Beberapa Konsep dalam Teori Realis

6.4. Beberapa Konsep dalam Teori Realis

Berikut dijabarkan sejumlah defenisi konsep yang mengemuka dalam teori realis, yang akan dipakai sebagai instrumen pembedah analisis dalam penelitian ini : 6.4.1 Konsep Kepentingan Nasional Kepentingan Nasional National Interest adalah tujuan-tujuan yang ingin dicapai sehubungan dengan kebutuhan negara bangsa atau sehubungan dengan hal yang dicita-citakan. Dalam hal ini kepentingan nasional yang relatif tetap dan sama diantara semua negarabangsa adalah keamanan, yang mencakup kelangsungan hidup rakyatnya dan kebutuhan wilayah serta kesejahteraan. Kedua hal pokok ini yaitu keamanan Security dan kesejahteraan Prosperity merupakan kepentingan nasional yang utama. Kepentingan nasional diidentikkan dengan dengan “tujuan nasional”. Contohnya kepentingan pembangunan ekonomi, kepentingan pengembangan dan peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia SDM atau kepentingan mengundang investasi asing untuk mempercepat laju industrialisasi. 23 Kepentingan nasional sering dijadikan tolok ukur atau kriteria pokok bagi para pengambil keputusan decision makers masing-masing negara sebelum merumuskan dan menetapkan sikap atau tindakan. Bahkan setiap langkah kebijakan luar negeri Foreign Policy perlu dilandaskan kepada kepentingan nasional dan diarahkan untuk mencapai serta melindungi apa yang dikategorikan atau ditetapkan sebagai ”Kepentingan Nasional.” Sedangkan menurut Morgenthau, ”Kepentingan nasional adalah kemampuan minimum negara untuk melindungi, dan mempertahankan identitas fisik, politik, dan kultur dari gangguan negara lain. Dari tinjauan ini para pemimpin negara menurunkan kebijakan spesifik terhadap negara lain yang sifatnya kerjasama atau konflik”. 24 23 T.May Rudy, Study Strategis dalam transformasi sistem Internasional Pasca Perang dingin, Refika Aditama, Bandung, 2002, hal 116 24 Ibid, 2002 hal 116 Universitas Sumatera Utara 6.4.2. Konsep Perimbangan Kekuasaan Balance of Power Konsep perimbangan kekuasaan Balance of Power merupakan suatu konsep yang menginginkan perimbangan kekuatan di antara kekuatan- kekuatan utama aktor hubungan internasional. Dalam pandangan kaum realis, perang terjadi karena dunia tidak seimbang dalam aspek power. Karena pada dasarnya manusia itu buruk, setiap negara memiliki hasrat untuk menguasai negara lainnya. Dengan hal ini, untuk menguasai negara lain maka suatu negara yang memiliki power yang kuat akan menyerang negara yang dituju sehingga menimbulkan konflik dan peperangan. Hal ini dapat menimbulkan ketidakstabilan keamanan di dunia. Jika hal ini terus berlangsung, peperangan di dunia akan terus terjadi. Morgenthau mengemukakan suatu konsep yang disebut Balance of Power yang didasari dari pemikiran seorang sejarawan yaitu Thucydides. Balance of power menganggap dunia akan aman jika semua negara memiliki kekuatan yang seimbang. Perimbangan kekuatan yang dimaksud adalah pada aspek kekuatan militernya. Namun, hal ini akan sulit terwujud karena setiap negara mempunyai kekuatan yang berbeda-beda. Menurut kaum realis, negara-negara yang paling penting dalam politik dunia adalah negara- negara berkekuatan besar great powers. 25 Akan tetapi, konsep ini bisa disambungkan dengan konsep polaritas dalam hubungan internasional. Ini terlihat pada masa perang dingin yang merupakan masa bipolar. Hubungan internasional dipahami oleh kaum realis terutama sebagai perjuangan di antara negara-negara berkekuatan besar untuk dominasi dan keamanan. 26 6.4.3. Konsep Perimbangan Ancaman Balance of Threat Teori Perimbangan Ancaman Balance of Threat merupakan kritik terhadap teori perimbangan kekuasaan. Menurut teori ini, dalam sistem internasional yang anarkis dan cenderung pada tidak adanya distribusi kekuatan yang berimbang, negara akan menggalang aliansi dengan atau 25 Robert Jackson dan George Sorensen. Pengantar Studi Hubungan Internasional. terj. 2009, Yogyakarta: Pustaka Pelajar hal 89 26 Ibid, 2009 hal 89 Universitas Sumatera Utara melawan kekuatan yang paling mengancam 27 . Aliansi adalah respon atas ketidakseimbangan ancaman imbalances of “threat”, bukan ketidakseimbangan kekuatan imbalance of “power” 28 . Jadi, berbeda dengan Balance of Power yang melihat balancing sebagai kondisi alamiah dalam sistem internasional yang terdiri dari unit-unit negara ketika terjadi ketidakmerataan distribusi kekuatan terutama militer lebih tepatnya, ini adalah konsepsi Balance of Power menurut NeoralismStructrual Realism, Teori perimbangan ancaman berasumsi bahwa, balancing adalah respon yang dilakukan oleh negara atau beberapa negara terhadap negara lain yang memiliki power militer, ekonomi, teknologi, dll besar atau lebih besar dari yang dimiliki negara tersebut. Berbeda dari teori perimbangan kekuasaan yang melihat pengaruh power itu sendiri terhadap sistem internasional, konsep perimbangan ancaman melihat akibat dari kepemilikan power tersebut terhadap sistem. Berangkat dari asumsi dasar neorealis bahwa sistem internasional adalah anarkis, bahwa tidak ada pemerintahan yang mengatur negara-negara sehingga setiap negara harus menjamin keamananannya sendiri dalam pergaulan regional maupun global, dan bahwa setiap negara bertindak untuk mencapai kepentingan nasionalnya baik ekomoni maupun keamanan, Walt memandang bahwa kepemilikan power oleh sebuah negara, misalnya rudal balistik atau bahkan senjata nuklir, akan mengancam keamanan dan kepentingan nasional negara-negara lain terutama yang berada di sekitarnya. Walt lebih lanjut menjabarkan sumber-sumber ancaman bagi negara sebagai berikut 29 :  Pertama, aggregate power. Jenis ancaman ini berasal dari level atau jumlah relative power yang dimiliki oleh suatu negara. Semakin besar kekuatan yang dimiliki seperti populasi, industri, militer, teknologi, dan lain sebagainya, akan semakin besar potensi ancamannya bagi negara lain. Uni Eropa “mungkin” dapat dikatakan sebagai mekanisme untuk mendistribusikan kekuatan agregat di antara negara-negara Eropa Barat. 27 Walt, Stephen M. Spring. Alliance Formation and The Balance of World Power, 1985 hal 8-9 28 Legro, Jeffrey W. Andrew Moravcsik, Is Anybody Still a Realist ?, hal 36 29 Log cit, 1985 hal. 9-13 Universitas Sumatera Utara Dalam sejarahnya, saat persebaran kekuatan di wilayah tersebut tidak merata, terjadi ketidakstabilan sistem sehingga menyebabkan peperangan bebar dalam sejarah dunia Perang Dunia I dan Perang Dunia II.  Kedua, proximity. Semakin dekat dekat jarak sebuah negara, semakin besar potensi ancaman yang dimiliki bagi negara lain. Sebagai contoh, Perang Arab-Israel I pada 1948 terjadi antara Israel melawan koalisi Arab yaitu Mesir, Libanon, Yordania, Suriah dan Irak. Negara-negara Arab lain seperti Arab Saudi, Oman, Yaman dan Libya tidak terlibat perang, karena negara- negara tersebut tidak berbatasan langsung dengan Israel.  Ketiga, offensive power. Negara yang memiliki kapabilitas militer kuat lebih memprovokasi terjadinya aliansi dalam sistem daripada negara yang kemampuan militernya lemah atau yang militernya hanya untuk pertahanan diri. Bagi Arab Saudi, pertumbuhan postur militer Iran akhir-akhir ini menjadi sangat mengkhawatirkan, karena dilihat dari kualitasnya, kemampuan militer Iran tersebut lebih dari sekedar untuk pertahanan diri. Maka tidak mengherankan jika aliansi Arab Saudi dengan AS semakin erat seiring dengan perkembangan agresivitas Iran. Keempat, offensive intention. Negara yang agresif selalu memicu terbentuknya aliansi negara- negara lain. GCC terbentuk di antara negara-negara Arab Teluk adalah sebagai reaksi atas agresivitas Iran. Pada tahun 2006 GCC kembali mempererat aliansinya dengan AS untuk merespon Iran yang kembali agresif sejak dipimpin oleh Mahmoud Ahmadinejad 30 Bagi GCC Iran dianggap lebih berbahaya daripada AS karena AS tidak menunjukkan ambisi ofensif di kawasan tersebut meskipun memiliki kapabilitas militer yang jauh lebih kuat dari pada Iran.  Keempat, sumber ancaman tersebut merupakan kondisi-kondisi yang menggiring negara-negara dalam sistem internasional untuk membangun aliansi atau melakukan bandwagoning. Keempatnya juga menunjukkan kompleksitas balancing dalam konsepsi Walt, sehingga dalam bukunya The Origins of Alliances Walt secara eksplisit dia menyebutnya sebagai 30 Knapp, Patrick. The Gulf States in the Shadow of Iran: Iranian Ambition, Middle East Quraterly, 2010, hal. 49-59 Universitas Sumatera Utara parsimonious revision of realist balance-of-power theory 31 . Teori Walt mampu menjelaskan fenomena-fenomena yang tidak mampu dijelaskan oleh teori Balance of Power. 6.4.4. Teori Dilema Keamanan Dilema keamanan yaitu suatu keadaan ketergantungan pada persenjataan yang menjadi kebijakan suatu negara yang seolah-olah demi kepentingan pertahanan suatu negara padahal untuk mengancam negara lain. Ancaman persenjataan yang menyebabkan negara lain tertekan karena adanya ancaman-ancaman tersebut, menyebabkan negara yang tertekan tersebut membuat kebijakan untuk meningkatkan nilai persenjataanya baik dari segi jumlah, maupun kualitasnya. Dilema disini timbul antara kebijakan untuk peningkatan senjata mempengaruhi ekonomi negara. Sedangkan perekonomian negara yang stabil sangat dibutuhkan bagi negara yang sedang berkembang untuk pembangunan nasionalnya, peningkatan sumber daya ekonomi, seperti sektor pertambangan, sektor pertanian, perkebunan dan lain sebagainya yang seharusnya dibangun sarana untuk peningkatan laju pertumbuhan ekonomi, dan pembangunan sarana dan prasarana seperti jalan, komunikasi yang sesungguhnya berdampak langsung dengan kekuatan militer disuatu negara.Sedangkan peningkatan jumlah senjata, dan anggaran militer yang besar menyebabkan banyak menghabiskan dana, dan anggaran devisa negara sehingga akan menyebabkan dampak langsung maupun tidak langsung akan menjadikan negara tersebut jatuh kepada kebinasaan. Seandainya suatu negara boleh memilih suatu keadaan mana yang ia pilih pembangunan ekonomi atau peningkatan anggaran militer demi keamanan. Di negara yang kondisi politik regionalnya masih relatif stabil maka akam memilih pembangunan ekonomi. Tetapi keadaan politik regional kadang memaksa suatu negara meningkatkan anggaran militernya disebabkan adanya ancaman dari pihak luar. Pilihan untuk meningkatkan persenjataan militer disebabkan karena ancaman dari peningkatan senjata dari negara lain, 31 Log Cit, 1999 hal. 36 Universitas Sumatera Utara dengan mengorbankan perekonomian dalam negeri karena kepentingan keamanan yang mendesak.

7. Metodologi Penelitian