dengan tingkat depresi pasien HIVAIDS di Pusyansus RSUP H. Adam Malik Medan dengan level signifikan p 0.05 Tabel 5.5.
Tabel 5.5 Hasil analisis Hubungan Dukungan Keluarga dengan Tingkat Depresi
Pasien HIVAIDS di Pusyansus RSUP H. Adam Malik Medan n=68
Variabel 1
Variabel 2
R p- value
Keterangan
Dukungan Keluarga
Pasien HIVAIDS
Tingkat Depresi
pasien HIVAIDS
-0.745 0.000 Ada hubungan bermakna
dengan arah korelasi negatif dengan kekuatan
korelasi kuat
5.3 Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, pembahasan dilakukan untuk menjawab pertanyaan penelitian tentang hubungan dukungan keluarga
dengan tingkat depresi pasien HIVAIDS di Pusat Pelayanan Khusus RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun 2013.
5.3.1 Dukungan Keluarga Pasien HIVAIDS di Pusat Pelayanan
Khusus Pusyansus RSUP Haji Adam Malik Medan
Hasil penelitian pada tabel 5.3 secara umum menunjukkan dukungan keluarga pasien HIVAIDS di Pusat Pelayanan Khusus Pusyansus RSUP
Haji Adam Malik Medan paling banyak berada pada kategori baik sebanyak 48.5. Hasil ini sesuai dengan penelitian Khairurrahmi 2009 di Medan
yang menunjukkan bahwa sebagian besar orang dengan HIVAIDS ODHA mendapat dukungan keluarga baik sebanyak 54.
Hasil penelitian diatas didukung oleh penelitian Marubenny, Aisah Mifbakhuddin 2012 di Balai Kesehatan Paru Masyarakat BKPM
Semarang yang menunjukkan bahwa sebagian besar ODHA mendapat
Universitas Sumatera Utara
dukungan keluarga sebanyak 59. Begitu pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Payuk, Arsin Abdullah 2012 mendapatkan hasil di
Puskesmas Jumpandang Baru Makassar yaitu ODHA mendapat dukungan keluarga sebanyak 53. Melihat data dan beberapa hasil penelitian terkait
tersebut, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar keluarga tetap memberikan dukungan yang baik pada anggota keluarga yang terkena HIVAIDS. Hal ini
dapat diperkuat dari hasil observasi peneliti saat pengumpulan data yang dilakukan pada 16 Agustus sampai 16 September 2013 bahwa sebagian besar
responden datang ke Pusyansus didampingi oleh keluarganya. Selain mendapat dukungan keluarga berupa pendampingan, terdapat
beberapa faktor yang menyebabkan keluarga memberi dukungan yang baik pada anggota keluarga yang sakit. Wong 2008 menyatakan bahwa salah satu
faktor yang mempengaruhi dukungan keluarga adalah sosial ekonomi. Friedman 1998 menambahkan keluarga dengan sosial ekonomi menengah
mempunyai tingkat dukungan, afeksi dan keterlibatan yang lebih tinggi daripada keluarga dengan sosial ekonomi bawah. Teori tersebut didukung
hasil penelitian pada tabel 5.1 menunjukkan bahwa pendapatan keluarga perbulan dijumpai rata-rata Rp 1.375.000 sebesar 67.6. Selain itu
diperkuat data dukungan keluarga terkait item kuesioner tentang dukungan instrumental dimana ditemukan 66.1 keluarga berupaya dalam pembiayaan
perawatan dan pengobatan pasien HIVAIDS. Dukungan keluarga baik juga tidak terlepas dari faktor kebudayaan.
Penelitian Nadapdap 1991 menyatakan bahwa tipe kebudayaan masyarakat
Universitas Sumatera Utara
Batak tergolong pada tipe kebudayaan progresif yang demokratis dan dikuasai nilai solidaritas untuk memperoleh pengakuan dan penghargaan dari
masyarakat. Selain itu watak suku Batak tahan menderita dan sanggup menghadapi tantangan hidup serta saling tolong menolong dalam keluarga
Isa, et al., 1992. Hal tersebut didukung hasil penelitian pada tabel 5.1 yang menunjukkan bahwa mayoritas responden bersuku Batak sebanyak 75.
Berdasarkan item kuesioner ditemukan keluarga memberikan perhatian yang baik setiap pasien HIVAIDS membutuhkan bantuan sebanyak 70.6.
Hasil penelitian juga didukung penelitian Pakpahan 2010 menunjukkan bahwa pelaksanaan tugas kesehatan keluarga suku Batak Toba
berada dalam kategori baik yaitu 87. Hal ini terbukti dari item kuesioner yang menunjukkan bahwa keluarga merawat pasien HIVAIDS salah satunya
keluarga membantu pasien HIVAIDS dalam melakukan aktivitas sehari-hari bila pasien sedang sakit sebanyak 75. Selain itu keluarga juga menyediakan
makanan yang sesuai dan menghindari makanan pantangan untuk pasien HIVAIDS dengan cara keluarga mengolah makanan sampai matang seperti
ikan, daging dan telur sebanyak 83,8 .
Penelitian tersebut sejalan dengan penelitian Khairurrahmi 2009 di Medan yang menunjukkan bahwa sebanyak 54 keluarga mengetahui
penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yaitu HIVAIDS, tidak menjauhimengucilkan anggota keluarganya dengan HIVAIDS sebanyak
85.1, sebagian besar keluarga ODHA yang mengetahui status ODHA
Universitas Sumatera Utara
menyarankan untuk berobat sebanyak 77.8 dan mendampingi ODHA saat berobat sebanyak 62.9.
Besarnya tekanan sosial yang dialami oleh keluarga akibat adanya salah satu anggota keluarga yang menderita HIVAIDS memberikan
pengaruh pada keluarga untuk saling membantu dan memberikan pengertian Setyoadi Triyanto, 2012. Hasil penelitian Spiritia 2001, dalam
Khairurahmi, 2009 menyimpulkan bahwa sebagian besar ODHA tetap mendapat dukungan keluarga meskipun telah diketahui statusnya sebagai
penderita HIVAIDS. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun keluarga mengetahui status HIVAIDS, maka kemungkinan besar keluarga tetap akan
memberikan dukungan. Dukungan keluarga menjadi faktor yang dapat berpengaruh dalam
menentukan keyakinan dan nilai kesehatan individu serta berperan membuat keputusan mengenai perawatan anggota keluarga yang sakit Anggipita, 2009
dalam Marubenny, Aisah Mifbakhuddin, 2012. Menurut Friedman 1998 dukungan keluarga terbagi atas dukungan informasi, penghargaan,
instrumental, dan emosional. Anggota keluarga yang sakit sangat membutuhkan dukungan dari keluarganya karena dukungan keluarga ini
membuat individu tersebut merasa dihargai. Dukungan yang diberikan oleh keluarga sangat memberi pengaruh positif terhadap orang dengan HIVAIDS
dalam menjalani kehidupan sehari-hari Smet, 1994 dalam Nursalam, 2007. Namun melihat data kategori dukungan keluarga pada tabel 5.3 masih
terdapat dukungan keluarga cukup sebanyak 42.6. Hal ini menunjukkan
Universitas Sumatera Utara
masih ada keluarga yang belum memberikan dukungan yang maksimalbaik. Bahkan masih ada dukungan keluarga kurang sebanyak 8.8 tabel 5.3.
Begitu juga dengan hasil penelitian Kusuma 2011 di RS Cipto Mangunkusumo Jakarta yang menunjukkan pasien HIVAIDS tidak mendapat
dukungan keluarga 55,4. Smet Bart 2009, dalam Marubenny, Aisah Mifbakhuddin, 2012
menyatakan adanya keluarga yang tidak memberikan dukungan pada ODHA karena keluarga memandang tidak ada harapan lagi yang bisa di dapatkan
keluarga dari anggota keluarga yang terkena HIVAIDS. Stuart Laraia 2001 menyatakan bahwa beberapa keluarga tidak mampu menerima
anggota keluarganya yang terinfeksi HIVAIDS ditandai dengan keluarga tidak memberikan dukungan yang efektif karena malu memiliki anggota
keluarga yang terinfeksi HIV. Hal ini dibuktikan dari data item kuesioner yaitu masih terdapat keluarga yang tidak mencintai dan menerima keadaan
pasien HIVAIDS sebanyak 5.9. Dukungan keluarga sangat dibutuhkan oleh orang dengan HIVAIDS
ODHA untuk memantapkan dirinya di lingkungan keluarga serta lingkungan disekitarnya agar tidak ada lagi diskriminasi terhadap ODHA di
lingkungan masyarakat Miele, 2005 dalam Marubenny, Aisah Mifbakhuddin, 2012. Perawat mempunyai peran cukup penting untuk
menciptakan suasana penerimaan dan pemahaman bagi keluarga yang memiliki anggota keluarga dengan HIVAIDS Smeltzer Bare, 2005.
Perawat dapat melakukan intervensi dengan cara memberdayakan keluarga
Universitas Sumatera Utara
untuk menjadi support system yang efektif agar dapat senantiasa memberikan dukungan dan bantuan yang dibutuhkan oleh pasien. Salah satunya
pengkajian mengenai dukungan keluarga yang diterima pasien. Selanjutnya perawat dapat melakukan konseling dan pendidikan kesehatan bagi keluarga
terkait penyakit yang diderita pasien seperti cara penularan, perjalanan penyakit, perawatanpengobatan sehingga keluarga dapat memberikan
dukungan secara efektif bagi pasien Kusuma, 2011. Dukungan yang diperlukan oleh orang dengan HIVAIDS ODHA
terutama berasal dari keluarga, anak dan pasangan Sarafino, 2006. Keluarga merupakan sumber dukungan natural yang sangat efektif dalam proses
perawatan ODHA. Sumber dukungan natural keluarga mempunyai pengaruh yang paling baik terhadap individu, karena sumber dukungan ini bersifat apa
adanya, tanpa dibuat-buat dan memiliki norma yang berlaku tentang kapan sesuatu itu harus diberikan Kuntjoro, 2002 dalam Setyoadi Triyanto,
2012. Oleh karena itu dukungan keluarga sangat diperlukan sehingga dapat mengembangkan respon atau koping yang efektif untuk ODHA beradaptasi
dengan baik dalam menangani stresor terkait penyakitnya Lasserman Perkins, 2001 dalam Kusuma, 2011.
5.3.2 Tingkat depresi pasien HIVAIDS di Pusat Pelayanan Khusus