Profil Asam Amino TDL

Tabel 11. Komposisi asam amino tepung daun lamtoro sebelum dan sesudah inkubasi 24 jam dengan enzim rumen domba sebanyak 100 ml enzimkg TDL. No . Jenis asam amino Kandungan asam amino TDL 1 µmol Kandungan asam amino TDLt 2 µmol Peningkatan kandungan asam amino µmol Asam amino alifatik sederhana 1 Glisina Gly, G 0,01280 ± 0,00198 0,01875 ± 0,004450 0,00590 2 Alanina Ala, A 0,01355 ± 0,00191 0,02080 ± 0,00523 0,00725 3 Valina Val, V 0,01225 ± 0,00219 0,01690 ± 0,00184 0,00465 4 Leusina Leu, L 0,01410 ± 0,00255 0,02095 ± 0,00304 0,00685 5 6 Isoleusina Ile, I Norleusin 0,00870 ± 0,00042 tidak terdeteksi 0,01415 ± 0,00262 0,02310 ± 0,000283 0,00545 Asam amino hidroksi-alifatik 1 Serina Ser, S 0,0061 ± 0,00226 0,0107 ± 0,00127 0,00460 2 Treonina Thr, T 0,00385 ± 0,0000 0,0108 ± 0,00325 0,00310 Asam amino dikarboksilat 1 Asam aspartat Asp, D 0,01245 ±0,00318 0,02005 ± 0,00601 0,00760 2 Asam glutamat Glu, E 0,01225 ±0,00219 0,02750 ± 0,01739 0,01525 Asam amino basa 1 Lisina Lys, K 0,02335 ±0,00445 0,03140 ± 0,00919 0,00805 2 Arginina Arg, R 0,01560 ± 0,00382 0,01880 ± 0,00240 0,00320 3 Histidina His, H 0,01440 ±0,00170 0,01565 ± 0,00078 0,00125 Prolin Gugus siklik 1 Prolina Pro, P 0,00440 ±0,00113 0,01770 ± 0,00848 0,00730 Asam amino aromatik 1 Fenilalanina Phe, F 0,00930 ±0,00184 0,01655 ± 0,00332 0,00725 2 Tirosina Tyr, Y 0,00555 ±0,00163 0,00895 ± 0,00262 0,00340 Asam amino mengandung sulfur 1 sistein Cys tidak terdeteksi 0,001 ±0,060141 Ket; 1 TDL tanpa hidrolisis; 2 TDLt terhidrolisis Pembahasan Hasil percobaan in vitro menunjukkan bahwa eksrak enzim cairan rumen domba efektif menghidrolisis TDL untuk bahan pakan ikan nila. Nilai glukosa dan protein terlarut sangat dipengaruhi oleh jumlah enzim yang ditambahkan serta waktu inkubasi. Periode inkubasi 24 jam memberikan hasil nilai glukosa terlarut serta protein terlarut yang lebih tinggi dibandingkan dengan periode inkubasi 2 jam, serta semakin banyak enzim yang ditambahkan ke dalam TDL nilai-nilai parameter hidrolisis juga cenderung semakin meningkat dibandingkan dengan perlakuan kontrol. Seperti pada perlakuan 100 ml enzimKg TDL dibandingkan dengan nilai perlakuan kontrol, inkubasi 24 jam akan meningkatkan glukosa terlarut 20 kali lipat dan protein terlarut 35 kali lipat. Sedangkan pada taraf yang sama periode inkubasi 2 jam hanya meningkatkan glukosa terlarut 5 kali lipat dan protein terlarut 1 kali lipat Gambar 25. Hal ini disebabkan karena semakin lama proses hidrolisisinkubasi berlangsung menyebabkan substrat yang terdegradasi semakin banyak dan produk yang dihasilkan akan semakin meningkat. Ket : K=kontrol; PT= Protein terlarut; GT= Glukosa terlarut Gambar 25. Perbandingan peningkatan kadar glukosa terlarut dan protein terlarut perlakuan dengan penambahan 100 ml enzimkg TDL dengan perlakuan tanpa enzim pada waktu inkubasi 2 dan 24 jam. Parameter glukosa terlarut yang dihasilkan adalah pola respon kerja enzim amilase dan enzim pemotong serat Meningkatnya parameter glukosa dan protein terlarut yang diukur dengan bertambahnya jumlah ekstrak enzim cairan rumen yang ditambahkan, terjadi karena peluang substrat untuk bertemu dengan katalisator biologis dalam proses hidrolisis protein dan karbohidrat semakin besar. Lama proses hidrolisis berlangsung menyebabkan substrat yang terdegradasi semakin banyak dan produk yang dihasilkan akan semakin meningkat. Abu et al. 2005 melaporkan bahwa peningkatan konsentrasi enzim secara umum akan memberikan pengaruh yang lebih besar pada waktu hidrolisis dibandingkan dengan peningkatan temperatur. Vijaya et al. 2002 mengindikasi adanya peningkatan derajat hidrolisis dengan peningkatan waktu inkubasi. Hasil pengukuran kandungan gula pereduksi pada berbagai waktu inkubasi enzim rumen pada wheat pollard mendapatkan pola hubungan kuadratik dengan waktu optimal 10 jam dan suhu optimal 38 o C. Nilai gula pereduksi mulai menurun setelah 10 jam Pantaya et al. 2005. Kurva respon kadar glukosa terlarut memperlihatkan hubungan linier positif, dimana semakin besar jumlah eksrak cairan enzim rumen domba yang ditambahkan pada substrat TDL akan terjadi peningkatan jumlah glukosa terlarut dengan nilai kadar glukosa terlarut pada inkubasi 24 jam lebih tinggi dari periode inkubasi 2 jam Gambar 23 dan 24. Tingkat penambahan yang semakin tinggi akan efektif dibandingkan penambahan yang lebih rendah. Hal ini berhubungan dengan kesediaan substrat yang dapat dirombak oleh enzim yang ditambahkan. Menurut Kale 1987 tepung daun lamtoro mengandung total karbohidrat 18,6 dengan komponen gula pereduksi 4,2, total oligosakarida 2,8, sukrosa 1,2, rafinosa 0,6, stachiosa 1,0, dan polisakarida starch 1,0. Sedangkan komponen serat tediri dari 39,5 neutral detergent fiber NDF dan 35,10 acid detergent fiber ADF Garcia et al. 1996. Ekstrak enzim rumen domba mempunyai aktifitas selulase sebesar 1,66 ± 0,19 IUmlmenit; amilase 1,32 ± 0,02 IUmlmenit. Tingginya aktifitas enzim ini akan merombak komponen karbohidrat komplek yang banyak terdapat pada TDL. Fakta ini dapat dilihat pada penelitian ini dimana peningkatan penambahan volume ekstrak cairan enzim rumen meningkatkan nilai glukosa terlarut Gambar 6. Hal ini mengindikasikan bahwa subsrat polisakarida pada TDL masih cukup untuk dirombak sehingga akan meningkatkan pula nilai polisakarida yang dapat disederhanakan menjadi monosakarida yang dapat dilihat dari semakin meningkatnya nilai glukosa terlarut. Pantaya et al. 2005 melaporkan bahwa perlakuan penambahan enzim rumen sebesar 3,44 dan 6,89 IUkg pada wheat pollard menurunkan kadar polisakarida sebesar 4 dan 3,9. Lebih jauh dinyatakan bahwa hidrolisis enzim dengan konsentrasi 6,89 IUkg terhadap komponen polisakarida wheat pollard juga akan meningkatkan kandungan oligosakarida dan monosakarida sebesar 5,5 dibandingkan pada perlakuan tanpa penambahan enzim. Enzim amilase akan menghidrolisis ikatan α-1,4 pada TDL menjadi D- glukosa, maltosa dan sejumlah kecil destrin Gambar 26. Proses penghidrolisisan ini merupakan kerja kelompok endo amilase dan eksoamilase. Endo amilase yaitu enzim amilase yang bekerja dengan memecah ikatan pada bagian tengah substrat dengan pH optimum 5-7 dan suhu optimum 60 – 70 o C. Gambar 26. Mekanisme kerja enzim amilase memotong ikatan α-1,4 Stryer 2000 Endo amilase banyak ditemukan pada tanaman dan mikroorganisme, terutama Bacillus stearothermophilus, B-subtilus, Apergilus niger dan A.oryzae. Sedangkan kelompok ekso amilase adalah menghidrolisis unit-unit dari ujung non reduksi substrat menjadi maltosa dan maltotriosa dengan pH 4,5 – 5,5 dan suhu 40- 60 o C. Ekso amilase banyak ditemukan pada tanaman dan mikroorganisme, terutama Bacillus stearothermophilus, B-subtilus, Apergilus niger dan A.oryzae. Jenis mikroorganisme ini sangat banyak didapatkan di rumen sehingga ketika cairan enzim dieksraksi untuk mendapatkan enzim kasar, jenis enzim amilase dan selulase juga dapat terdeteksi aktifitasnya. Hasil analisa kualitas nutrien TDL dengan periode inkubasi 24 jam menghasilkan penurunan nilai kandungan serat kasar dan perubahan komponen serat. Nilai Acid Detergent Fiber ADF dan Neutral Detergent Fiber NDF adalah nilai yang dihasilkan untuk mengambarkan komponen dari serat kasar dimana kedua metode ini hanya dapat menentukan kadar total serat yang tak larut dalam larutan deterjen. ADF hanya dapat untuk menentukan kadar total selulosa dan lignin, sedangkan dengan NDF dapat ditentukan kadar total dari selulosa, hemiselulosa dan lignin. Selisih jumlah serat dari analisis NDF dan ADF dianggap jumlah kandungan hemiselulosa, meski sebenarnya terdapat juga komponen- komponen lainnya selain selulosa, hemiselulosa dan lignin. Pada penelitian ini nilai NDF dan ADF perlakuan kontrol tanpa penambahan enzim memperlihatkan nilai kandungan NDF yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan 20, 40, 60 dan 100 ml enzimkg TDL. Penurunan nilai NDF dan ADF ini dapat mengambarkan meningkatnya bagian bahan pakan yang dapat dicerna. Penambahan 100 ml enzimkg TDL dapat menurunkan kadar serat mencapai 53,40 Gambar 9 dan 10. Penurunan kadar serat ini merupakan hasil dari kerja enzim selulase yang berasal dari enzim selulitik yang disekresikan mikroba rumen. Selulosa adalah polimer tak bercabang dari glukosa yang dihubungkan melalui ikatan 1,4- β glikosida. Molekul lurus dengan unit glukosa rata-rata sebanyak 5000 ini beragregasi membentuk fibril yang terikat melalui ikatan hidrogen di antara gugus hidroksil pada rantai di sebelahnya. Serat selulosa yang mempunyai kekuatan fisik yang tinggi terbentuk dari fibril-fibril ini tergulung seperti spiral dengan arah-arah yang berlawanan menurut satu sumbu Hart 1983. Kim et al. 1995 mengemukakan bahwa kompleks enzim selulase mempunyai tiga komponen utama yang bekerja bersama-sama atau bertahap dalam menguraikan selulosa menjadi unit glukosa, yaitu 1. Endo-selulase yang memotong ikatan bagian dalam struktur kristal dari selulosa dan mengeluarkan unit selulosa dari rantai polisakarida. 2. Ekso-selulase yang memotong 2-4 unit selulosa dari rantai akhir hasil produksi endo-selulase dan menghasilkan tetrasakarida atau disakarida seperti selobiosa. 3. Selobiose atau β-glukosidase yang menghidrolisis produk dari ekso-selulase menjadi monosakarida. Pada Gambar 27 dijelaskan tentang tiga jenis reaksi yang dikatalisis oleh selulase yaitu memotong interaksi nonkovalen dalam bentuk ikatan hidrogen yang ada dalam struktur kristal selulosa oleh enzim endo-selulase; menghidrolisis serat selulosa menjadi sakarida yang lebih sederhana oleh ekso-selulase serta menghidrolisis disakarida dan tetrasakarida menjadi glukosa oleh enzim β- glukosidase. Gambar 27. Tiga tipe reaksi yang dikatalisasi oleh enzim selulase Penelitian yang dilakukan Malathi dan Devegowda 2002 pada pakan awal untuk broiler mendapatkan bahwa penggunaan multi enzim meningkatkan nilai total gula sunflower meal, soybean meal, deoiled rice bran, yang lebih besar dibandingkan dengan penggunaan enzim tunggal. Kandungan multi enzim ini juga menjadi kelebihan yang dimiliki oleh ekstrak enzim rumen domba. Kadar protein terlarut merupakan produk antara pada hidrolisis protein oleh ekstrak enzim protease yang terkandung dalam ekstrak enzim kasar dari cairan rumen domba. Kadar protein terlarut meningkat dengan peningkatan jumlah enzim kasar yang diberikan Hal ini dimungkinkan dengan dengan adanya aktivitas enzim protease pada cairan rumen domba yaitu sebesar 0,26 ± 0,07 IUmlmenit. Enzim protease adalah enzim pemecah protein menjadi komponen penyusunnya yaitu asam amino yang akan diserap tubuh. Pada penelitian ini terjadi peningkatan derajat hidrolisis protein dengan didapatkannya nilai protein terlarut yang semakin meningkat dengan meningkatnya waktu inkubasi TDL dengan enzim rumen. Peningkatan derajat hidrolisis ini disebabkan oleh peningkatan pemutusan ikatan peptide dengan meningkatnya solubilitas peptide di dalam Trikloro Asetat Acid atau TCA Montecalvo et al. 1984 dan didukung oleh laporan Jin et al. 2007. Wong 1995 menjelaskan bahwa berdasarkan cara pemotongan ikatan peptida, enzim peptidase dapat dibagi menjadi eksopeptidase dan endopeptidase. Eksopeptidase bekerja pada kedua ujung molekul protein, yang terdiri dari dua jenis enzim yaitu karboksipeptidase dan amino peptidase. Karboksipeptidase dapat melepaskan asam amino yang memiliki gugus–COOH bebas pada ujung molekul protein sedangkan amino peptidase dapat melepaskan asam amino pada ujung lainnya yang memiliki gugus –NH2 bebas. Sedangkan enzim endopeptidase memecah protein pada tempat-tempat tertentu dalam molekul protein dan biasanya tidak mempengaruhi gugus yang terletak di ujung molekul protein. Endopeptidase bekerja spesifik memutuskan ikatan peptida pada asam amino tertentu dalam molekul protein, seperti : tripsin yang memutuskan ikatan peptida setelah asam amino arginin dan lisin dan bekerja optimum pada pH 8 serta kimotripsin yang memutuskan ikatan peptida setelah asam amino fenilalanin, triptofan, tirosin dan bekerja lambat pemutusan ikatan peptida setelah asam amino asparagin, histidin, metionin dan lesin dan bekerja optimum pada pH 8. ...................................... C O H O C H R NH C O karboksi peptidase HN C O C R NH 2 amino peptidase Gambar 28. Hidrolisis protein oleh enzim eksopeptidase Wong 1995. Pola respon nilai protein terlarut memperlihatkan respon yang bersifat kuadratik dan bukan linier. Dimana peningkatan penambahan jumlah enzim cairan rumen dari 20 – 100 mlkg tidak mempengaruhi kadar protein terlarut TDL terhidrolisis. Hal ini dapat dijelaskan bahwa TDL adalah substrat yang sesuai dengan katalisator enzim protease rumen, tetapi karena kadar protein substrat TDL tidak mengalami peningkatan dengan penambahan enzim maka penyederhanaan nutrien protein yang terkandung dalam TDL juga tidak berbeda. Kohn dan Alien 1994 menggunakan enzim protease dari ekstrak cairan rumen sapi untuk mengukur laju degradasi protein dari bungkil kedelai dan hay lucerne. Enzim protease hasil ekstraksi dengan butanol dan aseton hanya tersisa 62 persen aktivitasnya dibanding cairan rumen awal. Tidak ada perbedaan antara taraf enzim 3, 5 atau 10 ml dalam mendegradasi protein pakan. Dilaporkan pula oleh Kohn dan Alien 1994 pola respon kuadratik dari enzim protease dimana protein bungkil kedelai terdegradasi dengan kecepatan 0,15 mg per gram per jam pada 2 jam pertama dan turun menjadi 0,01 mg per gram per jam dari 8 sampai 24 jam berikutnya. Kejadian yang sama juga terjadi pada protein hay lucerne, didapat degradasi protein dengan kecepatan 0,06 mg per gram per jam pada 2 jam pertama dan turun menjadi 0,01 mg per gram per jam dari 8 sampai 24 jam berikutnya. Pola respon dari kerja enzim protease pada penelitian ini juga menunjukkan pola kuadratik dimana dengan pemberian enzim cairan rumen sebanyak 100mlkg TDL maka protein TDL terdegradasi dengan kecepatan d 0,017 mg per jam . Kemampuan bakteri rumen untuk meningkatkan kualitas bahan baku pakan telah dibuktikan oleh Purnomohadi 2006. Dimana fermentasi jerami padi selama 7 hari dengan bakteri selulitik rumen menghasilkan penurunan bahan kering 10,6, kadar serat 15,98 serta meningkatkan kandungan protein 54,50. Pada penelitian ini tidak terjadi peningkatan kadar protein karena enzim rumen yang ditambahakan adalah enzim yang didapat dari proses pengendapan dan setrifugasi 12.000 rpm, dengan kadar protein enzim cairan enzim yang sangat kecil 0,067gml. Sedangkan jumlah enzim yang ditambahkan pada 10 gram TDL perlakuan in vitro hanya 0,2; 0,4; 0,6; 0,8 dan 1 mlkg TDL. Hal ini bersesuaian dengan mekanisme kerja dari enzim yang hanya mekatalisasi suatu reaksi tanpa mempengaruhi hasil reaksi tersebut Wong 1995. Peningkatan kadar protein terlarut yang tidak berbeda nyata antara semua perlakuan dengan penambahan enzim juga menjelaaskan bahwa tidak terdapat perbedaan kadar protein dari substrat TDL yang didegradasi oleh enzim protease. Peningkatan kadar protein terlarut akan mempermudah ikan untuk memanfaatkan asam-asam amino penyusun protein untuk pertumbuhan. Hidrolisis asam fitat oleh enzim fitase enzim rumen domba diharapkan akan meningkatkan kemampuan ikan untuk memanfaatkan TDL dalam pakan. Asam fitat merupakan zat antinutrien yang secara alamiah terdapat pada tanaman leguminosa dan kacang-kacangan. Mio-inositol heksakisfosfat C 6 H 18 O 24 P 6 adalah rumus kimia dari asam fitat dengan struktur cincin yang mirip dengan glukosa, yang berikatan dengan fosfor unruk membentuk struktur asam fitat. Selain fosfor unsur-unsur lain juga ditemukan terikat dalam asam fitat Ravindra et al. 2000 seperti mineral bervalensi dua Ca, Zn, Fe dan Mg yang akan membentuk fitat mineral yang tidak larut Cole, 2001. Fitat bersama kation multivalent dapat membentuk ikatan kompleks pada pH netral. Ikatan ini resistant terhadap proses absorbsi di dalam saluran percernaan sehingga ketersediaan mineral yang dapat digunakan akan menurun Bedford dan Partridge 2001. Asam fitat tidak larut dalam pH netral dan menurunkan aktifitas enzim protease dengan protein yang mengikat fitat, sehingga akan menurunkan pula bioavailability dari protein di dalam pakan Ravindra et al. 2000. Dilaporkan pula bahwa aktivitas enzim protease dalam saluran pencernaan akan rendah dengan adanya protein terikat fitat. Fitat mengikat protein dan mineral di dalam digesta, sangat potensial untuk menghambat aktivitas enzim-enzim pencernaan. Conrad et al. 1996, menyatakan bahwa fitat menghambat aktivitas enzim tripsin. Ikan mempunyai keterbatasan dalam menyerap fosfor dari air karena konsentrasi fosfor dalam air sangat kecil, sehingga kebutuhan fosfor ikan sebagian besar dipenuhi dari pakan NRC, 1993. Mineral fosfor penting sebagai komponen dari fosfolipid, asam- asam nukleat, senyawa berenergi tinggi ATP. Fosfor berperanan penting dalam metabolism karbohidrat, lemak dan asam amino, sedangkan dalam otot dan jaringan syaraf berperan dalam menjaga tekanan osmotic cairan tubuh Lall 2002. Keseimbangan fosfor dalam tubuh dijaga dengan jalan pertukaran antara senyawa fosfor dalam tulang dan fosfor yang ada dalam makanan Djodjosubagio dan Piliang, 1990. Kadar asam fitat TDL terhidrolisis memperlihatkan pola respon linier, dimana peningkatan jumlah ekstrak enzim cairan rumen yang ditambahkan akan menurunkan kadar asam fitat secara linier. Penurunan kadar asam fitat merupakan hasil kerja dari enzim fitase yang terkandung dalam ekstrak enzim cairan rumen domba. Enzim fitase membantu melepaskan mineral yang terikat pada gugus tertentu menjadi mineral terlarut seperti P, Ca, Zn, Mg dan Fe yang dapat dimanfaatkan oleh ikan. Enzim rumen domba penelitian ini mengandung enzim fitase sebesar 0,27 ± 0,13 IU mlmenit. Fitase dapat menghidrolisis asam fitat secara bertahap menjadi senyawa turunannya, yang dapat larut dan terserap dalam sistem pencernaan. Fitase mio-inositol heksakisfosfat fosfohidrolase, E.C. 3.1. 3.8 merupakan suatu fosfomonoesterase yang mampu menghidrolisis asam fitat menjadi ortofosfat anorganik dan ester-ester fosfat dari mio-inositol yang lebih rendah . Cole 2001 mengemukakan bahwa terdapat 2 jenis enzim fitase yaitu 3- fitase yang diperoleh dari fungi dan 6-fitase yang diperoleh dari tumbuhan. Perbedaan khas dari kedua jenis ini adalah tempat hidrolisis pertama molekul fitat, 3-fitase pertama memotong asam fitat pada posisi 3 dan 6-fitase pertama memotong asam fitat pada posisi 6 Gambar 3. Hal ini sejalan pula dengan analisa asam fitat yang terkandung pada perlakuan inkubasi TDL dengan 80mlkg TDL yang mengalami penurunan 19,776 dibandingkan perlakuan kontrol. Penurunan kadar asam fitat yang terbesar didapatkan pada perlakuan penambahan ekstrak cairan rumen domba sebanyak 100 mlkg TDL yaitu sebesar 68,088 dibandingkan perlakuan kontrol dengan kadar fitat 7,839. Penurunan kadar asam fitat ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas TDL terhidrolisis. Sehingga kinerja pertumbuhan ikan diharapkan akan semakin baik dengan penggunaan TDL terhidrolisis karena bahan pakan ikan nila tidak dibatasi lagi oleh bahan antinutisi fitat. Armaini dan Refilda 2005 melaporkan bahwa penambahan enzim fitase pada gandum, bekatul dan kedelai dapat meningkatkan ketersediaan mineral Ca, Mg, Fe dan Zn. Mineral Ca, Mg, Fe dan Zn yang dibebaskan dari gandum, berturut-tuurut 70 , 7,1 , 17,5 dan 89,6 ; pada bekatul berturut-turut mencapai 60 , 17,5 , 7,7 dan 86,8 dan pada Kedelai berturut-turut mencapai 77 , 7,7 , 12,1 dan 88,9 . Penambahan fitase pada bahan pakan dilaporkan akan meningkatkan nilai rasio P terlarutP total dari 19,5 pada pakan tanpa penambahan enzim fitase menjadi 44,1 pada pakan dengan penambahan enzim fitase sebesar 50 mg100g setara dengan 250 unit enzim fitase pada bahan nabati bungkil kedelai dan pollard Amin 2007. Hal ini senada dengan yang disampaikan oleh Masumoto et al. 2001 bahwa bahwa proses inkubasi pakan dengan enzim fitase 50mg100 g bahan nabati pada suhu 37 o C selama 2 jam akan memberikan nilai P terlarutP total sebesar 58,7 dan nilai kecernaan P sebesar 95. Peningkatan nilai P terlarut ini akan meningkatkan nilai kecernaan P pakan. Ikan lele yang mendapat pakan dengan penambahan enzim fitase, memperlihatkan kecernaan P sebesar 86,10 dimana nilai ini yang lebih tinggi dibandingkan ikan yang tidak diberi penambahan fitase yang hanya mencerna P sebesar 68,55 Amin, 2007. Ikan dengan pakan yang mengandung bahan nabati dengan penambahan enzim fitase dapat meningkatkan kecernaan P dari 68 menjadi 79,8 ikan seabass Dicentracus labraks ukuran juvenile Teles et al. 1999; 59 menjadi 87 pada ikan striped bass Soares, 2001; 80 menjadi 89,1 pada ikan rainbow trout ukuran 20 g Hardy 2002, 63,84 menjadi 74,06 pada ikan Salmon ukuran 100g dan 64,5 menjadi 74,06 pada ikan baung ukuran 6,9g Yulisman, 2006. Ketiadaan enzim fitase pada pakan berbasis nabati akan menyebabkan fosfor yang terdapat dalam bahan nabati masih terikat asam fitat sehingga kecernaan fosfor menjadi rendah. Sampel perlakuan 100 ml enzimkg TDL dari hasil analisa profil asam amino memperlihatkan peningkatan komposisi asam amino dibandingkan TDL tanpa hidrolisis. Hal ini membuka peluang dari enzim rumen domba sebagai sumber asam amino. Hal ini dapat dilihat dari jenis asam amino sistein dan norleusin yang hanya didapatkan pada TDL dengan penambahan enzim. Asam amino ini diduga didapatkan dari proses pengendapan enzim dengan ammonium sulfat yang akan merusak mantel protein dan menarik molekul air dari sekitar permukaan molekul protein cairan rumen. Proses ini diduga menarik pula sebagian kecil asam amino yang terdapat pada endapan rumen. Dugaan ini didukung dengan data dari Budiansyah 2010 yang melaporkan bahwa endapan rumen sapi lokal mengandung 66,8 protein yang berupa asam amino. Selain itu sifat khas yang hanya dimiliki oleh enzim protease adalah sifat autokalalisis. Dimana ketika seluruh subsrat sudah terdegradasi sedangkan masih ada aktifitas enzim yang tersisa maka enzim protease akan mendegradasi protein enzim itu sendiri menjadi asam-asam amino sederhana sehingga dapat menjadi sumber asam amino TDL yang sudah ada serta menjadi sumber untuk jenis asam amino yang sebelumnya tidak terdapat di TDL. Sebab inilah yang diduga memberikan kontribusi peningkatan dalam jumlah yang kecil profil asam amino TDL terhidrolisis dan didapatkannya jenis asam amino sistein dan norleusin yang sebelumnya tidak didapatkan pada TDL tanpa hidrolisis. Perlakuan penambahan enzim rumen 100 ml enzimkg TDL menghasilkan penurunan kadar serat tertinggi 53,46, asam fitat 68,088 serta peningkatan komposisi asam amino. Perlakuan ini akan digunakan untuk tahapan uji in vivo pada penelitian tahap ke tiga.

4.3. Tahap ketiga Hasil penelitian tahap ke-3 mencakup dua eksperimen dengan perlakuan yang

sama tetapi menggunakan bahan baku TDL yang berbeda yaitu TDL terhidroilis dengan enzim cairan rumen dan TDL tanpa perlakuan hidrolisis.

1. Efektifitas pemanfaatan TDL terhidrolisis dalam pakan formulasi untuk

ikan nila 2. Efektifitas pemanfaatan TDL tanpa hidrolisis dalam pakan formulasi untuk ikan nila

4.3.1. Laju Pertumbuhan Harian .

Laju pertumbuhan harian rata-rata ikan uji setiap perlakuan dengan penggunaan TDL terhidrolisis dan TDL tanpa hidrolisis disajikan pada Gambar 29. Data selengkapnya setiap perlakuan terdapat pada Lampiran 44 dan 45. Nilai laju pertumbuhan harian perlakuan TDL terhidrolisis nyata P0,05 dipengaruhi oleh perbedaan persentase penggunaan TDL terhidrolisis di dalam pakan. Nilai rata-rata laju pertumbuhan harian LPH tertinggi yaitu 2,77 dicapai oleh perlakuan tanpa pemakaian TDL terhidrolisis yang tidak berbeda nyata dengan nilai LPH pada pemakaian TDL terhidrolisis 10 dan 15 dalam pakan. Sedangkan nilai LPH perlakuan dengan pemakaian TDL terhidrolisis 20, 25 dan 30 dalam pakan nyata lebih rendah dari perlakuan kontrol dan perlakuan dengan penggunaan 10 dan 15 TDL terhidrolisis dalam pakan. Nilai terendah yaitu 1,47 dicapai oleh perlakuan dengan penggunaan TDL terhidrolisis terbanyak yaitu sebesar 30. Nilai laju pertumbuhan harian perlakuan TDL tanpa hidrolisis nyata P0,05 dipengaruhi oleh perbedaan persentase penggunaan TDL terhidrolisis di dalam pakan dimana nilai laju pertumbuhan harian cenderung meningkat dengan meningkatnya penggunaan TDL terhidrolisis di dalam pakan. Perlakuan 30, 25 dan 20 TDL terhidrolisis dengan nilai laju pertumbuhan harian 1,97; 1,86; 1,83 menghasilkan nilai LPH lebih tinggi dan nyata berbeda P0,05 dibandingkan dengan perlakuan 15 dan 10 TDL terhidrolisis dalam pakan dengan nilai LPH 1,50; 1,32 . b b b a a a a b a b a Ket: LPH TDLt LPH TDL terhidrolisis; LPH TDLth LPH TDL tanpa hidrolisis; Huruf yang sama pada diagram batang yang berwarna sama menunjukkan nilai tidak berbeda nyata P0,05 lihat Lampiran 46 dan 48. Gambar 29. Nilai Laju pertumbuhan harian perlakuan TDL terhidrolisis dan TDL tanpa hidrolisis Nilai LPH rata-rata perlakuan TDL terhidrolisis sampai pada taraf penggunaan 15 TDL terhidrolisis dalam pakan masih memperlihatkan nilai yang baik dibandingkan TDL terhidrolisis, tetapi nilai LPH mulai menurun pada perlakuan 20 dan 25 dibandingkan dengan nilai yang didapat pada perlakuan TDL terhidrolisis pada taraf yang sama. Perlakuan 30 TDL terhidrolisis memperlihatkan nilai LPH yang menurun drastis dari 1,80 pada penggunaan 25 TDL terhidrolisis dalam pakan menjadi hanya 1,47, dimana nilai ini jauh lebih rendah pada perlakuan dengan TDL terhidrolisis dengan taraf yang sama dengan nilai LPH rata-rata sebesar 1,97.

4.3.2. Jumlah Konsumsi Pakan

Jumlah konsumsi pakan rata-rata ikan uji setiap perlakuan dengan penggunaan TDL terhidrolisis dan TDL tanpa hidrolisis disajikan pada Gambar 30. Data selengkapnya setiap perlakuan terdapat pada Lampiran 50 dan 51. Persentase penggunaan TDL terhidrolisis TDL terhidrolisis dan TDL tanpa hidrolisis TDL terhidrolisis dalam pakan nyata P0,05 tidak berpengaruh