BAB II
PERJANJIAN MENURUT HUKUM PERDATA INDONESIA
A. Pengertian Perjanjian
Perjanjian atau verbintenis mengandung pengertian: Suatu hubungan hukum kekayaanharta benda antara dua orang atau lebih, yang memberi kekuatan
hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk menunaikan prestasi. Perjanjian merupakan sumber terpenting
yang melahirkan perikatan. Perikatan yang berasal dari perjanjian dikehendaki oleh dua orang atau satu pihak yang membuat perjanjian, sedangakan perikatan
yang lahir dari undang-undang di buat atas dasar kehendak yang saling berhubungan dengan perbuatan manusia yang terdiri dari dua pihak.
9
Dalam bahasa Belanda perjanjian disebut juga overeenkomstenrecht.
10
Dari pengertian singkat diatas dijumpai didalamnya beberapa unsur yang memberi wujud pengertian perjanjian, antara lain, hubungan hukum
rechtsbetreking yang menyangkut hukum kekayaan antara dua orang persoon atau lebih, yang memberi hak pada satu pihak dan kewajiban pada pihak lain
tentang suatu prestasi. Kalau demikian, perjanjianverbintenis adalah hubungan hukum rechtsbetrekking yang oleh hukum itu sendiri diatur dan disahkan cara
perhubungannya. Oleh karena itu perjanjian yang mengandung hubungan hukum antara peroranganpersoon adalah hal-hal yang terletak dan berada dalam
9
Suharnoko, Hukum Perjanjian, Prenada Media, Jakarta, 2004, hal 117.
10
C.s.t. Kansil, Modul Hukum Perdata Termasuk Asas-Asas Hukum Perdata, Pradnya Paramita, Jakarta, 2006, hal 10.
Universitas Sumatera Utara
lingkungan hukum . Itulah sebabnya hubungan hukum dalam perjanjian, bukan suatu hubungan yang bisa timbul dengan sendirinya seperti yang kita jumpai
dalam harta benda kekeluargaan.
11
Perjanjian adalah sumber perikatan, disampingnya sumber-sumber lain. Suatu perjanjian juga dinamakan persetujuan, karena dua pihak itu setuju untuk
melakukan sesuatu. Dapat dikatakan bahwa dua perkataan perjanjian dan persetujuan itu adalah sama artinya.
12
Buku III KUHPerdata berjudul “Perihal Perikatan” Perkataan Perikatan verbintenis mempunyai arti yang lebih luas dari perkataan “Perjanjian” sebab
dalam buku III itu, diatur juga prihal hubungan hukum yang sama sekali tidak bersumber pada suatu persetujuan atau perjanjian, yaitu prihal perikatan yang
timbul dari perbuatan yang melanggar hukum onrechtmatige daad dan perikatan yang timbul dari pengurusan kepentingan orang lain yang tidak berdasarkan
persetujuan zaakwaarneming. Tetapi sebagian besar dari buku III ditujukan pada perikatan-perikatan yang timbul dari persetujuan atau perjanjian. Jadi berisikan
hukum perjanjian. Adapun yang dimaksud dengan “perikatan” oleh buku III KUHPerdata ialah: Suatu Hubungan hukum mengenai kekayaan harta benda
antara dua orang, yang memberi hak pada yang satu untuk menuntut barang sesuatu dari yang lainnya, sedangkan orang yang lainnya ini diwajibkan
memenuhi tuntutan itu.
13
Dalam undang-undang perjanjian diatur dalam Buku III KUHPerdata yang mengatur tentang perikatan. Hal ini karena perjanjian merupakan salah satu
11
M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1986, hal 6-7.
12
Subekti, Hukum Perjanjian, Intermasa, Bandung, 2002, hal 1.
13
Subekti, 1 Pokok-Pokok Hukum Perdata, Intermasa, Bandung,1982, hal 122-123.
Universitas Sumatera Utara
peristiwa yang melahirkan hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan antara dua pihak yang disatu pihak ada hak dan dilain pihak ada kewajiban
perikatan. Definisi perjanjian telah diatur dalam KUHPerdata Pasal 1313 KUHPerdata dinyatakan bahwa “Perjanjian atau persetujuan adalah suatu
perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.”
Dengan pertimbangan agar perbuatan-perbuatan yang tidak mengandung unsur kehendak atas akibatnya tidak masuk dalam cakupan perumusan, seperti
perbuatan melawan hukum onrechtmatige daad, perwakilan sukarela zaakwarneming dan agar perjanjian timbal balik bisa tercakup dalam perumusan
trsebut, J. Satrio mengatakan perjanjian adalah perbuatan hukum dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih atau
dimana satu orang lain atau lebih saling mengikatkan dirinya.”
14
Menurut Subekti yang dimaksud dengan perjanjian adalah sebagai suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu
saling berjanji kepada orang lain untuk melaksanakan sesuatu hal.
15
Menurut M. Yahya Harahap mengemukakan Perjanjian atau verbintenis mengandung suatu hubungan hukum kekayaan atau harta benda antara dua orang
atau lebih, yang memberi kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk menunaikan prestasi.
16
Menurut Wirjono Prodjodikoro, yang dimaksud dengan perjanjian adalah sebagai suatu hubungan hukum mengenai harta benda antara dua pihak, dalam
14
J. Satrio, Hukum Perjanjian, Citra Aditya Bhakti, Bandung, 1996, hal 12.
15
Subekti, Op.cit., hal 9.
16
M. Yahya Harahap, Op. cit., hal 6.
Universitas Sumatera Utara
mana satu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan sesuatu hal atau tidak melakukan sesuatu hal, sedangkan pihak lain berhak menuntut pelaksanaan
janji itu.
17
Suatu perjanjian tidak terjadi seketika atau serta merta dan perjanjian dibuat untuk dilaksanakan, oleh karena itu dalam suatu perjanjian yang dibuat
selalu terdapat tahapan yaitu: 1.
Pracontractual, yaitu perbuatan-perbuatan yang mencakup dalam negosiasi dengan kajian tentang penawaran dan penerimaan;
2. Contractual, yaitu tentang bertemunya dua pernyataan kehendak yang
saling mengikat kedua belah pihak; 3.
Post-contractual, yaitu tahap pada pelaksanaan hak-hak dan kewajiban- kewajiban yang hendak diwujudkan melalui perjanjian tersebut.
18
Didalam Perjanjian terdapat unsur janji, janji yang diberikan oleh pihak yang satu kepada pihak yang lain. Kalau orang terikat pada suatu kewajiban, yang
diletakkan pada dirinya atas dasar, bahwa undang-undang menentukan demikian seperti onrechtmatigedaad tidak dapat dikatakan, bahwa ia menjanjikan hal
seperti itu dan karenanya tak mungkin didasarkan atas suatu perjanjian. Dalam perjanjian orang terikat kepada akibat hukum yang muncul karena kehendaknya
sendiri.
19
17
Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Perjanjian, Sumur, Bandung, 1981, hal 9.
18
Salim HS, Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta,2003, Hal. 16.
19
Ibid. hal 11
Universitas Sumatera Utara
B. Asas-asas Perjanjian