Peran Republik Rakyat Cina dalam Konstelasi Global

masih dilihat sebagai kuasa setingkat adidaya regional. Angkatan udaranya masih memerlukan pesawat perang pengangkut dan kebanyakan pesawat perangnya sudah ketinggalan zaman. Tentara RRC kini berusaha bersungguh-sungguh menguatkan dirinya sebagai persiapan kemungkinan berperang dengan Amerika Serikat dikarenakan krisis yang berkepanjangan dengan Taiwan. PLA dan cabang ketentaraannya yang lain adalah suatu ancaman besar kepada dominasi Amerika atas dunia pada masa kini, terutama di kawasan-kawasan Asia Timur seperti Selat Taiwan, dimana Cina menempatkan dan mengumpulkan tentaranya, dan juga secara langsung mengarahkan senjata peluru kendalinya ke arah Taiwan. 65

1.3. Peran Republik Rakyat Cina dalam Konstelasi Global

Republik Rakyat Cina telah lama melakukan perubahan dalam kebijakan luar negerinya. Dimulai sejak tahun 1978, Cina berusaha menjadi salah satu dari negara yang mapan.Pada saat masa pemerintahan Mao Zhedong, Cina sudah menjadi salah satu negara yang diperhitungkan karena bermacam-macam pemikiran Mao yang merupakan jalan dijadikannya Cina modern. Marxisme dan Leninisme adalah buah pikiran Mao yang menjadi kekuatan tawar menawar Cina di politik internasional. Akan tetapi hal ini juga membuahkan konflik dengan Uni Soviet. Namun, karena kepentingan ekonomi merupakan poros utama politik luar negerinya, sebenarnya Cina telah mengalihkan sumber ideologis dan orientasinya, yaitu dari komunisme militan menjadi nasionalisme pragmatik. Untuk itu RRC telah menyusun Comprehensive National Power CNP untuk perumusan nasionalisme dalam praktik. Konsep power mengacu kekuatan bangsa mencakup seluruh sumber daya aktual maupun potensial yang dimiliki Cina comprehensive, baik kultural, ekonomi, militer, geografi, jumlah penduduk, dan sebagainya yang, setelah dikalkulasi, diharapkan bisa mengetahui kekuatan tawar Cina. Republik Rakyat Cina mempertahankan hubungan diplomatik dengan hampir seluruh negara di dunia, namun menetapkan syarat bahwa negara-negara yang ingin 65 What are Chinas largest and richest cities? University of Southern California – US-China Institute, 2007. Universitas Sumatera Utara menjalin kerjasama diplomatik dengannya harus menyetujui klaim Cina terhadap Taiwan dan memutuskan hubungan resmi dengan pemerintah Republik Cina. Cina juga secara aktif menentang perjalanan ke luar negeri yang dilakukan pendukung kemerdekaan Taiwan seperti Lee Teng-hui dan Chen Shui-bian serta Tenzin Gyatso, Dalai Lama ke-14. Pada 1971, RRC menggantikan Republik Cina sebagai wakil untuk Cina di PBB dan sebagai salah satu dari lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB. Cina juga pernah menjadi anggota Gerakan Non-Blok, dan kini tetap berperan sebagai anggota pengamat. Banyak dari kebijakan luar negerinya yang sekarang didasarkan pada konsep kebangkitan Cina yang damai. Bergabungnya RRC dengan WTO World Trade Organitation tidak juga bisa dikatakan, Cina lebih memihak pada negara-negara maju dan mapan. Bergabungnya Cina dengan WTO dan kerja sama regional seperti APEC Asia-Pacific Economic Forum, ARF ASEAN Regional Forum, kemitraan strategisnya dengan India dan semacamnya merupakan wujud pendekatan instrumental yang kalkulatif. Dengan begitu Cina tidak akan menunjukan antusiasme berlebihan maupun sikap antipati terhadap skema organisasi-organisasi multilateral yang ada. Berdasar CNP, tujuan strategis politik luar negeri Cina bisa diidentifikasi sebagai berikut: pertama, melindungi kemerdekaan, kedaulatan, dan keamanan Cina; kedua, melindungi dan menopang pembangunan ekonomi dan teknologi; ketiga, menciptakan situasi yang kondusif dan damai di Asia-Pasifik; keempat, memberi respons efektif pada tantangan dan ancaman dari luar; kelima, mencegah konflik internal dan eksternal; keenam, meningkatkan status dan prestise Cina di mata internasional. Tentunya, tujuan itu bisa menjadi acuan politik luar negeri negara-negara lain. Namun, yang menarik dari kasus Cina adalah setelah kurang lebih 27 tahun menjalankan proses modernisasi, kecepatan pertumbuhannya begitu mencengangkan di atas sembilan persen per tahun dan menjadi tonggak tersendiri dalam wacana teori-teori ekonomi pembangunan dan kajian-kajian strategi serta teknologi pertahanan. Universitas Sumatera Utara Kekuatan ekonomi RRC juga diramalkan akan ditunjang oleh kekuatan pertahanan yang tangguh pada sekitar 2025, mengingat Cina sedang memodernisasi angkatan bersenjatanya dengan menggabungkan upaya alih teknologi militer, terutama dari Rusia, serta pengembangannya lebih lanjut berdasar kemampuan sendiri. Penggabungan kekuatan ekonomi dan militer yang tangguh di masa depan ini dilihat banyak pengamat tidak pernah bisa diraih Uni Soviet di masa-masa jayanya sekalipun. Pemikiran nasionalisme pragmatis ini diramalkan tetap mewarnai kebijakan baik faksi konservatif maupun faksi reformis pimpinan Cina di abad ke-21. Kedua faksi itu didorong rasa kebanggaan nasional, keutuhan wilayah, dan kehendak memulihkan kebesaran Cina. Karena itu, bisa saja nasionalisme pragmatik menjadi militan dan agresif, jika para pemimpin Cina melihat komunitas internasional menghalanginya untuk bangkit menjadi pemain strategis dunia. Bahwa perdamaian menjadi prinsip politik luar negeri Cina, telah jelas dinyatakan Deng Xiaoping sendiri, politik luar negeri Cina memegang teguh dua prinsip. Pertama, menentang hegemonisme dan politik adu kekuatan, serta menjaga perdamaian dunia. Kedua, menegakkan tatanan politik dan ekonomi internasional yang baru 66 RRC berpedirian semua negara baik besar maupun kecil, kuat maupun lemah serta miskin maupun kaya sama-sama adalah anggota masyarakat internasional yang sama derajat. Persengketaan dan konfrontasi antar negara seharusnya diselesaikan secara damai melalui musyawarah, tidak seharusnya menggunakan kekuatan bersenjata atau mengacam dengan kekuatan bersenjata, tidak boleh mencampuri urusan dalam negeri negara lain dengan dalih apapun. Cina dengan aktif mendorong pembinaan tata baru politik dan ekonomi internasional yang adil dan rasional. Dengan prinsip politik luar negeri yang demikian, sebenarnya nasionalisme pragmatis merupakan prinsip dasar Cina untuk memasuki komunitas internasional dengan penuh percaya diri, sebagaimana 55 tahun lalu, Marxisme-Leninisme merupakan prinsip dasar Cina untuk menjadikannya negara independen dan modern. Cina melaksanakan politik terbuka terhadap dunia luar secara menyeluruh, bersedia di 66 Zheng, Yongnian, Discovering Chinese Nationalism in China, Joseph Fewsmith Political Science Quarterly Vol. 115, No. 2. Summer, 2000 Universitas Sumatera Utara atas dasar prinsip persamaan derajat dan saling menguntungkan mengembangkan hubungan perdagangan, kerjasama ekonomi dan teknik serta pertukaran ilmu dan budaya secara luas dengan berbagai negara dan daeah di dunia, untuk mendorong kemakmuran bersama. Meskipun demikian, sebagian kalangan non-Barat dan pemerintah Barat mengkritik Cina karena dianggap menafikan hak asasi manusia dan hubungan luar negerinya dengan pemerintah-pemerintah Barat sempat redup oleh kejadian di Tiananmen pada tahun 1989. Hak asasi manusia seringkali diungkit oleh pemerintahan-pemerintahan ini. Meskipun begitu, dengan pembangunan ekonomi Cina yang mendadak, pemerintahan-pemerintahan ini mulai menutup sebelah mata karena mau mengadakan hubungan perdagangan dengan Cina, sejajar dengan sikap hipokrit mereka. Ini dilihat semasa pemerintahan Bill Clinton di AS pada masa yang lalu, yang melihat isu hak asasi manusia tidak lagi ditekankan dalam perhubungan. Di tengah-tengah dunia yang sedang berubah, RRC muncul sebagai sebuah raksasa baru dalam panggung politik global sehingga mau tidak mau mengharuskannya berhadapan dengan dominasi Amerika Serikat. RRC yang menjadi salah satu negara anggota Dewan Keamanan Tetap Perserikatan Bangsa Bangsa DK- PBB kerap menjadi penyeimbang keputusan resolusi yang dikeluarkan oleh lembaga tersebut dari keputusan yang didominasi oleh kehendak negara-negara barat Amerika Serikat, Inggris, Perancis, serta Rusia. Sebagai satu-satunya wakil dari benua Asia pada badan internasional yang menjamin perdamaian dunia, RRC seringkali berseberangan sikap dengan negara-negara barat yang sangat berambisi untuk sesegera mungkin menegakkan prinsip-prinsip demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan model ekonomi pasar bebas ke seluruh penjuru dunia yang terkadang justru berbenturan dengan rezim serta nilai-nilai peradaban yang bersifat relatif. Perbedaan sikap terhadap kebijakan politik luar negeri barat kerap ditunjukkan RRC dalam beragam isu internasional seperti misalnya dalam menyikapi embargo terhadap Iran dan Korea Utara yang dianggap oleh barat beraliansi untuk menciptakan senjata nuklir, dimana Iran berambisi memperkaya uranium sedangkan Korea Utara mengembangkan rudal penjelajah yang saat ini telah melampaui tahap menengah. Barat dengan tegas melarang hubungan ekonomi dengan kedua negara tersebut sebagai sanksi atas ambisi mereka yang dikhawatirkan menganggu perdamaian dunia, Universitas Sumatera Utara sedangkan RRC alih-alih ikut mengembargo, justru memiliki hubungan perdagangan yang signifikan dengan kedua negara. RRC memasok sebagian besar kebutuhan minyaknya dari Iran, sedangkan Korea Utara merupakan sekutu dekat komunis di wilayah regional. Sikap serupa ditunjukkan RRC sebagai salah satu anggota DK-PBB dalam menyikapi beragam isu. Terakhir, RRC bersama Rusia menolak proposal negara- negara barat yang dimotori oleh Amerika Serikat untuk melakukan serangan militer terbatas terhadap rezim Bashar Al Assad di Suriah sebagai bentuk hukuman terhadap rezim tersebut karena telah menggunakan senjata kimia untuk melawan kelompok oposisi yang menewaskan lebih dari seribu orang di negeri yang sudah satu setengah tahun terakhir mengalami pergolakan internal tersebut. Selain karena memiliki kedekatan ideologis pada rezim Assad yang berhaluan sosialis, RRC sebenarnya ingin menunjukkan bahwa dunia tidak selalu harus didikte oleh kehendak barat. Hubungan Cina-Amerika sendiri telah dirusak beberapa kali dalam beberapa dekade terakhir. Titik-titik permasalahan termasuk pengeboman pesawat perang B-2 Stealth Bomber Amerika Serikat terhadap kedubes Cina di Beograd pada tahun 1998 yang menewaskan tiga wartawan Cina, sebuah insiden yang disebut Cina sebagai kesengajaan namun oleh AS dinyatakan sebagai suatu kesalahan; jatuhnya pesawat EP-3E Aries II milik Amerika Serikat yang berada di atas pulau Hainan, Cina pada tahun 2001. Pesawat mata-mata tersebut bertemu dengan pesawat jet Cina yang memperhatikan gerak-gerinya. Pesawat Cina terkait terhempas dan pemandunya terbunuh saat pesawat AS terpaksa mengadakan pendaratan darurat di pulau Hainan. Cerita Amerika dan Cina mengenai kejadian ini berbeda. Versi Amerika menyatakan bahwa pesawatnya berada di atas lautan internasional sedangkan RRC menyatakan ia berada di atas Zona Ekonomi Eksklusifnya, di mana kemudian Cina menahan 24 awak pesawat tersebut dan merebut informasi yang sensitif dari pesawat tersebut; yang terakhir, laporan Cox yang mengungkap aksi mata-mata Cina terhadap rahasia nuklir AS beberapa dekade sebelumnya.

2. Sengketa Perbatasan di Asia Pasifik