mengonsumsi ganja.
24
Hal ini dapat disebabkan karena ketika menghisap ganja fungsi saraf parasimpatis terinhibisi sehingga s
ekresi saliva hanya didapat melalui sistem saraf simpatis yang menyebabkan terjadinya vasokonstriksi dan menurunkan aliran darah ke
kelenjar saliva, sehingga sel-sel asini mengalami atropi dan menghasilkan saliva dengan volume yang lebih sedikit, kental dan mengandung lebih banyak musin.
20,42
Aktivasi langsung reseptor cannabinoid pada kelenjar saliva submandibula saat mengonsumsi
ganja dapat menginhibisi sekresi saliva mantan pecandu ganja.
21
Akibat mulut yang terasa kering, banyak mantan pecandu ganja yang melaksanakan beberapa aktivitas
untuk menetralkan perasaan mulut kering setelah mengonsumsi ganja tersebut. Aktivitas setelah mengonsumsi ganja yang paling sering dilakukan berdasarkan hasil penelitian
ini adalah berkumur atau minum air putih dan minum alkohol 36,7. Dibandingkan dengan penelitian sebelumnya, didapatkan 69 mantan pecandu ganja mengonsumsi air
putih setelah mengonsumsi ganja.
24
Selama menjalani rehabilitasi, para mantan pecandu ganja umumnya mengonsumsi air putih atau air mineral 83,3 dan rata-rata mengonsumi 6 gelas air
putih per hari 30. Hal ini perlu diketahui karena jenis minuman dapat mempengaruhi kualitas saliva seseorang.
41
Temuan lain pada penelitian ini adalah bahwa pada umumnya subjek yang diteliti menyikat gigi dua kali sehari 60
yaitu pada pagi dan sore hari 56,7. Hal ini sesuai dengan penelitian Schulzkatterbach M, dkk 2009 di
Jerman bahwa mantan pecandu ganja biasanya menyikat gigi dua kali per hari 44.
24
5.2 Hubungan Mengonsumsi Ganja Dengan Volume Saliva Yang Distimulasi
Berdasarkan hasil pada penelitian ini tabel 2 mengenai hubungan mengonsumsi ganja dengan volume saliva stimulasi pada kelompok tanpa riwayat
mengonsumsi ganja kontrol lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok mantan pecandu ganja yaitu 10,1500 ml5 menit dan volume saliva stimulasi pada kelompok
pecandu ganja yaitu 7,7623 ml5 menit. Berdasarkan uji statistik T tidak berpasangan diketahui bahwa ada perbedaan yang signifikan p0,05 antara kedua kelompok
tersebut. Ini berarti ada hubungan antara mengonsumsi ganja dengan penurunan volume
saliva stimulasi dimana pada kelompok pecandu ganja terjadi penurunan volume saliva stimulasi apabila dibandingkan dengan kelompok tanpa riwayat mengonsumsi
ganja kontrol. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan terjadi penurunan volume saliva stimulasi pada orang-orang dengan riwayat mengonsumsi ganja, dimana ganja
mengandung THC memiliki sifat parasimpatolitik dan memiliki reseptor pada kelenjar submandibula.
21,23,29
Ganja mempengaruhi sistem tubuh manusia melalui ikatan THC dengan reseptor cannabinoid CB yang berada pada otak, sistem saraf, saluran kelenjar
saliva submandibula
,
makrofag pada limpa, sel-sel imun, dan sel-sel asini kelenjar saliva submandibula.
1,7,10,21,29
Ketika THC berikatan dengan reseptor cannabinoid pada sistem saraf, fungsi saraf parasimpatis terinhibisi sehingga s
ekresi saliva hanya didapat melalui sistem saraf simpatis yang menyebabkan terjadinya vasokonstriksi dan menurunkan
aliran darah ke kelenjar saliva, sehingga sel-sel asini mengalami atropi dan menghasilkan saliva dengan volume yang lebih sedikit, kental dan mengandung lebih
banyak musin.
20,42
Selain itu, aktivasi langsung reseptor cannabinoid pada kelenjar saliva submandibula saat mengonsumsi ganja dapat mengganggu sekresi saliva pada
pecandu ganja.
21
5.2.1 Hubungan Frekuensi, Durasi dan Lamanya Berhenti Mengonsumsi Ganja Dengan Volume Saliva Yang Distimulasi
Hasil pada penelitian ini tabel 3 mengenai hubungan frekuensi mengonsumsi ganja dengan volume saliva stimulasi antara kelompok pecandu ganja dan kelompok
kontrol dapat dilihat bahwa setiap kelompok pecandu ganja memiliki volume saliva yang lebih rendah dengan kelompok tanpa riwayat mengonsumsi ganja kontrol. Pada
kelompok dengan frekuensi mengonsumsi ganja 1-4 kali per minggu tidak memiliki perbedaan yang signifikan p0,05 pada volume saliva stimulasi bila dibandingkan
dengan kelompok tanpa riwayat mengonsumsi ganja kontrol. Ini berarti dalam penelitian ini didapatkan frekuensi mengonsumsi ganja lebih dari 5 kali per minggu
yang memiliki efek cukup kuat dalam menyebabkan penurunan volume saliva stimulasi bahkan setelah pecandu ganja sudah tidak lagi mengonsumsi ganja. Semakin
sering seseorang mengonsumsi ganja maka semakin THC yang masuk ke dalam tubuh
terjadi secara terus-menerus, sehingga efek vasokonstriksi pembuluh darah pada kelenjar saliva yang menyebabkan atropi pada sel asini terjadi terus-menerus. Hal ini
mengakibatkan sulit berlangsungnya proses pemulihan akibat atropi sel asini tersebut. Semakin sering seseorang mengonsumsi ganja maka semakin lama efek penurunan
volume saliva pada mantan pecandu ganja.
14, 20,42
Hasil pada penelitian ini tabel 4 mengenai hubungan durasi mengonsumsi ganja dengan volume saliva stimulasi antara kelompok pecandu ganja dan kelompok
kontrol dapat dilihat bahwa setiap kelompok pecandu ganja memiliki volume saliva yang lebih rendah dengan kelompok tanpa riwayat mengonsumsi ganja kontrol. Pada
kelompok dengan frekuensi mengonsumsi ganja kurang dari 5 tahun dan 5-7 tahun tidak memiliki perbedaan yang signifikan p0,05 pada volume saliva stimulasi bila
dibandingkan dengan kelompok tanpa riwayat mengonsumsi ganja kontrol. Ini berarti pada penelitian ini didapatkan bahwa durasi mengonsumsi ganja lebih dari 8 tahun yang
memiliki efek cukup kuat dalam menyebabkan penurunan volume saliva stimulasi bahkan setelah pecandu ganja sudah tidak lagi mengonsumsi ganja. Hasil pada
penelitian ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa defisit fungsi fisiologis termasuk fungsi sekresi akibat atropi sel asini pada pecandu ganja tergantung pada
jumlah ganja ataupun dosis yang biasa dikonsumsi. Dimana jumlah atau dosis mengonsumsi ganja dipengaruhi oleh frekuensi dan durasi dalam mengonsumsi
ganja.
14,20,23
Dalam penelitian ini diketahui juga bahwa semakin banyak ganja yang dikonsumsi maka semakin lama efek penurunan volume saliva pada mantan pecandu
ganja. Hasil pada penelitian ini tabel 5 mengenai hubungan lamanya berhenti
mengonsumsi ganja dengan volume saliva stimulasi antara kelompok pecandu ganja dan kelompok tanpa kontrol dapat dilihat bahwa setiap kelompok pecandu ganja
memiliki volume saliva yang lebih rendah dengan kelompok tanpa riwayat mengonsumsi ganja kontrol. Pada kelompok yang telah berhenti mengonsumsi ganja
selama 5-9 bulan tidak memiliki perbedaan yang signifikan pada volume saliva stimulasi bila dibandingkan dengan kelompok tanpa riwayat mengonsumsi ganja
kontrol. Ini berarti kelompok yang telah berhenti mengonsumsi ganja selama kurang
dari 4 bulan yang masih memiliki efek dalam menyebabkan penurunan volume saliva stimulasi. Hal ini dapat terjadi karena kandungan THC dalam ganja bersifat lipofilik
sehingga eliminasi THC dari dalam tubuh berlangsung cukup kompleks dan membutuhkan waktu yang cukup lama. THC berakumulasi di jaringan adiposa selama
lima sampai tujuh hari dan secara perlahan dikeluarkan lagi ke tubuh. THC diekskresikan 25 melalui urin dan 65 ke dalam usus untuk di reabsorbsi sehingga
efek samping dari THC dapat bertahan lebih lama.
9
Kerusakan yang terjadi pada sistem saraf, saluran kelenjar saliva submandibula dan sel-sel asini kelenjar saliva
submandibula yang dapat mempengaruhi terjadinya penurunan volume saliva stimulasi pada pecandu ganja dapat terjadi terus menerus apabila pecandu ganja selalu
mengonsumsi ganja.
1,7,10,21,29
Dan kerusakan tersebut dapat bertahan bahkan setelah pecandu ganja berhenti mengonsumsi ganja. Lamanya perbaikan yang terjadi pada
kerusakan tersebut bergantung pada usia ketika mengonsumsi ganja, lamanya mengonsumsi ganja, dan jumlah ganja yang digunakan.
14
5.3 Hubungan Mengonsumsi Ganja Dengan pH Saliva Yang Distimulasi