Asumsi- Asumsi Utama Realisme

6. Kerangka Teori

Secara umum penelitian ini didasari atas kerangka berpikir realis yang melihat negara sebagai aktor dalam politik internasional, dan bahwa struktur politik internasional pada hakikatnya bersifat anarkis. Para realis memperlakukan negara sebagai aktor yang rasional yaitu mengikuti prinsip mengejar, melindungi, dan mempertahankan kepentingan nasionalnya yang didefenisikan sebagai kekuasaan sesuai dengan kemampuan dan keterbatasanya di dunia internasional. 5

6.1. Asumsi- Asumsi Utama Realisme

Ada tiga asumsi utama realisme yang sering dikelompokkan dalam 3S : statism, survival, self-help 6 . State adalah aktor utama dalam hubungan internasional yang anarkis. Asumsi ini berasal dari kenyataan bahwa untuk bisa survive dan mencapai level subsisten manusia perlu hidup bersatu berdasarkan suatu solidaritas kelompok. Kohesi dalam grup ini juga berpotensi untuk berkonflik dengan kelompok- kelompok lain. State merupakan pengelompokan manusia groupism yang paling penting dewasa ini, dan sumber kohesi in-group yang paling kuat adalah nasionalisme. 7 Negara sebagai satu komunitas politik yang independen mempunyai kedaulatan terhadap suatu wilayah dalam dunia yang anarkis. Perlu dijelaskan bahwa anarkis bagi realis bukan keadaan benar-benar chaos dan tidak ada aturan, tetapi ketiadaan kekuasaan sentral. Berbeda dengan struktur organisasi dalam politik domestik yang hirarkis, dalam hubungan internasional, struktur dasarnya adalah anarkis di mana negara-negara adalah berdaulat dan menganggap kekuasaan tertinggi ada di tangan mereka. State diasumsikan seperti black-box yang mewakili keseluruhan kepentingan di suatu negara. 8 Ide tentang negara yang utuh berdaulat ini berasal dari defenisi Weber yaitu ‘monopoli terhadap penggunaan kekuatan fisik secara sah dalam suatu wilayah.’ Dalam teori kedaulatan Barat, diasumsikan bahwa persoalan di dalam negeri ini sudah 5 Abu Bakar Ebi Hara, Pengantar Analisis Politik Luar Negeri, Nuansa, 2011, hal 34 6 Dunne and Schmidt, The Globalization of World Politics : An Introduction to International Relations, Oxfort University Press 2001, hal 155 - 156 7 Wohlforth, Foreign Policy: Theories, Actors, Cases, Oxfort University Press 2008 hal 32 8 Log Cit, 2011, hal 36 Universitas Sumatera Utara terselesaikan dan negara berhasil mengamankan berbagai masalah dalam negeri. Rakyat di dalam pun mendapatkan rasa aman bahkan keadilan. Di sinilah kemudian bermula perbedaan antara insideoutside. Di dalam semuanya aman, namun di luar tidak berlaku dan negara dapat melakukan apa saja untuk menjamin survival dari negara. Dalam konteks internasional yang anarkis, prioritas politik luar negeri negara- negara dengan demikian adalah menjaga kelangsungan hidupnya atau survival dari ancaman negara lain, yang juga merupakan inti dari kepentingan nasional. Sementara kepentingan lainnya, seperti ekonomi, adalah kurang penting low politics. Kode etik realis adalah sesuatu yang harus dinilai dari hasilnya, bukan dari apakah tindakan individu itu benar atau salah. Realis tidak percaya pada universalitas moral; kalaupun ada, itu hanya berlaku relatif untuk suatu masyarakat tertentu saja. Dengan kata lain, dalam pandangan Wohlforth, negara seringkali harus bertindak egois, terutama bila dihadapkan pada pilihan kepentingan diri dan kepentingan kolektif. Ini juga merupakan sifat dasar manusia sebagaimana diungkapkan adagium klasik realis: inhumanity is just humanity under pressure kekejaman berarti kemanusian di bawah tekanan 9 Dalam keadaan anarkis ini, tiap negara harus menolong dirinya sendiri atau self-help. Negara tidak boleh percaya pada negara lain atau organisasi internasional, tapi harus mencari cara sendiri, terutama meningkatkan kekuatan militernya. Struktur internasional tidak mengizinkan adanya persahabatan, kepercayaan dan kehormatan, yang ada hanyalah kondisi abadi ketidakpastian karena tiadanya pemerintahan global. Walaupun penting untuk menilai apakah negara lain merupakan negara revisionis yang ingin mengubah balance of power atau pro-status quo yang tidak ingin mengubah keadaan itu secara militer, namun adalah susah untuk memastikan intensi atau maksud suatu negara secara empirik. Cara terbaik adalah memperkuat diri sehingga negara lain tidak berani menyerang. 10 Koeksistensi demikian bisa dicapai melalui keseimbangan kekuatan dan interaksi terbatas, tetapi pendirian negara tetap lebih untuk keuntungan dirinya sendiri daripada negara lain. Di sini terjadi security dilemma yang lebih sering terjadi pada 9 Log Cit, 2008 hal 32 10 Log Cit, 2011 hal 36-37 Universitas Sumatera Utara negara-negara besar daripada negara kecil karena peningkatan kekuatan militer mereka akan selalu mendorong meningkatkan kekuatan negara besar yang lain. Keamanan bagi negara lain berarti ketidakamanan bagi negara sendiri. Inilah tragedi politik negara-negara besar. 11 Tetapi ada dua pandangan yang berbeda dalam melihat bagaimana dilema keamanan ini dapat dikelola. Realis historis dan klasik melihat balance of power dapat mengurangkan dilema keamanan ini. Sementara kaum neo-realis atau disebut realis struktural berpendapat bahwa dilema keamanan ini adalah situasi yang abadi dalam politik internasional. Bagi realis struktural atau neo-realis, balance of power akan muncul dengan sendirinya secara alamiah terlepas dari intensi negara-negara, misalnya dengan munculnya aliansi-aliansi. Dalam kaitan dengan politik luar negeri, dengan melihat asumsi di atas harus dipahami bahwa negara sebagai aktor utama harus menghadapi negara lain seperti bola biliar yang sedang dimainkan di atas mejanya bergerak dan bertabrakan satu sama lain. Yang membuat konsep bola biliar ini menarik adalah adanya perasaan ketidakamanan bersama antarnegara dan ketiadaan otoritas kekuatan politik yang disebut anarki di dunia internasional. Tindakan negara-negara karena itu didorong oleh keinginan untuk survive atau mempertahankan diri dari ancaman keamanan yang terus-menerus. Karena tiap negara mengejar keamanan yang meningkatkan kekuatan militernya, maka politik luar negeri pun diorientasikan pertama kali untuk mempertahankan keamanan. Mereka menghadapi dilema keamanan atau security dilemma yang tiada habisnya. Dari sini kemudian kita mengenal konsep power atau kekuasaan yang merupakan kepentingan nasional yang harus selalu dikejar oleh negara. Walaupun sering membingungkan karena begitu luas dan bermacam-macam maknanya, power tetap menjadi ukuran bagi analis realis. Ia pun sering dipertukarkan dengan konsep pengaruh, kekuasaan, kekuatan senjata, perimbangan kekuasaan, kekuatan lunak soft power dan berbagai istilah lainnya. Power juga sering disamakan dengan uang dalam ekonomi yang perlu dicari, ditambah dan digunakan. Negara-negara, terutama negara- negara besar, sangat khawatir power mereka berkurang atau menjadi relatif lemah 11 Mearsheimer, International Relations Theories: Discipline and Diversity, Oxfort University Press, 2007 hal 74 Universitas Sumatera Utara dalam hubungan dengan negara lain. Karena itu, mereka ingin selalu memastikan keseimbangan kekuasaan yang ada tidak bergeser ke pihak lawan. Menurut Mearsheimer, power didasarkan pada kemampuan militer yang dikuasai oleh negara. Walaupun demikian, menurutnya, negara-negara memiliki juga apa yang disebut dengan kekuatan laten yang meliputi potensi sosial ekonomi yang dapat dikembangkan untuk menjadi kekuatan militer. Kekuatan laten ini meliputi apa yang sering disebut dengan sumber-sumber kekuatan nasional oleh Morgenthau, seperti penduduk, sumber alam, ekonomi dan teknologi. Jadi, mereka mendapatkan power bukan saja dari menaklukkan negara lain tetapi juga melalui pengelolaan terhadap latent power atau sumber kekuatan nasional ini. 12 Konsep power ini terus berubah mulai dari yang satu dimensi, seperti Morgenthau, ke yang lebih canggih. Menurut Morgenthau, power adalah kontrol manusia terhadap pikiran dan tindakan manusia yang lain. 13 ’Power harus dipahami dalam hubungan dengan negara lain, jadi bukan dalam situasi vacuum. Power sifatnya relatif karena dilihat dalam perbandingan dengan kekuatan negara lain. Pengertian yang lebih kompleks adalah power sebagai prestige yakni kemampuan untuk mendapatkan apa yang diinginkan, bukan dengan senjata atau ancaman penggunaan senjata, tetapi melalui pengaruh diplomasi dan otoritas. Terakhir sekali, kelompok neo-realis menyamakan power dengan kapabilitas. Kapabilitas dapat dirangking menurut kekuatannya dalam ukuran penduduk dan wilayah, sumber dana, kemampuan militer, stabilitas dan kompetisi politik. 14

6.2. Teori Realisme Klasik dalam Perspektif Kajian Politik Luar Negeri