Asas-asas Perjanjian Tanggung Jawab Perdata Dokter Dalam Transaksi Terapeutik Antara Dokter Dengan Pasien (Studi Kasus RSUD.Dr.Djoelham Binjai)

B. Asas-asas Perjanjian

Didalam kamus ilmiah asas diterjemahkan sebagai pokok, dasar, dan pundamen. 20 Sedangkan Solly Lubis menyatakan asas adalah dasar kehidupan yang merupakan pengembangan nilai-nilai yang disyaratkan menjadi landasan antara hubungan sesama anggota masyarakat. 21 Adapun Paul Scholten memberikan definisi mengenai asas ialah pikiran-pikiran dasar yang terdapat didalam dan belakang sistem hukum masing-masing dirumuskan kedalam aturan- aturan perundang-undangan dan putusan-putusan hukum yang berkenaan dengan ketentuan-ketentuan dan keputusan-keputusan individual dapat dipandang sebagai penjabarannya. 22 Dengan demikian maka, setiap peraturan perundang-undangan diperlukan adanya suatu asas, karena asas ini yang melandasi atau menjiwai ataupun menghidupi peraturan perundang-undangan dan dengan asas tersebut dimaksud dan tujuan peraturan menjadi jelas. 23 Selanjutnya Sri Sumantri Martosuwigjo berpendapat bahwa asas mempunyai padanan kata dengan “beginsel” Belanda atau “principle” Inggris sebagai suatu kebenaran yang menjadi pokok dasar atau tumpuan berpikir. 24 20 Pius A Partono dan M Dahlan, Al-Berr, Kamus Ilmiah Favorit, Anka, Surabaya, 1994, hal 48. Asas hukum adalah dasar normatif untuk membedakan daya ikat normatif dan memaksa. Dengan demikian dalam melakukan perjanjian selain memperhatikan ketentuan-ketentuan yang ada juga harus memperhatikan asas-asas terdapat pada hukum perjanjian pada umumnya. 21 Solly Lubis, Perumusan dan Pembinaan Cita Hukum dan Penerapan Asas-Asas Hukum Nasional, BPHN, Depkeh, 1995, hal 29. 22 Paul Scholten di dalam JJ. H Bruggink, Refleksi Tentang Hukum, alih bahasa oleh Arief Sidharta Cipta Aditya Bhakti, Bandung, 1996, hal 119-120. 23 Rooseno Harjowidigji, Presfektif Peraturan Franchise, BPHN, Jakarta, 1993, hal 12. 24 Sri Sumantri, Perbandingan Antar Hukum Tata Negara. Alumni, Bandung, 1971, hal 20. Universitas Sumatera Utara KUHPerdata menentukan dengan jelas mengenai beberapa asas-asas perjanjian, diantaranya dalam Pasal 1315 menentukan asas personalia perjanjian; Pasal 1337 menntukan asas kesusilaan dan ketertiban umum; Pasal 1338 ayat 1 menentukan asas mengikatnya perjanjian; Pasal 1338 ayat 3 menentukan asas itikad baik; Pasal 1339 menentukan asas kepatutan dan kebiasaan. Namun menurut Rutten hanya ada tiga asas yang sangat pokok dalam hukum perjanjian, yaitu asas konsensualisme, asas kekuatan mengikatnya perjanjian, dan asas kebebasan berkontrak. 25 Adapun asas-asas hukum yang terdapat dalam hukum perjanjian adalah: 1. Asas Konsensualisme Asas konsesualisme adalah asas yang menyatakan bahwa perjanjian telah terjadi atau lahir sejak terciptanya sepakat para pihak, artinya suatu perjanjian telah ada dan mempunyai akibat hukum dengan terciptanya kata sepakat dari para pihak mengenai hal-hal pokok dan tidaklah diperlukan suatu formalitas. 26 25 Purwahid Patrik, Asas Itikad Baik dan Kepatutan dalam Perjanjian, Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, 1962, Hal 3. Asas kesepakatan ini disimpulkan dari Pasal 1320 KUH Perdata dinyatakan bahwa, untuk sahnya perjanjian diperlukan empat syarat yaitu: sepakat mereka yang mengikatkan diri, kecakapan untuk membuat suatu perjanjian, suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal. Pada saat ini ada kecendrungan mewujudkan perjanjian konsensuil dalam bentuk perjanjian tertulis baik di bawah tangan maupun dengan akta autentik. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah pembuktian jika dalam pelaksanaannya nanti salah satu pihak melakukan pelanggaran. Menurut asas ini perjanjian sudah lahir atau terbentuk ketika para 26 Subekti, Op.cit., hal 15. Universitas Sumatera Utara pihak mencapai kata sepakat mengenai pokok perjanjian. Walaupun undang- undang telah menetapkan bahwa sahnya suatau perjanjian harus dilakukan secara tertulis seperti perjanjian perdamaian atau dibuat dengan akta oleh pejabat berwenang seperti akta jual beli tanah semua ini merupakan pengecualian. Bentuk konsensualisme adalah suatu yang dibuat secara tertulis, salah satunya dengan adanya pembubuhan tanda tangan dari para pihak yang melakukan perjanjian tersebut. Tanda tangan berfungsi sebagai bentuk kesepakatan dan bentuk persetujuan atas tempat, waktu dan isi perjanjian yang dibuat. Tanda tangan juga berkaitan dengan kesengajaan para pihak untuk membuat suatu perjanjian sebagai bukti atas suatu peristiwa. 27 Adapun menurut A. Qirom Syamsudin, Asas konsensualisme mengandung arti bahwa dalam satu perjanjian cukup ada kata sepakat dari mereka yang membuat perjanjian itu, tanpa diikuti dengan perbuatan hukum lain kecuali perjanjian yang bersifat formal. 28 Dengan demikian dapat dikatakan bahwa, perjanjian itu sudah mengikat sejak tercapainya kata sepakat mengenai pokok perjanjian. Dalam Pasal 1320 KUHPerdata ditentukan bahwa perjanjian tidaklah sah tanpa adanya kesepakatan dari para pihak. 2. Asas Kebebasan Berkontrak Asas kebebasan berkontrak menurut KUHPerdata, menurut ketentuan Pasal 1338 ayat 1 KUHPerata dinyatakan bahwa semua kontrak perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. 27 http:www.dheanbj.com201209asas-asas-hukum-perjanjian.html?m=1 ,DheanBJ, terakhir di akses 9 maret 2014, 14.01 WIB 28 A Qirom Syamsuddin M, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian Beserta Perkembangannya, Liberty, Yogyakarta, 1985, hal 20. Universitas Sumatera Utara Sumber dari asas kebebasan berkontrak adalah kebebasan individu sehingga yang merupakan titik tolaknya adalah kepentingan individu pula. Dengan demikian dapat dipahami bahwa kebebasan individu memberikan kepadanya kebebasan untuk berkontrak. Berlakunya asas konsensualisme menurut hukum perjanjian Indonesia menetapkan adanya asas kebebasan berkontrak. Tanpa sepakat dari salah satu pihak yang membuat perjanjian, tanpa sepakat perjanjian yang dibuat dapat dibatalkan. Menurut hukum perjanjian di Indonesia seseorang bebas untuk membuat perjanjian dengan pihak yang di kehendaki nya. Undang-undang yang mengatur orang-orang tertentu yang tidak cakap untuk membuat perjanjian, pengaturan hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1330 KUHPerdata. Dari ketentuan ini dapat disimpulkan bahwa setiap orang bebas untuk memilih pihak yang ia inginkan untuk membuat perjanjian, asalkan pihak tersebut bukan pihak yang tidak cakap. Bahkan lebih lanjut dalam Pasal 1331 KUHPerdata tersebut, Maka perjanjian itu tetap sah selama tidak dituntut pembatalannya oleh pihak yang tidak cakap. 29 Asas kebebasan berkontrak ini mempunyai hubungan yang erat dengan asas konsensualisme dan asas kekuatan mengikat yang terdapat dalam Pasal 1338 Ayat 1 KUHPerdata dinyatakan bahwa “Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. “Semua” mengandung arti meliputi seluruh perjanjian, baik yang namanya dikenal ataupun yang tidak dikenal oleh undang-undang. asas kebebasan berkontrak 29 http:m.kompasiana.compostread2388953asas-kebebasan-berkontrak-dalam- hukum-perjanjian-di-indonesia , terakhir diakses 9 maret 2014, 14.20 Wib. Universitas Sumatera Utara contractvrijheid berhubungan dengan isi perjanjian yaitu kebebasan menentukan “apa” dan dengan “siapa” perjanjian itu diadakan. Perjanjian yang yang dibuat sesuai dengan Pasal 1320 KUHPerdata mempunyai kekuatan mengikat. Dengan demikian maka asas kebebasan berkontrak adalah salah satu asas yang sangat penting didalam hukum perjanjian. Kebebasan berkontrak ini adalah perwujudan kehendak bebas, pancaran hak asasi manusia. 30 Asas kebebasan berkontrak contracts vrijheid atau partijautonomie adalah suatu asas yang menetapkan bahwa setiap orang bebas untuk mengadakan perjanjian apa saja, bebas untuk menentukan isi, luas dan bentuk perjanjian. Asas ini disimpulkan juga dari Pasal 1338 aayat 1 KUHPerdata dinyatakan bahwa “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.”Subekti mengatakan, bahwa dengan menekankan kata “semua”, maka ketentuan tersebut seolah-olah berisikan pernyataan pada masyarakat bahwa, setiap orang diperbolehkan membuat perjanjian yang berupa dan berisi apa saja baik yang sudah diatur maupun yang belum diatur dalam undang-undang. 31 Hukum benda menganut sistem tertutup, sedangkan hukum perjanjian menganut sistem terbuka. Artinya macam- macam hak atas benda terbatas dan peraturan mengenai hak-hak atas benda itu bersifat memaksa, sedangkan hukum perjanjian memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa saja, asalkan tidak melanggar ketertiban 30 Mariam Darus Badrulzaman dkk, Perjanjian Kredit Bank, Alumni, Bandung, 1993, Hal 84. 31 Subekti, Loc.cit. Universitas Sumatera Utara umum dan kesusilaan. 32 3. Asas Mengikatnya Perjanjian Pacta Sunt Servanda Pasal-pasal dari hukum perjanjian merupakan hukum pelengkap optimal law, yang berarti bahwa pasal-pasal itu boleh disingkirkan manakala dikehendaki oleh pihak-pihak yang membuat suatu perjanjian. Mereka di perbolehkan membuat ketentuan - ketentuan mereka sendiri yang menyimpang dari pasal-pasal hukum perjanjian. Mereka diperbolehkan mengatur sendiri kepentingan mereka dalam perjanjian-perjanjian yang mereka adakan itu. Asas ini dalam hukum perjanjian di kenal dengan asas kebebasan berkontrak. Asas mengikatnya perjanjian adalah asas yang menyatakan bahwa perjanjian yang dibuat secara sah, mengikat mereka yang membuat sebagai undang-undang. Dengan demikian para pihak terikat dan harus melaksanakan perjanjian yang telah disepakati bersama, seperti hal keharusan untuk mentaati undang-undang. 33 Asas kekuatan mengikatnya perjanjian ini disimpulkan dari Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata dinyatakan bahwa “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.” Dijelaskan oleh Soedikno Mertokusumo, bahwa bunyi lengkap adagium tersebut adalah Pacta sunt servanda , yang mempunyai arti bahwa kata sepakat tidak perlu dirumuskan dalam bentuk sumpah, perbuatan atau formalitas tertentu agar menjadi kewajiban yang mengikat. 34 32 Ibid, hal 13. 33 J. Satrio, 1 Hukum Perikatan yang Lahir dari Perjanjian Buku I, Citra Aditya Bhakti, Bandung,1995, hal 142. 34 Soedikno Mertokusumo, Bunga Rampai Ilmu Hukum, Liberty, Yogyakarta, 1984, hal 36. Universitas Sumatera Utara 4. Asas Itikad Baik Asas itikad baik diatur dalam Pasal 1338 ayat 3 KUHPerdata. Asas itikad baik ini sangat mendasar dan penting untuk diperhatikan terutama dalam membuat perjanjian, maksud itikad baik disini adalah bertindak sebagai pribadi yang baik. Itikad baik dalam pengertian yang sangat subyektif dapat diartikan sebagai kejujuran seseorang, yaitu apa yang terletak pada seseorang pada waktu diadakan perbuatan hukum. Sedangkan itikad baik dalam perjanjian itu harus didasarkan pada norma kepaturan atau apa-apa yang dirasa sesuai dengan patut dalam masyarakat. 35 Kemudian menurut Munir Fuady, rumusan dari Pasal 1338 ayat 3 KUHPerdata tersebut mengidentifikasi bahwa sebenarnya itikad baik hanya disyaratkan dalam hal “pelaksanaan” dari suatu kontrak, bukan pada “pembuatan” suatu kontrak. Sebab unsur itikad baik dalam hal pembuatan suatu kontrak sudah dapat dicakup oleh unsur “ causa yang legal” dari Pasal 1320 tersebut. 36 5. Asas Kepercayaan Seorang yang mengadakan perjanjian dengan pihak lain, membutuhkan kepercayaan diantara kedua belah pihak bahwa satu sama lain akan memegang janjinya, dengan kata lain akan memenuhi prestasinya di belakang hari. Tanpa adanya kepercayaan. Kedua pihak mengikatkan dirinya dan untuk keduanya perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat sebagai undang-undang. 37 35 A. Qiroom Syamsudin, Op.cit., hal 13. 36 Munir Fuady, Hukum Kontrak Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis, Citra Aditya Bakti, Bandung 2001, hal 81. 37 Mariam Darus Badrulzaman, Op.cit., hal 187. Universitas Sumatera Utara 6. Asas Kesetaraan Asas ini merupakan bahwa para pihak didalam persamaan derajat, tidak ada perbedaan walaupun ada perbedaan warna kulit, bangsa, kekayaan, kekuasaan, jabatan, dan lain-lain. Masing-masing pihak wajib melihat adanya persamaan ini dan mengharuskan kedua pihak untuk menghormati satu sama lain sebagai manusia ciptaan Tuhan. 38 Asas ini dimaksudkan agar program kemitraan dapat memberikan hubungan yang asli bagi semua pihak. Karena kemitraan pada hakikatnya adalah sebuah kerjasama bisnis untuk mendapatkan tujuan tertentu dan antara pihak yang bermitra harus memiliki kepentingan dan posisi yang sejajar dengan ketentuan ini maka antara pembuat perjanjian atau para pihak ditekankan pada adanya kesetaraan dalam posisi tawar atau posisi tawar menawar yang seimbang. 39 7. Asas Unconcionability Menurut Sutan Remy Sjahdeini, unconcinability artinya bertentangan dengan hati nurani. Perjanjian-perjanjian unconscionable seringkali digambarkan sebagai perjanjian-perjanjian yang sedemikian tidak adil unfair sehingga dapat mengguncangakan hati nurani Pengadilan Hakim atau shock the conscience the court. Sebenarnya terhadap asas ini tidak mungkin diberikan arti yang tepat, yang diketahui hanyalah tujuannya yaitu untuk mencegah penindasan dan kejutan yang tidak adil. 40 38 Ibid, hal 88. 39 http:www.damandiri.or.idfilearirahmathakimundipbab2c.pdf , 9 Maret 2014, 17.00 Wib. 40 Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Pembangunan Seimbang bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit BANK di Indonesia, Institut Bankir, Jakarta, 1993, hal 105. Universitas Sumatera Utara Adapun menurut Mariam Darus Badrulzaman, unconcionalbility atau doktrin ketidakadilan adalah suatu doktrin dalam ilmu hukum kontrak yang mengajarkan bahwa suatu kontrak batal atau dapat dibatalkan oleh pihak yang dirugikan manakala dalam kontrak tersebut terdapat klausula yang tidak adil dan sangat memberatkan salah satu pihak, sungguhpun kedua belah pihak telah menandatangani kontrak yang bersangkutan. Biasanya doktrin ketidakadilan ini mengacu pada posisi tawar menawar dalam kontrak yang sangat berat sebelah karena tidak terdapat pilihan dari para pihak yang dirugikan disertai dengan klausula dalam kontrak yang sangat tidak adil sehingga memberikan keuntungan yang tidak wajar bagi pihak yang lain. 41 8. Asas Subsidaritas Asas subsidaritas mengandung pengertian bahwa pengusaha menengah atau pengusaha besar merupakan salah satu faktor dalam rangka memberdayakan usaha kecil tentunya sesuai dengan ketentuan kopetensi yang dimiliki dalam mendukung mitra usahanya sehingga mampu dan dapat mengembangkan diri menuju kemandirian. 42

C. Jenis Perjajian