Pendidikan dan Pelatihan PENUTUP

ISBN 978-602-14314-8-1 SEMINAR DAN TEMU AKADEMISI PLS TINGKAT NASIONAL TAHUN 2015 127 pelatihan yang diberikan harus membantu individu untuk mengubah situasi pekerjaan. Menurut Nedler Kamil,2010 Pelatihan merupakan proses pembelajaran yang ditujukan untuk meningkatkan kemampuan seseorang atau peserta pelatihan dalam menyelesaikan tugas sesuai tugas pokok dan fungsi yang menjadi tanggung jawabnya. Sementara dalam Instruksi adalah bagian pendidikan yang menyangkut proses belajar untuk memperoleh dan meningkatkan keterampilan di luar sistem pendidikan yang berlaku, dalam waktu yang relatif singkat, dan dengan menggunakan metode yang lebih mengutamakan Konsep pelatihan juga diungkapkan oleh Dearden 1984 yang menyatakan bahwa pelatihan pada dasarnya meliputi proses belajar mengajar dan latihan bertujuan untuk mencapai tingkatan kompetensi tertentu atau efisiensi kerja. Sebagai hasil pelatihan, peserta diharapkan mampu merespon dengan tepat dan sesuai situasi tertentu. Seringkali pelatihan dimaksudkan untuk memperbaiki kinerja yang langsung berhubungan dengan situasinya. Pelatihan biasanya diasosiasikan pada mempersiapkan seseorang dalam melaksanakan suatu peran atau tugas biasanya dalam dunia kerja. Namun demikian pelatihan juga bisa dilihat sebagai elemen khusus atau keluaran dari suatu proses pendidikan yang lebih pelatihan bisa diterapkan ketika 1 ada sejumlah jenis keterampilan yang harus dikuasai, 2 latihan diperlukan untuk menguasai keterampilan tersebut, 3 hanya diperlukan sedikit penekanan pada peran dan pada kebutuhan untuk melakukan pengulangan latihan hingga bisa melakukan sendiri, dan juga menunjukkan bahwa tindakan yang dilakukan relatif spontan dan tanpa dimotivasi pengetahuan dan pemahaman. Goldstein dan Gressner 1988, memberikan definisi pelatihan yang ditekankan pada tempat dilaksanakannya pelatihan. Mereka mendefinisikan pelatihan sebagai usaha sistematis untuk meguasai keterampilan, peraturan, konsep, ataupun cara berperilaku yang berdampak pada peningkatan kinerja. Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pelatihan adalah proses belajar yang dilakukan secara sistematis di luar sistem pendidikan yang berlaku untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan ataupun cara berperilaku yang berdampak pada peningkatan kinerja. Secara umum pelatihan bertujuan untuk : a menambah keahlian, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan dengan lebih cepat dan lebih efektif, b mengembangkan pengetahuan, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan secara rasional, dan c mengembangkan sikap, sehingga menimbulkan kemauan kerja sama Moekijat, 1993: 2-3. Biasanya tingkat pengetahuan dari hasil pelatihan yang pernah diikutinya dapat mencerminkan kemampuan intelektual seseorang.walaupun secara tradisional 128 jenis dan tingkat pendidikan lah yang digunakan seseorang untuk mencari pekerjaan sebagai ukuran untuk menilai kemampuan pelamar. Realitasnya, tidak mustahil bagi seseorang yang memiliki kemampuan intelektual yang tinggi tidak mengecap pendidikan yang tinggi, misalnya dikarenakan ketidakmampuan ekonomi atau karena faktor-faktor lainnya. Oleh karena itu pelatihan masih dianggap lebih efektif dalam upaya membantu pengembangan sumber daya manusia. Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa pelatihan bertujuan untuk meningkatkan mutu sumber daya manusia melalui pemberian keterampilan untuk mempermudah mencari atau menciptakan lapangan pekerjaan. Adapun manfaat pelatihan Beberapa manfaat seperti yag diungkapkan oleh Robinson 1981 dalam Marzuki 1992 sebagai berikut: a pelatihan sebagai alat untuk memperbaiki penampilankemampuan individu atau kelompok dengan harapan memperbaiki performance organisasi. Perbaikan-perbaikan itu dapat dilaksanakan dengan berbagai cara; b keterampilan tertentu diajarkan agar para karyawan dapat melaksanakan tugas- tugas sesuai standart yang diinginkan. Contoh : skill dalam menggunakan teknik yang berhubungan dengan fungsi : dalam mengelola hubungan dengan atasan, dengan bawahan dan sejawat; c pelatihan juga dapat memperbaiki sikap-sikap terhadap pekerjaan, terhadap pimpinan atau karyawan, seringkali pula sikap-sikap yang tidak produktif timbul dari salah pengertian yang disebabkan oleh informasi yang tidak cukup dan informasi yang membingungkan. Pembelajaran pelatihan adalah suatu usaha yang disengaja, bertujuan dan terkendali agar orang lain belajar dan terjadi perubahan perilaku yang relatif menetap sebagai hasil dari pengalaman Miarso, 2004. Pelatihan pendidikan nonformal sebagai sistem tidak dapat dilepaskan dari tiga unsur pokok yaitu unsur masukan, unsur proses dan unsur hasil. Selanjutnya dalam proses pembelajaran pelatihan dipengaruhi oleh masukan instrumental dan masukan lingkungan Hoy dan Miskel; 1991; Panen; Priyanto, 2005. Pada dasarnya suatu proses pembelajaran pelatihan terkait dengan berbagai komponen yang sangat kompleks. Komponen tersebut meliputi tujuan, materi, media, peserta didik, pamong belajar dan komponen lainnya. Masing-masing komponen tersebut saling terkait sebagai suatu sistem. Suatu sistem merupakan keterkaitan antara input masukan, proses, dan output keluaran. Masukan dari pembelajaran dapat berupa peserta didik, tutor, materi, media dan lainnya. Proses pembelajaran adalah aktivitas kegiatan pembelajaran. Keluaran berupa perubahan diri warga belajar sebagai hasil dari proses pembelajaran. Proses pembelajaran pelatihan dalam pendidikan nonformal dapat diukur tingkat efektifitasnya apabila dilakukan penilaian hasil belajar yang menunjukkan tingkat pencapaian pengetahuan, keterampilan dan sikap peserta pelatihan. ISBN 978-602-14314-8-1 SEMINAR DAN TEMU AKADEMISI PLS TINGKAT NASIONAL TAHUN 2015 129

B. Membangun Jiwa Kewirausahaan

Berkaitan dengan pengembangan dan peningkatan wirausaha dalam persaingan ekonomi ketat di era Masyarakat Ekonomi Asean saat ini, diperlukan terobosan dan pendekatan baru yang salah satu diantaranya melalui pengembangan kewirausahaan, diharapkan dengan terobosan baru ini dapat mempercepat pencapaian tumbuhnya wirausaha-wirausaha yang mandiri yang memiliki karakter yang kuat untuk dapat membentuk wirausaha yang lebih mandiri, inovatif, dan berwawasan global. Guna menciptakan wirausaha Entrepreneurship yang tangguh tidaklah mudah, karena diperlukan prasyarat-prasyarat tertentu, diantarnya adalah. mampu menatap masa depan dengan lebih optimis, memiliki erorientasi kreatif dan perpektif. Happer Priyanto, 2002 menyatakan, untuk suksesnya permulaan usaha memerlukan kemampuan membaca peluang yang tepat, memiliki keahlian dan kemampuan pada bidang yang akan ditekuni, melakukan pendekatan yang benar dalam menjalankan usaha, dan memiliki dana yang cukup untuk memulai dan mengoperasikan usaha. Yusuf 2006 menyatakan, kunci kewirausahaan yang sukses adalah berani mengambil resiko, mampu menjalankan usaha sendiri, mampu memanfaatkan peluang, dapat menciptakan usaha baru, inovatif, dan mandiri. Dengan pandangan yang jauh ke depan, akan selalu berusaha untuk berkarsa dan berkarya Suryana, 2003. Prasyarat lainnya adalah, memiliki kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang berbeda dengan yang sudah ada, meskipun dengan berbagai resiko yang mungkin akan timbul. Teori McClelland yang dikenal dengan teori need for achievement atau n Ach menyatakan, beberapa orang yang berjiwa entrepreneurship, kebutuhan untuk berprestasi demikian kuat sehingga ia lebih termotivasi dibandingkan upaya mencapai keuntungan. Untuk memaksimumkan kepuasannya, seseorang dengan kebutuhan berprestasi yang tinggi, cenderung menetapkan tujuan mereka sebagai tantangan yang hendak dicapai. Individu yang termotivasi oleh keinginan berprestasi yang tinggi, cenderung melakukan pekerjaan yang beresiko dengan perhitungan, namun individu yang memiliki keinginan rendah untuk berprestasi umumnya menghindari tantangan, tanggung jawab, dan risiko. Kecenderungan masyarakat dalam berwirausaha adalah mencari cara-cara yang tidak memiliki tantangan dan tidak beresiko. Cara seperti ini, biasanya dilakukan oleh entrepreneur pemula dengan modal dan pengalaman terbatas. Hal ini dapat dimaklumi, karena entrepreneur pemula dengan modal terbatas adalah rentan dengan resiko yang dialami, sekali ia mencoba berusaha lalu gagal, akan selamanya terpuruk tidak akan bangun untuk selamanya, dan bahkan ia akan menggadaikan segala yang dimilikinya untuk membayar resiko yang diembannya. Corten 2009 menyatakan, orang yang tidak berani ambil resiko adalah orang dalam posisi ekonomi lemah, karena jiko resiko 130 menghampirinya, maka selamanya dalam keadaan tidak berdaya. Upaya mengatasai persoalan tersebut diperlukan model wirausaha masyarakat. Menurut ahli perilaku behaviorits, entrepreneurship sangat berperan dalam kesuksesan seseorang Kets de Vries, 1977. Seseorang yang memiliki kewirausahaan tinggi dan digabung dengan kemampuan manajerial yang memadai akan menyebabkan dia sukses dalam usahanya Priyanto, 2006. Entrepreneurship juga berperan dalam mengembangkan seseorang sehingga memiliki keinginginan untuk memaksimalkan economic achievement Mc Clelland, 1976 dan menyebabkan seseorang bisa tahan uji, bisa fleksibel, bisa dipercaya, bisa mengatasi masalah yang dihadapinya. Sementara itu Barkham, 1989; Pollock, 1989 dalam Ghosh 1999 mengatakan bahwa skill, attitude dan pencarian informasi pasar merupakan faktor yang memberikan kontribusi pada kesuksesan perusahaan. Ahli-ahli sosiologi mengatakan bahwa entrepreneurship berperan dalam mengintegrasikan, mengarbitrase dan mengatur subsistem dalam masyarakat dan ekonomi Parsons and Smelser,1956. Mereka para entrepreneur merupakan agen perubahan dalam masyarakat dimana dia tinggal Barth, 1967. Storey 1982 berpendapat bahwa entrepreneur memegang peranan sebagai kreator dalam persaingan dan penciptaan depan dan sebagai alternatif dalam hal menghubungkan the bureaucratic employer-employee. Sementara itu Hagen 1960 percaya bahwa entrepreneur mampu memotivasi masyarakat karena dia dipandang menjadi kaum elit karena kesuksesannya di dunia usaha. Entrepreneur bisa memberikan inspirasi bagi masyarakat. Dengan demikian kemiskinan berhubungan sangat erat kaitannya dengan ketiadaan kewirausahaan. Oleh karena itu, keberadaan kewirausahaan mulai dari level individu, organisasi sampai masyarakat sangat terkait erat dengan miskin atau tidaknya masyarakat. Jika kewirausahaan tinggi, maka kemiskinan akan rendah. Dari sisi psikologis, kewirausahaan adalah suatu jiwa yang yang memiliki semangat, mimpi, berani mencoba, keinginan besar, kreatif, memiliki need for achievement, visi hidup dan independen. Jiwa yang demikian ini bisa dimiliki oleh siapapun, apakah itu pedagang, pengusaha, karyawan maupun masyarakat pada umumnya, yang mampu mengelola diri dan lingkungannya sehingga akan dihasilkan ide, inovasi, penemuan baru, kreatifitas, semangat baru dan pasar yang baru. Yang sering kita dengar dan artikan bahwa kewirausahaan sama dengan atau selalu identik dengan pemahaman usaha manufaktur dan dagang. Saat ini pemaknaan kewirausahaan telah berkembang tidak hanya pemaknaan orang yang mampu mengelola diri dan lingkungannya sehingga akan dihasilkan ide, inovasi, penemuan baru, kreatifitas, semangat baru dan pasar yang baru. Kewirausahaan merupakan sesuatu yang ada didalam jiwa seseorang, masyarakat dan organisasi yang karenanya