akan mempunyai akibat hukum tertentu apabila dokter dalam melakukan tugasnya membuat kesalahan atau penyimpangan, atau diagnosis dan terapi serta segala
risiko nya tidak diinformasikan secara tegas kepada pasien tanpa alasan yang dapat dibenarkan.
127
E. Dasar Hukum Terjadinya Transaksi Terapeutik
Di dalam perundang-undangan yang berlaku di Indonesia sampai saat ini, tentang perikatan diatur dalam Buku III KUHPerdata, yang didasarkan sistem
terbuka. Sistem terbuka ini tersirat dalam ketentuan Pasal 1319 KUHPerdata dinyatakan bahwa “Semua perjanjian baik yang mempunyai suatu nama khusus,
maupun yang tidak terkenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan
umum, yang termuat dalam Bab yang lalu”. Dari ketentuan pasal tersebut diatas,
dapat disimpulkan dimungkinkannya dibuat suatu perjanjian lain yang tidak dikenal dalam KUHPerdata. Akan tetapi terhadap perjanjian tersebut berlaku
ketentuan mengenai perikatan pada umumnya yang bersumber pada perjanjian yang termuat dalam Bab I Buku III KUHPerdata, dan mengenai perikatan yang
bersumber pada perjanjian yang termuat dalam Bab I Buku III KUHPerdata.
128
127
Dengan demikian untuk sahnya perjanjian tersebut, harus terpenuhinya syarat- syarat yang termuat dalam Pasal 1320 KUHPerdata, dan akibat yang
ditimbulkannya dalam Pasal 1338 KUHPerdata, yang mengandung asas pokok hukum perjanjian. Selanjutnya, ketentuan Pasal 1233 KUHPerdata Bab I Buku III
http:www.unwahas.ac.idpublikasiilmiahindex.phpQISTIEarticledownload88099 2 ,oleh Wiwiek Wibowo, 10 maret 2014, 01.32 Wib.
128
Jusuf Hanafiah dan Amri Amir, Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, EGC, Jakarta 2008, hal 53.
Universitas Sumatera Utara
KUHPerdata, dinyatakan “Bahwa tiap-tiap perikatan dapat dilahirkan baik karena perjanjian, maupun karena Undang-undang.” Dari ketentuan pasal ini, dapat
disimpulkan bahwa perjanjian yang dapat menimbulkan perikatan, tetapi ketentuan Undang-undang juga dpat menimbulkan perikatan. Dihubungkan
dengan ketentuan Pasal 1339 dan Pasal 1347 Bab II Buku III KUHPerdata, terlihat konsekuensi logis ketentuan mengenai sumber perikatan tersebut karena
para pihak dalam suatu perjanjian tidak hanya terikat pada hal-hal yang secara tegas diperjanjikan tetapi juga pada segala hal yang menurut sifat perjanjian
diharuskan menurut Undang-undang.
129
Selain itu hal-hal yang menurut sifat perjanjian diharuskan oleh kepatutan dan kesusilaan juga mengikat. Oleh karena
itu, menyadari bahwa dari suatu perjanjian dapat timbul berbagai perikatan baik bersumber dari perjnjian itu sendiri, maupun karena menurut sifat perjanjiannya
diharuskan menurut Undang-undang. Maka dalam menentukan dasar hukum dari transaksi terapeutik tidak seharusnya mempertentangkan secara tajam kedua
sumber perikatan tersebut diatas. Walaupun kedua sumber tersebut dapat saling melengkapi dan diperlukan untuk menganalisis hubungan hukum yang timbul dari
transaksi terapeutik.
130
Transaksi terapeutik itu dikategorikan sebagai perjanjian yang diatur dalam ketentuan Pasal 1601 Bab 7A Buku III KUHPerdata, maka termasuk jenis
perjanjian untuk melakukan jasa yang diatur dalam ketentuan khusus.
131
129
Munir Fuady, 1 Op.cit. hal 100.
Ketentuan khusus yang dimaksudkan adalah UUK Selain itu, jika dilihat ciri yang dimilikinya yaitu pemberian pertolongan yang dapat dikategorikan sebagai
130
Yunanto, Op.cit., hal 49.
131
Subekti , Pembinaan Hukum Nasional, Alumni, Bandung, 1975, hal 126.
Universitas Sumatera Utara
pengurusan urusan orang lain zaakwaarnerning yang diatur pasal 1354 KUHPerdata, maka transaksi terapeutik merupakan perjanjian ius generic.
Adapun yang dimaksud dengan pemberian jasa, yaitu suatu perjanjian dimana pihak yang satu menghendaki pihak lawannya melakukan suatu pekerjaan untuk
mencapai suatu tujuan dengan kesanggupan membayar upahnya, sedangkan cara yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut diserahkan pada pihak
lawannya. Dalam hal ini biasanya pihak lawan tersebut adalah seorang ahli dalam bidangnya dan telah memasang tarif untuk jasanya.
132
Didasarkan prinsip pemberian pertolongan, maka dokter tidak dibenarkan memberikan pertolongan medis melalui kebutuhan dari orang yang ditolong,
karena pemberian pertolongan bertujuan untuk memulihkan kemampuan orang untuk dapat mengatur dirinya sebaik-baiknya. Dengan demikian pelayanan medis
yang diberikannya kepada pasien harus berorientasi demi kepentingan pasien. Sekalipun transaksi
terapeutik dikategorikan sebagai perjanjian pemberian jasa, namun didasarkan perkembangannya merupakan hubungan pelayanan atas kepercayaan, dan
didasarkan atas prinsip pemberian pertolongan, sehingga disebut sebagai hubungan pemberian pertolongan medis.
Oleh karena hubungan antara dokter dengan pasien merupakan pelayanan medis yang didasarkan atas prinsip pemberian pertolongan, maka berarti pasien
sebagai si penerima pertolongan tidak melepaskan tanggung jawab atas dirinya seluruhnya atau pasrah kepada dokter sebagai pemberi pertolongan yang memiliki
kemampuan professional dibidang medis. Kepentingan pasien dilindungi dalam
132
Ibid. 72.
Universitas Sumatera Utara
UUk Pasal 55 dinyatakan bahwa “ Perlindungan terhadap pasien antara lain sebagai berikut:
1. Setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian
yang dilakukan tenaga kesehatan, 2.
Ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran diundangkan untuk mengatur peraktik kedokteran dengan tujuan agar dapat
memberikan perlindungan kepada pasien, mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan medis dan memberikan kepastian hukum kepada masyarakat,
dokter dan dokter gigi.
133
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Walaupun tidak diatur dengan jelas mengenai pasien, tidak diatur dengan jelas
mengenai pasien, tetapi pasien dalam hal ini juga merupakan seorang konsumen jasa dari pada tenaga kesehatan dan rumah sakit.
134
Didasarkan ketentuan Pasal 50 ayat 1, dan Pasal 53 ayat 2 UUK, maka dokter bertugas menyelenggarakan atau melakukan kegiatan kesehatan sesuai
dengan bidang keahliannya atau kewenangannya, dengan mematuhi standart profesi, dan menghormati hak pasien antara lain hak informasi dan hak
memberikan persetujuan. Dengan demikian, berarti bahwa pada hakikatnya
133
Sunarto Adywibowo, Op.cit. hal 46.
134
Ibid, hal 47.
Universitas Sumatera Utara
prinsip etis dalam hubungan antara dokter dan pasien merupakan salah satu sumber yang melandasi peraturan hukum dibidang kesehatan.
135
F. Syarat Sahnya Transaksi Terapeutik