dianggap sebagai objek hukum tetapi pasien sebagai subjek hukum. Sehingga segala sesuatunya dikomunikasikan diantara kedua belah pihak sehingga menghasilkan keputusan diantara kedua belah pihak, baik dokter sebagai pemberi pelayanan kesehatan maupun pasien sendiri selaku penerima pelayanan kesehatan. 102 101 Ibid, hal 48. Dengan semakin meningkatnya peranan hukum dalam pelayanan kesehatan, yang antara lain disebabkan karena meningkatnya tindak pendidikan, kesadaran masyarakat antara lain akan kebutuhan kesehatan, maka akan meningkat pula perhatian masyarakat tentang hak-haknya untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang baik dan bermutu dengan pelayanan yang lebih luas dan mendalam. Adanya 102 Feri Antoni Surbakti, http:feriantonisurbakti.blogspot.com201308hubungan- hukum-antara-dokter-dan-pasien.html?m=1 , 9 maret 2014, 18.24 Wib. Universitas Sumatera Utara spesialisasi dan pembagian kerja akan membuat pelayanan kesehatan lebih merupakan kerjasama dengan pertanggungjawaban diantara sesama pemberi bantuan, dan pertanggungjawaban terhadap pasien. 103 Secara yuridis timbulnya hubungan antara dokter dan pasien bisa berdasarkan dua hal, yaitu: Dengan demikian, adanya gejala yang demikian itulah mendorong orang untuk berusaha menemukan dasar hukum yuridis bagi pelayanan kesehatan yang sebenarnya juga merupakan perbuatan hukum yang mengakibatkan timbulnya hubungan hukum, walaupun hal tersebut sering kali tidak disadari oleh dokter. 104 1. Berdasarkan perjanjian Timbulnya hubungan hukum antara dokter dengan pasien berdasarkan perjanjian mulai terjadi saat pasien datang ketempat praktek dokter atau kerumah sakit dan dokter menyanggupinya dengan dimulai anamnesa tanya jawab dan pemeriksaan oleh dokter. Dari seorang dokter harus dapat diharapkan bahwa ia akan berusaha sebaik mungkin untuk menyembuhkan pasiennya. Dokter tidak bisa menjamin bahwa ia pasti akan dapat menyembuhkan penyakit pasiennya, karena hasil suatu pengobatan sangat tergantung kepada banyak faktor yang berkaitan usia, tingkat keseriusan penyakitnya, macam penyakit, komplikasi dan lain-lain. Dengan demikian maka perjanjian antara dokter-pasien itu secara yuridis dimasukkan kedalam golongan inspanningsvebintenis. 105 103 Yunanto, Op.cit., hal 48. Namun adapula alasan lain yang menyebabkan timbulnya hubungan hukum antara dokter dengan pasien, yaitu karena pasien yang sangat mendesak untuk segera mendapatkan 104 Ibid, hal 43-46. 105 Ibid, hal 44. Universitas Sumatera Utara pertolongan dari dokter, misalnya karena terjadi kecelakaaan lalu lintas, terjadi bencana alam maupun karena situasi lain yang menyebabkan keadaan pasien sudah gawat, sehingga sangat sulit bagi dokter yang menangani untuk mengetahui dengan pasti kehendak pasien. Dalam keadaan seperti ini dokter langsung melakukan apa yang disebut dengan zaakwarneming sebagaimana diatur dalam Pasal 1354 KUHPerdata, yaitu suatu bentuk hubungan hukum yang timbul karena tidak adanya persetujuan tindakan medis terlebih dahulu, melainkan karena keadaan yang memaksa atau keadaan darurat. Hubungan antara dokter dengan pasien seperti ini merupkan salah satu ciri transaksi terapeutik yang membedakannya sengan perjanjian biasa sebagaimana diatur dalam KUHPerdata. Sedangkan segala peraturan yang mengatur tentang perjanjian tetaplah harus tunduk pada peraturan dan ketentuan dalam KUHPerdata.Dalam Pasal 1319 KUHPerdata dinyatakan bahwa “Semua perjanjian, baik yang mempunyai nama khusus,maupun yang tidak dikenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan umum yang termuat dalam bab ini dan bab yang lalu.” Hubungan interaksi antara dokter dengan pasien dalam transaksi terapeuutik merupakan hubungan yang sangat pribadi antara individu dengan individu . Hubungan antara dokter dengan pasien ini berawal dari pola hubungan vertikal paternalistik seperti antara bapak dengan anak yang bertolak dari prinsip “father know the best” yang melahirkan hubungan yang bersifat paternalistik. 106 Hubungan hukum kontraktual yang terjadi antara pasien dan dokter tidak dimulai dari saat pasien memasuki tempat peraktek dokter sebagaimana yang 106 Hermein Hadiati Koeswadji, Op.cit., hal 24. Universitas Sumatera Utara diduga banyak orang, tetapi justru sejak dokter menyatakan kesediaannya yang dinyatakan secara lisan oral statement atau yang tersirat implied statement dengan menunjukkan sikap atau tindakkan yang menyimpulkan kesediaan, seperti misalnya menerima pendaftaran, memberikan nomor urut, menyediakan serta mencatat rekam medisnya dan sebagainya. Dengan kata lain hubungan terapeutik juga memerlukan kesediaan dokter. Hal ini sesuai dengan asas konsensual berkontrak. 107 Disamping kedua asas diatas ada suatu faktor utama yang harus dimiliki oleh para pihak yaitu adanya suatu itikad baik dari masing-masing pihak untuk melaksanakan perjanjian. Asas tentang itikad baik itu diatur didalam Pasal 1338 ayat 3 KUHPerdata yang berbunyi: “Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik”. 108 2. Berdasarkan Undang-Undang Berdasarkan dengan rumusan Pasal 1233 KUHPerdata dinyatakan bahwa “Tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan ataupun baik karena undang-undang”. Perikatan yang lahir dari undang-undang dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu: Perikatan yang lahir dari undang-undang saja , contoh hubungan antara anak dan orang tua, kedua perikatan yang lahir karna perbuatan manusia dapat dibedakan menjadi perbuatan yang dibolehkan dan perbuatan melanggar hukum onrechmaatigedaad Di Indonesia perbuatan melanggar hukum diatur dalam KUHPerdata pasal 1365 tentang perbuatan melanggar hukum onrechtmatige daad dinyatakan bahwa “Setiap perbuatan yang 107 Endang Kusumah Astuti, Hubungan Hukum Antara Dokter Dan Pasien Dalam Upaya Pelayanan Medis, UNDIP,Semarang, 2003, hal 3. 108 J. Guwandi, 1 Dokter Pasien dan Hukum, FKUI, Jakarta, 2003, hal 46. Universitas Sumatera Utara melanggar hukum sehingga membawa kerugian pada orang lain, maka sipelaku yang menyebabkan kerugian tersebut berkewajiban untuk mengganti kerugian tersebut. 109 Perbuatan melanggar hukum “sebagai suatu tindakan atau bukan tindakan yang atau bertentangan dengan kewajiban sipelaku, atau bertentangan dengan susila baik, atau kurang hati-hati dan ketelitian yang seharusnya dilakukan didalam masyarakat terhadap seseorang atau barang orang lain”. “dat onder onrechmatide daad is te verstaan een handelen of nalaten, dat of inbreuk maakt op eens anders recht, of in strijd is met des daders rechtsplicht of indruist, hetzij tegen de geode zeden, hetzij tegen de zorgvuldigheid, welke in het maatschappelijk verkeer betaamtten aanzien van eens anders persoon of goed. 110 Jika seorang dokter tidak memenuhi syarat yang ditentukan diatas, maka ia dapat dianggap telah melakukan pelanggaran hukum, melanggar ketentuan yang ditentukan oleh Undang-Undang karena tindakannya bertentangan dengan asas kepatutan, ketelitian serta sikap hati-hati yang seharusnya dapat diharapkan daripadanya dalam pergaulan sesama warga masyarakat. Sedangkan yang dimaksud dengan “kepatutan, ketelitian serta sikap hati-hati “ tersebut adalah: standar-standar dan prosedur profesi medis didalam melakukan suatu tindakan medis tertentu. Namun standar-standar tersebut juga bukan suatu tindakan yang tepat karena waktu-waktu tertentu terhadapnya haruslah diadakan evaluasi untuk dapat mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. 111 109 Purwahid Patrik, 1 Op.cit. hal 32. Namun tidak saja terhadap suatu perbuatan yang dilakukan, tetapi juga terhadap suatu kelalaian yang menyebabkan kerugian kepada orang lain dapat pula dimintakan penggantian kerugian. Dalam Pasal 1366 KUHPerdata dinyatakan bahwa “Setiap orang bertanggungjawab tidak saja terhadap kerugian yang ditimbulkan karena 110 Arrest Hoge Raad 31 Januari 1919. 111 J. Guwandi, 1 Op.cit., hal 47. Universitas Sumatera Utara suatu tindakan, tetapi juga yang diakibatkan oleh suatu kelalaian atau kurang hati- hati”. Selain itu seseorang juga bertanggungjawab terhadap tindakan atau kelalaiankurang hati-hati dari orang-orang yang berada dibawah perintahnya. Hal ini terdapat dalam Pasal 1376 KUHPerdata dinyatakan bahwa “Seorang tidak saja bertanggung jawab terhadap kerugian yang dtimbulkan oleh dirinya sendiri, tetapi juga bertanggung jawab terhadap tindakan dari orang-orang yang berada dibawah tanggung jawabnya atau di sebabkan oleh barang-barang yang berada dibawah pengawasannya. 112 Hubungan antara dokter dengan pasien atau lazim disebut dengan perjanjian transaksi terapeutik dikategorikan pada perjanjian Inspaningverbiteis suatu perikatan upaya. Seorang dokter berkewajiban dalam memberikan pelayanan kesehatan harus dengan penuh kesungguhan, dengan mengerahkan seluruh kemampuannya sesuai dengan standart ilmu pengetahuan kedokteran yang baik. Sehingga yang dituntut dari dokter adalah upaya maksimal dalam melakukan terapi yang tepat guna kesembuhan pasien. Hubungan pasien dan dokter merupakan hubungan yang erat dan kompleks, keeratan hubungan antara pasien karena diharuskan adanya rasa saling kepercayaan dan keterbukaan. Dalam hubungan pasien dengan dokter masing-masing pihak memiliki hak dan kewajiban. 113

B. Pengertian Transaksi Terapeutik