sedangkan pembuktian hak lama merupakan alat-alat bukti pemilikan hak atas tanah yang ada sebelum berlakunya PP No. 24 Tahun 1997. Persamaan
pembuktian hak baru dan pembuktian hak lama yaitu sama-sama untuk meneguhkan kepunyaan sendiri sebagai pemegang hak.
132
C. Kepastian Hukum Sertifikat Hak Milik Atas Tanah
Untuk mendapatkan jaminan kepastian hukum atas bidang tanah, diperlukan perangkat hukum yang tertulis, lengkap, jelas, dan dilaksanakan secara konsisten sesuai
dengan jiwa dan isi ketentuan-ketentuan yang berlaku. Hal tersebut tercapai melalui pendaftaran tanah. Peraturan pendaftaran tanah yang dikeluarkan sejak berlakunya
UUPA yaitu PP No. 10 Tahun 1997. Dalam kenyataannya pendaftaran tanah yang diselenggarakan berdasarkan PP No. 10 Tahun 1961 selama lebih dari 36 tahun belum
cukup memberikan hasil yang memuaskan dari sekitar 55 juta bidang tanah hak yang memenuhi syarat untuk didaftar, baru lebih kurang 16,3 juta bidang tanah yang
terdaftar.
133
Hal ini merupakan kendala dalam pelaksanaan penaftaran tanah di samping kekurangan anggaran, alat dan tenaga adalah keadaan objektif tanah-tanahnya sendiri.
Menurut Zaidar : Hal ini merupakan kendala dalam pelaksaanaan pendaftaran tanah disamping
kekurangan anggaran, alat dan tenaga. Selain jumlahnya besar dan tersebar diwilayah yang luas, sebagian besar penguasannya tidak didukung oleh alat-alat
pembuktian yang mudah diperoleh dan dapat dipercaya kebenarannya. Selain itu ketentuan hukum untuk dasar pelaksanannya dirasakan belum cukup
132
S. Chandra, Op cit, hal. 20
133
A.P. Parlindungan, Op cit, hal. 26
Husni Adam : Perlindungan Hukum Yang Diberikan Oleh Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah Kepada Pemegang Sertifikat Hak Atas Tanah Studi Kasus Di Kantor Pertanahan Kota Medan,
2008 USU Repository © 2008
memberikan kemungkinan untuk terlaksananya pendaftaran dalam waktu singkat dengan hasil yang lebih memuaskan.
134
Dengan segala peraturan pelaksana UUPA dirasa belum mampu menyelesaikan
permasalahan yang dihadapi di dalam pelaksanaan pendaftaran tanah. Sulitnya mencari bukti-bukti hak, pengertian dan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya pendaftaran,
terjadinya sengketa hak dan sebagainya, maka Pemerintah merasa berkewajiban untuk merevisi peraturan pelaksana pendaftaran tanah ini dengan mengeluarkan PP No. 24
Tahun 1997. Di dalam PP ini antara lain ditetapkan cara-cara memberikan pembuktian hak atas tanah di dalam pelaksanaan pendaftaran tanah.
Pendaftaran tanah merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus-menerus, berkesinambungan dan teratur meliputi pengumpulan,
pengolahan, pembukuan, penyajian, pemeliharaan data fisik, data yuridis dalam bentuk peta, daftar mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun termasuk
pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya, hak milik atas satuan rumah susun dan hak-hak tertentu yang membebaninya.
135
Penyelenggaraan pendaftaran tanah dalam masyarakat merupakan tugas Negara yang dilaksanakan oleh Pemerintah bagi kepentingan rakyat dalam rangka memberikan
kepastian hukum bidang pertanahan, dan untuk memperoleh kekuatan hukum rangkaian kegiatan pendaftaran tanah secara sistematik, pengajuan kebenaran materiil pembuktian
data fisik dan data yuridis hak atas tanah, ataupun lain hal yang dibutuhkan sebagai
134
Zaidar, Op cit, hal. 165
135
Pasal 1 ayat 1 PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah
Husni Adam : Perlindungan Hukum Yang Diberikan Oleh Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah Kepada Pemegang Sertifikat Hak Atas Tanah Studi Kasus Di Kantor Pertanahan Kota Medan,
2008 USU Repository © 2008
dasar hak pendaftaran tanah, mengetahui status hak dan atau riwayat asal usul pemilikan atas tanah, jual-beli, warisan, kesemuannya memerlukan suatu peraturan perundang-
undangan selaku payung hukum dan pengesahan pejabat pendaftaran yang berwenang dan akan dijadikan sebagai bukti kepemilikan yang terkuat dan terpenuhi.
136
Kegiatan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia adalah bagian dari pelaksanaan hukum agraria maka seyogyanya azas yang mendasari pendaftaran
tanah tidak jauh dari konsepsi hukum tanah nasional yang berasal dari hukum adat yang individualistik, komunalistik, dan religius dalam pengertian bahwa setiap kepemilikan
perseorangan merupakan bagian dari dan untuk kepentingan bersama yang diyakini oleh tiap-tiap pribadi bangsa Indonesia sebagai anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa.
Hakikat kepastian hukum yang sebenarnya terletak pada kekuatan sertifikat kepemilikan hak atas tanah sebagai bukti kepemilikan termasuk di pengadilan, namun
kepastian hukum dengan sistem negatif pada hakikatnya merupakan kepastian hukum yang relatif, dengan pengertian bahwa oleh peraturan perundang-undangan dijamin
kepastian hukum selama tidak dibuktikan sebaliknya.
137
Dengan adanya lembaga publikasi negatif maka pemilik hak atas tanah yang sebenarnya belum tentu namanya terdaftar di dalam buku tanah, sedangkan pemegang
sertifikat hak atas tanah yang namanya sudah terdaftar di buku tanah sepanjang tidak terbukti sebaliknya tetap dianggap sebagai pemegang hak atas tanah yang sebenarnya.
136
The Aceh Institue, Hak Pemilikan Atas Tanah, http:www.acehinstitute.
orgringkasan_penelitian_hak_tanah_alue_naga.htm, 2006, diakses tanggal 22 Oktober 2007
137
S. Chandra, Op cit, hal. 122
Husni Adam : Perlindungan Hukum Yang Diberikan Oleh Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah Kepada Pemegang Sertifikat Hak Atas Tanah Studi Kasus Di Kantor Pertanahan Kota Medan,
2008 USU Repository © 2008
Khusus terhadap hak milik, yakni menurut Pasal 20 ayat 1 Undang-undang Pokok Agraria ditentukan lain, yaitu adanya unsur turunan, terkuat dan terpenuh.
Walaupun demikian tinggi kedudukan sertifikat hak atas tanah sebagai alat bukti, namun tetap diperlakukan sebagai alat bukti awal, karena didasari kemungkinan adanya alat
pembuktian pihak lain yang lebih berwenang, tidak terkecuali terhadap sertifikat hak milik yang terkuat dan terpenuh sekalipun.
Hapusnya hak atas tanah terdaftar dalam arti luas, yaitu berakhirnya tanggung jawab negara terhadap hak atas tanah terdaftar di kantor pertanahan dengan atau tanpa
kemauan pemegangnya, baik berdasarkan ketetapan konstitutif ataupun deklaratori, oleh kepala kantor pertanahan dicatat di buku tanah dan surat ukur serta dimusnahkannya
sertifikat hak atas tanah bersangkutan. Hapusnya hak atas tanah terdaftar dalam arti sempit, yaitu berakhirnya tanggung
jawab negara terhadap hak atas tanah terdaftar di kantor pertanahan tanpa kemauan yang punya berdasarkan ketetapan konstitutif atau deklaratoir yang oleh kepala kantor
pertanahan dicatat di buku tanah dan surat ukur bersangkutan. Harapan selanjutnya, adalah kebijakan pendaftaran tanah yang tertuang dalam
peraturan pemerintah tentang pendaftaran tanah perlu disempurnakan dengan berpedoman pada tata kaedah hukum dan mempertimbangkan sungguh-sungguh nilai
universal yang terdapat dalam hukum adat sesuai dengan kesadaran hukum dan realitas sosial masyarakat, sehingga hukum adat bukan merupakan dasar, tetapi merupakan
sumber utama hukum tanah nasional.
Husni Adam : Perlindungan Hukum Yang Diberikan Oleh Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah Kepada Pemegang Sertifikat Hak Atas Tanah Studi Kasus Di Kantor Pertanahan Kota Medan,
2008 USU Repository © 2008
Indonesia sebagai negara kesejahteraan berkepentingan mengatur perlindungan hukum terhadap pemegang sertifikat hak atas tanah yang berkepastian hukum,
bermanfaat, dan berkeadilan dengan cara merespon kebutuhan serta keinginan pemegang hak atas tanah dalam kehidupan masyarakat bangsa secara transparan, tanpa
tipu daya, intimidasi atau diskriminasi, sesuai Pasal 26 Kovenan Internasional “Semua orang adalah sama di hadapan hukum dan atas perlindungan hukum yang sama tanpa
diskriminasi apapun”. Di Indonesia perlindungan hukum yang disediakan pemerintah melalui Pasal 31
ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 menyatakan, “Sertifikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat
mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah hak
yang bersangkutan”. Tipologi Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 ini masih didominasi
karakteristik azas negatif, konsekuensinya yaitu hak azasi manusia harus dilihat dan dipahami secara utuh, tidak parsial. Kenyataanya masih bersifat administratif belum
bersifat hak, memberi perlindungan hukum kepada pemilik hak atas tanah tetapi belum kepada pemegang sertifikat hak atas tanah.
138
Penerbitan sertifikat tanah telah melalui proses tahapan yang ditentukan oleh Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 dahulu Peraturan Pemerintah No.10 tahun
138
Ibid, hal. 124
Husni Adam : Perlindungan Hukum Yang Diberikan Oleh Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah Kepada Pemegang Sertifikat Hak Atas Tanah Studi Kasus Di Kantor Pertanahan Kota Medan,
2008 USU Repository © 2008
1961. Maka penerbitan sertifikat oleh BPN bersifat konstitutif, yaitu keputusan administrasi pemerintahan yang menimbulkan akibat hukum. Akibat hukumnya adalah
negara menjamin dan melindungi pemilik sertifikat tanah. Siapapun juga wajib menghormati adanya hak ini. Ini sejalan dengan prinsip Kedaulatan Hukum
Jikalau ternyata ada kesalahan kekhilafan dalam penerbitan sertifikat tanah, harus melalui mekanisme hukum untuk memperbaiki akibat hukumnya. Dalam kejadian
ini tentu ada pihak yang dirugikan. Pihak yang dirugikan harus diberikan kompensasi kerugian. Dasar untuk mengajukan ganti rugi adalah berdasar Pasal 1365 KUH Perdata.
Hubungan penerbitan sertifikat tanah dan kepastian hukum adalah hubungan sebab akibat. Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 telah menetapkan kepastian
hukum yang lebih baik dibanding dengan PP No. 10 Tahun 1961. Jika di PP No. 10 Tahun 1961, belum ditentukan batas waktu bagi pihak ketiga untuk menggugat pemilik
sertifikat tanah, maka Pasal 32 ayat 2 PP 24 Tahun 1997 menentukan batas waktu bagi pihak ketiga untuk menggugat, yakni 5 lima tahun sejak dikeluarkannya sertifikat
tersebut. Kini pemilik sertifikat tanah sebagai pemegang hak-hak milik atas tanah tidak
bisa diganggu gugat oleh siapapun setelah sertifikat tersebut berusia lima tahun. Hanya pada usia sertifikat di bawah lima tahun sajalah pihak lain diberikan
kesempatan untuk menggugat kepemilikan atau penguasaan hak atas tanah pemegang
Husni Adam : Perlindungan Hukum Yang Diberikan Oleh Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah Kepada Pemegang Sertifikat Hak Atas Tanah Studi Kasus Di Kantor Pertanahan Kota Medan,
2008 USU Repository © 2008
sertifikat, kalau memang mempunyai bukti yang juga berkekuatan hukum sama derajatnya.
139
Hal ini ditegaskan dalam Pasal 32 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 yang berbunyi :
1 Sertifikat merupakan tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya,
sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan.
2 Dalam hal atas suatu bidang tanah sudah diterbitkan sertifikat secara sah atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan itikad
baik dan secara nyata menguasainya, maka pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah itu tidak dapat lagi menuntut pelaksanaan hak tersebut apabila
dalam waktu 5 lima tahun sejak diterbitkannya sertifikat itu tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertifikat dan Kepala
Kantor Pertanahan yang bersangkutan ataupun tidak mengajukan gugatan ke Pengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertifikat tersebut.
Maka jelas bahwa sebidang tanah sudah disertifikatkan maka tidak mudah bagi orang lain atau pihak manapun untuk merebutnya, apalagi bila usia sertifikat
telah melampaui masa 5 lima tahun. Persyaratan dan prosedur yang harus ditempuh oleh pihak lain termasuk negara untuk bisa merebut atau menggugurkan
139
Wawancara dengan S. Chandra Koordinator Loket Kantor Pertanahan Kota Medan, tanggal 6 Desember 2007
Husni Adam : Perlindungan Hukum Yang Diberikan Oleh Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah Kepada Pemegang Sertifikat Hak Atas Tanah Studi Kasus Di Kantor Pertanahan Kota Medan,
2008 USU Repository © 2008
kehakmilikan atas tanah yang sudah disertifikatkan sangat sulit, meskipun sertifikat belum melampaui 5 lima tahun. Bahkan Boedi Harsono mengatakan “Pengadilan
tidak berwenang membatalkan sertifikat karena hal tersebut termasuk kewenangan Administrasi”.
140
Menurut M. Yamin bahwa kepastian hukum dalam pendaftaran tanah belum terwujud, yang disebabkan oleh baberapa hal yaitu :
a Faktor sejarah kepemilikan tanah.
Ketika hambatan jadi negara pendapatan tanah masih diabaikan dan dianggap tidak menjadi penting sehingga saat ini pendaftaran tanah itu tidak
dianggap sebagai kewajiban yang dapat mengemukakan hak atas tanah. Apalagi kepemilikannya adalah kepemilikan kolektif. Maka bukti hak tidak
perlu, sehingga masyarakat tidak aman mendapatkan tanah. Selain itubukti tanah selalu diabaikan sehingga kepentingan tidak terwujud dengan baik.
141
b Faktor psikologi masyarakat.
Masyarakat tidak memahami suatu perbedaan yang berarti antara ada sertifikat dengan tidak ada sertifikat atas tanahnya. Bahkan perlindungan
yang diberikan oleh negara terhadap pemegang sertifikat hampir sama dengan yang tidak memiliki sertifikat. Realitas tidak adanya jaminan titel
insuren yang lebih ini melemahkan keinginan masyarakat untuk mendaftarkan tanahnya. Orang hanya mau mendaftarkan tanah jika ada
keinginan unuk menggunakannya sehingga makna sertifikat ini belum menjadi bergelora dari perlindungan masyarakat.
c Kelemahan aturan pendaftaran tanah.
Sampai saat ini, banyak masyarakat yang tidak tahu tentang aturan pendaftaran tanah. Oleh karena itu secara material diharapkan dapat
mempercepat pendaftaran tanah terwujud ternyata tidak. Sehingga tidak dijumpai perlindungan atas aturan tersebut. Bahkan memang isi aturan itu
tidak dapat dipertahankan untuk memberikan alat bagi pencapaian target terwujudnya sertifikat hak atas tanah di Indonesia.
140
Boedi Harsono, Op cit, hal. 536
141
Hans Dieter Evers, Sosiologi Perkotaan, Urbanisasi dan Sengketa Tanah di Indonesia dan Malaysia, LP3ES, Jakarta, 1982, hal. 196 – 197, dalam Muhammad Yamin, Problematika Mewujudkan
Jaminan Kepastian Hukum Atas Tanah Dalam Pendaftaran Tanah, Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Hukum Agraria pada Fakultas Hukum USU, Medan, tanggal 2 September 2006, hal.
25
Husni Adam : Perlindungan Hukum Yang Diberikan Oleh Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah Kepada Pemegang Sertifikat Hak Atas Tanah Studi Kasus Di Kantor Pertanahan Kota Medan,
2008 USU Repository © 2008
d Faktor pelaksana dan pelaksanaan.
Masih banyak keluhan masyarakat pada pelaksanaan dari pendaftaran tanah. Akibat pelaksanaan terkadang dianggap tidak tegas dan bahkan beda tafsir
dalam melakukan pekerjaannya. Jika ini muncul sudah pasti akan tidak terdorong lagi masyarakat untuk mendaftarkan tanahnya.
e Intervensi undang-undang BPHTB dan biaya lain.
Sekarang yang ingin mendaftarkan tanah, di samping harus memenuhi biaya pemohon yang ditetapkan aturan pendaftaran tanah masih juga ada biaya-biaya
lain atas perintah undang-undang yang tidak dapat diabaikan seperti Undang- Undang No. 212001 tentang BPHTB, dan undang-undang PBB lain. Semua
biaya yang dibebankan dari ketentuan aturan pendaftaran tanah itu sendiri menjadikan orang enggan mendaftarkan tanahnya apalagi di daerah
perdesaan.
142
Indikator ini menjadi problematika pelaksanaan pendaftaran tanah sehingga pendaftaran tanah tidak terwujud kepastian hukum dari dilaksanakannya pendaftaran.
Bahkan faktor-faktor tersebut di atas membuat munculnya permasalahan pendaftaran tanah seperti adanya Sertifikat palsu, Sertifikat aspal, Sertifikat ganda, dan pemblokiran
sertifikat oleh bank.
143
Ketidakpastian hukum bagi tanah masyarakat harus menjadi perhatian bagi pemerintah agar segera mensosialisasikan apa dan bagaimana pendaftaran tanah serta
tujuan dilakukan pendaftaran. Bila dibiarkan akan mendorong tidak yakinnya lagi masyarakat atas bukti hak itu sendiri karena dianggap tidak dapat melindungi hak-hak
tanah masyarakat. Apalagi sertifikat tanah masih dianggap hanya dapat dimanfaatkan
142
Muhammad Yamin, Op cit, hal. 25-26
143
Soni Harsono, Pokok-pokok Kebijaksanaan Bidang Pertanahan dalam Pembangunan Nasional, Analisis CSIS, Tahun XX No. 2, Maret-April, 1991, dalam Muhammad Yamin, Ibid, hal. 26
Husni Adam : Perlindungan Hukum Yang Diberikan Oleh Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah Kepada Pemegang Sertifikat Hak Atas Tanah Studi Kasus Di Kantor Pertanahan Kota Medan,
2008 USU Repository © 2008
untuk tujuan tertentu saja sehingga masyarakat masa bodoh atas pendaftaran tanah di negara ini.
Menurut A.P. Parlindungan untuk mengatasi permasalahan agraria ini harus tetap berpijak pada suatu teori tentang:
a Pandangan mengenai political will;
b Pandangan mengenai permasalahan planning political will;
c Pandangan mengenai programming;
d Pandangan mengenai pelaksanaan dan pelaksana;
e Pandangan mengenai pengawasan;
f Pandangan mengenai ketahanan nasional.
144
Selanjutnya Menurut A.P. Parlindungan bahwa “Dengan pandangan-pandangan tersebut diatas baru dapat terwujud cita-cita kepastian hukum atas tanah di Indonesia ini”.
145
144
A.P. Parlindungan, Permohonan Kepastian Hukum Atas Hak Atas Tanah Menurut Peraturan yang Berkaitan, Makalah Seminar Fakultas Hukum USU, tanggal 19 Oktober 1996, hal. 2, lihat juga
Muhammad Yamin, Ibid, hal. 27
145
Ibid
Husni Adam : Perlindungan Hukum Yang Diberikan Oleh Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah Kepada Pemegang Sertifikat Hak Atas Tanah Studi Kasus Di Kantor Pertanahan Kota Medan,
2008 USU Repository © 2008
BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM YANG DIBERIKAN TERHADAP
PEMEGANG HAK MILIK ATAS TANAH BERDASARKAN OLEH PERATURAN PEMERINTAH NO. 24 TAHUN 1997 TENTANG
PENDAFTARAN TANAH
B. Faktor-Faktor Penyebab Timbulnya Kasus Pertanahan