Peningkatan kualitas nutrisi tepung daun lamtoro dengan penambahan ekstrak enzim cairan rumen domba

(1)

EKSTRAK ENZIM CAIRAN RUMEN DOMBA (Ovis aries)

UNTUK BAHAN PAKAN IKAN NILA (Oreochromis niloticus)

INDIRA FITRILIYANI

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Doktor pada Program Studi Ilmu Perairan

      

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010


(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi “Peningkatan Kualitas Nutrisi Tepung Daun Lamtoro Dengan Penambahan Ekstrak Enzim Cairan Rumen Domba (Ovis aries) untuk Bahan Pakan Ikan Nila (Oreochromis niloticus) adalah karya saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau kutipan dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir disertasi ini.

Bogor, Oktober 2010

Indira Fitriliyani


(3)

with Addition of Sheep Rumen Liquor Enzyme for Nila Tilapia (Oreochromis

niloticus) feed. Under Advisory by ENANG HARRIS, ING

MOKOGINTA, NAHROWI.

The aims of this experiment were; (1) to evaluate hydrolyze enzyme activity in exctract rumen liquor of sheep fed forage, (2) to improve the nutrient quality of leucaena leaf meal (LLM) by addition with sheep rumen liquor enzyme; (3) to evaluate the suitability of hydrolized LLM as alternative protein source for Nile tilapia. The first stage of experiment showed that the activity of enzyme hydrolyze in rumen fluid of sheep with forage feeding had the largest cellulase activity than amylase, protease, lipase and phytase activity. The second stage was designed in completely randomized design with 6 treatments and 3 replications with different level enzyme addition (0; 20; 40; 60; 80; and 100 ml/kg LLM) and incubated in 2 and 24 hours.. Results of the first experiment showed that nutrient quality of LLM with addition of sheep rumen liquor enzyme 100 ml/kg LLM, within incubated 24 hours have the best result than that of incubated 2 hours.The enzymes significantly (P<0.05) increased soluble glucose (2127,45%) soluble protein (3538,23%), decreased crude fiber (53,640%) and phytic acid (68,088%); but the enzyme did not affect crude lipid and crude protein content. The third stage experiments was conducted with two experimental diet. The first one contained hydrolyzed LLM at level 10% 15% 20% 25% and 30% ( Group I; Diet A, B, C, D and E respectively) and one diet acting as a control (Diet K, 0% LLM), the second experiments contained non-hydrolized LLM at the same level as the first ezperiment ( Group II; Diet F, G, H, I, J). All diets were isoenergy. A seven weeks feeding trial was carried out on triplicate groups of eight fish (9,38 ± 0,41) in aquarium with a recirculating system for group I and II. Fish were fed twice daily at satiation. Results showed that improvement of the quality of hydrolyzed LLM increased daily growth rate, feed efficiency, protein and fat retention. Similarly, the value of Hepato somatic indeks, glycogen content and enzyme activity of protease, amylase and cellulase in fish feeding hydrolyzed LLM were higher than that of non- hydrolyzed LLM. HIS and liver glycogen storage in fish with hydrolyzed LLM in diet increased with the increasing use of hydrolyzed LLM. Histological liver and intestine of tilapia using hydrolyzed LLM in the diet did not show significant differences with those of fish with feed without LLM. It is was concluded that enzymes from rumen liquer capable of increasing the nutritive quality of LLM. Application of hydrolyzed LLM up to 15% in the diet of tilapia show better performance compared with non-hydrolyzed LLM

K

 


(4)

INDIRA FITRILIYANI. Peningkatan Kualitas Nutrisi Tepung Daun Lamtoro dengan Penambahan Ekstrak Enzim Cairan Rumen Domba ntuk Bahan Pakan Ikan Nila (Oreochromis sp). Dibimbing oleh ENANG

ARRIS, ING MOKOGINTA, NAHROWI.

u

H

 

Tepung daun lamtoro berpotensi sebagai sumber protein pakan ikan nila, tetapi mengandung anti nutrisi dan serat kasar yang tinggi. Penambahan enzim cairan rumen domba diharapkan dapat memberikan solusi. Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) menguji aktifitas enzim-enzim hidrolisis ekstrak cairan rumen domba yang diberi pakan hijauan (2) meningkatkan kualitas nutrisi TDL dengan penambahan enzim caian rumen domba (3) mengevaluasi TDL terhidrolisis sebagai sumber protein alternative bahan pakan ikan nila. Tahap pertama menguji aktifitas enzim hidrolisis pada cairan rumen domba yang diberi

pakan hijauan. Hasil menunjukkan bahwa aktifitas enzim ekstrak cairan rumen domba berturut-turut adalah selulase 0,3313 ± 0,0387 IU/menit.ml, amilase 0,1315 ± 0,0160 IU/menit.ml, protease 0,117809 ± 0,039654 IU/menit.ml, lipase 0,041969 ± 0,004636 IU/menit.ml, fitase (0,027388 ± 6,71 x 10-06 IU/menit.ml). Tahap kedua dirancang menggunakan rancangan acak lengkap dengan 6 perlakuan dan 3 ulangan dengan penambahan taraf enzim 0, 20, 40, 60, 80; dan 100 ml/kg TDL dan waktu inkubasi berbeda (2 dan 24 jam). Hasil percobaan menunjukkan bahwa kualitas nutrisi TDL dengan penambahan enzim cairan rumen domba 100ml/kg TDL dengan waktu inkubasi 24 jam memberikan hasil lebih baik (P <0,05) dari inkubasi 2 jam dengan peningkatan glukosa terlarut (2127%); protein terlarut (3538%), penurunan serat kasar (53%) dan asam fitat (68%) tetapi tidak mempengaruhi kadar protein dan kadar lemak TDL. Tahap ketiga terdiri dari dua percobaan yaitu pakan mengandung TDL terhidrolisis pada tingkat 10% 15% 20% 25% dan 30% (Kelompok I; Diet A, B, C, D dan E) dan satu diet sebagai kontrol (Diet O, 0%TDL) dan eksperimen kedua menggunakan TDL non-terhidrolisis dengan taraf TDL dan komposisi pakan yang sama dengan eksperimen pertama. Seluruh pakan perlakuan isoenergi. Pemeliharaan dilakukan selama empat puluh hari di dalam akuarium (50x35x40) dengan masing-masing tiga ulangan setiap perlakuan. Setiap akuarium berisi delapan ekor ikan (9,38 ± 0,41) dengan sistem resirkulasi. Pakan diberikan dua kali sehari secara satiasi. Hasil menunjukkan bahwa nilai laju pertumbuhan harian (LPH) perlakuan TDL terhidrolisis sampai pada taraf penggunaan 15% TDL dalam pakan masih memperlihatkan nilai LPH yang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai yang didapat pada perlakuan TDL tanpa hidrolisis. Demikian pula nilai efisiensi pakan dan retensi protein dan lemak tubuh yaitu berturut-turut 70,52 vs 31,04%, 40,70 vs 22,7%, 25,90 vs 10,55% pada perlakuan 15% TDL terhidrolisis memberikan hasil yang lebih tinggi dengan jumlah pakan yang dikonsumsi lebih sedikit yaitu pada kisaran 169,64 – 191,83 gram. Demikian pula nilai Hepatosomatik indeks (HIS) dan simpanan glikogen hati serta aktifitas enzim protease dan amilase pada pada perlakuan TDL terhidrolisis


(5)

meningkatnya simpanan glikogen dengan meningkatnya kesediaan glukosa/karbohidrat sederhana di dalam pakan. Aktifitas enzim selulase dan amilase menunjukkan kecenderungan terjadinya peningkatan dengan meningkatnya penggunaan TDL terhidrolisis atau TDL tanpa hidrolisis dalam pakan akan tetapi aktifitas enzim selulase ikan perlakuan TDL terhidrolisis lebih rendah dari perlakuan TDL tanpa hidrolisis. Perlakuan kontrol tanpa penggunaan TDL memberikan nilai aktifitas enzim selulase terendah (0,0176 unit/ml/menit) dibandingkan seluruh perlakuan dengan TDL terhidrolisis maupun TDL tanpa hidrolisis. Nilai aktifitas enzim amilase pada saluran pencernaan ikan TDL terhidrolisis berada pada kisaran nilai 0,0758 –0,2148 (unit/ml/menit) sedangkan nilai aktifitas enzim amilase TDL tanpa hidrolisis berkisar 0,06202 – 0,292466 unit/ml/menit. Kisaran nilai aktifitas enzim amilase ini masih lebih rendah dari perlakuan kontrol tanpa penggunaan TDL terhidrolisis dalam pakan. Aktifitas enzim protease perlakuan yang menggunakan TDL terhidrolisis dan tidak terhidrolisis nyata (P<0,05) dipengaruhi oleh perbedaan persentase penggunaan TDL terhidrolisis dalam pakan dimana aktifitas enzim protease perlakuan dengan TDL terhidrolisis lebih tinggi dibandingkan TDL tanpa hidrolisis. Histologi hati dan usus ikan perlakuan dengan TDL terhidrolisis tidak memperlihatkan perbedaan yang signifikan dengan histologi hati dan usus ikan dengan pakan tanpa mengandung TDL. Dapat disimpulkan bahwa enzim selulase, amilase, protease, lipase dan fitase cairan rumen domba dapat meningkatkan kualitas nutrisi TDL. Penggunaan TDL terhidrolisis sampai 15 % dalam pakan ikan nila memperlihatkan kinerja pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan penggunaan TDL tanpa hidrolisis pada taraf yang sama.

Kata kunci: (tepung daun lamtoro, enzim cairan rumen domba,kualitas nutrisi, ikan nila, pertumbuhan)


(6)

@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2010

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, peneliti, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau


(7)

Dosen Penguji Ujian Tertutup

1. Dr. Ir. Dedi Djusadi, M.Sc

Wakil Dekan Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor Staf Pengajar Departemen Budi Daya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB.

2. Dr. Ir. M. Agus Suprayudi, M.Si

Staf Pengajar Departemen Budi Daya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB.

Dosen Penguji Ujian Terbuka

1. Dr. Ir. Zafril Imran Azwar, M.Sc

Peneliti di Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar, Sempur, Bogor.

2. Dr. Nur Bambang Priyo Utomo, M.Si

Staf Pengajar Departemen Budi Daya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB.


(8)

EKSTRAK ENZIM CAIRAN RUMEN DOMBA (

Ovis aries

)

UNTUK BAHAN PAKAN IKAN NILA (

Oreochromis niloticus

)

INDIRA FITRILIYANI

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Doktor pada Program Studi Akuakultur

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010


(9)

Lamtoro dengan Penambahan Ekstrak Enzim Cairan Rumen Domba (Ovis aries) untuk Bahan Pakan Ikan Nila (Oreochromis sp)

Nama : Indira Fitriliyani

NRP : C161060061

Program Studi : Ilmu Akuakultur

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Enang Harris, M.S Ketua

Prof. Dr.Ir. Ing Mokoginta, M.Sc Prof. Dr.Ir. Nahrowi, M.Sc Anggota Anggota

Diketahui

Ketua Departemen Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Akuakultur

Prof.Dr.Ir.Enang Harris, M.S Prof.Dr.Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S


(10)

kurnia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Nopember 2008 ini adalah dengan judul Peningkatan Kualitas Nutrisi Tepung Daun Lamtoro Dengan Ekstrak Enzim Cairan Rumen Domba (Ovis aries) Untuk Bahan Pakan Ikan Nila (Oreochromis sp).

Ungkapan terimakasih disampaikan kepada

1. Tim komisi pembimbing Bapak Prof. Dr. Ir. Enang Harris, M.S; Ibu Prof. Dr. Ir. Ing Mokoginta, MSc dan Bapak Prof. Dr. Ir. Nahrowi, MSc atas semua bimbingan, saran, koreksi, motivasi dan kebijaksanaan.

2. Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi (DIKTI) yang telah memberikan Beasiawa Program Pascasarjana, memberikan kesempatan untuk mengikuti Sandwich Programme di Fisheries Faculty Kagoshima University dan bantuan Hibah Program Doktor 2009.

3. Rektor, seluruh staf akademis di Fakultas Perikanan Jurusan Budidaya Perairan Universtitas Lambung Mangkurat atas izin tugas belajar.

4. Kedua orang tua tercinta ayahanda H. Anwar Fauzie (alm) dan ibunda Hj Marliah Chairul dan kepada seluruh keluarga besar, teman-teman di AIR atas bantuan yang diberikan.

5. Suamiku H.Muhammad Mabrur Lc MAg, anak-anak tersayang Muhammad Aliif Azhar; Muhammad Rozien dan Muhammad Nabil,. yang setia mendampingi penulis dalam cinta, kerja dan doa.

6. Prof Shunzuke Koshio dan Associate Prof Manabu Ishikawa, yang telah memberikan banyak bimbingan kepada penulis selama di Kagoshima. Semoga Allah SWT memberikan balasan amal dan kebaikan mereka yang tak terhingga. Disertasi ini penulis persembahkan kepada perkembangan ilmu pengetahuan semoga dapat menjadi ilmu yang bermanfaat.

Bogor, Oktober 2010


(11)

Penulis dilahirkan di Banjarmasin 5 Oktober 1975 dari Bapak H.Anwar Fauzie (Alm) dan Ibu Hj Marliah Chairul merupakan anak kelima dari lima bersaudara. Pendidikan sarjana ditempuh di Fakultas Perikanan Jurusan Budidaya Perikanan Universitas Lambung Mangkurat 1993-1997. Kesempatan untuk melanjutkan ke program Magister Sains pada Program Studi Ilmu Perairan pada Program Pascasarjana IPB dengan Beasiswa Pendidikan diperoleh dari beasiswa Departemen Pendidikan Tinggi (DIKTI) tahun 2003-2005.

Tahun 2006 penulis diterima sebagai mahasiswa program doktor di Program Studi Ilmu Perairan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Konsentrasi Ilmu Nutrisi Ikan dengan bantuan beasiswa Departemen Pendidikan Tinggi (DIKTI).

Penulis bekerja sebagai staf pengajar di Fakultas Perikanan Jurusan Budidaya Perikanan sejak tahun 2001.


(12)

xi   

DAFTAR ISI ………. xi

DAFTAR TABEL ……… xii

DAFTAR GAMBAR ……….. xiii

DAFTAR LAMPIRAN ……… xv

I. PENDAHULUAN ……… 1

1.1 Latar Belakang ………... 1

1.2 Perumusan Masalah ………... 3

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ………. 4

1.4 Perumusan Hipotesis...………..………... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA……… 5

2.1 Kebutuhan Nutrien Ikan nila... 5

2.2 Tepung Daun Lamtoro (Leucaena leucocephala)... 8

2.3 Cairan Rumen sebagai Sumber Enzim ... Enzim Pencernaan dan Peranannya dalam Proses Pencernaan...  13 2.4 17 III. METODELOGI……… 21

3.1 Tahap Pertama: Pengujian Aktifitas Enzim-enzim Hidrolisis Cairan Rumen Domba………. 21 3.1.1 Isolasi dan Produksi Ekstrak Enzim Cairan Rumen Domba………... 21

3.1.2 Uji Aktifitas Ekstrak Enzim Cairan Rumen Domba………... 21

3.2 Tahap Kedua: Pengaruh Penambahan Enzim Cairan Rumen Domba (In Vitro) pada Kualitas Tepung Daun Lamtoro……… 22 3.3 Tahap Ketiga: Pengujian In vivo TDL pada pakan Ikan Nila……… 24

3.3.1 Efektifitas Pemanfaatan TDL Terhidrolisis (Predigestion) dalam Pakan Ikan Nila………. …………. 24 3.3.2 Efektifitas Pemanfaatan TDL tanpa Hidrolisis dalam Pakan Ikan Nila………... 29


(13)

xii   

Pembahasan……….. 32

4.2. Tahap Kedua: Pengaruh Penambahan Enzim Cairan Rumen Domba (In Vitro) pada Kualitas Tepung Daun Lamtoro 35 4.2.1. Glukosa Terlarut……….. 36

4.2.2. Protein Terlarut……… 39

4.2.3. Kandungan Nutrient Tepung Daun Lamtoro………... 41

Pembahasan……… 48

4.3. Tahap Ketiga: Pengujian In vivo TDL pada pakan Ikan Nila……… 60

4.3.1. Laju Pertumbuhan Harian………... 60

4.3.2. Jumlah Konsumsi Pakan………. 61

4.3.3 Efisiensi Pakan………. 62

4.3.4. Retensi Protein dan Lemak……….. 63

4.3.5. Hepatosomatik Indeks dan Kadar Glikogen Hati……… 65

4.3.6. Aktifitas Enzim Pencernaan……… 67

4.3.7. Kadar Glukosa Darah Ikan Uji Perlakuan TDL Terhidrolisis………. 70

4.3.8. Histologi Hati dan Usus………... 72

Pembahasan……… 77

V. KESIMPULAN DAN SARAN……… 95

5.1. Kesimpulan………. 96

5.2. Saran……… 96

DAFTAR PUSTAKA... 97


(14)

xiii   

No Halaman 1 Kebutuhan protein ikan Nila Oreochromis sp dengan bobot tubuh yang

berbeda... ...

6 2 Perbandingan komposisi asam amino dan makro, mikro mineral, antara

tepung ikan (TI), bungkil kedelai (TBK) dan tepung daun lamtoro

(TDL)………. 9

3 Komposisi enzim cairan rumen sapi……….. 16

4 Komposisi enzim cairan rumen domba………. 16

5 Karakteristik enzim-enzim cairan rumen sapi asal RPH………. 16

6 Komposisi proksimat dan komponen penyusun serat TDL……….... 23

7 Komposisi pakan perlakuan TDL terhidrolisis ………. Komposisi proksimat pakan perlakuan TDL terhidrolisis……… 25 8 .  Komposisi proksimat pakan perlakuan TDL tanpa hidrolisis...  26 9 30 10 Kandungan aktifitas enzim pada setiap perlakuan………. 35

11 Komposisi asam amino tepung daun lamtoro sebelum sesudah inkubasi 24 jam dengan enzim rumen domba sebanyak 100 ml enzim/kg TDL………... 47

12 Komposisi asam amino essensial pakan percobaan ikan nila dengan taraf kandungan TDL terhidrolisis yang berbeda serta kebutuhan asam amino essensil ikan nila (% protein)……….. 77

13 Komposisi asam amino essensial pakan percobaan ikan nila dengan taraf kandungan TDL tanpa hidrolisis yang berbeda serta kebutuhan asam amino essensil ikan nila (% protein)……… 78


(15)

xiv   

No Halaman

1 Struktur molekul asam fitat……….. 11

2 Mekanisme asam fitat mengikat mineral………... 12 3 Mekanisme hidrolisis fosfat oleh enzim fitase (Applegate and Angel,

2004)……… 13

4 Bagian-bagian perut hewan ruminansia……… 13 5 Aktifitas enzim selulase, amilase, protease, lipase dan fitase ekstrak

cairan rumen domba………... 31 6 Nilai rata-rata kadar glukosa terlarut (%) periode inkubasi 2 jam

dan 24 jam………. 37

7 Persentase peningkatan glukosa terlarut perlakuan dibandingkan kontrol pada inkubasi 2 jam dan 24 jam. ………... 38 8 Kurva respon kadar glukosa terlarut inkubasi 2 jam dengan jumlah

ekstrak enzim rumen berbeda……… 38

9 Kurva respon kadar glukosa terlarut inkubasi 24 jam dengan jumlah

ekstrak enzim rumen berbeda……… 38

10 Nilai rata-rata kadar protein terlarut setiap perlakuan dengan masa

inkubasi 2 jam dan 24 jam………. 39

11 Persentase peningkatan protein terlarut perlakuan dibandingkan kontrol pada inkubasi 2 jam dan 24 jam……… 40 12 Kurva respon kadar protein terlarut inkubasi 2 jam……….. 41 13 Kandungan serat kasar setiap perlakuan dengan masa inkubasi 24

jam………. 42

14 Persentase penurunan serat kasar perlakuan dibandingkan kontrol

pada inkubasi 24 jam………... 42

15 Kadar NDF setiap perlakuan dengan masa inkubasi 24 jam…………. 43 16 Kadar ADF setiap perlakuan dengan masa inkubasi 24 jam………… 43 17 Nilai rata- rata kadar protein setiap perlakuan uji in vitro………... 44 18 Nilai rata-rata kadar lemak setiap perlakuan uji in vitro…………... 44 19 Nilai rata-rata kadar asam fitat setiap perlakuan uji in vitro………… 45 20 Persentase penurunan kadar asam fitat setiap perlakuan dibandingkan

kontrol……… 45

21 Kurva respon kadar asam fitat perlakuan uji in vitro……… 46 22 Kurva respon kadar serat perlakuan uji in vitro……… 46


(16)

xv   

25 Perbandingan peningkatan kadar glukosa terlarut dan protein terlarut perlakuan dengan penambahan 100 ml enzim/kg TDL dengan perlakuan tanpa enzim pada waktu inkubasi 2 dan 24 jam………

48

26 27

Mekanisme kerja enzim amilase memotong ikatan α-1,4……….. Tiga tipe reaksi yang dikatalisasi oleh enzim selulase………...

50 52 28 Hidrolisis protein oleh enzim eksopeptidase………. 54 29 Nilai Laju pertumbuhan harian perlakuan TDL terhidrolisis dan

TDL tanpa hidrolisis……….. 61

30 Nilai jumlah konsumsi pakan perlakuan TDL terhidrolisis dan TDL

tanpa hidrolisis………... 62

31 Nilai Efisiensi pakan perlakuan TDL terhidrolisis dan TDL tanpa

hidrolisis………. 63

32 Nilai retensi protein perlakuan TDL terhidrolisis dan TDL tanpa hidrolisis………... 64 33 Nilai retensi lemak perlakuan TDL terhidrolisis dan TDL tanpa

hidrolisis………. 65

34 Nilai hepatosomatik indeks (HIS) perlakuan TDL terhidrolisis dan

TDL tanpa hidrolisis……….. 66

35 Aktifitas enzim selulase (IU/ml.menit) TDL terhidrolisis dan TDL

tanpa hidrolisis………... 68

36 Aktifitas enzim amilase (IU/ml.menit) TDL terhidrolisis dan TDL

tanpa hidrolisis………... 69

37 Aktifitas enzim protease (IU/ml.menit) TDL terhidrolisis dan TDL

tanpa hidrolisis………. 70

38 Pola kadar glukosa darah (mg/100mL) ikan uji setiap perlakuan pada jam pengamatan 0, 4, 8 dan 24 jam post prandial………. 71 39 Histologi hati ikan nila perlakuan K (0% TDL dalam pakan) dan

perlakuan A (10% TDL dalam pakan)……….. 72 40 Histologi hati ikan nila perlakuan B (15% TDL dalam pakan) dan

perlakuan C (20% TDL dalam pakan)………... 73 41 Histologi hati ikan nila perlakuan D (25% TDL dalam pakan) dan

perlakuan E (30% TDL dalam pakan)………... 73 42 Histologi usus ikan nila perlakuan K (0% TDL dalam pakan) dan


(17)

xvi   

44 Histologi usus ikan nila perlakuan B (15% TDL dalam pakan) dan perlakuan C (20% TDL dalam pakan)-penekanan pada

struktur……….. 75

45 Histologi usus ikan nila perlakuan B (15% TDL dalam pakan) dan perlakuan C (20% TDL dalam pakan)-penekanan pada deteksi sel goblet (GC) dan sel vill (VC)………. 75 46 Histologi usus ikan nila perlakuan D (25% TDL dalam pakan) dan

perlakuan E (30% TDL dalam pakan)-penekanan pada struktur……... 76 47 Histologi usus ikan nila perlakuan D (25 % TDL dalam pakan) dan

perlakuan E (30% TDL dalam pakan)-penekanan pada deteksi sel goblet (GC) dan sel vill (VC)………. 76


(18)

xvii    1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Uji aktifitas enzim selulase/FP-ase (Metode Ghosse, 1987)………. Uji aktifitas enzim amilase (Bergmeyer dan Grassi 1983)……… Uji aktifitas enzim protease (Bergmeyer dan Grassi 1983)……….. Uji aktifitas enzim lipase (Tietz dan Friedreck dalamBarlongan, 1990)…….. Uji aktifitas enzim Fitase (Greiner et al. 1997)……… Prosedur analisis kadar glukosa terlarut (Wedemeyer & Yasutake 1977) Prosedur analisis kadar protein terlarut (Bradford, 1976)... Prosedur analisis proksimat (kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak dan kadar serat kasar) mengikuti metode AOAC (1990) Penentuan Kadar NDF dan ADF (Van Soest, 1991)……….. Prosedur analisis asam fitat (AOAC, 1990)……… Prosedur analisis HPLC (ICI Intrument Method, 1988)……… Prosedur analisis kadar glikogen (Wedemeyer dan Yasutake, 1977)... Prosedur memperoleh ekstrak enzim saluran pencernaan untuk analisis aktifitas enzim pencernaan……….. Prosedur persiapan preparat histologis organ hati dan usus…………. Penghitungan aktivitas enzim seluase, amilase, protease, fitase dan lipase enzim cairan rumen domba……… 

108 108 108 110 110 110 111 112 114 115 116 119 120 120 124 16 Penghitungan kadar glukosa terlarut daun lamtoro gung inkubasi 2

jam……… 125 17 Penghitungan kadar glukosa terlarut daun lamtoro gung inkubasi 24

jam………

126 18 Analisis ragam kadar glukosa terlarut (%) tepung daun lamtoro gung

pada periode inkubasi 2 jam setelah dihidrolisis dengan berbagai jumlah ekstrak enzim cairan rumen domba………... 126 19 Uji Duncan kadar glukosa terlarut (%) tepung daun lamtoro gung

pada periode inkubasi 2 jam setelah dihidrolisis dengan berbagai jumlah ekstrak enzim cairan rumen domba……….. 127 20 Analisis ragam kadar glukosa terlarut (%) tepung daun lamtoro gung

pada periode inkubasi 24 jam setelah dihidrolisis dengan berbagai jumlah ekstrak enzim cairan rumen domba………. 127 21 Uji Duncan kadar glukosa terlarut (%) tepung daun lamtoro gung

pada periode inkubasi 24 jam setelah dihidrolisis dengan berbagai jumlah ekstrak enzim cairan rumen domba……….. 127


(19)

xviii   

23 Penghitungan kadar protein terlarut tepung daun lamtoro gung inkubasi 24 jam ………

129 24 Analisis ragam kadar protein terlarut (%) tepung daun lamtoro gung

pada periode inkubasi 2 jam setelah dihidrolisis dengan berbagai jumlah ekstrak enzim cairan rumen domba……….. 130 25 Uji Duncan kadar protein terlarut (%) tepung daun lamtoro gung

pada periode inkubasi 2 jam setelah dihidrolisis dengan berbagai jumlah ekstrak enzim cairan rumen domba………... 130 26 Analisis ragam kadar protein terlarut (%) tepung daun lamtoro gung

pada periode inkubasi 24 jam setelah dihidrolisis dengan berbagai jumlah ekstrak enzim cairan rumen domba……….. 130 27 Uji Duncan kadar protein terlarut (%) tepung daun lamtoro gung

pada periode inkubasi 24 jam setelah dihidrolisis dengan berbagai jumlah ekstrak enzim cairan rumen domba ………. 131 28 Penghitungan kadar serat tepung daun lamtoro gung inkubasi 24

jam………. 131 29 Analisis ragam kadar serat (%) tepung daun lamtoro gung pada

periode inkubasi 24 jam setelah dihidrolisis dengan berbagai jumlah ekstrak enzim cairan rumen domba……… 132 30 Uji Duncan kadar serat (%) tepung daun lamtoro gung pada periode

inkubasi 24 jam setelah dihidrolisis dengan berbagai jumlah ekstrak enzim cairan rumen domba………..

132 31 Penghitungan kadar NDF tepung daun lamtoro gung inkubasi 24

jam……… 132 32 Penghitungan ADF tepung daun lamtoro gung inkubasi 24 jam…….. 133 33 Analisis ragam NDF (%) tepung daun lamtoro gung pada periode

inkubasi 24 jam setelah dihidrolisis dengan berbagai jumlah ekstrak enzim cairan rumen domba………. 133 34 Uji Duncan NDF (%) tepung daun lamtoro gung pada periode

inkubasi 24 jam setelah dihidrolisis dengan berbagai jumlah ekstrak

enzim cairan rumen domba………... 134

35 Analisis ragam ADF (%) tepung daun lamtoro gung pada periode inkubasi 24 jam setelah dihidrolisis dengan berbagai jumlah ekstrak enzim cairan rumen domba……….. 134 36 Uji Duncan ADF(%) tepung daun lamtoro gung pada periode

inkubasi 24 jam setelah dihidrolisis dengan berbagai jumlah ekstrak enzim cairan rumen………...


(20)

xix   

38 Penghitungan kadar lemak (% bobot kering) tepung daun lamtoro gung inkubasi 24 jam………

135 39 Analisis ragam kadar protein (%) tepung daun lamtoro gung pada

periode inkubasi 24 jam setelah dihidrolisis dengan berbagai jumlah ekstrak enzim cairan rumen ……….. 136 40 Analisis ragam kadar lemak (%) tepung daun lamtoro gung pada

periode inkubasi 24 jam setelah dihidrolisis dengan berbagai jumlah ekstrak enzim cairan rumen ……….. 136 41 Penghitungan kadar asam fitat (%) tepung daun lamtoro gung

inkubasi 24 jam………. 137 42 Analisis ragam kadar asam fitat (%) tepung daun lamtoro gung pada

periode inkubasi 24 jam setelah dihidrolisis dengan berbagai jumlah ekstrak enzim cairan rumen domba……… 137 43 Uji Duncan kadar asam fitat (%) tepung daun lamtoro gung pada

periode inkubasi 24 jam setelah dihidrolisis dengan berbagai jumlah ekstrak enzim cairan rumen domba……….. 138 44 Perhitungan laju pertumbuhan harian ikan uji pada setiap perlakuan

tahap ketiga dengan menggunakan TDL terhidroisis………... 138 45 Perhitungan laju pertumbuhan (%) TDL tanpa hidrolisis…………... 139 46 Analisis ragam laju pertumbuhan harian (%) ikan uji TDL

terhidrolisis ……….

139 47 Uji Duncan laju pertumbuhan harian (%)TDL terhidrolisis………… 140 48 Analisis ragam laju pertumbuhan harian (%) TDL tanpa hidrolisis... 140 49 Uji Duncan laju pertumbuhan harian (%)TDL tanpa

hidrolisis……… 141 50 Nilai jumlah konsumsi pakan (g) dan efisiensi pakan (%) ikan uji

TDL terhidrolisis……….. 141 51 Nilai jumlah konsumsi pakan (g) dan efisiensi pakan (%) ikan uji

TDL tanpa hidrolisis………

142

52 Analisis ragam konsumsi pakan (gr) ikan uji TDL terhidrolisis……. 142 53 Analisis ragam konsumsi pakan (gr) ikan uji TDL tanpa hidrolisis… 142 54 Analisis ragam efisiensi pakan (%) TDL terhidrolisis……… 143 55 Uji Duncan efisiensi pakan (%) TDL terhidrolisis………. 143 56 Analisis ragam efisiensi pakan (%) TDL tanpa hidrolisis………….. 143


(21)

xx   

59 Nilai retensi protein dan lemak pada ikan TDL tanpa hidrolisis……. 146

60 Analisis ragam retensi protein (%) TDL terhidrolisis ……… 147

61 Uji Duncan retensi protein (%)TDL terhidrolisis ……….. 147

62 Analisis ragam retensi protein (%)TDL tanpa hidrolisis………. 148

63 Uji Duncan retensi protein (%)TDL tanpa hidrolisis……….. 148

64 Analisis ragam retensi lemak (%) TDL terhidrolisis ……… 148

65 Uji Duncan retensi lemak (%)TDL terhidrolisis ……….. 149

66 Analisis ragam retensi lemak (%)TDL tanpa hidrolisis………. 149

67 Uji Duncan retensi lemak (%)TDL tanpa hidrolisis……… 149

68 Hepatosomatik indeks, kecernaan dan kadar glikogen hati ikan uji dengan TDL terhidrolisis………. 150 69 Hepatosomatik indeks, kecernaan dan kadar glikogen hati ikan uji dengan TDL tanpa hidrolisis……… 151 70 Analisis ragam hepatosomatik indeks (%) TDL terhidrolisis………. 151

71 Analisis ragam hepatosomatik indeks (%)TDL tanpa hidrolisis……. 152

72 Uji Duncan hepatosomatik indeks (%)TDL tanpa hidrolisis………… 152

73 Analisis ragam kadar glikogen hati (mg/100mg) TDL terhidrolisis… 152 74 Uji Duncan kadar glikogen hati (mg/100mg)TDL terhidrolisis…….. 153

75 Analisis ragam kadar glikogen hati (mg/100mg) TDL tanpa hidrolisis……….. 153 76 Uji Duncan kadar glikogen hati (mg/100mg)TDL tanpa hidrolisis……….. 153 77 Aktivitas enzim pencernaan pada usus ikan penelitian TDL terhidrolisis……… 154 78 Aktivitas enzim pencernaan pada usus ikan penelitian TDL tanpa hidrolisis……… 155 79 Analisis ragam aktivitas enzim selulase TDL terhidrolisis………….. 155

80 Uji Duncan aktivitas enzim selulase TDL terhidrolisis………... 156

81 Analisis ragam aktivitas enzim selulase TDL tanpa hidrolisis………. 156

82 Analisis ragam aktivitas enzim amilase TDL terhidrolisis…………... 156

83 Analisis ragam aktivitas enzim amilase TDL tanpa hidrolisis……….. 156


(22)

xxi   

87 Analisis ragam aktivitas enzim protease TDL tanpa hidrolisis……… 158 88 Uji Duncan aktivitas enzim protease TDL tanpa hidrolisis... 158 89 Profil kadar glukosa darah (mg/100ml darah) perlakuan TDL

terhidrolisis………..

159 90 Rekapitulasi data parameter LPH, Konsumsi pakan, efisiensi pakan,

retensi protein dan aktifitas enzim usus percobaan in vivo dengan perlakuan perbedaan persentase TDL terhidrolisis dalam pakan……. 160 91 Rekapitulasi data parameter LPH, Konsumsi pakan, efisiensi pakan,

retensi protein dan aktifitas enzim usus percobaan in vivo dengan perlakuan perbedaan persentase TDL tanpa hidrolisis dalam pakan… 161 92 Rekapitulasi data parameter retensi lemak, HIS dan glikogen hati

percobaan in vivo dengan perlakuan perbedaan persentase TDL

terhidrolisis dalam pakan………. 163

93 Rekapitulasi data parameter retensi lemak, HIS dan glikogen hati percobaan in vivo dengan perlakuan perbedaan persentase TDL


(23)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Peningkatan permintaan ikan nila sebagai salah satu pilihan sumber protein hewani dengan harga yang terjangkau untuk masyarakat di negara berkembang seperti Indonesia, serta di pasar internasional mendorong meningkatnya usaha budidaya ikan nila. Pada tahun 2004 Amerika Utara mengimpor nila sebesar 112.945 ton pada 2004, meningkat 25% dibandingkan pada tahun 2003 dan 68% dibandingkan produksi pada tahun 2002. Setengah dari impor Amerika Utara, dipasok oleh Cina, sedangkan sisanya oleh Taiwan, Thailand dan Indonesia (FAO 2004). Produksi nila nasional pada tahun 2004 sebesar 97.116 ton, dan kemudian meningkat sebesar 23,7% dalam kurun waktu 2004-2008 menjadi sebesar 220.900 ton (DKP 2008). Peningkatan produksi ini memposisikan Indonesia pada peringkat keempat negara produsen nila terbesar di dunia setelah Cina, Mesir dan Philipina. Dengan adanya kasus KHV (Koi Herpes Virus) pada ikan mas, nila menjadi alternatif ikan air tawar yang dibudidayakan masyarakat dan salah satu andalan dalam program revitalisasi perikanan. Perkembangan usaha budidaya ikan nila, sangat bergantung dengan pakan buatan yang dapat mendukung pertumbuhan ikan nila yang optimal, sehingga peningkatan kualitas pakan buatan menjadi suatu yang sangat penting.

Ikan nila mempunyai kemampuan untuk memanfaatkan pakan buatan yang mengandung bahan-bahan dari tumbuhan (Fagbenro 1998; Olvera et al. 1997; E1-Sayed 1999; Fontainhas et al. 1999; Main et al. 2002; Ogunji dan Wirth 2000, Chimatiro dan Costa-Pierce 1996), bakteri (Beveridge et al. 1989), fitoplankton hijau (Pantastico et al.

1982). dan Spirulina (Lu dan Takeuchi 2004). Kemampuan dari ikan nila secara morfologi dan fisiologi untuk mencerna bahan pakan dengan kandungan serat tinggi membuka peluang untuk pengembangan pakan buatan ikan nila dengan menggunakan bahan pakan dari tepung daun dari berbagai jenis tanaman legumes seperti daun lamtoro (El Sayed 1999).

Tepung daun lamtoro (selanjutnya disingkat TDL) merupakan sumber daya hayati lokal yang potensial untuk digunakan sebagai salah satu sumber protein nabati dalam pakan ikan. Hal ini disebabkan oleh tingginya kandungan protein yaitu sekitar 25 - 30% (NAS 1994); 24,2% (Sutardi 1981); 24% (Scott et al.


(24)

1982), komposisi asam amino yang relatif cukup baik serta kandungan Β -karoten yang relatif tinggi (Agbede dan Aletor 2004). Menurut NAS (1994) tanaman ini dapat menghasilkan bahan kering dari unsur-unsur yang dapat dimakan sebesar 6 - 8 ton per hektar per tahun atau sekitar 20 - 80 ton bahan segar. Di Indonesia tanaman leguminosa ini mudah ditanam sehingga dapat membantu penyediaan pakan secara kontinyu sepanjang tahun.

Pemanfaatan bahan baku pakan ikan nila dari daun khususnya daun lamtoro dibatasi oleh kandungan neutral detergent fiber (NDF) yang tinggi yaitu sebesar 39,5% dan acid detergent fiber (ADF) sebesar 35,10%. (Garcia et al. 1996), defisiensi asam amino esensial (Agr, Thr, He, His, Met) dan kandungan antinutrien seperti mimosin dan asam fitat (Lim dan Dominy 1991; Wee dan Wang 1987; Hertrampf dan Pascual 2000). Defisiensi asam amino dapat diatasi dengan menambahkan asam amino esensial yang menjadi pembatas (Santiago dan Lovell 1988), sedangkan untuk mengatasi mimosin telah dilaporkan beberapa metode yang efektif untuk mereduksi mimosin seperti perendaman dan pemanasan (Wee dan Wang, 1987; Widyastuti 2001). Reduksi anti nutrient asam fitat sangatlah penting sebelum penggunaan TDL dalam pakan, karena asam fitat dapat mengikat protein dan mineral di dalam digesta dan berpotensi untuk menghambat aktivitas enzim-enzim pencernaan (Conrad et al. 1996; Ravindran et al. 2000). Beberapa peneliti membuktikan bahwa penambahan enzim fitase mampu menghidrolisis asam fitat menjadi orthofosfat anorganik dan senyawa inositol yang lebih rendah. Ikan seperti hewan monogastrik lainnya tidak dapat mencerna asam fitat karena ketiadaan enzim fitase di saluran pencernaan (Ravindran et al. 2000).

Keterbatasan ikan dalam memanfaatkan serat berkaitan dengan ketersediaan enzim selulotik yang terbatas dalam saluran pencernaan ikan. Kadar serat yang berlebih pada pakan ikan pada level tertentu dapat menghambat pertumbuhan. Beberapa penelitian melaporkan bahwa di dalam saluran pencernaan ikan ditemukan aktifitas selulase dalam jumlah yang kecil (Saha dan Ray 1998; Prejs dan Blaszczyk 2006; Donovan et al. 2004; Li et al 2004; Bairagi et al. 2004; Nibedita et al. 2008). Jalilvand et al. (2008) melaporkan enzim fibrilotik eksogen sangat efektif untuk menurunkan kadar serat bahan baku pakan seperti jerami padi, dan silase jagung. Enzim eksogen dengan kandungan multienzim diharapkan dapat


(25)

menghidrolisis tepung daun lamtoro sehingga dapat ditingkatkan kualitas nutriennya. Penggunaan enzim eksogen ini terkendala dengan harga enzim komersil yang mahal di pasaran dan biasanya enzim komersil dijual dengan spesifik aktifitas enzim tertentu. Terkait dengan hal tersebut sangatlah penting dicari sumber enzim yang mengandung multi enzim, murah dan efektif untuk meningkatkan kualitas nutrien dari tepung daun lamtoro.

Cairan rumen domba merupakan salah satu sumber bahan suplemen alternatif yang murah dan dapat dimanfaatkan dengan mudah sebagai sumber enzim hidrolase (Moharrery dan Das, 2002). Cairan rumen domba (Ovies aries) yang didapat dengan memeras isi rumen, merupakan limbah rumah pemotongan hewan (selanjutnya disingkat RPH) ketersediaan cukup melimpah dan berpotensi sebagai sumber enzim. Kung et al. (2000) melaporkan bahwa cairan rumen sapi mengandung enzim protease/ deaminase yang menghidrolisis protein atau peptida, amilase yang menghidrolisis pati, selulase yang menghidrolisis selulosa, hemiselulase (xylanase) yang menghidrolisis hemiselulosa (xylan), lipase yang menghidrolisis emak, fitase yang menghidrolisis fitat dan lain-lain.

Potensi multienzim yang terkandung dalam cairan rumen diharapkan dapat menghidrolisis nutrien dalam TDL sehingga kualitas nutrien TDL dapat ditingkatkan. Selain mengandung enzim, cairan rumen domba juga mengandung asam-asam amino, vitamin dan mineral. Peningkatan kulitas nutrient TDL akan meningkatkan pula kinerja pertumbuhan dan pemanfaatan pakan ikan yang mengandung TDL. Produk yang diekstraksi dari cairan rumen ini diharapkan dapat secara langsung digunakan oleh pembudidaya ikan nila sehingga jauh lebih efisien dibanding bila harus mendirikan sebuah industri enzim yang memerlukan investasi biaya yang sangat besar.

1.2. Perumusan Masalah

Usaha untuk meningkatkan nilai guna TDL sebagai alternatif sumber protein nabati pakan ikan nila mengalami kendala karena kandungan serat kasar dan asam fitat yang tinggi, sedangkan di lain pihak ikan memiliki kemampuan terbatas untuk mencerna pakan berserat dan dan kandungan asam fitat yang tinggi. Pendekatan penggunaan enzim untuk menghidrolisis tepung daun lamtoro diharapkan dapat menurunkan kadar serat, kandungan antinutrien asam fitat sehingga kualitas nutrien


(26)

dari TDL meningkat. Peningkatan kualitan nutrien ini diharapkan dapat meningkatkan efisiensi pakan sehingga kinerja pertumbuhan ikan nila dapat lebih baik.

Potensi yang dimiliki oleh cairan rumen domba sebagai sumber enzim-enzim hidrolisis seperti amilase, protease, lipase dan selulase menjadikannya sebagai salah satu sumber bahan suplemen alternatif yang murah dan dapat dimanfaatkan dengan mudah untuk meningkatkan kualitas nutrien dari tepung daun lamtoro, sehingga kecernaan dapat meningkat dan pertumbuhan ikan nila dapat lebih optimal.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan umum :

Meningkatkan kualitas nutrien TDL sebagai sumber protein nabati alternatif pakan ikan nila dengan memanfaatkan dan mendayagunakan cairan rumen domba sebagai sumber enzim hidrolisis (predigestion)

1.3.2. Tujuan khusus :

1. Menguji aktifitas enzim selulase, amilase, protease, lipase dan fitase dalam ekstrak enzim cairan rumen domba yang dipelihara dengan pakan hijauan.

2. Mengkaji pengaruh hidrolisis (predigestion) TDL dengan ekstrak enzim cairan rumen domba terhadap kualitas nutrien TDL.

3. Menguji efektifitas pemanfaatan TDL terhidrolisis (predigestion) dalam pakan untuk ikan nila serta pengaruhnya pada perubahan aktifitas enzim pencernaan dan metabolisme nutrient dalam tubuh ikan.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk pengembangan ilmu nutrisi ikan khususnya untuk meningkatkan kualitas nutrien dari TDL dengan menggunakan ekstrak enzim cairan rumen domba, yang selanjutnya dalam jangka panjang teknologi ini dapat diaplikasikan dan dikembangkan dalam budidaya ikan nila.

1.5. Perumusan hipotesis

Jika hidrolisis TDL dengan enzim cairan rumen domba dapat meningkatkan kualitas nutrien TDL maka penggunaan TDL dapat menghasilkan pertumbuhan dan pemanfaatan pakan ikan nila yang lebih baik dibandingkan dengan pemakaian tepung daun lamtoro tanpa perlakuan enzimatis.


(27)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kebutuhan Nutrien Ikan Nila

Komponen pakan yang berkontribusi terhadap penyediaan materi dan energi untuk tumbuh adalah protein, karbohidrat dan lemak. Protein pada ikan berperan sebagai sumber nutrient dan sebagai sumber energy. Protein merupakan molekul kompleks yang terdiri dari asam amino esensial dan non essensial. Protein adalah nutrien yang sangat dibutuhkan untuk perbaikan jaringan tubuh yang rusak, pemeliharaan protein tubuh, penambahan protein tubuh untuk pertumbuhan, materi untuk pembentukan enzim dan beberapa jenis hormon, dan juga sebagai sumber energi (NRC 1993). Kebutuhan ikan akan protein dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya ukuran ikan, temperatur air, kadar pemberian pakan, kandungan energi dalam pakan yang dapat dicerna dan kualitas protein (Furuichi 1988).

Kebutuhan protein ikan berbeda-beda menurut spesiesnya, namun pada umumnya ikan membutuhkan protein sekitar 30 - 40 % dalam pakannya (Jobling 1994). Ikan air tawar umumnya dapat tumbuh dengan baik dengan pemberian pakan yang mengandung kadar protein 25 - 35 % dengan rasio energi protein adalah sekitar 8 kkal/gram protein. Pada Tabel 1 disampaikan data perbedaan kebutuhan protein ikan nila dengan bobot tubuh yang berbeda.

Defisiensi asam amino esensial (Agr,Thr, He, His, Met) dan kandungan mimosin (Lim dan Dominy 1991) merupakan faktor pembatas dalam pemanfaatan TDL dalam pakan ikan. Defisiensi asam amino dapat diatasi dengan menambahkan asam amino esensial yang menjadi pembatas sedangkan untuk mengatasi mimosin telah dilaporkan beberapa metode untuk mereduksi mimosin. Seperti dilaporkan oleh Hasan et al. (1994), kecernaan TDL pada Labeo rorita

fingerling pada daun yang tidak direndam dalam air adalah 62,7%, sedangkan kecernaan daun yang direndam dalam air adalah 82,7 %. Pada ikan Lobeo Rohita dan ikan nila, didapatkan bahwa dengan peningkatan kadar TDL dalam pakan baik dengan perendaman maupun tidak, terjadi penurunan pemanfaatan protein dan lemak (Hasan et al. 1994; Nandeesha et al. 1991; We dan Wang 1987). Sedangkan Osman et al. (1996) melaporkan bahwa TDL yang dikeringkan dengan


(28)

sinar matahari memberikan pertumbuhan yang lebih baik pada nila dibandingkan TDL yang ditambahkan sodium hidroksida.

Tabel 1. Kebutuhan protein ikan Nila Oreochromis sp dengan bobot tubuh yang berbeda.

Spesies Bobot tubuh

ikan (g)

Keperluan protein (%)

Pustaka1

O.mossambicus 1,0-2,5 29-38 Cruz dan Laudencia (1977)

Fry 50 Jauncey dan Ross (1982) 0,5-1,0 40 Jauncey dan Ross (1982) 6,0 - 30,0 30-35 Jauncey dan Ross (1982)

1,8 40 Jauncey (1982)

O. niloticus 1,5-7,5 36 Kubaryk (1980)

3,2-3,7 30 Wange et al. (1985) 0,838 40 Siddiqui et al. (1988)

40 30 Siddiqui et al. (1988)

O. aureus 0,3-0,5 36 Davis dan Stickney (1978)

0,16 40 Santiago dan Laron (1991)

Tilapia zillii 1,7 35-40 Teshima et al. (1978)

1,65 35 Mazid et al. (1979)

O.niloticus x O. aureus

0,6-1,1 32 Shiau dan Peng ( 1993) 21 28 Twibell dan Brown (1998) 1

di dalam El-Sayed (2006).

Ikan mempunyai kemampuan terbatas untuk mencerna serat, hal ini berkaitan dengan terbatasnya ketersediaan enzim selulotik dalam saluran pencernaan. Bahkan pencampuran TDL pada level tertentu dapat menghambat pertumbuhan ikan. Beberapa penelitian melaporkan bahwa di dalam saluran pencernaan ikan ditemukan aktifitas selulase dalam jumlah yang kecil (Saha dan Ray 1998; Prejs dan Blaszczyk 2006; Donovan et al. 2009; Li et al. 2004; Bairagi 2004; Nibedita dan Koushik 2008). Pada O. Mossambicus dan tilapia ukuran sejari dilaporkan oleh Jackson et al. (1982), serta Wee dan Wang (1987) bahwa pada penggunaan 25 % TDL dalam pakan berkadar protein 30% mengakibatkan penurunan kinerja pertumbuhan dan efisiensi pemanfaatan pakan. Sedangkan pada tilapia ukuran pembesaran (Santiago dan Lovell 1988) pada level 40% TDL dalam pakan dan O. aureus ukuran benih


(29)

(Badawy et al. 1995) pemakaian 15% TDL dalam pakan mengakibatkan pertumbuhan menjadi rendah.

Penyediaan sumber protein pakan baik tepung ikan dan bungkil kedelai masih bergantung pada impor. Tumbuhan leguminosa dan sereal serta produknya telah dicoba digunakan sebagai substitusi dari bungkil kedelai di dalam pakan ikan nila (Meulen et al. 1979). Hal ini sangat memungkinkan digunakan untuk budidaya ikan nila karena ikan nila adalah ikan omnivora yang cenderung herbivora sehingga lebih mudah beradaptasi dengan jenis pakan yang dicampur dengan sumber bahan nabati seperti bungkil kedelai, tepung jagung, tepung biji kapuk, tepung eceng gondok, tepung alfalfa, serta tepung daun dari berbagai jenis tanaman legumes seperti daun lamtoro (El Sayed 1999). Popma (1982) menjelaskan kemampuan ikan nila dan ikan air tawar yang bersifat herbivora dan cenderung omnivora yang dapat mencerna lebih dari 70% energi kotornya dari bahan non-strach, sedangkan pada ikan yang bersifat karnivora seperti ikan trout, Wilson dan Poe (1987) melaporkan hanya mampu mencerna kurang dari 50% .

Karbohidrat merupakan sumber energi yang penting meskipun kandungan karbohidrat dalam pakan berada dalam jumlah yang relatif rendah. Karbohidrat dalam pakan dapat berupa serat kasar serta bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN). BETN mengandung banyak gula dan pati yang bersifat mudah dicerna sedangkan serat kasar kaya akan lignin dan selulase yang sukar dicerna. Energi dari karbohidrat sama efektifnya dengan energi dari lemak (NRC 1993). Pemberian tingkat energi optimum dalam  pakan sangat penting karena kelebihan dan kekurangan energi dapat menurunkan pertumbuhan ikan (Lovell 1988).

Pemanfaatan karbohidrat oleh ikan berbeda-beda bergantung kepada kompleksitas karbohidrat. Ikan-ikan karnivora tidak mampu memanfaatkan karbohidrat kompleks/polisakarida sebagai energi utama dalam pakannya pada kadar yang tinggi. Sedangkan ikan-ikan omnivora dan herbivora dapat mencerna karbohidrat yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Ikan-ikan karnivora dapat memanfaatkan karbohidrat optimum pada tingkat 10-20 % dalam


(30)

pakannya sedangkan ikan-ikan omnivora mampu memanfaatkan karbohidrat optimum sebesar 30-40% dalam pakan (Furuichi 1988).

Bungkil kedelai dan tepung ikan adalah bahan yang umum digunakan sebagai sumber protein dalam pakan. Tetapi dengan meningkatnya permintaan manusia akan protein di beberapa negara berkembang, serta diiringi dengan meningkatnya harga bungkil kedelai dan tepung ikan di tingkat dunia haruslah dicari bahan dasar lain sebagai sumber protein pakan yang sifat bahan tersebut adalah lokal sehingga harganya tidak terlalu fluktuatif.

2.2. Tepung Daun Lamtoro (Leucaena leucocephala)

Kale (1987) menyatakan bahwa lamtoro adalah tumbuhan leguminosa tropis, berasal dari Amerika Tengah. Tumbuhan ini disebarkan oleh orang-orang Mayan dan Zapotec ke seluruh Amerika Tengah. Klasifikasi Leucaena leucocephala menurut Brewbaker dan Hylin (1965) adalah, salah satu spesies dari genus Leucaena yang termasuk sub Famili Mimosoideae, Famili Leguminoseae, sub ordo Rosicae, Ordo Resales, Sub Klas Dycotyledonea, Klas Angiospermopsidae, sub Divisio Spermatophyta, Divisio Traceophyta dan sub Kingdom Embryobionta.

Lamtoro (Leucaena) terdiri atas 53 spesies yang digolongkan ke dalam 10 spesies yang telah dikenal. Walaupun seluruh spesies tersebut mungkin sangat berguna bagi daerah tropis, tetapi hanya Leucaena leucocephala yang telah dimanfaatkan secara luas (NAS 1994). Tanaman lamtoro tumbuh baik di daerah dengan curah hujan tahunan antara 1000 - 3000 mm. Sementara Garcia et al.

(1996) menyarankan agar tanaman lamtoro ditanam di daerah yang curah hujannya lebih dari 750 mm per tahun dan ketinggian lebih dari 1500 m dpi. Selanjutnya dinyatakan pula bahwa tanah yang sesuai dengan tanaman ini adalah tanah yang netral atau tanah basah (padang penggembalaan ternak), dimana lamtoro dan rumput makanan ternak ditanam menjadi satu dengan perbandingan yang tepat. Menurut Bray et al. (1997) tanaman lamtoro dapat ditanam dengan menggunakan berbagai sistem penanaman misalnya sebagai pagar pencegah erosi, penahan angin atau batas tanah pekarangan. NAS (1994) menyebutkan bahwa pada umumnya tanaman lamtoro dapat menghasilkan bahan kering dari


(31)

unsur-unsur yang dapat dimakan (daun dan ranting-ranting kecil) sebesar 6-8 ton per hektar per tahun atau sekitar 20 - 80 ton bahan segar per hektar pertahun.

Tabel 2. Perbandingan komposisi asam amino dan makro, mikro serta mineral, antara tepung ikan (TI), bungkil kedelai (TBK) dan tepung daun lamtoro (TDL).

Profil asam amino esensial TI (g/16g N) TBK (g/16g N)

TDL (g/16g N)

Arginin 4,60 6,94 1,02 - 5,25

Histidin 2,00 2,64 0,40 - 1,44

Isoleusin 3,00 5,01 1,24 - 6,65

Leusin 5,50 7,54 1,60 - 6,65

Lisin 6,20 6,28 1,28 - 6,07

Metionin 1,60 1,38 0,23 - 1,19

Penilalanin 3,20 5,03 1,07 - 3,92

Treonin 3,10 4,92 0,87 - 5,07

Triptopan 2,30 1,18 0,24 - 0,38

Valin 3,20 4,72 1,01 - 6,29

Makro & mikro mineral

Kalsium (%) 4,00 0,28 0,37 - 2,52

fosfor (%) 2,60 0,68 0,07 - 1,47

Sodium (%) 0,87 0,08 0,00 - 0,04

Potassium (%) 0,70 1,92 0,80 - 1,99

Magnesium (%) 0,25 0,27 0,42 - 0,56

Klorin (%) - 0,04

Mangan (mg/kg) 2,00 32,20 7,00 - 10,6

Iron (mg/kg) 246 186,50 181,00- 407,00

Tembaga (mg/kg) 111 53,50 21,00 - 29,90

Cupper (mg/kg) 11,0 19,90 42,10 - 60,00

Selenium (mg/kg) - 0,04 -

lodin (mg/kg) - 0,05 -

Bahan anti nutrien Asam pitat Mimosin

Sumber ; Hertrampf dan Pascual (2000)

TDL merupakan sumber daya hayati lokal yang potensial untuk digunakan sebagai salah satu sumber protein nabati dalam pakan ikan karena mengandung protein sekitar 34,38 % (Agbede dan Alevator 2004); 25 - 30% (NAS 1994); 24,2% (Sutardi 1981); 24% (Scott et al. 1982), yang merupakan nilai tertinggi dibandingkan sumber protein nabati lainnya. Komponen asam amino essensial TDL, bungkil kedelai dan tepung ikan dapat dilihat pada Tabel 2. Dimana kisaran nilai yang ada memperlihatkan kemiripan ketersediaan asam


(32)

amino essensial dibandingkan bungkil kedelai, walaupun masih jauh dari kandungan asam amino tepung ikan. Tepung daun lamtoro juga merupakan sumber vitamin A dengan kandungan β-karoten yang relatif tinggi serta kandungan xantofil yang merupakan sumber pigmentasi pada kulit dan kuning telur (Hertrampf dan Pascual 2000).

Pemanfaatan bahan baku pakan ikan nila dari daun tumbuhan khususnya daun lamtoro dibatasi dengan tingginya kandungan neutral detergent fiber (NDF) sebesar 39,5% dan acid detergent fiber (ADF) sebesar 35,10% (Garcia et al. 1996). Serat kasar merupakan komponen karbohidrat yang kaya akan lignin dan selulase yang sukar dicerna. Selulase merupakan kerangka sel tanaman yang terdiri dari rantai D-Glukosa dengan derajat polimerasi sebesar lebih kurang 14.000 (Schlegel 1994). Degradasi polisakarida yang terdapat pada dinding sel tanaman yang merupakan bagian terbesar komponen serat kasar yang kadarnya bervariasi bergantung kepada jaringan tanaman, jenis tanaman dan umur tanaman (Amin 1997). Pada manusia fungsi utama selulase adalah untuk menyediakan bahan bulky

(tidak dapat dicerna) yang dapat meningkatkan efisiensi kerja saluran pencernaan yang fungsinya dapat disamakan dengan fungsi serat dalam pakan ternak (Djojosoebagio dan Pilliang, 1996).

Pemanfaatan TDL di dalam pakan dibatasi pula oleh adanya mimosin yang merupakan asam amino heterosiklik (a-amino-(3(N-(3-hidroxy-4-piridon)(asam propionat). Berbagai usaha yang dilakukan untuk menurunkan daya racun mimosin dalam daun lamtoro adalah dengan pemanasan, penambahan garam sulfat, penambahan senyawa analog mimosin, pencucian, mendapatkan varietas baru yang rendah kandungan mimosinnya. Murthy et al. (1994) melaporkan bahwa pengeringan dengan matahari sampai menjadi bahan kering lebih dari 90%. kemudian dilanjutkan pengovenan pada suhu 100 °C selama 12 jam, dilanjutkan perendaman dalam air selama 12 jam serta inkubasi dalam larutan 5% NaOH, menghasilkan penurunan mimosin terbaik dan kehilangan protein yang terkecil. Setelah dicobakan ke ayam broiler dapat memberikan pertambahan bobot badan dan konversi pakan yang tidak berbeda dengan kontrol. Pada ikan O. mossambicus, Wee dan Wang (1987) menyatakan bahwa dengan kadar protein 50% penggunaan TDL yang direndam dalam air sebanyak 20% dalam pakan


(33)

dapat memberikan pertumbuhan harian sebesar 2,2%, sedangkan pada kadar yang sama TDL yang tidak direndam memberikan pertumbuhan harian sebesar 1,1%. Penaflorida et al. (1992) menyatakan bahwa perendaman daun lamtoro selama 30 - 48 jam dapat menurunkan mimosin hingga 90%. Sedangkan penelitian Widyastuti (2001) menunjukkan bahwa ayam broiler yang ransum dasarnya dicampur TDL 10% dengan perlakuan pemanasan kering/oven pada suhu 70°C selama 12 jam memberikan respon pertumbuhan yang terbaik. Dinyatakan pula bahwa metode ini dinilai paling ekonomis dan mudah diterapkan dibanding pemanasan lembab atau penambahan komponen zat besi.

Selain mimosin bahan nutrien lain yang terkandung dalam TDL adalah mio-inositol heksakisfosfat (C6H18O24P6) yang umum disebut asam fitat mempunyai rumus kimia dan struktur cincin yang mirip dengan glukosa yang berikatan dengan fosfor untuk membentuk struktur asam fitat. Struktur asam fitat dapat dilihat pada Gambar 1 Asam fitat mempunyai struktur yang stabil dan mengandung kira-kira 2/3 fosfor tanaman dalam bentuk fosfor organik (Ravindran et al. 2000).

Gambar 1. Struktur molekul asam fitat (Ravindran et al. 2000)

Sifat antinutrien asam fitat didasarkan pada kemampuannya untuk bergabung dengan mineral bervalensi dua, seperti Ca, Zn, Mg dan Fe dan membentuk fitat mineral yang tidak larut (Wodinski dan Ullah 1996). Sifat anti nutrien yang lain adalah kemampuan asam fitat untuk berikatan dengan protein, vitamin dan polisakarida. Kelompok fosfor yang terikat fitat dapat membentuk ikatan elektrostatik dengan asam-asam amino atau dengan asam amino bebas dari residu lisin dan arginin yang terdapat pada molekul protein (Cheryan 1980). Kompleks fitat-mineral-protein dalam bentuk kation multivalent membuat jembatan antara kelompok fosfat pada molekul fitat dan


(34)

kelompok terminal karboksil pada protein atau kelompok karboksil bebas dari residu aspartat dan glutamat dalam molekul protein (Cheryan 1980). Fitat dapat mengikat protein dan mineral di dalam digesta, sangat potensial untuk menghambat aktifitas enzim-enzim pencernaan seperti protease dan tripsin (Conrad et al. 1996). Penelitian lain menyatakan bahwa interaksi antara asam fitat dan protein akan menurunkan bioavailability protein pada legum (Davies 1982). Fosfor terikat fitat tidak dapat dimanfaatkan ternak dan terbuang dalam feses sehingga akan meningkatkan kandungan fosfor dalam tanah dan air. Mekanisme kerja asam fitat mengikat mineral dapat dilihat pada Gambar 2.

.

Gambar 2. Mekanisme asam fitat mengikat mineral (Cheryan 1980)

Penelitian untuk mereduksi fitat dalam bahan baku pakan dilakukan dengan menambahkan enzim fitase yang merupakan enzim yang mampu mengkatalisasi reaksi hidrolisis asam fitat dan menghasilkan orthofosfat anorganik dan senyawa inositol yang lebih rendah. Enzim fitase ini terdapat pada jaringan hewan, tanaman dan mikroba (Baruah et al. 2004). Mekanisme fitase untuk memotong ikatan tersebut dapat dilihat pada Gambar 3. Wodinski dan Ullah (1996) mengemukakan bahwa terdapat 2 jenis enzim fitase yaitu 3-fitase dari fungi (seperti jenis komersial yang dijual sekarang yang berasal dari fungi Aspergilus niger) dan fitase yang berasal dari tumbuhan. Jenis mikroba yang menghasilkan fitase didapatkan dalam rumen


(35)

yaitu adalah Selenomona ruminantium (Yanke et al. 1998) dan yang terbaru adalah

Mitsuokella jalaludinii (Lan et al. 2002).

Gambar 3. Mekanisme hidrolisis fosfat oleh enzim fitase (Applegate et al. 2004).

2.3. Cairan Rumen sebagai Sumber Enzim

Perut hewan ruminansia terdiri atas rumen, retikulum, omasum dan abomasums (Gambar 4). Volume rumen pada ternak domba berkisar 10 liter. Rumen diakui sebagai sumber enzim pendegradasi polisakarida. Polisakarida dihidrolisis di rumen karena pengaruh sinergis dan interaksi dari komplek mikro-organisme, terutama sellulase dan xilanase (Trinci et al. 1994). Mikroorganisme terdapat pada cairan rumen (liquid phase) dan menempel pada digesta rumen.


(36)

Enzim yang aktif mendegradasi struktural polisakarida hijauan kebanyakan aktif pada mikro organisme yang menempel pada partikel pakan. Di dalam retikulo rumen terdapat mikrobia rumen yang terdiri atas protozoa dan bakteri yang berfungsi melaksanakan fermentasi untuk mensintesis asam amino, vitamin B-komplek dan vitamin K sebagai sumber zat makanan bagi hewan induk semang (Hungate 1966). Mikroba rumen dapat dibagi dalam tiga grup utama yaitu bakteri, protozoa dan fungi (Czerkawski 1986) Beberapa jenis bakteri yang dilaporkan oleh Hungate (1966) adalah : (a) bakteri pencerna selulosa (Bakteroidessuccinogenes, Ruminococcus flavafaciens,

Ruminococcus albus, Butyrifibriofibrisolvens), (b) bakteri pencerna

hemiselulosa (Butyrivibrio fibrisolvens,Bakteroides ruminocola, Ruminococcus sp), (c) bakteri pencerna pati (Bakteroides ammylophilus, Streptococcus bovis, Succinnimonas amylolytica, (d) bakteri pencerna gula (Triponema bryantii, Lactobasilus ruminus), (e) bakteri pencerna protein (Clostridium sporogenus, Bacillus licheniformis). Kehadiran fungi dalam rumen diakui sangat bermanfaat bagi pencernaan pakan serat, karena dia membentuk koloni pada jaringan selulosa pakan. Rizoid fungi tumbuh jauh menembus dinding sel tanaman sehingga pakan lebih terbuka untuk dicerna oleh enzim bakteri rumen. Protozoa rumen diklasifikasikan menurut morfologinya yaitu: holotrichs yang mempunyai silia hampir di seluruh tubuhnya dan mencerna karbohidrat yang fermentabel, sedangkan oligotrichs yang mempunyai silia sekitar mulut dan umumnya merombak karbohidrat yang lebih sulit dicerna (Arora, 1989).

Mikroba-mikroba rumen mensekresikan enzim-enzim pencernaan ke dalam cairan rumen untuk membantu mendegradasi partikel makanan. Enzim-enzim tersebut antara lain enzim yang mendegradasi substrat selulase yaitu selulase, hemiselulase/xylosa adalah hemiselulase/xylanase, pati adalah amilase, pektin adalah pektinase, lipid/lemak adalah lipase, protein adalah protease dan lain-lain (Kamra 2005). Aktivitas enzim dalam cairan rumen juga tergantung dari komposisi atau perlakuan makanan (Moharrery dan Das 2002). Agarwal et al.

(2002) melaporkan, rumen anak domba dengan berat badan 23,5 kg yang diberi air susu sampai 8 minggu dan diteruskan dengan 50 persen konsentrat dan 50


(37)

persen rumput sampai umur 24 minggu, pada cairan rumennya didapatkan enzim carboxymethyl celulase dengan aktivitas enzim 3,60 µmol glukosa per jam per ml, alpha amilase 0,33 µmol glukosa per menit per ml, xylanase 0,29 µmol xylosa per menit per ml, beta-glukosidase 0,20 µmol p-nitrophenol per menit per ml, alpha-glukosidase 0,008 mol p-nitrophenol per menit per ml, urease 0,05 µmol NHs-N per menit per ml dan protease 452,7 µg hidrolisis protein per jam per ml. Martin

et al. (1999) mendapatkan bahwa enzim-enzim pencerna karbohidrat dalam cairan rumen antara lain adalah amilase, xylanase, avicelase, D-glukosidase, alpha-L-arabinofuranosidase, beta-D-glukosidase dan beta-D-xylosidase. Martin et al. (1999) juga melaporkan bahwa aktivitas enzim-enzim pencernaan dalam cairan rumen dipengaruhi oleh posisi rumen, dimana pada (bagian perut (ventral) dan bagian punggung (dorsal) terdapat protozoa dan bakteri berbeda. Aktivitas enzim-enzim fibrolitik (xylanase, avicelase, alpha-L-arabinofuranosidase, beta-D-glukosidase dan beta-D-xylosidase) yang berasal dari mikroba protozoa bagian punggung (dorsal) yang lebih besar / lebih tinggi sekitar 40 persen dari bagian perut (ventral), sebaliknya aktivitas enzim-enzim fibrolitik yang berasal dari bakteri lebih besar di bagian perut (ventral) dari pada bagian punggung (dorsal). Martin et al. (1999) juga mendapatkan bahwa aktivitas enzim yang berasal dari bakteri lebih tinggi dari pada yang berasal dari protozoa. Di dalam retikulo rumen Moharrery dan Das (2002) yang mengukur aktivitas enzim protease, selulase, amilase, lipase dan urease pada cairan rumen domba mendapatkan bahwa cairan rumen tanpa protozoa tetapi masih mengandung sel-sel bakteri dan cairan rumen yang berisi enzim-enzim dari sel-sel bakteri, aktivitas enzimnya lebih tinggi dari cairan rumen tanpa protozoa dan tanpa sel-sel bakteri. Lee et al. (2002) memetakan enzim-enzim dalam cairan rumen sapi. Enzim-enzim yang terdapat dalam cairan rumen sapi antara lain adalah enzim-enzim selulolitik terdiri atas beta-D-endoglukanase, beta-D-exoglukanase, beta-D-glukosidase, dan beta-D-fucosida fucohydrolase, enzim-enzim xylanolitik terdiri atas beta-D-xylanase, beta-D-xylosidase, acetyl esterase, dan alfa-L-arabinofuranosidase, enzim-enzim pektinolitik terdiri atas polygalacturonase, pectate lyase dan pectin lyase, dan enzim-enzim lain yang terdiri atas beta-amilase, endo-arabilase, beta-D-gluanase (laminarinase), beta-D-glucanase (Lichenase), beta-D-glucanase (Pechimanase) dan protease. Beberapa enzim dalam


(38)

cairan rumen sapi dan aktivitas enzimnya disajikan pada Tabel 3 dan Tabel 4. Sedangkan pada Tabel 5 disajikan hasil penelitian Budiansyah (2010) tentang karakteristik enzim rumen sapi lokal yang mendapat makanan hijauan yang kaya serat.

Tabel 3. Komposisi enzim cairan rumen sapi1)

Enzim Lee et al. (2002)1 Agarwal et al

(2003)2 Enzim cairan rumen Enzim rumen

Selulase- CMCase

362,7 ± 12,80

µmol glukosa/ jam /ml

11 83,7 ±20,39 µmol glukosa/ jam /ml

3,60 ± 0,63 µmol glukosa/ jam /ml Hemiselulase xylanase 528,6 ±29,03 µmol xylosa/jam/ml 1751 ±26,53 µmol xylosa/jam/ml

0,29 ± 0,05 µmol xylosa/menit/ml Amilase 439,0 ± 16,53

µmol glukosa/jam/ml

637,9 ± 14,80 µmol glukosa/jam/ml

0,33 ± 0,09 (µmol glukosa/ /menit/ml) Protease 84,80 ±2,52

µg hidrolisis protein

125,6 ±3,83

µg hidrolisis protein

452,7 ± 154,3 µg hidrolisis protein /j / l

Keterangan: 1) Sapi dewasa yang diberi makan ransum dasar alfalfa 2)

Anak domba dengan berat badan 23,5 kg yang diberi air susu sampai 8 minggu dan diteruskan dengan 50 persen konsentrat dan 50 persen rumput sampai umur 24 minggu Selulase -Fpase (ug glukosa / ml/ jam)

Tabel 4. Komposisi enzim cairan rumen domba1)

Enzim Cairan Rumen

Tanpa Protozoa

Cairan Rumen Bebas Sel Mikroba

Cairan Rumen dengan Sel Mikroba

Selulase -Fpase (µg glukosa / ml/ jam)

73 8,5 ±3,45 162,2 ±33,70 405,30 ± 44,19 Protease (unit / ml) 0,201 ±0,078 0,090 ± 0,027 0,220 ± 0,046

Keterangan1) Sumber : Moharrery dan Das (2002).

Tabel 5. Karakteristik enzim-enzim cairan rumen sapi asal RPH Parameter Enzim-enzim cairan rumen

Selulase Amilase Fitase Protease

Sapi lokal

Suhu 50 oC 50 oC 50 oC 70 oC

Kisaran Suhu 29-80 oC 39-80 oC 29-70 oC 60-80 oC

pH optimum pH 4 pH 6 pH 6 pH 6

Amilase (ug glukosa/menit/ml)

172,2 ±45,9 60,05 ±10,96 208,7 ±97,0 Lipase (unit /ml) 1,076 ±0,309 0,339 ±0,080 1,225 ±0,803


(39)

Kisaran pH pH 4 – 9 pH 6 - 9 pH 4 - 9 pH 5 - 9 Sapi impor

Suhu 39 oC 50 oC 39 oC 70 oC

Kisaran Suhu 29-50 oC 50 oC 29-50 oC 39-70 oC

pH optimum pH 4 pH 7 pH 6 pH 7

Kisaran pH pH 4 – 9 pH 6 - 9 pH 4 - 9 pH 4 - 9

Kohn dan Alien (1994) menggunakan enzim protease dari ekstrak cairan rumen sapi untuk mengukur laju degradasi protein bungkil kedelai dan hay lucerne. Enzim protease hasil ekstraksi dengan butanol dan aseton hanya tersisa 62 persen aktivitasnya dibanding cairan rumen awal. Tidak ada perbedaan antara taraf enzim 3, 5 atau 10 ml dalam mendegradasi protein pakan. Protein bungkil kedelai terdegradasi dengan kecepatan 0,15 mg per gram per jam pada 2 jam pertama dan turun menjadi 0,01 mg per gram per jam dari 8 sampai 24 jam berikutnya. Kejadian yang sama juga terjadi pada protein hay lucerne, degradasi protein dengan kecepatan 0,06 mg per gram per jam pada 2 jam pertama dan turun menjadi 0,01 mg per gram per jam dari 8 sampai 24 jam berikutnya. Laju degradasi protein pakan lebih rendah dari yang diukur sebelumnya dengan menggunakan mikroba hidup. Penggunaan cairan rumen sapi sebagai sumber enzim kasar telah dicobakan ke dalam ransum unggas berbasis wheat pollard dengan adanya perbaikan terhadap performa ayam broiler (Pantaya et al. 2005). Budiansyah (2010) melaporkan pula bahwa performa ayam broiler yang lebih baik dengan penambahan 0,5 % enzim cairan rumen sapi dalam ransum.

2.4. Enzim Pencernaan dan Perannya dalam Proses Pencernaan.  

Dalam proses pencernaan, makanan yang dicerna dipecah menjadi molekul-molekul yang lebih sederhana sehingga mudah diserap melalui dinding usus dan masuk ke dalam aliran darah. Pencernaan merupakan proses yang berlangsung terus menerus yang bermula dari pengambilan pakan dan berakhir dengan pembuangan sisa pakan. Pencernaan pakan meliputi hidrolisis protein menjadi asam-amino atau polipeptida sederhana, karbohidrat menjadi gula sederhana dan lipid menjadi gliserol dan asam lemak. Proses pencernaan secara fisika maupun kimia berperanan penting. Hidrolisis nutrien makro dimungkinkan dengan


(40)

adanya enzim perncernaan seperti protease, karboksilase dan lipase (Zonneveld

et al. 1991).

Kecernaan didefinisikan sebagai bagian pakan yang diserap oleh hewan (Lovell 1988). Pengetahuan tentang kecernaan bahan pakan sangat diperlukan dalam mempelajari kebutuhan energi ikan dan penilaian dari berbagai bahan pakan yang berbeda. Selama pakan berada dalam usus ikan, nutrient yang dicerna oleh berbagai enzim menjadi bentuk yang dapat diserap oleh dinding usus dan masuk ke dalam sistem peredaran darah. Kecernaan ikan terhadap bahan baku pakan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu, sifat kimia air, suhu air, jenis pakan, ukuran, umur ikan, kandungan gizi pakan, frekuensi pemberian pakan, sifat fisika dan kimia pakan serta jumlah dan macam enzim pencernaan yang terdapat dalam saluran pencernaan pakan (NRC 1993; Tillman et al. 1991; Hepher 1990).

Enzim adalah katalisator biologis dalam reaksi kimia yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan. Enzim adalah protein, yang disintesis dalam sel dan dikeluarkan dari sel yang membentuknya melalui proses eksositosis. Enzim yang disekresikan ke luar sel digunakan untuk pencernaan di luar sel (di dalam rongga pencernaan) atau disebut "extra cellular digestion", sedangkan enzim yang dipertahankan dalam sel digunakan untuk pencernaan dalam sel itu sendiri atau disebut "intra celuller digestion" (Affandi

el at. 1992). Enzim pencernaan yang disekresikan dalam rongga pencernaan berasal dari sel-sel mukosa lambung, pilorik kaeka, pankreas dan mukosa usus (Halver dan Hardy 2002).

Oleh karena itu perkembangan sistem pencernaan erat kaitannya dengan perkembangan aktivitas enzim dalam rongga saluran pencernaan. Enzim-enzim tersebut berperan sebagai katalisator dalam hidrolisis protein, lemak dan karbohidrat menjadi bahan-bahan yang sederhana. Sel-sel mukosa lambung menghasilkan enzim protease dengan suatu aktivitas proteolitik optimal pada pH rendah. Pilorik kaeca yang merupakan perpanjangan dari usus yang berfungsi mensekresikan enzim yang sama seperti yang dihasilkan pada bagian usus yaitu enzim pencernaan protein, lemak dan karbohidrat yang aktif pada pH netral dan scdikit basa. Cairan pankreatik kaya akan tripsin, yaitu suatu protease yang aklivitasnya optimal sedikit di bawah pH basa. Di samping itu cairan ini juga mengandung amilase, maltase


(41)

dan lipase. Ikan yang tidak memiliki lambung dan pilorik kaeka, aktivitas proteolik terutama berasal dari cairan pankreatik. (Watford dan Lam 1993 ).

Kecernaan (digestibility) dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu (1) jenis pakan yarg dimakan dan kadar kepekaan pakan terhadap pengaruh enzim pencernaan, (2) aktivitas enzim-enzim pencernaan dan (3) lama waktu pakan yang dimakan terkena aksi enzim pencernaan. Masing-masing faktor di atas dipengaruhi oleh berbagai faktor sekunder yang berkaitan dengan ikan itu sendiri (spesies, umur, ukuran) dan kondisi fisiologis, yang berkaitan dengan lingkungan (temperatur), dan yang berkaitan dengan pakannya (komposisi pakan, ukuran partikel dan jumlah pakan yang dimakan). Kecernaan berbeda antar spesies ikan, hal ini terjadi akibat perbedaan sistem dan enzim-enzim pencernaan (De Silva dan Anderson 1995).

Kemampuan ikan dalam mencerna makanan sangat bergantung pada kelengkapan organ pencernaan dan ketersediaan enzim pencernaan. Perkembangan saluran pencenaan tersebut berlangsung secara bertahap dan setelah mencapai ukuran/umur tertentu saluran pencernaan mencapai kesempurnaan. Perkembangan struktur alat pencernaan ini diikuti oleh perkembangan enzim pencernaan dan perubahan kebiasaan makan (food habit). Kandungan nutrien pakan nampaknya berpengaruh pada aktivitas enzim pencernaan. Kuzmina (1996) mengungkapkan bahwa tersedianya substrat merupakan faktor yang nyata dalam pengaturan aktivitas enzim pada ikan dan mamalia. Kandungan protein pakan yang tinggi dikaitkan dengan kandungan selulase yang rendah dapat meningkatkan aktivitas protease pada ikan rainbow trout . Peningkatan proporsi pati kentang dalam pakan dari 10 menjadi 90% yang diikuti penurunan proporsi tepung ikan akan meningkatkan aktivitas enzim maltase dan amilase pada ikan mas (Hepher 1990).

Stickney dan Shumway (1974) menyatakan bahwa enzim selulase diproduksi oleh mikroflora usus, yang dihubungkan dengan aktivitas selulase dalam usus dengan jumlah selulase/bakteri selulitik. Bairagi et al. (2004) tentang aktifitas dua mikroba dari strain Bacillus yaitu Bacillus subtilus dan Bacillus circulans dari saluran pencernaan ikan mas dan ikan nilayang memproduksi enzim amilase, selulase, protease dan lipase. Das dan Tripathi (1991) mendapatkan kemunduran drastis dalam aktivitas selulase ketika ikan grass carp


(42)

diberi pakan dari makanan yang mengandung tetrasiklin. Pemanfaatan daun lamtoro sangat dibatasi oleh kecernaan ikan yang terbatas terhadap jenis dedaunan ini. Hal ini berkaitan dengan ketersediaan enzim selulotik yang terbatas dalam saluran pencernaan ikan. Beberapa penelitian telah melaporkan bahwa ikan tidak memiliki enzim selulase dan kemungkinan adanya populasi mikroba selulotik di saluran pencernaan ikan juga masih menjadi kontroversi di kalangan peneliti (Stickney dan Shumway 1974; Prejs dan Blaszczyk 2006; Linsday dan Harris 1980; Lessel dan Lesel 1986; Luczkovich dan Stellway 1993; Saha dan Ray 1998). Kontrofersi tersebut terbantahkan dengan penelitian Prejs dan Blaszczyk 2006; Donovan dan Rosalie 2009; Li et al. 2004; Nibedita dan Koushik 2008 yang mendapatkan aktifitas enzim selulase pada saluran pencernaan ikan.

Enzim protease menguraikan rantai-rantai peptida dari protein. Peptidase diklasifikasikan menjadi endopeptidase dan eksopeptidase yang bergantung pada letak ikatan peptida pada tengah atau akhir molekul. Endopeptidase menghidrolisis protein dan peptida-peptida rantai panjang menjadi peptida-peptida pendek. Endopeptidase penting antara lain pepsin yang dihasilkan dari zimogen pepsinogen, tripsin dari tripsinogen, dan kimotripsin dari kimotripsinogen. Eksopeptidase menghidrolisis peptida menjadi asam-asam amino. Karboksipeptidase, aminopeptidase, dan dipeptidase termasuk dalam kelompok eksopeptidase. Alfa-amilase adalah enzim yang bertanggung jawab menghidrolisis pati menjadi glukosa. Enzim ini memutuskan ikatan 1,4-α -glukosidik dan mengubah pati menjadi glukosa dan maltosa. Lipase adalah enzim penting dalam pencemaan lemak. Lipase memecah lemak menjadi gliserol dan asam lemak (Steffens 1989; Hepher 1990).

Enzim berperan dalam mengubah laju reaksi, sehingga kecepatan reaksi yang diperlihatkan dapat dijadikan ukuran keaktifan enzim. Satu unit enzim adalah jumlah enzim yang mengkatalisis transformasi 1 mikromol substrat dalam waktu 1 menit pada suhu 25°C dan pada keadaan pH optimal. Aktivitas enzim bergantung pada konsentrasi enzim dan substrat, suhu, pH dan inhibitor. Dinyatakan pula bahwa enzim pencernaan yang dihasilkan oleh lambung ikan aktif pada pH 2 sampai 4 (Huisman 1976).


(43)

(44)

III. METODOLOGI

Penelitian dilakukan dalam tiga tahap.

Tahap Pertama : Pengujian aktifitas enzim-enzim hidrolisis pada ekstrak enzim cairan rumen domba

Tahap kedua : Pengaruh penambahan ekstrak enzim cairan rumen domba (in vitro) terhadap kualitas tepung daun lamtoro (TDL).

Tahap ketiga : Efektifitas pemanfaatan TDL terhidrolisis (predigestion) dalam pakan buatan untuk ikan nila serta pengaruhnya pada perubahan aktifitas enzim pencernaan dan metabolisme nutrien.

3.1. Tahap Pertama

Pengujiaan Aktifitas Enzim-enzim Hidrolisis Cairan Rumen Domba

Pada percobaan ini sasaran yang ingin dicapai adalah mendapatkan eksrak enzim cairan rumen domba yang dipelihara dengan pakan hijauan, dan menguji diuji aktifitas enzim selulase, fitase, amilase dan protease. Data aktifitas enzim yang didapatkan akan menjadi dasar perhitungan jumlah enzim yang ditambahkan pada substrat TDL.

3.1.1. Isolasi dan Produksi Ekstrak Enzim Cairan Rumen Domba.

Cairan rumen yang didapat dari yang diambil dari rumah potong rakyat diusahakan selalu dalam kondisi dingin. Selanjutnya cairan rumen disentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm selama 20 menit, kemudian supernatan yang terbentuk direaksikan dengan menggunakan amonium sulfat menggunakan magnetic stirer selama kurang lebih satu jam dan didiamkan selama 24 jam pada suhu 4°C. Cairan rumen kemudian disentrifugasi pada kecepatan 10.000 rpm selama 15 menit pada suhu 4°C (Lee et al. 2000), kemudian endapannya diambil sebagai sumber enzim, dilarutkan dalam buffer fosfat dan disimpan pada suhu 4°C. Sampel yang digunakan untuk analisa enzim sebanyak 23 sampel yang didapat dari hasil sentrifugasi cairan rumen 15 ekor domba.


(45)

3.1.2. Uji Aktifitas Ekstrak Enzim Cairan Rumen Domba

Ekstrak cairan rumen domba yang telah dilarutkan dalam cairan buffer phosfat dengan perbandingan 1 : 1, selanjutkan akan diuji kandungan aktifitas enzim selulase, amilase, protease dan lipase. Uji aktifitas enzim selulase/FP-ase dilakukan menurut metode Ghosse, (1987) dengan prosedur kerja pada Lampiran 1, aktifitas enzim amilase dan enzim protease dilakukan menurut metode Bergmeyer dan Grassi (1983) dengan prosedur kerja pada Lampiran 2 dan 3. aktifitas enzim lipase dilakukan menurut metode Tietz dan Friedreck dalam Barlongan, (1990) dengan prosedur kerja pada Lampiran 4 dan aktifitas enzim fitase dilakukan menurut metode Greiner et al. (1997) dengan prosedur kerja pada Lampiran 5.

3.2. Tahap Kedua

Pada percobaan tahap kedua, sasaran yang ingin dicapai adalah untuk mendapatkan informasi kualitas TDL yang mendapat perlakuan dengan penambahan ekstrak enzim cairan rumen domba dengan taraf dosis dan waktu inkubasi yang berbeda. TDL dengan kualitas terbaik selanjutnya akan dievaluasi pada pengujian in vitro untuk bahan campuran pakan ikan nila.

3.2.1. Pengaruh penambahan enzim cairan rumen domba (in vitro) terhadap kualitas tepung daun lamtoro

Penelitian dilakukan di Laboratorium Nutrisi Ternak Perah Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, untuk menguji pengaruh penambahan enzim cairan rumen domba dengan taraf dosis dan waktu inkubasi yang berbeda terhadap kualitaas TDL.

TDL yang digunakan dalam penelitian adalah TDL yang telah melewati proses perendaman dalam air selama 24 jam dan selanjutnya dikeringanginkan dan dioven suhu 60oC selama 8 jam yang bertujuan untuk mereduksi kandungan mimosin TDL. Percobaan ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) masing-masing 3 ulangan. Perlakuan yang diuji adalah penambahan jumlah enzim yang berbeda, dan setiap perlakuan diinkubasi pada


(46)

2 jam dan 24 jam pada suhu kamar (28oC) pH 7,2. Perlakuan yang diberikan adalah sebagai berikut :

Perlakuan K : Pelakuan kontrol tanpa penambahan enzim, hanya ditambahkan air sebanyak volume enzim tertinggi

Perlakuan A : Penambahan enzim cairan rumen 20 ml/kg TDL Perlakuan B : Penambahan enzim cairan rumen 40 ml/kg TDL Perlakuan C : Penambahan enzim cairan rumen 60 ml/kg TDL Perlakuan D : Penambahan enzim cairan rumen 80 ml/kg TDL Perlakuan E : Penambahan enzim cairan rumen 100 ml/kg TDL

Komposisi proksimat TDL sebelum diinkubasi dengan enzim kasar dapat dilihat pada Tabel 6 berikut.

Tabel 6. Komposisi proksimat TDL dan komponen penyusun serat kasar TDL (berat kering).

Komponen (%)

Kadar air -

Protein 25,14

Lemak 1,07

BETN1 56,03

Abu 6,10

Serat kasar 11,66

NDF2 60,57

ADF3 35,00

Hemiselulosa 25,57 Selulosa 9,79 Lignin 25,14 Silika 0,04 1

Bahan ekstrak tanpa nitrogen; 2Neutral detergent fiber; 3Acid detergent fiber;

Parameter yang diukur pada perlakuan TDL dengan taraf dosis dan waktu inkubasi yang berbeda adalah kadar glukosa terlarut, kadar protein terlarut. Perlakuan TDL dengan waktu inkubasi yang terbaik akan dilanjutkan dengan analisa proksimat yang mencakup kadar protein, lemak, abu, serat kasar serta komposisi dari serat NDF dan ADF.


(47)

Prosedur yang digunakan untuk pengujian kadar glukosa terlarut adalah menurut Wedemeyer dan Yasutake (1977) dengan prosedur kerja pada Lampiran 6, kadar protein terlarut menurut Bradford (1976) dengan prosedur kerja pada Lampiran 7 dan analisa proksimat, yang mencakup kadar protein, lemak, serat kasar, abu menurut metode dari AOAC (1990) dengan prosedur kerja pada Lampiran 8, analisa NDF dan ADF menurut metode Van Soest et al. (1991) dengan prosedur kerja pada Lampiran 9 dan asam fitat menurut metode dari AOAC 1990 dengan prosedur kerja pada Lampiran 10. Perlakuan yang terbaik selanjutnya akan dianalisa komposisi asam amino dengan metode HPLC dengan prosedur kerja pada Lampiran 11.

3.3. Tahap Ketiga

3.3.1.Eskperimen 1. Efektifitas pemanfaatan TDLterhidrolisis (predigestion)

dalam pakan formulasi untuk ikan nila.

Percobaan ini bertujuan untuk mengkaji efektifitas pemanfaatan TDL terhidrolisis sebagai sumber protein nabati pakan formulasi untuk ikan nila serta pengaruhnya pada aktifitas pencernaan dan metabolisme nutrien. Nilai konsentrasi ekstrak enzim dan lama inkubasi yang digunakan adalah perlakuan yang memberikan hasil terbaik yang didapat dari penelitian tahap 2, yaitu 100ml/kg TDL.

Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan bulan Oktober 2009. Analisa proksimat bahan baku dan pakan uji, pembuatan pakan serta pemeliharaan ikan dilakukan di Laboratorium Nutrisi Ikan, pengujian kualitas air dilakukan di Laboratorium Lingkungan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor

Pakan uji yang digunakan selama penelitian ini berbentuk pellet dengan kandungan protein dan energi yang sama tetapi komposisi komponen penyusun pakan yang berbeda. Perlakuan yang diberikan adalah kandungan persentase TDL terhidrolisis yang berbeda dalam pakan formulasi, yaitu K (0% TDLt); A (10% TDLt); B (15% TDLt); C (20% TDLt); D (25% TDLt) dan E (30% TDLt).


(1)

Lampiran 87

. Analisa ragam aktifitas enzim protease

TDL tanpa hidrolisis

Source Sum of

Squares df Mean Square F Significance

Between Groups ,000 4 ,000 107,040 ,000

Within Groups ,000 10 ,000

Total ,000 14

Lampiran 88.

Uji Duncan aktifitas enzim protease

TDL tanpa hidrolisis

Subset for alpha = .05 Perlakuan

N 1 2 3 4

J 3 ,003847

I 3 ,004433

H 3 ,006183

F 3 ,010733

G 3 ,012067


(2)

Lampiran 89. Profil kadar glukosa darah (mg/100ml darah)

Perlakuan  0  4  8  24 

O1  31  57  78  36 

2  29  50  60  36 

3  23  60  78  37 

4  27  59  68  29 

5  25  47  55  33 

Rerata  27 ± 3,16  54,6 ± 5,77  67,8 ± 10,40  34,2 ± 3,27 

A1  32  80  93  52 

2  28  79  68  60 

3  23  46  65  58 

4  29  52  55  33 

5  32  73  80  55 

Rerata  28,8 ± 3,70  66 ± 15,89  72,2 ± 14,65  51,6 ±10,83 

B 1  30  60  84  57 

2  27  63  97  58 

3  28  55  108  54 

4  39  61  107  77 

5  36  64  80  72 

Rerata  32 ± 5,24  60,6 ± 3,51  95,2± 12,87  63,6 ±10,21 

C 1  27  88  102  57 

2  29  71  146  89 

3  30  93  140  55 

4  41  128  156  56 

5  26  79  100  43 

Rerata  30,6 ± 6,02  91,8 ±21,92  128,8 ±26,02  60 ± 17,18 

D 1  34  68  182  89 

2  30  48  165  90 

3  29  91  170  70 

4  26  59  165  60 

5  27  93  136  59 

Rerata  29,2± 3,11  71,8 ±19,77  163,6 ±16,92  73,6 ±15,14 

E 1  33  79  100  75 

2  29  61  109  72 

3  26  62  97  65 

4  27  61  102  76 

5  25  34  113  45 


(3)

Lampiran 90. Rekapitulasi data parameter LPH, Konsumsi pakan, efisiensi pakan,

retensi protein dan aktifitas enzim usus percobaan in vivo dengan

perlakuan perbedaan persentase TDL terhidrolisis dalam pakan.

Perlakuan 

LPH (%)

Konsumsi 

Pakan (g) 

Efisiensi 

pakan (%) 

Retensi

Protein

(%)

Aktifitas

protease usus

(IU/g/menit)

O1  3,02  267,34  52,05  17,50  0,551 

O2  2,31  161,29  53,52  24,87  0,436 

O3  2,98  240,96  56,94  25,43  0,288 

 Rerata  2,77 ± 0,4  223,20 ±  

55,21 

54,17 ± 2,51  22,60 ±  

4,42 

0,425 ±0,132 

A1  2,73  190,96  81,65  26,62  0,494 

A2  2,68  188,57  77,70  25,69  0,497 

A3  2,63  212,76  52,23  22,63  0,633 

 Rerata  2,68 ± 0,05  197,43 ± 13,33  70,52 ± 

15,96 

24,98 ± 2,09  0,542 ±0,079 

B2  2,61  188,00  63,34  39,75  0,799 

B3  2,16  159,50  56,87  41,65  0,817 

Rerata   2,38 ± 0,32  173,35± 20,15  60,10 ± 

16,11 

40,70 ± 1,34  0,790 ±0,032 

C1  1,74  153,09  35,24  25,69  0,726 

C2  1,61  207,83  34,37  12,14  0,735 

C3  2,01  214,49  33,24  14,28  0,826 

Rerata   1,79 ± 0,2  191,80 ± 33,69  34,28 ± 1,00  17,37 ±7,28  0,763 ± 0,055 

D1  1,48  197,30  28,28  19,15  0,569 

D2  1,60  167,84  35,43  14,55  0,686 

D3  2,33  177,64  44,48  16,68  0,572 

 Rerata  1,80 ± 0,46  180,93 ± 15,00  36,06 ± 8,13  16,79 ± 2,30  0,609 ± 0,067 

E1  1,33  138,39  37,23  20,80  0,363 

E2  1,68  228,20  30,96  20,42  0,479 

E3  1,41  142,34  44,19  21,53  0,390 

Rerata  1,47 ± 0,18  169,64 ± 50,75  37,46 ± 6,62  20,92  ± 

0,56 


(4)

Lampiran 91. Rekapitulasi data parameter LPH, Konsumsi pakan, efisiensi pakan,

retensi protein dan aktifitas enzim usus percobaan in vivo dengan

perlakuan perbedaan persentase TDL tanpa hidrolisis dalam pakan.

Perlakuan

LPH (%)

Konsumsi Pakan (g)

Efisiensi pakan (%)

Retensi

Protein

(%)

Aktifitas

protease usus

(IU/g/menit)

F1  1,44  215,35  32,14  14,96  0,278 

F2  1,23  200,31  27,13  13,34  0,177 

F3  1,28  201,99  32,44  14,83  0,260 

 Rerata  1,32 ± 0, 11  205,88 ± 8,24  30,57 ± 6,23  14,3±0,90  0,238 ± 0,0540 

G1  1,51  240,35  26,26  19,53  0,308 

G2  1,45  236,18  27,37  20,67  0,301 

G3  1,53  188,29  39,48  29,29  0,151 

Rerata   1,50 ± 0,04  221,61 ± 28,93  31,04 ±  12,11  22,7±5,33  0,253 ± 0,089 

H1  1,88  220,23  33,52  14,54  0,145 

H2  1,85  255,00  26,99  17,51  0,008 

H3  1,77  260,00  31,60  19,65  0,091 

Rerata   1,83 ± 0,06  245,08 ± 21,66  30,70 ± 20,29  17,3±2,57  0,082  ± 0,069 

I1  1,87  199,88  40,86  15,43  0,083 

I2  2,07  177,88  48,15  20,26  0,020 

I3  1,66  249,33  32,41  24,91  0,079 

 Rerata  1,86 ± 0,21  209,03 ± 36,59  40,47 ± 29,84  20,5±4,74  0,0604 ±  0,035 

J1  2,00  263,85  38,44  26,55  0,186 

J2  2,05  230,67  42,73  24,74  0,320 

J3  1,87  267,80  32,31  22,77  0,100 


(5)

Lampiran 92. Rekapitulasi data parameter retensi lemak, HIS dan glikogen hati

percobaan in vivo dengan perlakuan perbedaan persentase TDL

terhidrolisis dalam pakan.

Perlakuan  Retensi lemak (%) HIS (%) 

 

Glikogen Hati 

O1  26,21        1,44   1,44E‐01 

O2  38,15        0,86   1,42E‐01 

O3  36,83        1,05   1,44E‐01 

 Rerata  33,73 ± 6,54    1,11 ± 0,30  1,43E‐01 ± 1,15E‐03 

A1  35,20        1,10   1,17E‐01 

A2  34,10        1,22   1,18E‐01 

A3  30,14        0,90   1,14E‐01 

 Rerata  33,15±   1,07  ± 0,16  1,16E‐01 ±2,08E‐03 

B2 

30,47

      1,06   1,53E‐01 

B3 

21,32

        1,11   1,51E‐01 

Rerata  

25,90 ± 6,47

   1,08 ± 0,10  1,51E‐01 ± 1,53E‐03 

C1  14,31        1,43   2,07E‐01 

C2  17,86        1,33   2,10E‐01 

C3  12,66        1,05   2,09E‐01 

Rerata   14,95 ± 2,66   1,27  ± 0,20  2,09E‐01 ± 1,53E‐03 

D1  24,81        1,30   2,22E‐01 

D2  20,09        1,24   2,25E‐01 

D3  22,31        1,10   2,24E‐01 

 Rerata  22,40 ± 2,36   1,21 ± 0,10  2,24E‐01 ± 1,53E‐03 

E1  14,13        1,06   2,25E‐01 

E2  14,35        1,34   2,26E‐01 

E3  14,70        1,30   2,27E‐01 


(6)

Lampiran 93. Rekapitulasi data parameter retensi lemak, HIS dan glikogen hati

percobaan

in vivo

dengan perlakuan perbedaan persentase TDL

tanpa hidrolisis dalam pakan.

Perlakuan  Retensi lemak

(%)

HIS (%)   

Glikogen Hati 

F1  8,87  1,21  2,17,E‐04 

F2  7,58  1,52  3,19,E‐04 

F3  8,53  1,18  2,50,E‐04 

 Rerata  8,33 ± 0,67  1,29 ± 0,19  2,62,E‐04 ± 5,20,E‐05 

G1  8,92  1,16  3,78,E‐04 

G2  9,32  1,42  3,85,E‐04 

G3  13,41  1,22  3,90,E‐04 

Rerata   10,55 ± 2,49  1,25 ± 0,14  3,84,E‐04 ± 6,03,E‐06 

H1  7,84  1,15  8,82,E‐04 

H2  9,94  1,12  8,85,E‐04 

H3  11,46  1,01  7,99,E‐04 

Rerata   9,75 ±1,82  1,10 ± 0,08  8,55,E‐04 ± 4,88,E‐05 

I1  7,88  1,00  1,05,E‐03 

I2  10,83  0,99  1,21,E‐03 

I3  14,67  0,86  1,19,E‐03 

 Rerata  11,13 ±3,40  0,95 ± 0,08  1,15,E‐03 ± 8,72,E‐05 

J1  21,99  1,13  6,12,E‐04 

J2  20,51  1,09  5,98,E‐04 

J3  18,87  1,00  6,17,E‐04