Kerangka Pemikiran TINJAUAN PUSTAKA

52 tetap memperoleh pekerjaan, dengan berbagai aturan atau kedisiplinan yang relatif lebih longgar dibandingkan dengan hubungan formal pada usaha-usaha besar. Oleh karena itu, kondisi yang dipandang timpang dari sudut pandang ekonomi, dalam hal pertukaran sumber daya dan distribusi keuntungan, justru dipandang sebagai hal yang wajar dan tidak bisa diubah oleh buruh. Kondisi timpang tersebut dianggap setara dengan jaminan ekonomi yang mereka terima dari subkontraktor. Hal ini yang menyebabkan ketidak puasan buruh tidak pernah pecah menjadi perselisihan terbuka. Meskipun demikian, kedekatan hubungan antarwarga seperti ini merupakan modal sosial untuk kelangsungan hidup masyarakat tersebut. Komunitas sebagai social safety net selalu menjadi andalan individu maupun kelompok miskin. Ada berbagai istilah untuk menunjukkan jaminan sosial-ekonomi jenis ini, yaitu coping strategies, coping mechanism, dan jaminan sosial informaltradisional. Semua konsep ini mengacu pada strategi dan mekanisme bertahan dalam menghadapi kesulitan ekonomi, yaitu melalui penurunan kualitas hidup dan pemanfaatan jaringan sosial yang dekat. Strategi ini meliputi pengurangan pengeluaran untuk konsumsi secara kualitas dan kuantitas, mengembangakan jaringan sosial yang dekat atau sumber daya eksternal, yaitu komunitas yang terdiri atas kerabat, teman, dan tetangga misalnya dalam arisan, utang- piutang, koperasi, serta membuat jaringan yang kuat dengan institusi keagamaan. Tetapi, kita tetap harus waspada jika krisis melanda banyak orang secara bersama-sama sehingga tidak ada satu pun tempat atau jaringan sosial untuk bergantung Cook, dalam Strahm, 2005: 72.

2.4. Kerangka Pemikiran

Urbanisasi sudah menjadi gejala umum. Bahkan tumbuh dan berkembangnya kota-kota di dunia tidak terlepas dari urbanisasi. Secara demografis dan geografis, urbanisasi adalah peristiwa berpindahnya penduduk dari wilayah perdesaan ke 53 wilayah perkotaan. Namun psikis, bagi pelaku urbanisasi atau yang secara umum dinamakan dengan kaum urbanis, berpindahnya penduduk dari wilayah perdesaan ke wilayah perkotaan adalah didorong oleh keinginan untuk mencapai kehidupan yang lebih baik di daerah tujuan. Wilayah perdesaan senantiasa dipertentangkan dengan wilayah perkotaan. Hal ini wajar, karena memang kondisi dari kedua wilayah tersebut sangat berbeda. Wilayah perdesaan sering diidentifikasi sebagai wilayah yang relatif statis, sedangkan wilayah perkotaan sering diidentifikasi dengan wilayah yang relatif dinamis. Dengan demikian tantangan yang ada di perkotaan dianggap lebih sulit dibandingkan dengan tantangan yang ada di perdesaan. Oleh karena itu, ciri-ciri masyarakat perdesaan dianggap berbeda dibandingkan dengan ciri-ciri masyarakat perkotaan. Masyarakat perdesaan sering diidentifikasi dengan masyarakat yang sederhana, pendidikan rendah, tidak memiliki keterampilan yang memadai, memiliki ikatan sosial yang masih kuat. Sedangkan masyarakat perkotaan diidentifikasi sebagai masyarakat yang kompleks, pendidikan tinggi, keterampilan khusus, dan ikatan sosial yang sudah longgar. Oleh karena itu, kaum urbanis mereka yang melakukan urbanisasi sesampai di perkotaan yang menjadi tujuan dihadapkan pada kondisi dan tantangan yang berbeda. Dalam rangka menghadapi tantangan itu, mereka dipaksa melakukan strategi dalam mempertahankan hidup. Boleh jadi mereka mencoba mengasah keterampilan, melakukan strategi aktif, maupun strategi pasif atau strategi produk yang berkaitan dengan produksi maupun konsumsi, serta strategi jaringan, baik ditujukan pada komunitas, pemerintah, maupun organisasi non pemerintah. Setelah kaum urbanis melakukan strategi tersebut, maka mereka mencapai tingkat kehidupan tertentu. Mungkin mereka mencapai kehidupan yang statis atau 54 relatif sama dengan kehidupan mereka di desa, mungkin lebih rendah atau lebih buruk, tetapi mungkin pula lebih baik. Kondisi kehidupan tersebut secara spesifik dapat dilihat dari jenis pekerjaan, kenyamanan bekerja, tingkat pendapatan, tingkat keterpenuhan kebutuhan: sandang, pangan, papan, keterpenuhan kebutuhan pendidikan anak, pemeliharaan kesehatan, jaminan hari tua, tingkat kenyamanan hidup, kebutuhan rekreasihiburan, kebutuhan fasilitas transportasi. Gambar 2.1 Bagan Alir Pikiran

2.5. Defenisi Konsep