Latar Belakang Notaris Syafnil Gani, SH, MHum 4. Chairani Bustami, SH, SpN, MKn

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tanah sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan manusia untuk mencukupi kebutuhannya. Kendala yang dihadapi adalah pertumbuhan penduduk yang terus meningkat sedangkan ketersediaan tanah yang sangat terbatas. Karena terbatasnya tanah yang tersedia dan kebutuhan akan tanah semakin bertambah, dengan sendirinya akan menimbulkan benturan-benturan kepentingan akan tanah sehingga akan menimbulkan permasalahan atas tanah. Sesuai dengan tujuan landerform di Indonesia maka pemusatan penguasaan tanah oleh sekelompok orang yang dapat merugikan rakyat tidak dibenarkan, hal ini telah diatur dengan penetapan batas maksimum penguasaan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. “Di dalam praktek masih dijumpai berbagai masalah terutama di dalam pembuktian penguasaan tanahnya, karena tanah-tanah tersebut tidak terdaftar di Kantor Pertanahan. Banyak tanah-tanah yang tidak jelas kepemilikannya dan penggunaannya”. 1 “Dalam kurun waktu hampir 45 empat puluh lima tahun sejak diterbitkannya UUPA pada tahun 1960 sampai saat ini, jumlah bidang-bidang tanah 1 Chadidjah Dalimunte, 1998, Pelaksanaan Landreform di Indonesia dan Permasalahannya, Medan: USU Press, hal. 133 Husni Adam : Perlindungan Hukum Yang Diberikan Oleh Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah Kepada Pemegang Sertifikat Hak Atas Tanah Studi Kasus Di Kantor Pertanahan Kota Medan, 2008 USU Repository © 2008 yang telah terdaftar di Indonesia baru mencapai sekitan 30 tiga puluh persen dari total perkiraan bidang tanah yang ada sebanyak 78.000.000,- tujuh puluh delapan juta persil”. 2 Atas dasar hak menguasai dari negara maka menjadi kewajiban bagi pemerintah melaksanakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria selanjutnya disingkat dengan UUPA baik dengan pendekatan sistematis maupun sporadis. Dalam Pasal 19 UUPA ditentukan bahwa untuk menjamin kepastian hukum hak-hak atas tanah harus didaftarkan. Pendaftaran tanah berfungsi untuk melindungi si pemilik. Di samping itu pendaftaran tanah juga berfungsi untuk mengetahui status sebidang tanah, siapa pemiliknya, apa haknya, berapa luasnya, untuk apa dipergunakan dan sebagainya, dengan kata lain pendaftaran tanah bersifat land information system dan geografis information system. Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang ditetapkan Pemerintah pada tanggal 8 Juli 1997 merupakan peraturan pelaksana dari Pasal 19 UUPA dan menggantikan Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah. Penetapan peraturan pemerintah ini merupakan bagian dari usaha Pemerintah untuk menyediakan dasar hukum yang kuat dan selalu sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan pembangunan bagi pelaksanaan adminsitrasi pertanahan dan pemberian kepastian hukum kepada masyarakat mengenai hak atas tanahnya. 2 S. Chandra, 2005, Sertifikat Kepemilikan Hak Atas Tanah Persyaratan Permohonan di Kantor Pertanahan, Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, hal. x Husni Adam : Perlindungan Hukum Yang Diberikan Oleh Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah Kepada Pemegang Sertifikat Hak Atas Tanah Studi Kasus Di Kantor Pertanahan Kota Medan, 2008 USU Repository © 2008 Pendaftaran tanah atau dalam literatur sering disebut land record atau juga cadastral merupakan bagian dari masalah keagrariaan agrarian. “Masalah keagrariaan memang tidak hanya terdiri dari pendaftaran tanah, melainkan juga meliputi: pengaturan hak-hak atas tanah rights on land atau land ownership, penatagunaan tanah land use control, dan pengaturan penguasaan tanah land tenure atau and occupation” 3 . Dari keempat fungsi keagrariaan tersebut pendaftaran tanah memang yang paling menonjol, baik di negara-negara belum maju maupun di negara-negara sudah maju, karena ia merupakan institusi negara satu-satunya yang mempunyai otoritas untuk memberikan legalitas bagi setiap pemilikanpenguasaan tanah. Dengan melakukan pendaftaran tanah maka masyarakat perorangan maupun badan hukum akan memperoleh sertifikat hak atas tanah. Sesuai ketentuan Pasal 32 ayat 1 UUPA, sertifikat merupakan tanda bukti hak yang kuat dalam arti selama tidak dapat dibuktikan sebaliknya data fisik dan data yuridis yang tercantum di dalamnya harus diterima sebagai yang benar. Pendaftaran tanah yang penyelenggaraannya diperintahkan oleh UUPA tidak menggunakan sistem publikasi positif yang kebenaran data yang disajikan dijamin oleh negara, melainkan menggunakan sistem publikasi negatif. ”Di dalam sistem publikasi negatif negara tidak menjamin kebenaran data yang disajikan”. 4 Akan tetapi sistem 3 Herman Hermit, 2004, Cara Memperoleh Sertifikat Tanah Hak Milik, Tanah Negara dan Tanah Pemda, Teori dan Praktek Pendaftaran Tanah di Indonesia, Bandung: Mandar Maju, hal. 131 4 A.P. Parlindungan, 1999, Pendaftaran Tanah di Indonesia, Bandung: Mandar Maju, hal. 126 Husni Adam : Perlindungan Hukum Yang Diberikan Oleh Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah Kepada Pemegang Sertifikat Hak Atas Tanah Studi Kasus Di Kantor Pertanahan Kota Medan, 2008 USU Repository © 2008 publikasi negatif ini tidak digunakan secara murni. Hal ini dapat dilihat dari ketentuan Pasal 23, 32 dan 38 UUPA yang menentukan bahwa pendaftaran berbagai peristiwa hukum merupakan alat pembuktian yang kuat. Menurut A.P. Parlindungan bahwa: Ketentuan ini bertujuan agar pada satu pihak untuk tetap berpegang pada sistem publikasi negatif dan pada satu pihak secara seimbang memberikan kepastian hukum kepada pihak yang dengan itikad baik menguasai sebidang tanah dan didaftar sebagai pemegang hak dalam buku tanah, dengan sertifikat sebagai tanda buktinya, yang menurut UUPA berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat”. 5 Salah satu tujuan pendaftaran tanah adalah untuk mengumpulkan informasi mengenai bidang-bidang tanah. Oleh karena itu data fisik dan data yuridis tanah tersebut dibuat dalam suatu daftar isian yang diumumkan selama 30 tiga puluh hari untuk pendaftaran tanah secara sistematik atau 60 enam puluh hari untuk pendaftaran tanah secara sporadik sehingga pihak-pihak yang berkepentingan dapat mengajukan keberatan. 6 Apabila dalam tenggang waktu tersebut terjadi sengketa maka setiap data fisik dan data yuridis tanah tersebut termasuk adanya sengketa mengenai data itu semuanya tercatat dalam buku tanah. Jika sengketa itu diajukan ke pengadilan dan ada perintah untuk status quo atau ada putusan sita tanah, maka pencantuman nama pemegang hak dalam buku tanah ditangguhkan sampai jelas siapa yang berhak atas tanah tersebut. Namun jika dalam waktu yang ditentukan pihak yang berkeberatan atas data fisik ataupun data yuridis yang 5 Ibid 6 Pasal 26 ayat 1 UUPA Husni Adam : Perlindungan Hukum Yang Diberikan Oleh Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah Kepada Pemegang Sertifikat Hak Atas Tanah Studi Kasus Di Kantor Pertanahan Kota Medan, 2008 USU Repository © 2008 akan dibukukan tidak mengajukan gugatan ke pengadilan, maka keberatannya dianggap tidak beralasan dan catatan mengenai keberatan itu dihapus. 7 Jika sebidang tanah telah disertifikatkan maka tidak mudah bagi orang lain atau pihak manapun untuk merebutnya, apalagi bila usia sertifikat itu telah melampaui lima tahun. Pemilik sertifikat tanah sebagai pemegang hak-hak milik atas tanah tidak bisa diganggu gugat oleh siapapun setelah sertifikat tersebut berusia lima tahun. “Hanya pada usia sertifikat di bawah lima tahun sajalah pihak lain diberikan kesempatan untuk menggugat kepemilikan atau penguasaan hak atas tanah si pemegang sertifikat, kalau memang mempunyai bukti yang juga berkekuatan hukum sama derajatnya”. 8 “Hakikat kepastian hukum sebenarnya terletak pada kekuatan sertifikat kepemilikan hak atas tanah sebagai bukti kepemilikian termasuk di pengadilan. Namun kepastian hukum dengan sistem negatif pada hakikatnya merupakan kepastian hukum yang relatif, dalam arti oleh peraturan perundang-undangan dijamin kepastian hukum selama tidak dibuktikan sebaliknya”. 9 Dengan adanya lembaga publikasi negatif maka pemilik hak atas tanah yang sebenarnya belum tentu namanya terdaftar di dalam buku tanah, sedangkan pemegang sertifikat hak atas tanah yang namanya sudah terdaftar di buku tanah sepanjang tidak terbukti sebaliknya tetap dianggap sebagai pemegang hak atas tanah yang sebenarnya. 7 A.P Parlindungan, Op cit, hal. 120 8 Suardi, 2005, Hukum Agraria, Jakarta: IBLAM, hal. 140 9 S. Chandra, Op cit, hal. 122 Husni Adam : Perlindungan Hukum Yang Diberikan Oleh Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah Kepada Pemegang Sertifikat Hak Atas Tanah Studi Kasus Di Kantor Pertanahan Kota Medan, 2008 USU Repository © 2008 Sangat berat dan merepotkan persyaratan dan prosedur yang harus ditempuh oleh pihak lain termasuk negara untuk bisa merebut atau menggugurkan kehakmilikan atas tanah yang sudah disertifikatkan atas nama pemiliknya itu, meskipun pada masa usia sertifikat kurang dari lima tahun. Bahkan Boedi Harsono membuat catatan kaki untuk Pasal 32 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tersebut, “Putusan Mahkamah Agung tanggal 3 Nopember 1971 Nomor 383KSip1971: Pengadilan tidak berwenang membatalkan sertifikat. Hal tersebut termasuk kewenangan Administrasi” 10 . Dengan demikian, makna dari pernyataan bahwa sertifikat merupakan alat pembuktian yang kuat dan tujuan pendaftaran tanah yang diselenggarakan adalah dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan, menjadi tampak dan dirasakan arti praktisnya. Namun dalam kenyataan di lapangan pada masa kini, sertifikat hak milik yang menurut undang-undang merupakan alat bukti yang sah, namun oleh Pengadilan diputuskan pihak lain yang berhak atas tanah tersebut sebagaimana yang terjadi dalam kasus sengketa tanah yang masih “hangat” saat ini yaitu kasus tanah yang terjadi di Meruya Selatan, Jakarta Barat. Selain itu juga terjadi tumpang tindih sertifikat atas tanah dimana pada satu bidang tanah terdapat beberapa sertifikat hak atas tanah. Hal ini dikarenakan “pendaftaran tanah berdasarkan PP No. 24 Tahun 1997 masih bersifat adminsitratif belum bersifat hak, memberi perlindungan hukum kepada 10 Boedi Harsono, 2000, Hukum Agraria Indonesia, Himpunan Peraturan-peraturan Hukum Tanah, cetakan ke-17, Jakarta: Djambatan, hal. 536 Husni Adam : Perlindungan Hukum Yang Diberikan Oleh Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah Kepada Pemegang Sertifikat Hak Atas Tanah Studi Kasus Di Kantor Pertanahan Kota Medan, 2008 USU Repository © 2008 pemilik hak atas tanah tetapi belum kepada pemegang sertifikat atas tanah”. 11 Untuk itu perlu dikaji lebih lanjut mengenai perlindungan hukum yang diberikan oleh Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah kepada para pemegang hak milik tersebut.

B. Perumusan Masalah