Asas ini merupakan dasar dari terlaksananya penyampaian informasi yang benar, baik oeh pasien maupun dokter dalam berkomunikas. Kejujuran dalam
menyampaikan informasi akan sangat membantu dalam kesembuhan pasien. Kebenaran informasi ini terkait erat dengan setiap manusia untuk mengetahui
kebenaran. 6.
Asas Kehati-hatian Sebagai seorang professional dibidang medik, tindakan dokter harus
didasarkan atas ketelitian dalam menjalankan fungsi dan tanggung jawabnya, karena kecerobohan dalam bertindak dapat berakibat terancamnya jiwa pasien.
7. Asas Keterbukaan
Pelayanan medik yang berdayaguna dan berhasilguna hanya dapat tercapai apabila ada keterbukaan dan kerjasama yang baik antara dokter dan pasien
dengan berlandaskan sikap saling percaya. Sikap ini dapat tumbuh jika terjalin komunikasi secara terbuka antara dokter dan pasien dimana pasien
memperoleh penjelasan atau informasi dari dokter dalam komunikasi yang transparan ini.
D. Sifat Transaksi Terapeutik
Sifat atau ciri khas dari transaksi terapeutik sebagaimana disebutkan dalam Mukadimah Kode Etik Kedokteran Indonesia adalah:
1. Transaksi terapeutik khusus mengatur hubungan antara dokter dengan pasien
2. Hubungan dalam transaksi terapeutik ini hendaknya dilakukan dalam suasana
saling percaya konfidensial yang berarti pasien harus percaya kepada dokter
Universitas Sumatera Utara
yang melakukan terapi, demikian juga sebaliknya dokter juga harus mempercayai pasien. Oleh karena itu saling saling menjaga kepercayaan ini,
dokter juga harus berupaya maksimal untuk kesembuhan pasien , dokter juga harus berupaya maksimal untuk kesembuhan pasien yang telah
mempercayakan kesehatan kepadanya, dan pasienpun harus memberikanketerangan yang jelas tentang penyakitnya kepada dokter yang
berupaya melakukan terapi atas dirinya serta mematuhi perintah dokter yang perlu untuk mencapai kesembuhan yang diharapkannya.
3. Harapan juga dinyatakan sebagai ‘senantiasa diliputu oleh segala emosi,
harapan dan kekhawatiran makhluk insani’. Mengingat kondisi pasien yang sedang sakit, terutama pasien penyakit kronis atau pasien penyakit berat, maka
kondisi pasien emosional, kekhawatiran terhadap kemungkinan sembuh atau tidak penyakitnya disertai dengan harapan ingin hidupnlebih lama lagi,
menimbulkan hubungan yang bersifat khusus yang membedakan transaksi terapeutik ini berbeda dengan transaksi lain dari pada umumnya.
Dalam alenia pertama Kode Etik Kedokteran Indonesia dinyatakan bahwa sejak permulaan sejarah umat manusia sudah dikenal adanya hubungan dokter
dengan pasien yang pada zaman modern hubungan ini disebut: transaksi terapeutik. Adalah transaksi untuk menemukan atau mencari terapi yang paling
tepat bagi pasien oleh dokter.
123
123
Hermien Hadiati Koeswadji, Op.cit. hal l3.
Istilah terapeutik berasal dari kata terapeia
Universitas Sumatera Utara
bahasa Yunani atau therapeuticus yang berarti penyembuhan . Jadi transaksi terapeutik asama maksud dan artinya dengan perjanjian penyembuhan.
124
Sifat kontraktual yang melekat pada perjanjian terapeutik menggambarkan bahwa pengambilan suatu keputusan yang tertuang dalam isi perjanjian harus
disetujui atau disepakati ke dua belah pihak. Jika pasien meminta jasa dokter untuk penyembuhan penyakit yang diderita nya, kemudian setelah dokter
memahami semua informasi yang disampaikan pasien keluhan sakit, dokter akan melakukan diagnosis dan langkah terapi dengan memberikan informasi kepada
pasien tentang segala risiko yang mungkin terjadi. Transaksi terjadi apabila pasien memberikan persetujuan terhadap semua langkah dokter untuk kepentingan terapi
informend concent. Sebelum pasien memberikan persetujuannya, dokter tidak diperbolehkan melakukan tindakan terapeutik apapun, kecuali ada alasan medis
yang dang dapat dipertanggung jawabkan dan tindakan itu dimaksudkan untuk menolong jiwa pasien. Namun demikian persetujuan medik informend consent
tetap sangat diperlukan dalam transaksi terapeutik.
125
Mengingat tujuan utama dari transaksi terapeutik adalah mencari terapi yang paling tepat untuk penyembuhan penyakit pasien, serta agar dalam
melakukan pemeriksaan awal dokter dapat berkerja dengan baik, maka pasien berkewajiban untuk memberikan informsi secara jujur dan benar perihal
penyakitnya itu. Apabila dalam memberikan informasi ternyata tidak lengkap dan
124
Ibid, hal 1.
125
Charles P Beily, di kutip dari Soekanto dan Herkutanto, Pengantar Hukum Kesehatan, Remaja Karya, Bandung, 1987, hal 122.
Universitas Sumatera Utara
jujur, kesalahan diagnosis yang dilakukan dokter menjadi tanggung jawab pasien. Tentang kewajiban tersebut Fred Ameln berpendapat sebagai berikut:
126
a. Pasien wajib memberikan informasi selengkapnya perihal penyakitnya
kepada dokter. b.
Mematuhi nasihat dokter c.
Menghormati privacy dokter yang mengobati d.
Memberikan imbalan jasa Suatu hal yang perlu dipahami dari penambahan transaksi ini, ialah onyek
yang diperjanjikan adalah kesembuhan pasien maupun upaya dokter dalam memberikan perawatan. Perikatan yang timbul dari transaksi terapeutik
digolongkan dalam perikatan usaha inspainning verbintenis, bukan sebagai perikatan hasil resultaats verbintenis. Artinya prestasi yang dilakukan oleh
dokter sebatas berupa upaya atau usaha keras sungguh-sungguh dan hati-hati dalam memberikan perawatan terhadap pasien. Upaya penyembuhan yang
dimaksudkan tidak hanya sekedar kuratif penyembuhan dan rehabilitatif pemulihan, Demikian dalam penegasan dalam Skepmenkes RI
No.99aMenKesSKIII1982 tentang system Kesehatan Nasional. Karena prestasinya berupa upaya maka hasilnyapun belum tentu pasti atau tidak dapat
dipastikan. Apalagi dalam tindakan medis tubuh manusia adalah faktor yang tidak menentu. Sehingga apabila upaya gagal atau dokter gagal dalam memberi
upaya medis dan pasien meninggal dunia, resiko menjadi tanggung jawab dokter dan pasien bernama. Jika dapat dipermasalahkan, transaksi terapeutik hanya
126
Fred Ameln, 1 Hukum Kesehatan Suatu Pengantar, Makalah dalam Simposium Hukum Kedokteran, BPHN-Dep.Kes-IDI, 1983, hal 10.
Universitas Sumatera Utara
akan mempunyai akibat hukum tertentu apabila dokter dalam melakukan tugasnya membuat kesalahan atau penyimpangan, atau diagnosis dan terapi serta segala
risiko nya tidak diinformasikan secara tegas kepada pasien tanpa alasan yang dapat dibenarkan.
127
E. Dasar Hukum Terjadinya Transaksi Terapeutik