sirkulasi darah. Ketika saraf distimulasi, ion klorida dipindahkan ke dalam sel. Hal ini meningkatkan reaksi elektrolit yang menyebabkan influks dari ion sodium. Peningkatan
ion sodium dan klorida pada sel menghasilkan tekanan osmotik sehingga cairan masuk ke dalam sel dan sel mengalami pembengkakan. Tekanan pada sel meyebabkan
rupturnya sel dan mengeluarkan cairan serta elektrolit, sehingga saliva yang hipotonik dapat disekresikan ke dalam rongga mulut. Perbedaan jalur sekresi saliva
mengakibatkan perbedaan komposisi saliva. Mobilisasi dari Ca
2+
dan adenosine 3’, 5’ – cyclic monophosphate cAMP dapat menghasilkan interaksi yang sinergis sehingga
dapat mensekresikan saliva dengan jumlah protein dan cairan yang seimbang.
13,19
2.5 Pengaruh Ganja Terhadap Saliva
Ganja mempengaruhi saliva melalui dua mekanisme utama, yaitu secara sistemik dan secara lokal. Secara sistemik, ganja bekerja melalui ikatan THC dengan
reseptor cannabinoid yang ditemukan pada kelenjar saliva submandibula mamalia, yaitu pada sistem saluran kelenjar saliva ductal system dan pada sel asini, serta ikatan
THC dengan reseptornya pada saraf yang memiliki efek parasimpatolisis. Secara lokal, ganja mempengaruhi saliva melalui asap pembakaran ganja yang langsung
mempengaruhi saliva sesaat setelah menghisap ganja.
21,23,25,29
2.5.1 Pengaruh Ganja Terhadap
Volume Saliva
Volume dan komponen saliva sangat mempengaruhi kesehatan rongga mulut. Kekurangan saliva akan mempengaruhi kualitas hidup seseorang karena dapat
menyebabkan kesulitan berbicara, makan, menelan dan mengecap rasa.
20,37
Pada orang dewasa yang sehat, jumlah volume saliva baik dengan stimulasi ataupun tanpa stimulasi
berkisar antara 500 sampai 1500 mlhari. Rata-rata saliva istirahat yang berada pada rongga mulut adalah 1 ml.
15
Volume saliva dengan stimulasi yang normal berkisar lebih dari 5,0 ml5 menit, rendah 3,5–5,0 ml5 menit dan hiposalivasi kurang dari 3,5
ml5 menit.
43
Penurunan volume saliva dapat dipengaruhi oleh beberapa keadaan, seperti proses menua, menopause, latihan fisik berlebihan, radioterapi, kemoterapi,
konsumsi alkohol, berpuasa, penyakit sistemik, penggunaan obat-obatan yang bersifat
antikolinergik diantaranya antidepresan, antipsikosis, antihipertensi, serta antihistamin, kebiasaan merokok dan menghisap ganja.
20,23
Pada penelitian Woyceichoski IEC., dkk 2011 diketahui bahwa volume saliva pada pecandu kokain dalam masa rehabilitasi
yaitu 1,39 mlmenit dengan standar deviasi 0,678.
19
Sedangkan menurut penelitian Ravenel MC., dkk 2012 diketahui bahwa pada pecandu methamphetamine yang telah
berhenti kurang dari 12 bulan, volume saliva terstimulasinya lebih dari 5 ml5 menit sebanyak 8 sampel, 3,5-5 ml5 menit sebanyak 5 sampel, dan kurang dari 3,5 ml 5
menit sebanyak 1 sampel.
43
Ganja mempengaruhi volume saliva akibat kandungan THC dalam ganja yang memiliki sifat parasimpatolitik.
23
Reseptor cannabinoid secara umum berpasangan dengan protein G yang berada pada membran sel saraf parasimpatik. Hal ini dapat
menyebabkan THC yang masuk ke dalam tubuh akan berikatan dengan protein G dan reseptor cannabinoid, menginhibisi saluran ion kalsium dan mengaktivasi saluran
potasium. Masuknya ion kalsium ke dalam sel di ujung sinaps diperlukan untuk proses eksositosis
neurotransmitter dan aktivasi saluran potasium menyebabkan
hiperpolarisasi sel sehingga sel-sel pada saraf parasimpatik akan mengalami hambatan pada proses eksositosis.
44
Dengan demikian, fungsi saraf parasimpatis terinhibisi dan saraf parasimpatis tidak dapat merangsang kelenjar saliva untuk mensekresikan saliva.
Sekresi saliva hanya didapat melalui sistem saraf simpatis yang menyebabkan terjadinya vasokonstriksi dan menurunkan aliran darah ke kelenjar saliva, sehingga sel-
sel asini mengalami atropi dan menghasilkan saliva dengan volume yang lebih sedikit, kental dan mengandung lebih banyak musin.
20,42
Selain itu, pada penelitian Prestifilipo, dkk 2006 menemukan bahwa selain
terdapat pada sistem saraf, otak dan sel imun, reseptor cannabinoid dapat juga ditemukan di kelenjar saliva yaitu pada sistem saluran kelenjar saliva ductal system
dan pada sel asini. THC pada ganja akan bereaksi apabila berikatan dengan reseptornya
sehingga ketika THC berikatan dengan reseptornya yang berada pada kelenjar
submandibula selama stimulasi elektrik maka dapat terjadi penurunan pengeluaran
asetilkolin yang merupakan postganglionic transmitter saraf parasimpatis sehingga terjadi reduksi sekresi saliva. Hal ini didukung oleh
penelitian Katterbach, dkk. 2009
menyatakan bahwa 84 dari pecandu ganja mengalami mulut kering dan 91 merasa
haus setelah mengonsumsi ganja. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi hiposalivasi pada pecandu ganja.
21,24
Pada pecandu ganja yang telah berhenti mengonsumsi ganja, kerusakan sistem saraf yang diakibatkan oleh kebiasaan mengonsumsi ganja
sebelumnya akan bertahan selama lebih dari satu tahun setelah pecandu berhenti mengonsumsi ganja.
9,14
2.5.2 Pengaruh Ganja Terhadap