Histologi Hati dan Usus
Keterangan : tanda anak panah h=hepatosit bervakuola dan inti Gambar 40. Histologi hati ikan nila perlakuan B 15 TDL dalam pakan dan
perlakuan C 20 TDL dalam pakan
Keterangan : tanda anak panah h=hepatosit bervakuola dan inti Gambar 41. Histologi hati ikan nila perlakuan D 25 TDL dalam pakan dan
perlakuan E 30 TDL dalam pakan
USUS IKAN NILA
Keterangan : tanda panah mukosa tunika M; Tunika submukosa; SM tunika muscularis MU tunika serosa tanda panah
Gambar 42. Histologi usus ikan nila perlakuan K 0 TDL dalam pakan dan
perlakuan A 10 TDL dalam pakan-penekanan pada struktur
VC VC
Gambar 43 Histologi usus ikan nila perlakuan K 0 TDL dalam pakan dan perlakuan A 10 TDL dalam pakan-penekanan pada deteksi sel
goblet GC dan sel vili VC.
Keterangan : tanda panah mukosa tunika M; Tunika submukosa; SM tunika muscularis MU tunika serosa tanda panah
Gambar 44. Histologi usus ikan nila perlakuan B 15 TDL dalam pakan dan
perlakuan C 20 TDL dalam pakan-penekanan pada struktur.
VC VC
Gambar 45. Histologi usus ikan nila perlakuan B 15 TDL dalam pakan dan perlakuan C 20 TDL dalam pakan-penekanan pada deteksi sel
goblet GC dan sel vili VC.
Keterangan : tanda panah mukosa tunika M; Tunika submukosa; SM tunika muscularis MU tunika serosa tanda panah
Gambar 46. Histologi usus ikan nila perlakuan D 25 TDL dalam pakan dan
perlakuan E 30 TDL dalam pakan-penekanan pada struktur
VC VC
Gambar 47. Histologi usus ikan nila perlakuan D 25 TDL dalam pakan dan perlakuan E 30 TDL dalam pakan-penekanan pada deteksi sel
goblet GC dan sel vili VC.
Pembahasan
Berdasarkan nilai parameter pertumbuhan laju pertumbuhan harian, parameter pemanfaatan pakan retensi protein, retensi lemak, nilai hepatosomatik
indeks, kadar glikogen hati serta aktifitas enzim pencernaan selulase, amilase dan protease terlihat adanya pengaruh yang berbeda antara eksperimen 1 yang
menggunakan TDL terhidrolisis dan eksperimen 2 yang menggunakan TDL tanpa hidrolisis.
Data kandungan asam amino essensial yang terkandung pada TDL terhidrolisis menunjukkan peningkatan ketersediaannya dibandingkan pada TDL tanpa hidrolisis
Tabel 11. Berdasarkan data pada Tabel 11 dapat dihitung komposisi asam amino essensial pakan percobaan dengan TDL terhidrolisis dan TDL tanpa hidrolisis yang
disajikan pada Tabel 12 dan 13.
Tabel 12. Komposisi asam amino essensial pakan percobaan ikan nila dengan taraf kandungan TDL terhidrolisis yang berbeda serta kebutuhan asam amino
essensil ikan nila protein.
Komposisi asam amino pakan perlakuan
2
Asam amino
essensial Kebutuhan
asam amino essensial
ikan Nila
1
O A
10 B
15 C
20 D
25 E
30
Arginin 1,18
0,605 0,642 0,623 0,614 0,579 0,550 Fenilalanin
1,05 0,858 0,910 0,883 0,874 0,824 0,780
Histidin 0,48
0,401 0,450 0,447 0,453 0,439 0,429 Isoleusin
0,87 0,596 0,645 0,629 0,623 0,592 0,567
Leusin 0,95
1,053 1,084 1,049 1,029 0,965 0,915 Lisin
1,43 0,610 0,719 0,727 0,745 0,737 0,733
Metionin 0,75
0,334 0,396 0,392 0,391 0,382 0,375 Treonin
1,00 0,432 0,485 0,475 0,471 0,452 0,437
Triptofan 1,05
0,250 0,250 0,238 0,233 0,214 0,197 Valin
0,78 0,853 0,882 0,847 0,831 0,771 0,718
1
Menurut Jackson et al. 1982
2
Dihitung berdasarkan komposisi asam amino essensial tepung ikan, tepung bungkil kedelai, tepung daun lamtoro terhidrolisis, ddgs, tepung polard.
Tabel 13. Komposisi asam amino essensial pakan percobaan ikan nila dengan taraf kandungan TDL tanpa hidrolisis yang berbeda serta kebutuhan asam amino
essensil ikan nila protein.
Komposisi asam amino pakan perlakuan
2
Asam amino
essensial Kebutuhan
asam amino essensial
ikan Nila
1
F 10
TDL G
15 TDL
H 20
TDL I
25 TDL
J 30
TDL
Arginin 1,18
0,638 0,616 0,605 0,568 0,536 Fenilalanin
1,05 0,890 0,854 0,834 0,774 0,720
Histidin 0,48
0,447 0,443 0,447 0,432 0,420 Isoleusin
0,87 0,633
0,612 0,600
0,563 0,533
Leusin 0,95
1,070 1,028
1,000 0,929
0,872 Lisin
1,43 0,610
0,699 0,697
0,705 0,687
Metionin 0,75
0,396 0,392
0,391 0,382
0,375 Treonin
1,00 0,478
0,466 0,458
0,436 0,418
Triptofan 1,05
0,247 0,237
0,233 0,215
0,199 Valin
0,78 0,873
0,834 0,814
0,750 0,692
1
Menurut Jackson et al. 1982
2
Dihitung berdasarkan komposisi asam amino essensial tepung ikan, tepung bungkil kedelai, tepung daun lamtoro terhidrolisis, ddgs, tepung polard
Dari Tabel 12 dan 13 dapat terlihat bahwa, asam amino esensial pakan perlakuan masih dibawah kebutuhan asam amino essensial untuk pertumbuhan ikan nila
Jackson et al. 1982. Terlihat pula bahwa ketersediaan asam amino pada pakan percobaan dengan TDL terhidrolisis sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan
ketersediaan asam amino dengan TDL tanpa hidrolisis. Perlakuan kontrol tanpa TDL mempunyai ketersediaan asam amino yang sedikit lebih tinggi dibandingkan pakan
yang mengandung TDL terhidrolisis ataupun yang tidak terhidrolisis. Pola asam amino keenam pakan perlakuan memperlihatkan kesamaan pola.
Tetapi apabila dibandingkan dengan pola asam amino essensial ikan nila untuk pertumbuhan optimal terlihat adanya perbedaan. Perbedaan ini terdapat pada jenis
asam amino arginin, metionin, threonin, lisin dan tripthofan. Dimana pola kelima asam amino pada kebutuhan ikan nila mengalami peningkatan sedangkan pada pola pakan
perlakuan mengalami penurunan Jackson et al. 1982 . Hal yang sama dapat dilihat
pula pada TDL tanpa hidrolisis, sehingga fakta ini bukanlah penyebab terjadinya perbedaan nilai parameter yang diukur antar perlakuan.
Gambar 45. Pola asam amino pakan dengan kandungan persentase TDL terhidolisis yang berbeda dibandingkan dengan kebutuhan asam
amino ikan nila.
Gambar 46. Pola asam amino pakan dengan kandungan persentase TDL tanpa hidrolisis yang berbeda dibandingkan dengan kebutuhan asam
amino ikan nila.
Pengukuran parameter aktifitas enzim protease pada saluran pencernaan ikan nila dengan TDL terhidrolisis dan tanpa hidrolisis merupakan indikator dari
kemampuan mencerna dan memanfaatkan protein dalam pakan. Pada penelitian
dengan TDL terhidrolisis, aktifitas enzim protease pada pemakaian 10 dan 15, TDL meningkat dan selanjutnya aktifitas enzim mulai menurun pada penggunaan
20, 25 dan 30 TDL terhidrolisis dalam pakan. Enzim protease berperan dalam pencernaan protein pakan, sehingga penurunan aktifitas enzim protease pada taraf 20, 25
dan 30 TDL terhidrolisis dalam pakan mengindikasikan penurunan kemampuan mencerna protein pakan. Dikemukakan oleh De Silva dan Anderson 1995 bahwa
penurunan aktifitas protease berhubungan dengan penurunan kandungan tepung ikan sebagai sumber protein pakan, tetapi dalam penelitian ini digunakan proporsi
tepung ikan yang sama yaitu sebesar 15 . Storebakken et al. 1998
melaporkan efek negatif dari glukosa pada kecernaan protein, dimana dijelaskan oleh Ferraris dan Ahearn 1984; Vinardell 1990 bahwa glukosamonosakarida
dapat menghambat transport asam amino di dalam saluran pencernaan. Dikaitkan dengan nilai yang didapat dari hasil in vitro pada tahapan sebelumnya terjadi
peningkatan glukosa terlarut TDL terhidrolisis seiring dengan peningkatan volume cairan rumen yang digunakan untuk menghidrolisis TDL. Analisa aktifitas enzim
pada domba yang mendapat pakan hijauan menunjukkan bahwa aktifitas enzim selulase sebesar 1,66 ± 0,19 IUmlmenit dan amilase sebesar 1,32 ± 0,02
IUmlmenit. TDL dengan kandungan komponen neutral detergent fiber NDF 39,5 dan acid detergent fiber ADF 35,10 Garcia et al. 1996 serta total
karbohidrat 18,6 Kale, 1987 merupakan media yang sangat sesuai untuk kerja enzim selulase dan amilase. Peningkatan penggunaan TDL terhidrolisis dalam
pakan akan meningkatkan pula kandungan monosakarida yaitu glukosa akibat kerja enzim selulase dan amilase yang terkandung dalam rumen. Peningkatan
penggunaan TDL pada taraf 15, 20, 25 dan 30 TDL terhidrolisis akan meningkatkan pula keberadaan glukosa dalam pakan, sehingga menghambat
transport asam amino ke dalam saluran pencernaan. Terganggunya penyerapan protein dalam saluran pencernaan dapat dilihat data retensi protein pada perlakuan
20 TDL terhidrolisis dalam pakan yang mulai menurun. Hal ini terjadi sebagai
respon tubuh ikan nila yang tidak mampu memanfaatkan monosakarida yang masuk lewat pakan dalam waktu yang singkat.
Peningkatan persentase penggunaan TDL terhidrolisis dan TDl tanpa hidrolisis dalam pakan meningkatkan pula kandungan serat pakan perlakuan. Hasil
uji in vitro pada tahap sebelumnya mendapatkan penurunan serat kasar sebanyak 53,64 , TDL terhidrolisis dibandingkan TDL tanpa hidrolisis sebagai perlakuan
kontrol. Serat kasar merupakan komponen karbohidrat yang kaya akan lignin dan selulosa yang bersifat sukar dicerna. Selulosa merupakan kerangka sel tanaman
yang terdiri dari rantai β-D-Glukosa dengan derajat polimerasi sebesar lebih
kurang 14.000 Stryer 1999. Serat makanan akan tinggal dalam saluran pencernaan dalam waktu relatif singkat sehingga absorpsi zat makanan berkurang.
Selain itu makanan yang mengandung serat yang relatif tinggi akan memberikan rasa kenyang karena komposisi karbohidrat komplex yang menghentikan nafsu
makan sehingga mengakibatkan turunnya konsumsi makanan. Dilaporkan
makanan dengan kandungan serat kasar yang tinggi juga dilaporkan dapat mengurangi bobot badan ikan Hemre et al. 2002. Pernyataan tersebut tidak
bersesuaian dengan penggunaan TDL tanpa hidrolisis, dimana peningkatan serat kasar pakan dengan meningkatnya taraf TDL, semakin meningkatkan nilai-nilai
parameter pertumbuhan dan pemanfaatan pakan. Hal ini berkaitan erat dengan kemampuan ikan nila untuk memanfaatkan karbohidrat kompleks seperti starch,
dextrin yang lebih baik dibandingkan dengan karbohidrat sederhana seperti glukosa dan maltose.
Pemanfaatan karbohidrat erat hubungannya dengan enzim karbohidrase atau amilase yang diproduksi di pankreas, lambung dan di dalam usus. Hidrolisis
karbohidrat oleh enzim amilase akan menghasilkan karbohidrat sederhana yaitu monodisakarida. Aktifitas enzim amilase menunjukkan kecenderungan terjadinya
peningkatan dengan meningkatnya penggunaan TDL terhidrolisis atau TDL tanpa hidrolisis dalam pakan. Nilai aktifitas enzim amilase pada saluran pencernaan
perlakuan TDL terhidrolisis berada pada kisaran nilai 0,0758 –0,2148
unitmlmenit. Sedangkan nilai aktifitas enzim amilase TDL tanpa hidrolisis berkisar 0,06202 – 0,292466 unitmlmenit. Tingginya aktifitas enzim pada
perlakuan 10, 15 dan 25 TDL terhidrolisis dalam pakan mengambarkan kualitas karbohidrat yang lebih baik dibandingkan taraf yang sama pada perlakuan TDL
tanpa hidrolisis. Peningkatan aktifitas enzim saluran pencernaan ikan nila dengan meningkatnya penggunaan TDL dalam pakan merupakan bukti kemampuan ikan
nila untuk memanfaatkan TDL yang kaya sumber karbohidrat sebagai sumber energi. Hasil ini sesuai dengan yang dilaporkan oleh De Silva dan Anderson,
1995 bahwa pada Oreochromis mossambicus, aktifitas amilase akan meningkat dengan peningkatan kandungan starch dalam pakan.
Pengaruh keberadaan serat TDL dalam pakan dapat dilihat dari aktifitas enzim selulase dalam saluran pencernaan. Pada penelitian ini ikan nila yang
mendapatkan perlakuan pakan berbasis nabati, aktifitas enzim selulase dapat terdeteksi walaupun nilai aktifitasnya adalah yang terendah dibandingkan dengan
jenis enzim yang lain. Aktifitas enzim selulase berhubungan jenis pakan dengan kandungan serat pakan baik jenis maupun jumlahnya yang substrat yang tersedia
untuk dicerna Wong DWS, 1995. Pada penelitian ini nilai aktifitas enzim selulase senakin meningkat dengan meningkatnya penggunaan TDL terhidrolisis
dan TDL tanpa hidroilsis di dalam pakan. Beberapa penelitian telah melaporkan bahwa ikan tidak memiliki enzim selulase dan kemungkinan adanya populasi
mikroba selulotik di saluran pencernaan ikan juga masih menjadi kontrofersi di kalangan peneliti Stickney dan Shumway 1974; Prejs dan Blaszczyk 2006; Linsday
dan Harris 1980; Lessel et al. 1986; Luczkovich dan Stellway 1993; Saha dan Ray 1998. Kontrofersi tersebut terbantahkan dengan data yang didapat pada penelitian ini,
serta didukung pula oleh penelitian terbaru Prejs dan Mieczyslaw 2006; Donovan et al. 2009; Li et al. 2004; Nibedita dan Koushik 2008 yang juga mendapatkan
aktifitas enzim selulase pada saluran pencernaan ikan. Perlakuan kontrol tanpa penggunaan TDL memberikan nilai aktifitas enzim terendah 0,0176
unitmlmenit dibandingkan seluruh perlakuan dengan TDL terhidrolisis maupun
TDL tanpa hidrolisis.
Perlakuan hidrolisis TDL dengan cairan rumen domba dapat menurunkan kadar serat kasar sampai 53,84 , sehingga tingginya serat yang terkandung
pada TDL tanpa hidrolisis diindikasikan sebagai penyebab rendahnya retensi lemak tubuh.
Serat kasar merupakan komponen karbohidrat yang kaya akan lignin dan selulosa yang bersifat sukar dicerna. Serat dapat menghambat proses penyerapan lemak
serta membantu mengurangi asupan kalori. Pada manusia fungsi utama selulosa adalah untuk menyediakan bahan bulky tidak dapat dicerna yang dapat meningkatkan
efisiensi kerja saluran yang fungsinya dapat disamakan dengan fungsi serat dalam pakan ternak. Semakin banyak konsumsi serat, makin tinggi pula porsi lemak
makanan yang terbuang lewat feses. Hal ini mengakibatkan kandungan lemak tersebut dibuang dan tidak diserap tubuh. Rendahnya retensi lemak dalam tubuh
juga mengindikasi bahwa tingginya kandungan serat dalam pakan mempengaruhi penyimpanan lemak dalam tubuh melalui proses lipogenesis. Djojosoebagio dan
Pilliang, 1996. Kadar serat dari TDL dengan hidrolisis enzim rumen yang lebih rendah dari TDL tanpa hidrolisis juga diindikasi menjadi sebab nilai aktifitas
enzim selulase pada perlakuan TDL terhidrolisis lebih rendah dari nilai aktifitas enzim selulase pada perlakuan TDL tanpa hidrolisis. Hal ini berkaitan dengan
ketersediaan substrat untuk dicerna oleh enzim selulase pada perlakuan yang menggunakan tepung daun TDL akan merangsang respon dari saluran pencernaan
ikan nila untuk semakin banyak mensekresikan enzim selulase. TDL yang digunakan dalam penelitian ini adalah TDL yang sudah mengalami
reduksi mimosin. Antinutrisi lainnya yang terkandung dalam TDL adalah asam fitat. Penurunan kandungan asam fitat TDL dengan inkubasi cairan rumen domba
100mlkg sebesar 68,088 , diharapkan dapat meningkatkan kualitas nutrisi dari TDL sebagai bahan pakan untuk hewan-hewan monogastrik termasuk ikan yang
tidak mampu menghidrolisis asam fitat karena keterbatasan enzim fitase di dalam saluran pencernaan. Dilaporkan bahwa fitat mengurangi ketersediaan dari
mineral, menurunkan kecernaan protein yang diakibatkan oleh ikatan kompleks antara asam fitat dan protein serta menggangu proses penyerapan nutrient di dalam
pyhloric caeca Francis et al. 2001. Tingginya kandungan fitat dalam TDL tanpa hidrolisis diduga menjadi penyebab rendahnya aktifitas enzim protease
dibandingkan eksperimen dengan TDL terhidrolisis. Keadaan ini dapat dijelaskan dengan adanya kemampuan fitat mengikat protein dan mineral di dalam digesta,
yang sangat potensial untuk menghambat aktivitas enzim-enzim pencernaan. Conrad et al. 1996, menyatakan bahwa fitat menghambat aktivitas enzim tripsin.
Metabolisme ini melibatkan chelat mineral dan menghilangkan kofaktor yang dibutuhkan enzim untuk dapat bekerja secara optimum.
Penurunan kadar fitat TDL terhidrolisis diharapkan akan meningkatkan penggunaan mineral khususnya fosfor yang ada dalam TDL. Suplementasi fitase
dengan inkubasi TDL dengan ekstrak enzim rumen domba diharapkan pula dapat mengurangi pengaruh negatif anti nutrisi dari asam fitat dan mengurangi biaya
pakan sebagai dampak tidak dilakukannya suplementasi mineral fosfat anorganik. Dilaporkan keberadaan asam pitat 5-6 gram dalam pakan menggurangi
pertumbuhan dari rainbow trout Spinelli et al. 1983 dan ikan mas Hossain dan Jauncey, 1993. Hasil penelitian ini didukung dengan beberapa laporan
sebelumnya tentang pengaruh penambahan fitase dalam pakan untuk meningkatkan ketersediaan dan kecernaan P. Teller et al. 1998 pada ikan
seabass Dicentrarchus labrax ukuran juvenil pemberian enzim fitase dalam pakan meningkatkan kecernaan P dari 63 menjadi 79,8; Masumoto et al.
2001 pada ikan Japanese flounder ukuran 35 g dosis fitase 50 mg100g tepung bungkil kedelai mampu meningkatkan ketersediaan P pada pakan; Yan dan Reigh
2002, pada ikan channel catfish ukuran 12 g, pemberian fitase 1000 unitkg pakan mampu meningkatkan konsentrasi Ca, P dan Mg dalam tulang.
Menurunnya kandungan asam fitat pada TDL dengan penambahan enzim rumen yang mengandung enzim fitase diharapkan dapat menurunkan limbah P
yang dilepas ke perairan. Menurut Baruah et al. 2004, fosfor dalam pakan berada dalam berbagai bentuk, yaitu fosfor dalam kompleks protein dan lipid. Asam fitat
mengikat fosfor yang tidak dapat dicerna oleh ikan akan dieksresikan oleh ikan ke
lingkungan dan selanjutnya akan mengalami degradasi oleh mikroba penghasil fitase dan akan melepaskan fosfor. Fosfor dalam jumlah besar akan masuk ke
perairan yang dapat memicu timbulnya alga di perairan. Nilai retensi protein tertinggi perlakuan TDL terhidrolisis yaitu 40,70
dicapai pada perlakuan 15 TDL terhidrolisis, dimana nilai berbeda nyata dengan semua perlakuan lain. Pada perlakuan yang sama dengan campuran TDL tanpa
hidrolisis didapat nilai retensi protein yang lebih rendah 22,70. Hal diperkirakan dipengaruhi oleh peningkatan ketersediaan asam amino essensial dan
peningkatan kualitas nutrisi TDL terhidrolisis pada uji in vitro dengan penurunan kadar serat kasar dan asam fitat. Pada taraf 10 nilai retensi protein adalah
sebesar 24,98 selanjutnya pada taraf 15 nilai retensi protein akan meningkat tetapi pada taraf 20, 25 dan 30 TDL terhidrolisis dalam pakan nilai retensi
protein mulai menurun 17,37; 16,79; 20,92 . Sedangkan pada perlakuan TDL tanpa hidrolisis peningkatan taraf TDL yang sama cenderung meningkatkan nilai
retensi protein 17,38 20,57. 24,68 . Penurunan nilai retensi protein ini merupakan respon tubuh terhadap terganggunya penyerapan asam amino di dalam
saluran pencernaan karena adanya glukosa dalam jumlah yang berlebihan. Parameter retensi nutrisi lainnya yang menjadi perhatian adalah
kemampuan tubuh ikan nila untuk meretensi lemak. Meningkatnya kandungan karbohidrat sederhana pada TDL terhidrolisis juga berpengaruh pada nilai retensi
lemak. Nilai retensi lemak mengambarkan pula bentuk cadangan energi dalam bentuk lemak. Pada taraf penggunaan 10, 15, 20 dan 25 TDL terhidrolisis
menghasilkan nilai retensi lemak yang jauh lebih tinggil dari taraf yang sama dengan TDL tanpa hidrolisis. Hal ini menggambarkan cadangan energi yang
dimiliki ikan nila dengan pakan mengandung TDL terhidrolisis lebih besar daripada ikan nila dengan kandungan TDL tanpa hidrolisis. Hal ini dapat
dijelaskan bahwa kelebihan glukosa yang ada di sel melalui jalur lipogenesis dapat dimanfaatan untuk disimpan sebagai cadangan energi dalam bentuk lemak
.sehingga retensi lemak meningkat.
Nilai retensi protein dan retensi lemak yang didapat pada penelitian dengan TDL terhidrolisis lebih baik dari nilai retensi protein yang dilaporkan oleh Abdel Hakim et
al. 2008 pada ikan nila dengan bobot tubuh 30 ± 0.46 g. Dengan pengantian 30 bungkil kedelai dalam pakan dengan isi rumen yang dikeringkan; sunflower meal;
dan sesame seed cake didapatkan nilai retensi protein sebesar 19.02; 19.63; 20.45. dan nilai retensi lemak 9.02; 10.15; dan 11.51. Sedangkan Gonzales
2007 menggunakan tumbuhan sebagai dasar penyusun pakan larva ikan nila hanya mendapatkan nilai retensi protein 31,9. Ali et al. 2003 pada pakan
ikan nila menggunakan alfafa leaf meal pada taraf 5, 10, 15 dan 20 didapatkan nilai retensi protein berturut-turut 35.30; 31.80; 29.81 dan 27.74. Perbedaan
nilai komposisi asam amino esensial serta jumlah karbohidrat sederhana yang berlebih diindikasi menjadi penyebab perbedaan nilai retensi protein ini.
Terhambatnya absorbsi asam amino dalam saluran pencernaan oleh glukosa yang berlebih pada saluran pencernaan ikan dengan pakan mengandung 30 TDL
terhidrolisis selain mempengaruhi nilai retensi protein juga akan berpengaruh pada nilai retensi lemak. Dimana pada perlakuan 30 TDL terhidrolisis di dalam
pakan, didapatkan nilai retensi protein sebesar 20,92 dan nilai retensi lemak sebesar 14,40, sedangkan perlakuan dengan TDL tanpa hidrolisis dengan taraf
yang sama didapat nilai retensi protein sebesar 24,68 dan retensi lemak 20,46. Ketersediaan energi yang terbatas dalam bentuk protein pada perlakuan ini,
mengakibatkan ikan berusaha memanfaatkan sumber energi yang lain yaitu lemak sehingga retensi lemaknya menjadi turun drastis dibandingkan perlakuan lain
dengan TDL terhidrolisis. Ketersediaan glukosa dalam sel yang merupakan produk hidrolisis
karbohidrat digunakan untuk memenuhi kebutuhan fisiologis tubuh dan kebutuhan energi. Setelah kebutuhan terpenuhi, glukosa yang tersisa akan merangsang
terjadinya proses glikogenesis dan lipogenesis Stryer, 2000. Glikogenesis adalah perubahan bentuk glukosa menjadi glikogen seperti yang terjadi di dalam
hati dan otot. Peningkatan aktifitas glikogenesis inilah yang menyebabkan
meningkatnya kadar glikogen hati pada ikan uji yang diberi pakan mengandung TDL terhidrolisis dibandingkan dengan TDL tanpa hidrolisis. Nilai kadar
glikogen hati pada perlakuan TDL terhidrolisis berada pada kisaran 1,03 – 1,27µgg, sedangkan pada TDL tanpa hidrolisis berkisar 0,000267 - 0,001167
µgg. TDL terhidrolisis dengan cairan rumen domba akan meningkatkan kadar glukosa terlarut. Sehingga meningkatnya pemakaian TDL dalam pakan juga akan
meningkatkan kandungan glukosa dalam pakan yang dikonsumsi. Pada Gibel carp yang bersifat omnivora, Tan et al. 2006 melaporkan perlakuan pakan
selulosa menghasilkan kadar glikogen di hati dengan lebih tinggi dari ikan dengan perlakuan pakan glukosa dan dextrin serta sukrosa dan soluble starch serta tidak
ada pengaruh perlakuan pada nilai hepatosomatik indeks. Pada penelitian ini tingginya kandungan glukosa terlarut pada TDL terhidrolisis perlakuan diduga
menjadi penyebab didapatkan simpanan glikogen yang lebih tinggi pada perlakuan dengan TDL terhidrolisis dibandingkan TDL tanpa hidrolisis.
Nilai HIS eksperimen 1 dengan menggunakan TDL terhidrolisis dalam pakan semakin meningkat dengan meningkatnya penggunaan TDL terhidrolisis.
Fakta ini diduga sebagai respon meningkatnya simpanan glikogen dengan meningkatnya kesediaan glukosakarbohidrat sederhana di dalam pakan. Data HIS
ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Hutchins et al. 1998 menyatakan bahwa ikan sunshine bass dengan pakan mengandung karbohidrat
sederhana yang semakin meningkat dalam pakan mempunyai nilai HIS yang lebih besar dibandingkan ikan dengan pakan tanpa karbohidrat sederhana. Pada ikan
flounder Lee et al. 2003 melaporkan nilai HIS lebih besar pada perlakuan pakan mengandung 15 glukosa dan 15 maltose dibandingkan dengan perlakuan
yang mengandung dextrin. Fakta yang berbeda didapat pada eksperimen menggunakan TDL tanpa
terhidrolis. Nilai HIS semakin menurun dengan meningkatnya taraf TDL dalam pakan. dengan nilai terkecil HIS 0,95. Menurunnya nilai HIS ini disebakan
karena lebih rendahnya simpanan glikogen yang didapat dari jalur glikogenesis.
Selain itu faktor keberadaan bahan antinutrisi asam fitat juga diduga menjadi penyebab semakin kecilnya nilai HIS dengan meningkatnya kandungan TDL
dalam pakan. Seperti yang dilaporkan oleh Olude et al. 2008 menggunakan copra meal dan moringga leaf meal, dimana semakin banyak persentasenya dalam
pakan maka nilai HIS akan semakin menurun. Untuk mengetahui pengaruh pakan dengan TDL terhidrolisis pada struktur
hati dan usus dilakukan preparasi histologi pada kedua organ ini. Menurut Brauge et al. 1994 pada ikan rainbow trout, sintesis lemak yang berasal dari karbohidrat
berlangsung di dalam hati. Perubahan lemak dalam hati ikan nila dapat dilihat pada sel hati yang bervakuola. Vakuola pada hepatosit terbentuk karena pada saat
proses preparasi histologi lemak dalam hati akan dilarutkan oleh alkohol. Hepatosit yang bervakuola mengindikasikan adanya penyimpanan lemak dalam
hati ikan nila. Pada perlakuan tanpa menggunakan TDL, memperlihatkan ukuran dari hepatosit yang lebih besar dibandingkan dengan perlakuan dengan
menggunakan TDL. Hal ini mengidikasikan tingginya proses lipogenesis yang terjadi di dalam hati. Sedangkan jumlah hepatosit pada perlakuan TDL, 10, dan
15 TDL terhidrolisis dalam pakan lebih banyak dibandingkan dengan perlakuan 20, 25 dan 30 TDL dalam pakan. Pada penggunaan 20 dan 25 TDL
terhidrolisis dalam pakan bentuk vakuola terlihat tidak beraturan sedangkan pada 30 TDL, ukuran vakuola terlihat lebih kecil dibandingkan perlakuan yang lain.
Rendahnya jumlah hepatosit di dalam sel hati dapat pula mengindikasikan rendahnya aktifitas sintetis dari hati untuk mengsekresikan protein Gonzalez et
al..1993; Brusle dan Anadon 1996. Besarnya sintesis protein akan meningkatkan pula protein yang dapat digunakan untuk pertumbuhan dan protein yang diretensi
oleh tubuh. Hal ini bersesuaian dengan hasil penelitian ini dimana pada perlakuan 10 TDL terhidrolisis dengan nilai retensi protein yang lebih tingggi terlihat
jumlah hepatosit yang lebih banyak dibanding perlakuan lainnya. Pada organ usus keberadaan sel vili berhubungan dengan proses
penyerapan nutrisi. Mikrovili merupakan perluasan sitoplasma sel-sel epitel ke
dalam lumen. Mikrovili ini berperan untuk memperluas permukaan penyerapan makanan. Sel-sel yang melapisi epitel ini dikenal juga sebagai sel silindris Sel
absorptif. Sel-sel ini menghasilkan lapisan glikoprotein dan mengandung enzim- enzim seperti disakarida dan dipeptidase yang memecah gula dan peptida. Sel ini
juga menghasilkan enterokinase dan fosfatase alkali. Pada seluruh perlakuan dengan menggunakan TDL terhidrolisis dapat ditemukan fili yang secara
struktural tidak beda dengan perlakuan kontrol tanpa menggunakan TDL. Iji et al. 2001 menyatakan bahwa penurunan luas permukaan villi akan membatasi
penyerapan sari-sari makanan. Secara histologi tidak terdapat penurunan luas villi dengan peningkatan penggunaan TDL terhidrolisis di dalam pakan. Dilaporkan
oleh Osuigwe 2006, jack bean meal yang mengandung antinutrisi protein inhibitor, saponin dan lektin, semakin tinggi persentasenya dalam pakan akan
mengakibatkan perubahan struktur usus. Keberadaan sel goblet menjadi perhatian dalam saluan pencernaan
dikarenakan kemampuan sel goblet untuk mengeluarkan mucus yang befungsi untuk pertahanan terhadap infeksi atau partikel yang berbahaya. Sel ini
menghasilkan glikoprotein asam yang membentuk lapisan pelindung pada permukaan lumen usus halus. Seperti sel-sel silindris, sel-sel goblet juga
ditemukan sepanjang usus halus mulai dari duodenum sampai ileum. Pada seluruh perlakuan dengan TDL terhidrolisis sel goblet dapat dilihat dengan jelas pada
sediaan preparat histologist, dimana sel-sel ini terletak di antara sel-sel silindris. Dasar sel ramping bewarna gelap dan berisi inti. Puncaknya menggembung
berbentuk khusus karena berisi kumpulan butir-butir sekret mukus. Sel ini juga dibentuk dari sel induk yang disebut oligomukosa yang terdapat di dasar kriptus
liberkuhn. Sel ini akan bermigrasi menuju lumen seiring dengan tingkat pematangan sel. Pada penelitian ini jelas terlihat sel goblet pada semua perlakuan
dengan menggunakan TDL terhidrolisis. Ketersediaan karbohidrat sederhana dalam bentuk glukosamonosakarida
dan disakarida juga mempengaruhi jumlah pakan yang dikonsumsi. Profil glukosa
darah dapat memberikan gambaran tentang ketersediaan karbohidrat sederhana yang didapat dari pakan yang dikonsumsi. Kadar glukosa dalam darah merupakan
hasil perimbangan sesaat antara laju penyerapan glukosa dari saluran pencernaan ke aliran darah dan laju pemasukan glukosa darah ke dalam sel dalam proses
metabolisme karbohidrat. Semakin meningkat taraf TDL terhidrolisis dalam pakan ketersediaan monodisakarida juga meningkat sehingga pemasukan glukosa
ke dalam sel juga meningkat. Kadar glukosa darah yang terus meningkat mengindikasikan adanya aliran glukosa ke dalam darah yang lebih besar
dibandingkan pemasukan glukosa darah ke dalam sel. Sebaliknya kadar glukosa darah akan menurun apabila aliran glukosa ke dalam darah lebih rendah
dibandingkan pemasukan glukosa ke dalam sel. Pada penelitian ini titik puncak kadar glukosa darah pada seluruh perlakuan dengan penggunaan TDL terhidrolisis
berada pada jam yang sama yaitu pada jam ke 8 dimana aliran glukosa ke dalam darah dan pemasukan glukosa darah ke dalam sel mengalami keseimbangan
Gambar 30 . Perbedaan terdapat pada tingginya puncak yang dicapai. Pada perlakuan
tanpa penggunaan TDL dalam pakan kadar glukosa darah memperlihatkan puncak kadar glukosa darah yaitu 75,8 mg100ml yang nyata berbeda dengan perlakuan
yang mengunakan TDL terhidrolisis yang menunjukkan nilai kadar glukosa darah yang lebih tinggi yaitu adalah 72,2; 95,2; 128,8; 163,6; 104,2 mg100ml.
Tingginya kadar glukosa darah pada perlakuan yang menggunakan TDL terhidrolisis menciptakan kondisi hiperglikemia yaitu tingginya kadar gula dalam
darah dalam waktu yang lebih lama. Hal ini berkaitan dengan mekanisme lapar dan kenyang pada ikan. Dimana kadar glukosa darah yang turun lambat akan
membuat lambatnya sinyal lapar dikirimkan ke otak, sehingga konsumsi pakan juga akan berkurang. Hal ini terlihat pada kenyataan pada penelitian ini dimana
semakin meningkatnya jumlah TDL terhidrolisis yang digunakan maka jumlah konsumsi pakan semakin menurun sehingga berimbas pada asupan nutrient dan
selanjutnya mengurangi ketersediaan bahan yang diperlukan untuk pertumbuhan sehingga LPH juga menurun.
Adanya peningkatan retensi protein dan lemak selanjutnya akan sangat berpengaruh pada nilai laju pertumbuhan harian LPH. Pada penelitian ini
didapatkan nilai LPH perlakuan dengan pemakaian TDL terhidrolisis 10 2,68 dan 15 2,38 memberikan hasil yang tertinggi di antara semua
perlakuan dengan TDL terhidrolisis pada eksperimen 1. Pada taraf penggunaan TDL dalam pakan yang sama pada eksperimen 2, nilai LPH yang dihasilkan lebih
rendah yaitu 1,32 10 TDL dan 1,50 15 TDL. Nilai LPH, retensi protein dan lemak TDL terhidrolisis yang lebih baik ini membuktikan telah terjadi
peningkatan kualitas dari TDL. Nilai LPH yang lebih tinggi pada pennggunaan 10 dan 15 TDL terhidrolisis dalam pakan dengan jumlah pakan yang sama akan menghasilkan
efisiensi pakan yang lebih tinggi pula. Bukti lain peningkatan kualitas nutrisi TDL terhidrolisis adalah pada
eksperimen satu dengan menggunakan TDL terhidrolisis jumlah pakan yang dikonsumsi lebih sedikit yaitu berada pada kisaran 169,64 – 191,83 gram tetapi
dapat menghasilkan efisiensi pakan yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan TDL tanpa hidrolisis dengan jumlah konsumsi pakannya lebih besar.
Dalam udaha budidaya pakan menjadi komponen biaya yang sangat menentukan Apabila konsumsi pakan dapat ditekan tetapi pertumbuhan dan efisiensi pakan
pakan dapat lebih baik, maka biaya produksi akan berkurang sehingga diharapkan keuntungan pembudidaya akan semakin meningkat. Respon ikan nila yang lebih
baik untuk memanfaatkan TDL terhidrolis pada taraf 10 dan 15 dalam pakan dibandingkan dengan TDL tanpa hidrólisis pada taraf yang sama sebagai sumber
karbohidrat pakan untuk sumber energi, dibuktikan pula dengan perbedaan nilai efisiensi pakan. Nilai efisiensi pakan perlakuan TDL terhidrolisis 10 dan 15
mencapai 70,52 dan 60,10 , nilai ini lebih tinggi P0,05 dibandingkan perlakuan kontrol 54,17. Sedangkan TDL tanpa hidrolisis pada taraf yang
sama hanya mencapai nilai efisiensi pakan 30,57 dan 35,74 .
Metode yang berbeda untuk meningkatkan kualitas TDL telah pula dilaporkan beberapa peneliti. Wee dan Wang 1987 menggunakan TDL yang
direndam dalam air selama 48 jam pada taraf 25, 50, 100 dalam pakan Oreochromis niloticus, dengan kadar protein yang lebih tinggi dari penelitian ini
yaitu 30 mendapatkan nilai LPH 6,6; 3,6 dan 1,8, sedangkan pada perlakuan kontrol tanpa penggunaan TDL dengan kadar protein pakan 21 didapatkan nilai
LPH sebesar 3,03. Terlihat adanya penurunan pertumbuhan dan nilai efisiensi pakan dengan meningkatnya penggunaan TDL dalam pakan. Osman et al. 1996
melaporkan bahwa TDL yang dikeringkan dengan sinar matahari memberikan pertumbuhan yang lebih baik pada nila dibandingkan TDL yang ditambahkan sodium
hidroksida. Sedangkan penelitian pada ikan dengan ukuran yang yang lebih besar dilakukan oleh Santiago et al. 1982 pada induk jantan dan betina Oreochromis
niloticus yang dipelihara pada bak semen dengan pergantian air setiap minggu. Dimana respon persentase pertambahan berat badan ikan betina rata-rata akan
semakin menurun dengan peningkatan penggunaan TDL dalam pakan sedangkan pada ikan jantan pada pada pemakaian TDL taraf 80 respon persentase
pertambahan berat badan rata-rata nyata menurun dengan drastis. Nilai LPH pada penggunaan TDL terhidrolisis taraf 10 dan 15 dalam
pakan yang tidak berbeda P0,05 dengan perlakuan kontrol tanpa penggunaan TDL dalam pakan. Hal ini diindikasi sebagai respon ikan nila untuk
memanfaatkan karbohidrat pakan sebagai sumber energi atau disebut protein sparing action untuk pertumbuhan. Protein dapat dimanfaatkan maksimal untuk
pertumbuhan dan perbaikan sel yang rusak, tidak sebagai sumber energi. Karbohidrat merupakan sumber energi yang penting meskipun kandungan kerbohidrat
dalam pakan berada dalam jumlah yang relatif rendah. Karbohidrat dalam pakan dapat berupa serat kasar serta bahan ekstrak tanpa nitrogen BETN NRC, 1993. BETN
mengandung banyak gula dan pati yang bersifat mudah dicerna sedangkan serat kasar kaya akan lignin dan selulosa yang sukar untuk dicerna. Menurut Zonneveld
et al.. 1991 meskipun karbohidrat bukan merupakan energi yang superior bagi
ikan melebihi protein dan lemak, karbohidrat yang dicerna dari pakan bisa digunakan sebagai sumber energi.
Penelitian tentang respon ikan nila terhadap pakan dengan sumber karbohidrat yang berasal dari glukosa telah dilaporkan oleh beberapa peneliti
seperti Lin dan Shiau 1995 ; Hsieh dan Shiau 2000 mengemukakan bahwa ikan nila yang mendapatkan sumber karbohidrat yang berasal dari glukosa
menghasilkan pertambahan bobot tubuh yang lebih kecil dibandingkan dengan penggunaan disakarida dan starch. Hal ini sesuai pula dengan pendapat yang
menyatakan bahwa ikan omnivora mempunyai pertumbuhan yang lebih baik dengan pakan yang mengandung polisakarida Furuichi dan Yone 1982; Shiau dan
Peng 1993; Erfanullah dan Jafri 1998; Lin dan Shiau 1995; Hutchins et al. 1998; Lee at al. 2003; Tan et al. 2006. Sedangkan Wilson dan Poe 1987 melaporkan
bahwa pertumbuhan dan pemanfaatan pakan ikan nila lebih tinggi dengan kandungan 33 polisakarida dextrin dan corn starch dalam pakan dibandingkan
dengan pakan yang mengandung monodisakarida. Beberapa penelitian melaporkan bahwa food habbit sangat mempengaruhi
kemampuan ikan untuk memanfaatkan jenis karbohidrat sebagai sumber energi. Kemampuan untuk mencerna karbohidrat pakan ikan air tawar lebih tinggi dari
ikan air laut Wilson dan dan Poe 1987, dan ini dipengaruhi oleh jumlah ketersediaan karbohidrat dalam pakan dan tingkat kampleksitas dari karbohidrat
tersebut Hutchins et al.. 1998. Pada jenis ikan omnivora catla-catla Erfanullah dan Jafri 1998, Oreochromis niloticus dan O. aureus Shiau dan Peng 1993,
flounder Paralichthys olivaceus Lee at al. 2003; gibel carp, Carassius auratus gibelio Tan et al. 2006 dan channel catfish Wilson dan Poe 1987 dilaporkan
pemanfaatan karbohidrat kompleks seperti dextrin, strarch lebih efisien dibandingkan karbohidrat sederhana seperti glukosa, maltose dan sukrosa.
Penelitian yang dilakukan oleh Tan et al. 2006 tentang pengaruh pemanfaatan sumber karbohidrat yang berbeda pada ikan dengan food habbit yang berbeda,
yaitu ikan Gibel carp Carassius auratus yang besifat omnivora dan Chinese
longsnout catfish Leiocassis longirostris Gunter yang bersifat karnivora menghasilkan pertumbuhan yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan pakan
mengandung starch dan glukosa. Pada penelitian ini, walaupun telah terjadi peningkatan kualitas dari TDL
terhidrolisis, penggunaan TDL terhidrolisis dalam pakan yang semakin meningkat kurang berefek pada peningkatan LPH. Hal ini terlihat dengan menurunnya nilai
LPH pada perlakuan dengan menggunakan TDL terhidrolisis 20; 25 dan 30 . Pada taraf yang sama, nilai LPH pada perlakuan yang menggunakan TDL tanpa
terhidrolisis menunjukkan nilai yang semakin meningkat sampai 1,97. Pada uji in vivo terjadi peningkatan nilai glukosa terlarut TDL terhidrolisis yang diinkubasi
selama 24 jam dengan enzim caiaran rumen domba. Peningkatan ini menggambarkan peningkatan ketersediaan karbohidrat sederhana pada TDL
terhidrolisis sehingga peningkatan penggunaan TDL terhidrolisis dalam pakan akan semakin meningkatkan pula ketersediaan karbohidrat sederhana dalam
pakan. Seperti dijelaskan sebelumnya, walaupun ikan nila mampu menggunakan karbohidrat sederhana sebagai sumber energi, tetapi keberadaan glukosa dalam
jumlah yang berlebihan dapat menurunkan penyerapan asam amino, jumlah pakan yang dikonsumsi, retensi protein, retensi lemak dan selanjutnya menurunkan nilai
LPH. Pemanfaatan enzim cairan rumen domba untuk meningkatkan kualitas bahan baku pakan ikan khususnya TDL dapat dimaksimalkan dengan mengatur
waktu inkubasi yang digunakan. Dimana waktu inkubasi akan sangat mempengaruhi jumlah karbohidrat kompleks yang dapat dihidrolisis oleh enzim
rumen menjadi karbohidrat sederhana. Potensi kandungan multienzim hidrolisis yang dimiliki cairan rumen domba dengan waktu inkubasi yang tepat diharapkan
akan menghasilkan komposisi karbohidrat sederhana yan tidak berlebihan sehingga pemanfaatnya dalam pakan dapat ditingkatkan tanpa menggangu kinerja
dari pertumbuhan ikan.